Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 07 || Lalu

Bisa jadi Tuhan hanya menghendakimu untuk mencintai, tetapi dia tak menghendakimu untuk memiliki.

Zaki memasukkan beberapa baju ke ransel. Tiga hari di rumah sepertinya sudah cukup. Dia harus kembali ke pesantren melakukan aktivitas seperti sediakala.

Diambilnya buku bersampul cokelat milik ibunya, lalu keluar kamar. Sekatika, langkahnya terhenti saat melihat lelaki berkemeja biru serta bercelana hitam yang baru saja masuk ke ruang tamu.

"Kamu mau berangkat lagi?"

"Iya. Tante mana?" tanya Zaki pada laki-laki bertubuh jangkung itu.

"Di kantor." Suaranya terdengar dingin.

"Nggak betah di rumah, kamu mau jadi apa? Lebih suka di sana yang bebas? Nggak suka peraturan yang saya tetapkan di sini? Walaupun orang tuamu nggak ada, kamu nggak seharusnya begini."

"Begini gimana? Bebas? Coba aja Om masuk pesantren dan rasakan sendiri bagaimana peraturannya. Lagian kenapa Om repot banget dengan kehidupan saya, bahkan ketika saya nggak pernah minta apa pun dari keluarga kalian." Zaki lantas pergi meninggalkan lelaki yang terdiam di ruang tamu itu.

"Anak nggak tahu diri," desis pria itu.

Zaki masih mendengarnya tetapi dia memilih tak menghiraukan. Dengan segera dia menaiki vespanya yang terparkir di halaman rumah, sebelum akhirnya meninggalkan rumah almarhum ibunya. Rumah Zaki.

Rumah itu telah menjadi miliknya. Sebelum sang ibu meninggal, dia telah mengubah hak kepemilikan rumah ini menjadi Muhammad Zaki El-Haitami. Hingga kemudian, rumah itu ditempati oleh nenek dan kakek Zaki. Namun dua tahun lalu, mereka pergi di tahun yang sama. Di tahun yang sama itu pula suami tantenya terkena PHK, hingga akhirnya mereka terpaksa keluar dari kontrakan dan menempati rumah Zaki sementara waktu. Namun, entah bagaimana ceritanya mereka menjadi betah dan seperti tak memiliki tanda-tanda hendak pergi dan memulai kehidupan baru dengan menyewa kontrakan lain.

Namun demikian, Zaki tak pernah mempermasalahkan. Toh rumah itu hanya membuatnya mengingat masa yang rumit. Kenangan-kenangan pahit selalu berputar ketika dia menginjakan kakinya di sana.

🕊️🕊️

Laki-laki itu baru saja memarkirkan motornya di belakang pos. Dia membenarkan rambut, lantas turun dan berjalan menuju kamarnya.

"Zaki," panggil seseorang yang baru saja keluar dari kantor.

Pemuda itu menoleh. Dia mendapati perempuan setinggi 158 sentimeter yang kemudian mendekat. "Ada waktu sebentar?" tanyanya.

"Ah iya. Ada apa, Fi?" tanya Zaki pada Shofi. Bahkan hingga sekarang Zaki sama sekali tak mampu menghadirkan rasanya untuk Shofi. Mencoba pun tetap gagal, terlebih seseorang yang selalu dirindukan hadir tiba-tiba seolah menjadi magnet dari ingatan.

Rasa yang dimiliki adalah kehendak-Nya. Maka apakah menolaknya bukan sebuah kesalahan? Sejauh ini Zaki belum melalukan istikharah. Dia terlalu sibuk sujud sepanjang malam untuk meminta ketentaraman hati dan kebaikan bagi Hala. Rasanya, ia tak mau mengulang kejadian tujuh tahun lalu. Saat Hala menghilang begitu saja dan hal tersebut membuatnya sakit. Hala begitu berharga. Hala yang membawa Zaki hingga kini.

"Kamu bertemu seseorang yang kamu sukai?" tanya Shofi tiba-tiba.

Zaki menunduk. Tak perlu bertanya dari mana Shofi tahu, karena kemungkinan besar dua orang perempuan yang menunggu Hala merupakan teman Shofi atau dari mana pun dia tahu, tak akan pernah mengubah pertanyaannya. Tugas Zaki sekarang hanya perlu jujur.

"Kamu nggak suka?"

"Sebenarnya saya malu mengakatkan ini. Tapi kalau kamu mau menolak lebih baik katakan sekarang agar saya nggak perlu berharap berlebihan. Agar saya tahu diri bahwa saya mencintai orang yang salah dan yang paling penting agar orang tua saya nggak perlu ke sini. Saya nggak mau melihat raut kecewa mereka."

"Shofi--" Zaki seakan tak mampu melanjutkan kata-katanya. Suara lembut Shofi, ketulusan yang benar-benar diucapkan dari kedua bibir merah mudanya dan segala kejujuran yang Shofi lafalkan hingga terdengar telinga Zaki, membuatnya terasa perih. Zaki tak habis pikir bahwa dia dipertemukan dengan perempuan sepolos Shofi dan bagaimana mungkin lantas dia menjadi pria yang melukai hatinya. Zaki berdiri paling depan untuk menghancurkan harapannya.

Zaki seperti berada di tengah-tengah labirin yang membahayakan. Maju atau mundur sama-sama menghasilkan kecewa luar biasa. Di antara banyaknya laki-laki di dunia ini, kenapa Shofi menjatuhkan hatinya pada Zaki yang tak tahu diri. Ingin sekali rasanya menjatuhkan diri ke laut sekarang juga dan menuntaskan segala problematikanya, tetapi untuk apa Tuhan ciptakan akal bila tak digunakan untuk berpikir perihal kehidupan.

"Shofi, kamu kecewa sama saya?" tanya Zaki ragu.

"Saya belum denger jawaban kamu dan saya belum bisa memutuskan untuk kecewa atau bahagia," jawab Shofi.

"Shofi, maaf...."

"Maaf, saya nggak bisa menjawabnya sekarang. Esok nanti saya akan memastikan kalau saya akan memberikan jawabannya sama kamu secara langsung. Terima kasih sudah mencintai seseorang yang seharusnya tak pernah hidup." Zaki menjauhkan langkahnya dari kantor sembari terus memikirkan tentang segala hal yang akan diputuskan.

Sembari terus berjalan menuju kamar, dia tak pernah tahu apa yang diinginkan semesta selanjutnya. Dia hanya mencoba mengikuti alur seperti ini.

Setelah beberapa menit berjalan, dia berbelok ke arah kelas yang tak digunakan untuk mengaji. Di dalam ruang sepi yang tak jauh dari kamar, dia membuka kembali buku bersampul cokelat milik ibunya. Dia belum sempat membaca banyak tulisan-tulisan di dalam sana. Daripada hanya sekadar kode, sejujurnya buku yang disimpan di rumahnya selama empat tahun itu lebih berisi tentang curhatan-curhatan kecil sang ibu.

Dia memandang kembali kode M21J268 pagi hari. Kotak merah di kamar. Daun. 0907 yang ditulis dengan tinta merah.

M21J268 itu apa? Pagi hari? Kotak merah di kamar? Di kamar mana? Zaki tak pandai bermain tebak-tebakan, dia tak suka misteri yang membingungkan. Apakah seharusnya dia bertemu Sherlock Holmes dan meminta bantuan padanya untuk memecahkan kode tersebut? Misteri tersebut pasti mengarah pada banyaknya kesukaan ibu, seperti beberapa lagu milik Nike Ardila yang diciptakan tahun berapa, tanggal lahir pahlawan, atau apalah dan Zaki tak pernah tahu kesukaan ibunya selain menyiram tanaman di pagi hari. Pagi hari? Dia memfokuskan pandangannya pada kata "Pagi hari" yang terletak di atas kertas tersebut.

Bisa jadi pagi hari tersebut mengarah pada kejadian pembunuhan yang dikatakan Gea. Ah, tapi ini hanya dugaan saja. Sejujurnya daripada memecahkan kode ini, lebih baik dia melakukan kegiatan yang lebih bermanafaat. Gea yang merupakan adik dari ibunya saja tak bisa memecahkan kode itu, lantas bagaimana Zaki yang tak memiliki banyak kesan bersama sang ibu.

Dari kecil Zaki diajari oleh sang ibu untuk tak pernah melakukan kegiatan sia-sia. Dan baginya memecahkan masalah yang telah lampau ini merupakan kegiatan yang dimaksud ibunya. Kembali pada pendirian, bahwa kalau pun masalah ini terpecahkan, semua tak bisa dikembalikan. Mungkin kelebihannya kebenaran dapat terungkap tentang siapa dalang yang dimaksud Gea, tetapi selain itu tak ada kelebihan lain.

Semua ini semacam permainan terakhir yang ibu tinggalkan untuknya. Dia diberi kesempatan untuk melihat permainan ini tapi tak diwajibkan untuk memecahkan.

Biarkan semuanya usai. Berhenti di sini. Ada banyak hal penting yang perlu dilakukan, salah satunya memutuskan untuk mendaftar S2 di universitas impian.


Apdet

Ini gendre apa sih 😭 Udah ya baca aja, insya Allah lama-lama ngerti kok.

Bila ada kesalahan, sila sampaikan dengan baik. Vote dan komentar kalau mau.

Salam | Milky Way

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro