Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#365 Life

Kembang Tujuh Rupa ingin merayakan malam pergantian tahun bersama lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Ada pertunjukkan seni akhir tahun di lapangan kota. Riz yang mengajakku. Meski pada akhirnya Runi juga mencariku.

Kami sudah berkumpul di lapangan pusat kota beberapa saat sebelum tengah malam. Ada penyanyi terkenal yang baru saja naik daun yang pentas saat ini. Kami menikmatinya bersama. Den pun hadir menemani Githa. Kalau boleh dibilang, sekarang kami bukan lagi Kembang Tujuh Rupa. Sudah ada bonusnya seorang.

"Kemana Runi? Tiba-tiba hilang?" tanya Nora. "Tadi masih di sini."

"Mungkin ke kamar mandi," sahut Irenn.

"Nanti juga kembali. Dia sudah besar." Nora ikut menimpali.

Aku justru merasa tidak tenang. Seperti merasakan firasat buruk. Jadi, kuputuskan untuk mencarinya. Entah mencarinya kemana karena banyak sekali orang yang datang berkumpul di sini.

Pertama yang kucari memang kamar mandi. Barangkali yang dikatan Irenn benar. Tapi aku tidak tahu sama sekali, kamar mandi sebelah mana yang harus kudatangi. Lalu sembari mencari dari satu kamar mandi ke kamar mandi lain, aku juga mencari di tempat penjual makanan.

Hasilnya nihil. Meski aku nyaris berputar seperempat lapangan.

Lalu kulihat sosok itu.

Wuri dan Yuri?

Aku langsung teringat sesuatu. Mereka tidak menyadari keberadaanku jika aku tidak sedang memakai sarung tangan Langit dan membantai Imo. Jadi, aku berusaha mendekati mereka sedekat mungkin. Agar bisa mendengar dengan jelas, apa yang mereka bicarakan.

Rupanya ada Win di sana.

Aku semakin penasaran. Kudekati mereka dalam diam. Berusaha sebisa mungkin agar mereka tidak menyadari kedatanganku.

"Tidak mungkin!" teriak Win. "Aku tidak percaya. Bagaimana mungkin dia seperti yang kalian katakan?"

Ekspresi Win jelas terlihat sangat tidak suka dan marah. Sementara Wuri dan Yuri selalu menampakkan raut wajah yang datar.

"Kami sudah selidiki. Dia memang bukan manusia sepenuhnya," ucap Yuri.

"Manusia berdarah Imo," sambung Wuri.

"Bahkan berkekuatan pasukan Langit," timpal Yuri.

"Bohong. Kalian bohong." Win masih tidak percaya dengan kata-kata keduanya.

"Kamu tidak melihat tangannya terbakar saat tersentuh sarung tangan Langit. Hanya Imo yang seperti itu." Wuri kian meyakinkan lawan bicaranya.

"Bahkan saat Lord Imo mati, bahagianya terserap ke dalam tubuhnya. Apa kamu tidak perhatikan?"

"Siapa yang sedang mereka bicarakan?" batinku bertanya-tanya.

"Tidak ada aura Imo di tubuhnya," bantah Win masih tidak percaya.

"Karena dia juga memiliki kekuatan pasukan Langit," Wuri menambahkan.

"Jangan lupa, dia bukan manusia biasa. Hanya pasukan Langit yang bisa berubah raga semudah itu. Hanya Imo yang bisa menyerap bahagia."

"Satu lagi, pasukan Langit seperti kita, tidak bisa hidup bersama dengan manusia. Kamu jangan pernah berpikir untuk menyukainya. Apalagi dia bukan manusia biasa. Dia buruan Langit berikutnya." Yuri terlihat mengancam Win.

"Tidak. Aku tidak percaya." Win menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalau dia pasukan Langit, pasti keberadaannya sudah bisa terlacak oleh kita. Tapi dia tidak." Wuri tidak mau kalah mengancam. "Lupakan dia!"

"Tidak. Tidak mungkin Ka seperti itu."

Apa!? Aku nyaris terpekik. Kubungkam mulutku erat-erat. Jadi, aku yang sedang mereka bicarakan?

"Serahkan pada kami. Kami akan membawanya ke Langit untuk diadili."

Aku langsung berbalik arah dan berlari secepat yang kubisa. Keberadaanku memang tidak terlacak oleh mereka. Tapi aku tidak punya kecepatan bergerak seperti mereka.

"Celaka," batinku. "Aku harus cepat."

Aku yang panik, tidak tahu harus berlari dan bersembunyi ke mana. Semakin aku terus berlari, semakin aku merasa terus berputar-putar pada tempat yang sama. Terlalu bingungnya aku, aku sampai menoleh ke belakang hanya untuk memastikan mereka tidak mengejar. Ternyata apa yang kupikirnya memang terjadi. Wuri dan Yuri melihatku dan mereka mulai mengejar.

Aku menyelinap ke dalam keramaian. Berharap jejakku hilang dalam penglihatan mereka. Aku yang berusaha menembus kerumunan orang, sesekali menoleh ke belakang. Memastikan mereka tidak lagi mengikuti. Namun nyatanya, mereka masih tetap mengejarku dengan raut wajah datar mereka. Aku semakin panik dan terus bertambah panik.

Tepat sesaat sebelum pergantian hari dan peluncuran kembang api, aku yang masih menoleh ke belakang serta-merta kembali menghadap depan untuk terus menembus keramaian. Dan aku melihat Win menghadapku tepat berada di depanku di antara kerumunan orang. Dengan tatapan sendu, dia mengarahkan tangannya yang bersarung tangan ke arahku.

Saat ini, tepat kembang api meluncur ke cakrawala dan meletus dengan sempurna. Sayangnya, semua gelap dalam pandangan mataku.

***SELESAI***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro