Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18 || Dzat yang Ciptakan Dunia

Jika bersamamu tak pernah ada pilihan, maka aku yakin bahwa Tuhan selalu menyiapkan ribuan jalan.


Namun, kamu tahu Ki ... Rabi'ah tak pernah menikah selama hidupnya. Kamu percaya nggak, Ki, bahwa tujuan hidup bukanlah menikah. Tapi, bermanfaatkah kita untuk orang lain?

Zaki membaca lembar buku milik ibunya yang selalu ia ulang. Namun, baru kali ini Zaki membaca bagian baru yang rasanya baru Zaki dapati hari ini. Kapan ibu menuliskan ini? Hari apa? Dan apa sebabnya? Apakah ibu kecewa? Zaki tak tahu. Semua jawaban mungkin hanya akan ada jika dia berhasil menyelesaikan teka-teki itu.

Dari balik jendela, Zaki melihat tenda hijau putih yang telah berdiri di sepanjang halaman depan masjid. Lusa nanti pernikahannya dengan Hala digelar, tetapi ia merasa ada yang mengganjal. Zaki tak paham. Dia melihat kalender di atas meja, melihat tanggal 23 yang telah ia bulati dengan pena.

"Zaki," panggil seseorang.

Zaki segera bangkit meninggalkan kursinya. Dia buru-buru membuka pintu, lalu berjalan keluar kamar dan mendapati Hamdan yang sepertinya baru saja masuk ke ruang asatiz. "Haduh, calon pengantin kok di dalem terus. Kamu dicari Abi tuh. Beliau di dapur sama anak-anak," ucap Hamdan.

"Gus Ismail? Ya Allah, sebenarnya saya lagi bingung, Gus," ucap Zaki.

"Bingung kenapa? Jangan ragu lho, ya. Kamu bilang kalau ada apa-apa." Hamdan tampak khawatir. "Ada yang kurang, kah? Perasaan semuanya udah disiapkan. Dari kemarin Umi udah sibuk banget bikin kue sama asatizah yang lain. Kamu nggak mau maen ke rumah?"

"Perasaan saya nggak enak, Gus."

"Banyak salawat. Makanya keluar, jangan di dalem terus. Nggak lucu banget kalau kejadian kayak Nabil bakal keulang lagi."

"Gus Hamdan kenapa bisa berpikir sejauh itu?" Zaki tersenyum tipis. Agak penasaran.

"Enggak akan sejauh ini kalau kamu nggak bilang begitu." Hamdan menjawab, berbalik kemudian pergi meninggalkan Zaki yang masih berdiri di depan pintu kamar.

Menjadi anak angkat keluarga ndalem memang bikin dia merasa cukup tidak enakan karena terus-menerus harus merepotkan. Namun, Zaki tak memiliki keluarga lain selain keluarga pesantren yang selalu ada untuknya. Namun, hari ini keraguan itu tiba-tiba hadir. Dia seakan menjadi seseorang yang berada dalam keraguan secara tiba-tiba.

Setelah memutuskan untuk keluar, Zaki langsung berjalan ke arah dapur untuk menghampiri Gus Ismail yang katanya sedang di sana. Dari kemarin, Zaki tak ke rumah ndalem karena sibuk dengan pikirannya sendiri. Cukup aneh, apakah ini godaan sebelum akad dikumandangkan? Zaki tak mengerti. Yang pasti, dia hanya ingin meminta keyakinan jika ini memang jalannya. Dan harus jalannya. Zaki sungguh tak ingin mengecewakan.

Di depan dapur, ramai santri yang sedang memotong daging kambing. Di sana ada Gus Ismail yang baru saja keluar dari dapur setelah mencuci tangannya mungkin saja. "Zaki, sini," panggil lelaki paruh baya bersarang cokelat itu.

Zaki langsung mendekat, "Nggih Gus."

"Kamu mengundang keluargamu, kan? Keputusannya datang atau enggak, itu hak mereka. Sebagai yang paling muda, mengalah saja. Wajahmu ragu, Ki. Kenapa?" Seakan Gus Ismail tahu keresahan santrinya, dia bertanya.

"Saya juga kurang paham, Gus. Padahal sebelumnya saya amat sangat yakin," jawab Zaki.

"Coba ingat-ingat lagi, Nak, apa yang sudah kamu tulis. Jangan sampai kamu menulis hal-hal yang berniat akan kamu lupakan. Begitu kamu berniat menulis dan ingin orang lain membacanya, paling enggak, kamu juga harus membacanya lagi agar tetap ingat. Kisah tentang Rabi'ah yang ditinggal di tengah gurun karena keledainya mati di padang pasar itu, Nak. Tentu saat itu dia tengah dalam kebingungan. Dan saya rasa kamu juga." Gus Ismail menepuk pundak putra angkatnya, kemudian pergi, membiarkan Zaki kembali berpikir tentang apa yang dikatakan Gus Ismail padanya.

Bahkan Zaki sendiri melupakan bagian itu. Rasanya sudah lama dia tidak menyentuh naskah yang harus diselesaikan. Persiapan pernikahan dengan Hala, membuat Zaki melupakan tentang kewajibannya untuk tetap menulis demi berlari mencari kewarasan.

Nak, saat itu Rabi'ah hendak melakukan haji. Namun di tengah perjalanan, keledai yang Rabi'ah naiki mati. Teman-teman Rabi'ah menawarkan Rabi'ah agar barang-barangnya dibawa oleh mereka. Namun, Rabi'ah menolak dan dia mengatakan, "Pergilah kalian. Bukan tujuanku untuk menjadi beban kalian." Dan akhirnya rombongan itu meneruskan perjalanannya dan meninggalkan Rabi'ah seorang diri. Kemudian Rabi'ah berseru pada Tuhannya. "Ya Allah, beginilah cara para raja memperlakukan wanita di tempat yang masih asing baginya. Engkau telah memanggilku ke rumah-Mu, tetapi di tengah perjalanan, Engkau membunuh keledaiku dan meninggalkanku sendirian di tengah padang pasir ini." Dan kamu tahu, Ki, tanpa diduga-duga, ternyata keledai milik Rabi'ah kembali terbangun tegak berdiri. Akhirnya Rabi'ah melanjutkan perjalanannya.

Namun, di tengah perjalanan, ketika dia dalam kebingungan karena tak kunjung sampai, Rabi'ah kembali berseru pada Tuhan yang Maha Mulia. "Ya Allah, aku sudah letih. Ke arah manakah yang harus aku tuju? Aku hanyalah segumpal tanah, sementara rumah-Mu terbentuk dari batu. Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu."

Tapi kemudian Rabi'ah mendengar suara dari dalam hatinya sendiri. Kata-Nya, "Rabi'ah, kamu sedang berada di atas sumber kehidupan delapan belas ribu dunia. Tidaklah engkau ingat betapa Musa telah mohon untuk melihat wajah-Ku, dan gunung-gunung terpecah menjadi empat puluh keping? Karena itu merasa cukuplah engkau dengan nama-Ku saja."

Zaki, bahkan sedang dalam keadaan apa pun, Rabi'ah tak pernah lupa terhadap Tuhan-Nya. Jadi, cukup aneh, Nak, ketika kamu cemas dan malah melupakan Tuhanmu. Bukannya ketika kita merasa khawatir, maka seharusnya kita meminta pada Dzat satu-satunya yang bisa hilangkan rasa khawatir kita? Sudah sepatutnya hal itu kita lakukan. Jika kita tidak bisa melakukan dengan dalih kita manusia biasa yang tak mungkin setara dengan para sufi, bukankah manusia biasa seperti kita masih bebas meminta dan berdoa?

Terbersit kata-kata ibu yang Zaki pernah tuliskan ulang tentang kisah Rabi'ah yang tak pernah berakhir. Selalu dan selalu saja membuat Zaki ketagihan untuk mengkajinya secara ulang dan terus mengulang tanpa henti. Dia ingin kembali menjadi Zaki kecil yang diperdengarkan kisah wanita pencinta di tengah gurun ketidakpastian saat itu.

Zaki kemudian kembali pergi meninggalkan dapur setelah meyakini bahwa semua pekerjaan yang berada di sana sudah dikendalikan oleh santri-santri lain yang membantu. Sebagai seorang santri yang pernah menyaksikan beberapa pernikahan yang dilakukan di asrama ini, Zaki cukup senang jika asrama mengadakan hajatan. Pertama, karena ngaji akan libur. Dan yang kedua, dia bebas makan apa pun dan berapa kali pun khusus di hari itu.

Di perbatasan asrama, dia melihat perempuan berabaya cokelat madu yang sedang menyiram mawar di depan rumah. Perempuan itu menggunakan scraft yang hanya disampirkan asal menutupi rambutnya. Sementara di teras rumah kayu itu, dua orang perempuan lain tengah memotong buah-buahan yang sepertinya hendak merujak.

"Kalau mau mampir, mampir aja." Sembari memetik daun nawar yang layu, Hala berkata pada Zaki. Karena lusa akan menikah, Hala tinggal di rumah yang berada di perbatasan asrama selama tiga hari hingga pernikahan nanti. Dia ditemani Aishe dan satu teman lain yang tak Zaki kenal.

"Ah nggak perlu. Kamu kayaknya sibuk," sahut Zaki, agak gugup.

"Zaki, kayaknya kamu harus paham." Hala menaruh gembor di sebelah pohon mawar, lalu berjalan mendekati Zaki dan berdiri di balik pagar, di depan laki-laki itu. "Aku nggak mau kamu kecewa. Menurut kamu, kenapa tantemu melarang kamu untuk menikah denganku?" tanya Hala sembari membenarkan scraft-nya yang sempat merosot. 

"Entahlah. Aku nggak memikirkan ucapan tante. Dia emang nggak suka aku, nggak suka keputusan-keputusanku," jawab Zaki apa adanya.

"Kalau aku bukan seseorang yang kamu mau?" tanya Hala. Kedua matanya yang berwarna cokelat, kian bertambah terang karena sebab mentari yang menyinari wajahnya.

"Maksud kamu?" Zaki tak paham. Di hari yang makin dekat dengan pernikahan, Hala membuatnya makin bimbang tak karuan.

"Kalau aku bukan seseorang yang kamu maksud? Kalau aku bukan masa lalu kamu? Kalau aku bukan Hala-mu? Kalau aku bukan siapa-siapamu? Zaki, apakah semudah ini kamu percaya sama orang lain yang nggak kamu temui selama bertahun-tahun?" Perempuan itu bertanya banyak hal yang tidak Zaki pahami sama sekali.

Jika bukan Hala-nya lantas siapa? Jika bukan masa lalu Zaki, lantas perempuan itu kenapa mengenal Zaki dan dia banyak mengetahui hal tentang Zaki dan keluarganya? Di dunia ini apakah ada dua orang yang sama persis dengan tubuh yang berbeda? Zaki rasa itu tidaklah mungkin.

"Kamu mau memberi penegasan bahwa kamu bukan perempuan yang pernah menolongku?" Zaki memastikan. Tapi bagaimana pun dia sudah terlanjur jatuh cinta pada perempuan di depannya.

"Aku cuma bertanya untuk memastikan bahwa kamu nggak keliru," jawab Hala.

"Jangan bikin aku bingung. Pernikahan tinggal dua hari. Apa kamu nggak lihat bahwa semuanya udah disiapkan? Kita hanya tinggal duduk di depan penghulu dan sah kemudian," tegas Zaki.

Hala tersenyum. "Jangan emosi, Ki. Aku hanya coba memberi kamu kesempatan. Aku takut kamu kecewa. Jadi, aku berdiri di sini sebagai perempuan yang ingin memberi kamu kesempatan dan pilihan bahwa kamu nggak seharusnya terpaksa menikahi aku."

"Siapa yang bilang aku terpaksa menikahi kamu? Sini kontaknya, aku mau ngomong empat mata sama dia. Aku akan bilang bahwa aku menyukai kamu dan nggak ada keraguan di dalamnya." Lagi-lagi Zaki meyakinkan Hala bahwa dia tak pernah main-main dengan perasannya.

"Zaki ...." Hala berkata lirih. "Kalau udah begini, aku malah takut kalau tiba-tiba kamu tinggalin aku."

"Perihal meninggalkan itu mungkin disebabkan rasa bosan, kan? Kayaknya aku nggak bakal bisa bosan sama kamu," jawab Zaki.

Hala terdiam. Bahkan di tengah kecemasan yang Hala rasakan, Zaki berusaha untuk tetap meyakinkan.





To be continued~

Akhirnya Sebelum Akad di-update juga, ya. Wkwk~dan kalau kamu udah lupa alurnya, nggak papa baca ulang dari awal dulu. 😆 semoga nggak macet lagi, ya. Semoga aja~

Ah ya, sebelum lanjut silakan tekan bintang dan follow dulu ^^

Salam~

06.01.22





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro