Bulan 1, #1 Life
Hari ini, aku bangun kesiangan. Bukan kebiasaanku seperti ini. Bangun saat sang surya sudah mendaki cakrawala. Aku bahkan melewatkan ibadah pagiku. Ibadah yang selalu dilakukan saat sang surya belum menampakkan wajah. Ibadah wajib pada pemujaan sang Pencipta.
Bukan tanpa sebab juga kalau aku bangun kesiangan hari ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku selalu mengikuti pesta perayaan pergantian tahun bersama teman-teman. Dan tadi malam, kami merayakannya di lapangan pusat kota. Jangan tanya kehebohannya, yang pasti seru. Dini hari baru kami pulang. Sampai kamar sewa, cuci muka, langsung tidur. Akhirnya bangun kesiangan.
Kulirik jam pasir di atas meja sebelah tempat tidur. Sudah habis. Entah sejak kapan. Sepertinya aku lupa membaliknya sebelum tidur, batinku seraya mengingat-ingat kembali.
Push up sepuluh kali. Sit up sepuluh kali. Lantas bangun dari atas kasur. Olah raga rutin sesaat sebelum bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi. Namun langkahku terhenti di depan cermin. Kok makin cakap, ya? Aku pun terkekeh. Lalu melanjutkan langkah. Harusnya tidak perlu mandi lagi, kan?
Selesai membersihkan diri, memakai kemeja lengan pendek putih serta celana denim panjang, bergegas aku meninggalkan kamar. Mengunci pintu dari luar dan menepuk dahi. Dompet! Kubuka lagi kunci pintu dan meraih dompet yang kuletakkan di sisi jam pasir.
"Selalu saja lupa," gumamku jengkel.
Kuraih sandal hitam kesayangan dari rak sepatu, memakainya, lalu melenggang pergi menuju tempat berikutnya. Lapak sarapan.
"Lah kok sepi?" Kupandangi tiap etalase para pedangang makanan di tempat makan itu. Biasanya ramai para pengunjung menikmati sarapannya di sana. Entah itu bubur, lontong sayur, nasi uduk, dan lain sebagainya.
Aku menoleh ke arah bayanganku. Begitu pendek. Lalu mendongak ke angkasa. Hei! Aku sungguh terkejut. Ini sudah lewat tengah hari. Lama sekali aku tertidur. Pantas saja tempat ini sudah sepi.
Seraya mengembuskan napas, aku melangkah pergi. Terdengar suara perutku memanggil. "Baiklah, kita cari makan di tempat lain," gumamku menghibur diri sendiri.
Kenapa lapak sarapan itu tidak sekalian menjual makan siang, ya. Kalau lagi malas begini kan lebih enak makan di situ, lebih dekat dari kamar. Tidak perlu jauh-jauh jalan hanya untuk mengisi perut.
"Mau pesan apa?" tanya pramusaji tepat sesaat aku duduk di kursiku. Gesit, begitulah mereka bergerak menjemput rejeki.
"Nasi campur. Jus semangka."
"Baik, diulang, ya, pesanannya. Nasi campur satu dan jus semangka satu. Tidak pakai lama." Dia melenggang pergi setelah mencatat dan memastikan lagi pesananku.
Aku senang makan di sini. Pelayanannya cepat. Meski sebenarnya mereka boleh dikatakan kurang senyum. Sebuah kedai makan yang mulai buka menjelang siang dan tutup malam hari. Menunya tidak banyak pilihan. Namun nasi campurnya sangat enak dan menjadi menu andalan.
"Silakan," sahutnya setelah meletakkan piring dan gelas di hadapanku. Seperti biasa, tidak perlu lama menunggu, sajian sudah terhidang.
Segera kusantap makanan itu. Lapar membuatku tidak lagi memikirkan hal lain. Mengisi perut adalah tujuan utama.
Selesai makan dan menghabiskan minum, aku membayar tagihannya di kasir. Lalu kembali ke kamar sewa yang berada tidak jauh dari sana. Jalan kaki adalah olah raga terbaik yang bisa kulakukan. Hemat pengeluaran, juga tidak perlu membeli bahan bakar untuk kendaraan.
Sampai juga akhirnya aku di kasur tercinta. Sudah hampir sore dan aku menghabiskan hari liburku begitu saja. Kuraih jam pasirku lantas membalikkannya. Seraya rebahan, kupandangi jendela kamar, dan pikiranku melayang.
**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro