Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#160 Life

Sudah lewat tengah malam. Aku masih menemani Runi di Louix Cafe.

"Kamu sudah mengantuk, ya? Diam saja dari tadi?" tegur Runi.

Aku menoleh ke arahnya. Berusaha untuk tersenyum. "Hampir."

"Ya, sudah, sana pulang saja. Pakai mantelmu, dingin di luar."

"Kamu?"

"Aku masih ada yang harus kukerjakan," jawabnya cuek seraya meneguk habis isi gelasnya.

"Malam-malam begini?" tanyaku heran.

Dia tersenyum. "Jangan khawatir, sayang. Aku bisa jaga diri kok."

"Mulai lagi," gumamku mengalihkan pandangan.

Runi terkekeh. "Aku tahu kamu peduli padaku. Hanya saja kamu malu mengungkapkannya." Pandangan Runi kembali ke pemuda tampan di sudut lain kafe.

"Sepertinya memang lebih baik aku pulang saja." Aku langsung bangkit dan meraih mantel gelapku yang kuletakkan di sandaran bangku.

Runi meraih tanganku yang membuatku segera menoleh ke arahnya. "Kamu tidak ingin mengecupku dulu sebagai tanda perpisahan?"

"Runi!" Aku melotot. Memasang muka galak agar Runi tidak semakin kacau.

Dia malah terkekeh.

"Kamu mabuk, ya? Padahal hanya minum susu," protesku kesal.

"Sudah sana pulang. Hati-hati di jalan," pesannya. Lalu dilepas genggaman tangannya.

"Ya ya ya," ucapku.

"Aku yang bayar tagihannya. Kamu cepat pulang," usirnya.

Aku melenggang meninggalkannya sendiri. Aku tahu pikirannya sudah tidak sepenuhnya fokus padaku. Aku melirik pemuda tampan dengan sosok makhluk hitam pekat di punggung yang sedang menyesap minumannya. Aku juga bahkan masih sempat melirik Runi yang ternyata sedang asyik memandangiku.

Dengan santainya, dia kirimkan ciuman jarak jauh padaku. Yang otomatis membuatku bergidik dan cepat-cepat membuka pintu depan kafe lalu keluar sesegera mungkin.

"Selalu saja mengerikan tiap kali bersama Runi," gumamku. Aku langsung mengenakan mantelku lalu melangkah menjauhi kafe. Mencari tempat persembunyian. Ya, aku masih belum ingin pulang.

Perhitunganku, pemuda tampan tadi akan segera keluar dari kafe tidak lama lagi. Aku akan mengikutinya. Barangkali Win akan datang. Benar saja, pemuda tadi muncul dari balik pintu.

Pandanganku mengikuti ke mana arahnya pergi.

Loh, tunggu dulu. Kenapa Runi juga mengikutinya?

Pandanganku terus mengikuti langkah keduanya.

Aku mencoba mengingat ke mana arah rumah Runi. Sepertinya memang itu arah rumahnya. Jadi, wajar saja jika dia juga menuju arah yang sama.

Lalu kulihat Runi mempercepat langkahnya. Dia melalui pemuda tampan berwajah sendu itu. Dan menghilang di persimpangan jalan. Sementara pemuda itu berbelok ke arah yang berlawanan.

Aku mulai bergerak keluar tempat persembunyianku. Cepat-cepat aku menuju persimpangan, tidak mau kehilangan jejak pemuda itu. Namun belum sampai persimpangan, kulihat Win melintas di persimpangan itu.

"Win," gumamku senang. Kupercepat langkahku.

Hening. Sunyi. Sepi.

Aku menoleh ke sekeliling. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. "Kemana mereka?" batinku heran. Aku terus melangkah pelan sembari melihat ke segala arah. Mungkin saja mereka ada di balik tembok dan aku tidak menyia-nyiakan setiap celah. Nihil.

Aku yang penasaran, masih terus melangkah dan mengamati tiap celah antar gedung. Nyaris putus asa. Namun yang dicari tetap tidak tampak.

Aku menghela napas kecewa. Dengan tertunduk lemah, aku memutuskan untuk pulang. Sudah jauh aku berjalan, aura makhluk itu tetap tidak terasa. Pencarianku berakhir sampai sini.

**

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro