II
Page 23 of 366
Day in January, 2020
Hei, kemarin aku tak menyapamu. Tiba-tiba menggantung cerita. Haha. Tak apa. Kau telah terbiasa dengan sikapku, yang jarang menegurmu, bukan?
Apa kabar? Kau baik hari ini? Masih ingin menyimak ceritaku? Baiklah... Tapi, sebelumnya, terimakasih telah menungguku.
Ah, tak usah malu denganku. Bukankah kau menungguku? Menunggu ceritaku? Sudahlah, kulanjutkan ceritaku tentang Ryan.
Hmm, sebenarnya aku memiliki nama panggilan khusus terhadapnya. Kupanggil dia dengan sebutan "Om". Bukan, bukan karena parasnya yang telah melampaui umurnya. Huss, aku takut terkena pasal body shamming. Haha.
Ryan... ah, Om tidak hanya populer. Wajahnya pun lumayan bisa dilihat, menurutku. Kata teman, juga adik kelasku, Om memiliki wajah yang rupawan. Tak tahu mereka menilai darimana. Tapi, makhluk berjenis "lelaki" pasti tampan, bukan?
Kau tanya, aku tahu darimana? Pertanyaan macam apa ini? Kau benar menghinaku? Aih, kau sungguh pesimis.
Om suka memposting apa yang disukainya. Naik gunung, bersepeda, hunting, jalan, ya... sejenis itu. Penyuka petualang. Itulah aku tahu mengenai dirinya.
Kau ingin tahu seperti apa dia? Haha, kau mulai penasaran, rupanya. Baiklah.
Selain wajah yang dapat dinilai, Om punya postur yang tidak hanya lumayan tinggi, juga bagus. Dada yang bidang, dan sepertinya sedikit berotot. Ah iya, tingginya 170 cm. Beratnya... kuberitahu padamu, dia terlihat gempal dimataku. Haha.
Kau ingin tahu secara detail? Bentuk hidung? Bentuk tulang rahang? Model dan warna rambut? Warna dan bentuk bola mata? Bentuk tulang pipi? Dagu? Hei... aih, aku tak begitu suka mengamati detail orang lain, selain orang yang kusukai. Intinya, dia cukup menarik dan lumayan bisa dilirik.
Om itu aneh. Orang yang punya pikiran random. Selain aku yang absurd, Om itu jauh lebih absurd. Karena absurdnya, aku sampai bingung ketika ditanya orang lain mengenai karakternya. Kukatakan saja yang kutahu. Dia baik. Cukup.
Bagusnya Om, Om itu tak tahu malu. Eh, ini apa bagusnya, ya? Sebentar. Eh, tapi tak tahu malu juga bagus. Lebih tepatnya, Om itu memiliki sikap tak gengsi.
Om itu sungguh absurd. Sifatnya menurun dari siapa, pun aku tak mengerti. Kakak perempuannya baik luar biasa, bersikap tegas, selalu tebar senyum dan sangat cantik. Masyaallah. Panggilannya kak Mila. Pemilik jasa catering. Masakannya enak.
Oh iya, kak Mila memiliki anak lucu bernama Akmal. Kala itu usianya masih sekitar 2 tahun. Pipinya sangat gembul seperti kue bakpao. Menggemaskan. Selalu ingin kucubit. Karena lucu, aku adalah fans berat Akmal. Itulah akhirnya kenapa aku memanggil Ryan dengan sebutan "Om". Dia Omnya Akmal. Haha, random sekali pikiranku.
Sebelumnya aku menyebut Om dengan "Hei" atau bahkan tak menyebut namanya. Tentu saja, itu sebelum aku bertemu keponakan lucunya. Om juga selalu memanggilku "Dudul" atau ejekan lainnya. Ya, begitulah kami.
Lanjut...
Lalu Liya. Adik perempuan Om. Juga adik kelasku saat di MA. Tak kalah cantik dengan kak Mila. Cerdas. Karena Liya adalah adik, terlihat sekali sikap manjanya. Tapi tak banyak. Liya juga orang yang mudah bergaul. Saat ini, selain berjualan online, Liya adalah guru sekolah dasar.
Ada Mama Om. Sebenarnya, bagian ini yang sedikit kutakuti. Haha. Aku tahu, Mama Om orang yang baik, keibuan, penyayang dan cantik... tapi, raut wajahnya terlalu tegas seperti orang yang tidak sabaran. Jadi, aku sedikit takut menghadapinya. Aku memanggil beliau, Tante.
Sifat Om tak mirip dengan mereka, bukan? Ya, memang kadang Om bisa bersikap normal. Tapi lebih banyak hal yang tak normal pada Om. Haha. Absurd.
Tidak, keluarga Om tidak hanya 3 bidadari itu. Om itu delapan bersaudara. Kak Mila kakak kedua. Liya, adik pas setelah Om. Om masih punya kakak laki-laki diatas kak Mila, kak Mila, dua kakak laki-laki dibawah kak Mila, Om, Liya serta dua adik, laki-laki dan perempuan. Juga ada Ayah Om.
Aku tahu darimana? Sensus? Haha. Tidak. Aku tahu tentang keluarga Om karena teman sekamarku berjodoh dengan kakak laki-laki Om yang ketiga, setelah kak Mila. Itulah kenapa aku hanya mengenal tiga orang dari keluarga Om, selain Liya yang kukenal memang sejak masa sekolah. Mama Om dan kak Mila. Mereka yang datang menemuiku.
Bagaimana? Haha. Itu pengalaman pertama juga gila yang terjadi pada pertemananku dengan Om. Om itu laki-laki, tapi dari pertemuanku dengan keluarganya, kutahu Om sangat dijaga oleh keluarganya. Benar. Seperti putra Raja. Entah bagaimana kami bisa berteman, rasanya lucu sekali kalau mengingat dia sangat begitu diperhatikan. Merinding.
Itu terjadi beberapa tahun lalu. Lulus kuliah, aku dapat pekerjaan sebagai pengasuh Asrama. Aku ditempatkan di sebuah kamar yang dekat dengan anak-anak asuh. Sekamar dengan seorang perempuan bernama Nina. Nina orang yang riang, terlalu berterus terang, kurang telaten mengurus kebersihan, mau belajar, berkemauan keras serta moody -untuk bagian terakhir, aku sungguh angkat tangan dengan sifatnya- sangat menguras tenagaku.
Nina selalu membicarakan tentang menikah muda. Ia sangat ingin menikah. Pada akhirnya tak sengaja melihat foto profil WA Om di gawaiku. Langsung memburuku. Ternyata Om sangat tampan, menurutnya. Memintaku menjodohkannya dengan Om. Ah iya, Om masih populer di kalangan murid asuhku dan para pengurus asrama.
Bagaimana ya, aku orang yang malas menjodohkan orang. Terakhir kali menjodohkan, lelaki yang kujodohkan justru menyukaiku. Duh! Pusing aku diteror Nina. Haha. Tentu, tentu akhirnya kuiyakan permintaannya yang ingin mengenal Om.
Kuhubungi Om. Kukatakan terus terang jika ada perempuan yang ingin mengenal Om. Kutanyakan pada Om, tak inginkah dirinya menikah? Dijawab, tidak. Om mengatakan, kalau masih ada impian yang ingin dia kejar. Entah jawaban itu random keluar dari kepalanya atau memang sungguh ada impian yang harus ia kejar.
Ya, kukatakan saja langsung kalau perempuan yang ingin mengenalnya ini, sangat menginginkan dinikahi olehnya. Om justru terbahak. Akhirnya Om mengenalkan kakak ketiganya yang masih single. Sepertinya, Om tak ingin mendahului para kakaknya. Hanya saja, Om tak ingin isi hatinya kuketahui.
Singkatnya, aku dan Om menjadi perantara Nina dan kakak Om. Menjadi jembatan cinta mereka. Berproses dengan layak. Sampai pada proses dimana keluarga Om ingin melihat dan mengenal Nina lebih dekat.
Mereka mendatangi asramaku. Menemui Nina bersama aku dan seorang sahabat Nina. Disitulah aku bertemu kak Mila, Akmal dan Mama Om. Juga kakak ipar Om. Karena aku jembatan Nina, aku memperkenalkan diri sebagai teman Om. Sungguh, perkenalan sebagai "teman Ryan" menimbulkan ekspresi yang susah kulukiskan pada Mama Om. Membuatku mengerti, keberadaan Om sebagai putra Raja yang benar-benar dijaga.
Ah, kau tahu pada saat itu yang kutakutkan apa? Iya, kau benar... ekspresi keras Mama Om. Meski tersenyum, meski ramah, tapi gurat tegas tak hilang dari wajah beliau. Duh! Aku kan tak memakan anak lelakinya hidup-hidup...
Saat itu aku berdoa agar kelak diberikan Ibu mertua berwajah lembut dan kalem. Benar saja, Tuhan menjawab doaku. Ibu mertuaku kini memiliki paras tegas seperti Mama Om. Apa yang bisa dilakukan pada orang yang berparas seperti ini? Tentu saja takut salah bicara. Hua...
Okay, Tuhan maha baik. Nina dan kakak Om benar berjodoh pada akhirnya. Sungguh diluar ekspektasiku, mengingat karakter Nina yang belum siap menjadi istri. Aku sempat mengkhawatirkan Nina. Tapi, selalu kudoakan Nina yang terbaik. Semoga Nina belajar dengan baik dari impiannya menikah muda ini. Oh iya, kini Nina tengah mengandung anak kedua. Anak pertamanya berjenis kelamin laki-laki. Lagi, semoga tak seabsurd Omnya. Haha.
Ah, kusudahi ceritaku hari ini, ya...
Besok kita bersua kembali. Jangan lelah menampung berlembar-lembar cerita dari pikiran randomku.
Selamat malam!
# # #
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro