흐림 (7)
"Indigo, kemampuan itu hanya dimiliki satu dari ribuan orang. Jika dilakukan dengan cara benar, mereka termasuk beruntung."
.
Kali ini apa?
Tidak ada cara lain selain Yoongi datang ke hutan ini sendiri. Di tempat gelap dan banyak pohon yang telah rimbun tanpa mau ada yang memotong dahannya.
Siapa yang mau masuk kesini? Selain mereka manusia begitu putus asa dan mencari mati untuk datang di tempat menyeramkan seperti ini?
"Untuk apa aku percaya, kalau pilihanku saja sangat buruk bagi semua orang sekarang."
Yoongi berjalan gontai dengan kapak di tangannya. Kali ini kedua matanya terlihat sangat menyedihkan seperti dirinya. Namja yang malang dalam sebutan manusia tidak beruntung.
"Kalau saja aku tidak memutuskan ini, aku yakin aku pasti bisa menyelamatkannya sekali lagi," ucapannya mengandung makna.
Yoongi mengatakan hal itu sebagai cara dia berkata pada Tuhan. Dia percaya kalau Tuhan ada dimana-mana dan bisa mendengar dirinya dimanapun berada. Dalam satu dunia ini hanya satu Tuhan dan Yoongi masih percaya akan hal itu. Dia merasa kecewa saja, batasan dimana yang bisa dianggap melanggar.
Dia anggap kalau semua ini menjadi masalah baru dan tantangan baginya.
Tangannya terdapat darah dan itu bukan miliknya. Milik seseorang yang menjadikan dirinya harus tetap semangat walau dia hidup dalam dunia yang tak mungkin dia gapai. Jungkook sudah dijebak dalam sangkar hitam burung gagak, kegagahan Min Yoongi tak mampu mengalahkan dendam iblis itu secara mudah.
"Yoongi, apa yang kau lakukan? Jangan seperti ini, semua yang terjadi bukanlah...." Saat dia ingin menjelaskan semuanya, hal itu terasa sangat sulit lantaran Yoongi melarangnya untuk bicara. Pandangan Seokjin dengan namja sipit itu berlangsung dramatis antara manik mata. "Ini kesalahan yang harus aku tebus. Aku tidak pertimbangkan semua dengan matang, yang terjadi adikku kena masalah." Yoongi hanya ingin melakukan tanggung jawabnya.
Dibandingkan dia harus diam begitu saja tanpa peduli, mengatakan bahwa adiknya Jungkook sudah mati ditelan iblis.
"Tetap saja jangan begini. Jungkook juga adikku, aku paling bertanggung Jawab atas semu hidupnya. Selama ini kau sudah banyak membantu dan menolong adikku."
Perkataan Seokjin benar dan langkah kakinya untuk mendekat masih dia usahakan untuk saat ini.
Yoongi mengacungkan kapak secara terpaksa saat Seokjin sangat keras kepala tanpa mau mendengarkan ucapannya.
"Kumohon untuk menjauh dariku. Kau tidak akan tahu akan jadi apa aku saat aku marah." Yoongi mengatakan hal itu dengan waras. Sangat waras sampai dia bisa tersenyum kejam seperti ini. Semakin Seokjin berani maju maka Yoongi tidak akan segan untuk mengatakan larangan padanya.
"Tidak bisa! Mana mungkin aku melakukan hal itu padamu, itu artinya aku sama seperti lainnya, jahat!" Seokjin berseru keras. Dia tidak tahu kalau suaranya bisa membangunkan sang penunggu hutan. Ada mata yang mungkin saja mengawasi keduanya diantara gelapnya hutan Pinus ini. Yoongi hanya tidak ingin Seokjin menyesal atas keputusannya. Menjadikan dirinya sebagai kunci keselamatan Jungkook.
"Kau pasti bisa. Saat ini aku juga mencari jalan keluar, kau bawa Jungkook jauh dari rumah itu."
"Apa?"
Kali ini Yoongi tidak bisa menahan tawanya saat dia mulai mengontrol rasa waras dalam benaknya sekarang. Untuk apa dia melakukan sejauh ini kalau bukan kebaikan Jungkook sendiri?
Lihat bagaimana wajahnya sekarang babak belur akibat ulah manusia kelinci itu?
Tidak!
Untuk kali ini, Yoongi tidak mau mengalah lagi terhadap iblis tak tahu diri yang hanya memakan energi korbannya saja. Sejenak dia diam dengan pandangan ke arah lain, hawa dingin tempat ini beda. Tidak mengenakkan dan tidak pantas menjadikan lahan ini tempat tinggal penduduk.
"Sebaiknya kau pulang, kalau kau disini aku yang akan repot." Yoongi meminta dengan sangat agar si pengusaha muda kaya itu mengerti. Apalagi dia tidak menerima sebuah penolakan karena dia tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
"Aku akan ikut denganmu, siapa tahu aku bisa membantumu. Kau bilang ingin mencari sesuatu, aku harus ikut kalau ini ada sangkut pautnya dengan adikku," ucapnya tak peduli.
Padahal dia masih punya urusan lebih penting. Persoalan hidup dan mati Jungkook harus menjadi masalah bersama tanpa dia mengabaikan betapa repot nya Min Yoongi.
"Tunggu!" Langsung dicekal begitu Seokjin beberapa meter ada di depannya. Untuk apa dia melakukan ini kalau bukan membuat tidak setuju darinya?
Seokjin menatap mata Yoongi begitu dalam demi mendapatkan alasan tepat kenapa dia tidak boleh ikut.
Padahal dia sendiri sangat antusias dan harusnya Yoongi bersyukur akan hal seperti ini.
"Ikut denganku kau akan mati."
Mendadak apa yang dia dengar ini membuat tubuhnya Kelu. Yoongi sepertinya tidak main-main dengan ucapannya itu. Seokjin memutar otak demi mendapatkan kebohongan kentara darinya dan semua itu tidak ada. Yoongi termasuk pemuda yang mengatakan hal ini dengan kejujuran.
Seokjin ingin menghibur dirinya sendiri dan mulai tertawa akrab seolah menganggap semua ini hanya lelucon seperti jalan dan prinsip hidupnya.
"Hahaha..... yang benar saja, aku bahkan hampir tersedak ludah begitu mendengarnya. Aku akan hidup selama aku berhati-hati."
Seokjin ingin mengatakan kalau dia tdiak akan masuk dalam zona bahaya selama dia pintar menjaga diri.
Yoongi sangat serius sampai dia tak ingin melepaskan cekalan tangan dari lengan Seokjin. Seokjin hanya bisa melepaskannya sekuat tenaga dengan nafas sangat tercekat saat Yoongi menunjukkan dirinya sebuah kasus.
"Aku sudah janji tidak akan membuatmu bahaya. Kau mau aku dibunuh Taehyung saudaramu, kalau aku melanggarnya?" Ucapannya memberi rasa takut dan itu tujuan utamanya.
Yoongi sangat dekat dengan sosok Kim Seokjin sampai dia memberikan kata ini sebagai tamparan halus bagi pemuda tampan itu.
"Lupakan saja, kau hanya akan menggangguku. Sementara aku masih ingin hidup dan kau juga," dia membalikkan badan. Mengambil jalan lain saat dia tahu kalau Seokjin bisa saja pergi dengan sendirinya dalam keadaan nekat. Keduanya tak lagi bertemu dan saling memunggungi dengan diam satu sama lain.
Yoongi masih berjalan tanpa mau ucapkan satu kata lagi seperti salam perpisahan sejenak. Yoongi hanya masih percaya kalau dia akan pulang dalam keadaan hidup.
Menuruti keinginan iblis sama saja menyepelekan Tuhan. Untuk itulah, kenapa dia masih punya kesadaran yang besar.
"Bawa Jungkook pergi menjauh selagi aku mencoba cara lain untuk selamatkan dia. Kau tidak akan tahu bagaimana pemikiran para makhluk saat mendapatkan tubuh Jungkook."
Ini yang menjadi ketakutan Yoongi. Dia tidak mau menjadi orang gagal pertama dan terakhir kali dalam menyelamatkan seseorang.
Saat dia pergi, secara bersamaan seseorang telah meremat tangannya. Kim Seokjin merasa kalau dia sangat bersalah. Apa yang dia punya sampai dia mau memutuskan sesuatu untuk selamatkan Yoongi?
Padahal dia yang akan jatuh merepotkan dirinya daripada dia membantu pemuda sipit itu.
Kalau seperti ini, Seokjin tidak ada pilihan lain selain menunggu layaknya orang bodoh. Padahal dia khawatir, saat Yoongi terluka. Kepalanya saja masih mengeluarkan darah tanpa mau diobati.
,
Seseorang membawa bunga mawar putih di tangannya. Bunga yang begitu cantik dengan ketulusan hati seseorang yang telah membawanya kesini. Di hadapan seseorang yang sudah terbaring nyaman di peristirahatan selamanya.
Seseorang itu tersenyum dengan ketulusan yang menandakan bahwa dia sangat bahagia dengan hidupnya sekarang. Setidaknya dia masih mencoba dan menahan perasaannya sekarang. Tergeletak sepeda di belakangnya saat angin menjatuhkan benda kesayangan itu dengan mudah dalam hembusan dorongan.
Pemuda dengan kedua pipi gembul nya segera mendekat dan membantu sepeda itu berdiri dengan benar.
"Untung tidak ada yang rusak, kalau rusak aku harus pergi ke pusat kota dan itu ja- auwhhh... Ssshhh aku lupa kalau kepalaku masih sakit."
Cara bicara semakin lirih di akhir kalimat. Kepala pemuda itu juga terasa pusing dengan pandangan mata masih fokus walau terhalang oleh cahaya matahari yang memberikan kemilau di matanya.
"Appa, aku pulang ya. Sepertinya siang ini akan turun hujan, mendung sudah akan mendekat dan aku punya pakaian kering di luar," ucapnya tersenyum.
Di bibirnya nampak tersungging senyum bahagia disana. Tidak ada kata selain dia sudah membuat dirinya sendiri menjadi lebih baik dengan caranya.
"Appa, jangan lupa titipkan salam untuk Tuhan. Jika eomma ada disana, katakan juga kalau aku, sayang padanya."
Saat dia berkata seperti itu. Tak ada yang tahu kalau kedua matanya hampir menangis. Menjatuhkan kedua air mata itu secara paksa. Menerobos bendungan kelopak mata yang minta untuk segera di bebaskan.
Jangan!
Tidak baik menangis di tempat seperti ini. Dia berusaha menjadi lebih baik dan jauh dari kata pemuda cengeng. Ejekan masa lalu akan selalu ada kalau dia tidak mengubah pandangan itu dalam dirinya.
Kini dia pergi dengan sepedanya. Lewati jalan membentang luas dan memisahkan antara jalan setapak lainnya.
Senandung keluar dari bibirnya, dia seperti anak gadis. Jika saja ibunya ada, mungkin dia akan anggap demikian. Anak gadis cantik dengan sepeda kesayangan miliknya.
Hanya saja, ketika dia mulai memasuki hutan. Tepat dia terombang oleh sebuah batu di jalan tak sengaja, suara seseorang membuat dia diam di tempat hanya untuk di dengarkan.
Perhatian teralih dan membuat degup jantung cepat saat dia sadar. Kalau kesalahannya membuat dia terjebak bahaya.
"Eh, suara siapa itu. Kenapa ada seseorang yang marah? Kira-kira ada apa ya?" Pandangan matanya mengedar dengan bicara pada diri sendiri. Saat dia ingin melanjutkan perjalanan justru dia mendengar kalau ada pohon yang roboh dengan teriakan menyedihkan.
Paling sedih dia dengar dibandingkan saat dia melihat salah satu drama series yang terkenal dengan tingkat sedihnya.
"Apakah ada orang yang berkelahi ya? Ya, ampun bahaya dong. Sebaiknya aku lihat, takut sesuatu yang buruk akan terjadi."
Keputusan yang patut ditiru sekaligus menegangkan.
Bagaimana tidak?
Dia sendiri tidak tahu akan berhadapan dengan siapa. Sekarang dia hanya berharap kalau Tuhan akan selalu melindungi dirinya yang lemah ini dari marabahaya. Langkah kakinya tidak akan berhenti walau seseorang melarangnya.
Karena itu adalah sikapnya yang tak akan bisa berubah.
,
Kapak yang malang.
Setelah digunakan dia buang dan dilupakan. Sama seperti seseorang yang benar membutuhkannya, padahal saat dia bisa bermanfaat bagi orang lain. Betapa senangnya hati itu sampai dia harus menjerit Yee dengan bangga.
"Ini yang kamu huh?! Katakan padaku, kalau kau mencoba untuk membunuhku dengan cara seperti ini!" Suara keras. Sangat keras sampai burung di dahan pohon saja pergi ketakutan.
Untuk saat ini, hatinya begitu hancur dengan gelang merah di tangannya. Gelang persahabatan dan damai diantara dirinya dengan Jungkook. Tak rela kalau takdir membuat keduanya seperti ini.
Dia dan sang adik akan terancam dipisahkan oleh kekuatan sesat para iblis.
Mana Sudi!
Sumpah mati Yoongi akan mempertahankan semua ini. Walau dia akan menjadi tumbal selanjutnya karena mengganggu para iblis terkutuk.
Yoongi memejamkan mata dan membiarkan kalau sudut matanya mengeluarkan cairan bening asin. Dia bisa merasakan dirinya hancur. Tapi, tak bisa melihat penampakan di sekitarnya yang sudah berkumpul di satu tempat ini, dengan Yoongi menjadi fokusnya.
"Lihatlah aku! Lihatlah bola mataku sekarang ini Tuhan?! Aku sudah menjadi manusia biasa yang kau inginkan, bahkan untuk menjadikan diriku seperti ini, kau pun mampu dalam satu jentikan jari saja." Ucapnya dengan nada sedikit kesal. Yoongi nampak sombong dengan jari memberikan jentikan. Tahu bahwa dia memang sudah kelewatan batas dan lupa.
Waras nya hilang seiring dengan kesabaran dirinya telah habis.
'aku tidak se-sabar itu Tuhan.' ucapnya dalam hati. Dengan nafas dia buang pelan dan pasti. Untuk saat ini dia memang ingin sendiri.
Melampiaskan emosi dan juga kecewa. Separuh kebenaran dan separuh lagi salahnya.
Imbang, layaknya timbangan.
Mendung datang semakin mendekat. Awan hitam itu sepertinya suka dengan Yoongi juga rasa sedihnya. Mereka tentu tidak akan memberikan rasa iba hanya karena ada manusia tengah putus asa sekarang.
"Aku menyesal, kembalikan kemampuanku! Kembalikan penglihatan buruk itu agar aku bisa menolong adikku!" Kedua tangannya membentang dan muka menatap langit.
Yoongi menangis entah dia sedih atau menyesal. Dia mengakui kesalahan yang dia buat atas keinginan dan dasar kemauan sang adik yang sangat egois. Kalau saja dia bisa menolak permintaan konyol. Tak akan seperti sekarang dan menjadi begini.
"Aku benci kau, Tuhan!" Ujarnya dengan sadar atau tidak.
Kata terlanjur sudah dia katakan. Membuat seseorang di balik pohon menjadi sangat terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini. Apakah besar ujian dia dapatkan, sampai Tuhan kena masalahnya?
Rasanya manusia tidak pantas melakukan hal seperti itu.
Yoongi tersenyum dan memandang langit dengan sedih. "Kali ini aku sangat ingin mengumpat, Tuhan kau..."
"Ya ampun, apakah dia tidak takut dosa?" Begitu dia mendengarnya. Dia menutup kedua telinga. Sedikit gemuruh petir dari tempat lumayan jauh di sekitar.
"Kenapa bisa manusia biasa sepertiku mengatakan hal itu. Ini salah, kenapa dia melakukannya? Kalau dia dapat karma bagaimana?" Itu yang dia takutkan. Karena karma merupakan sesuatu yang nyata dan ditakuti oleh banyak orang. Karma dari manusia biasa saja mengerikan, apalagi dari Tuhan?
Saat dia mulai menenangkan diri dengan mengusap dada dan berdoa. Tepat saat Yoongi mencoba pergi untuk mengambil kapaknya. Sambaran petir mengenai tubuhnya sampai dia jatuh dan bau gosong dari tubuh dia kenakan.
"ASTAGA, TIDAK!"
Saat ini dimatanya sangat nyata. Ini bukan mimpi ataupun halusinasi. Kalau saja dia datang terlambat akan lebih bahaya lagi, nyawa seseorang bisa melayang. Petir itu membuat Yoongi tak sadarkan diri secara langsung tanpa ampun.
Panik?
Jelas lah panik.
Saat pemuda yang baru saja datang itu mengambil ranting, dia memastikan bahwa aliran listrik tidak akan mungkin mengenai tubuhnya. Lucu sekali kalau dia sampai kena, padahal dia berniat untuk menolong.
"Lalu aku harus menggunakan apa? Tidak mungkin aku tinggalkan, tidak mungkin juga aku bawa dengan sepeda. Umm... Tidak ada cara lain selain menghubungi bantuan."
Dengan ponsel pintarnya, pemuda itu memanggil bantuan yang tak lain polisi hutan. Mereka akan datang saat seseorang memanggilnya dan meminta bantuan.
Dalam hal ini dia juga harus menggunakan Mbah Google untuk mencari cara. 'Cara selamatlah manusia yang tersambar petir.' ucapan dalam hati dan jemari menekan search.
Hingga saat ini masih dalam keadaan proses mencari. Tak lupa doa, doa meminta keselamatan pada Tuhan. Karena hanya dia yang bisa membantu manusia malang ini. Walau sudah durhaka, tetap saja. Yoongi masih mendapatkan kesempatan meski sudah tidak layak akibat ucapan kasarnya pada pencipta alam semesta.
Semesta juga menyaksikan bagaimana Yoongi diam tanpa suara setelah sombong.
,
Seokjin gusar selama satu Minggu. Ya, kalian tidak salah dengar. Satu Minggu memang bukan perjalanan singkat selama dua hari. Tujuh hari tepatnya dan manusiawi kalau keluarga di rumah sangat khawatir.
Untuk apa Yoongi tidak pulang sampai sekarang?
Ayahnya saja datang kerumahnya, ah... Tidak, ralat. Ini bukan rumah tapi lebih mendekati sebuah mansion. Tempat dimana kaum kaya tinggal di tempat indah dan seluas ini. Daeng Hwa sempat kagum saat dia masuk kesini dan mengatakan dia mampu membuat kuil biksu sebanyak tiga kalau disini.
Lelucon garing.
Ini bukan saatnya membuat lawakan murahan. Kalau nyatanya ada yang sedang belum pulang sekarang.
"Kau yakin kalau Yoongi belum pulang? Saat aku ingin pergi bersamanya dia melarang aku. Padahal aku ayahnya dan dia bilang aku terlalu tua untuk ikut dia membantunya."
Daeng Hwa sebenarnya merasa kecewa sekaligus sedih. Untuk saat ini dia masih bisa menahan diri. Selama anaknya tidak melakukan kesalahan fatal, mungkin dia bisa menjadi lega. Sekarang, bukan lagi keinginannya untuk ikut campur.
Cukup agar Yoongi aman dan pulang selamat sudah baik untuknya.
"Dia juga berkata demikian padaku paman. Yoongi memang keras kepala dan tidak mau aku mengikuti nya hanya karena aku tidak akan bisa membantunya. Jujur- ini sangat menyakitkan bagiku." Kalau dia biasa santai, kali ini dia tidak bisa sembunyikan senyumannya lagi.
Daeng Hwa menepuk bahu lebar itu. Sungguh, dia sangat berterimakasih atas kebaikan Seokjin selama ini pada anaknya. Yoongi sudah cukup beruntung mendapatkan teman seperti dirinya. Seorang pengusaha muda dengan kekayaan bak Presdir negara.
Jungkook masih di dalam kamarnya. Mencoba memberontak untuk bangun dan melawan. Membuka pintu yang terkunci dengan dorongan kuat dan keras. Ini bukan kemauan dirinya secara sadar, kedua matanya juga putih dengan urat hitam di sekitar mukanya.
"Adikmu kau kurung seperti ini?"
Daeng Hwa bertanya dengan pandangan mata iba. Kalau seperti ini, kapan selesainya? Sementara iblis masih bisa bergerak sesuka mereka.
"Aku tidak punya cara lain. Jungkook akan menyakiti seseorang lagi, saat aku melihat Yoongi jadi korbannya. Aku trauma dan sakit ku kambuh."
Seokjin menatap tangannya sendiri. Telapak tangan kanan miliknya lah, dia sudah menampar dan memukul adiknya. Memberikan dia kesadaran walau tak berarti banyak, tepat setelah tamparan keras itu. Jungkook sadar beberapa detik dan jatuh pingsan.
"Kalau kau tidak melakukan hal itu, anakku mungkin akan mati. Kau kakak yang baik, menampar bisa menjadi tanda kau sayang dan bukan jahat. Seluruh jagat raya ini tahu, kalau kau tidak melakukan tanpa alasan." Ucapan itu mengandung makna.
Seokjin merasa ini benar. Tetap saja dia tidak enak hati pada Yoongi yang sudah banyak membantunya. Seiring waktu semua ini semakin menyulitkan hingga dia harus mencari jalan keluar sekarang.
"Paman, bagaimana untuk membuat Jungkook menjadi baik. Aku tidak tega, aku melihat makhluk itu memaksa adikku untuk suatu hal."
Pintu itu menjadi saksi paksaan sosok makhluk untuk dia keluar. Tak ingin di kurung lebih lama saat mantera suci telah membakar tubuhnya yang panas.
Daeng Hwa melihat bagaimana aura hitam di badannya keluar sampai celah pintu.
"Berikan aku cat warna merah dan kuasnya. Jangan lupa garam murni tanpa campuran yodium, aku butuh itu untuk menjalani sebuah ritual."
Tersenyum bangga. Seokjin berani bersumpah kalau dia melihat duplikat Yoongi di depan matanya. Duplikat yang sama persis dengan Yoongi. Jungkook semakin parah saja, dia tidak punya keputusan selain menurut pada seseorang yang sudah masuk dalam ahlinya.
Tangan kanannya dia gunakan untuk tasbih berwarna cokelat. Dupa di lawan dupa, jika seseorang menggunakan dukun maka akan panjang melawannya. Tapi, dalam ajaran hidupnya. Tuhan tidak pernah membuat manusia susah melebihi kemampuannya. Ya, setan yang masuk dalam tubuh pemuda itu adalah kiriman.
Kiriman dari seseorang yang membenci keluarga ini. Ada dua potensi, ibunya atau memang musuh perusahaannya.
,
"Yoongi Hyung, apa kau yakin ingin menyingkirkan diriku. Kita kan ada sejak lahir kau bisa melihatku karena aku. Aku yang ada di dalam dirimu, tulang rusuk mu bengkok. Kau harus percaya itu dan kau malah mengusirku-"
Ucapan itu terngiang dalam otak dan mimpi buruk nya. Tidur dalam keadaan seperti ini membuat dirinya nampak sangat buruk.
"Tidak!"
Kata singkat keluar dari bibirnya, padahal matanya masih terpejam. Kedua telinganya seakan tuli dari sebuah realita yang memanggilnya. Inginnya membuat dia baik saja, tapi gangguan akan selalu ada saat dia melihat sekitar.
"Kau baik saja?"
"Jangan salahkan aku kalau kau memilih keputusan ini. Kau harus memilih, hidup dengan melihat setan ataukah normal dengan kau tersiksa!"
Suara itu bahkan ada lagi dan justru mengganggu. Tidak ada alasan lain selain gumaman di bibirnya yang selalu datang.
'Aku ingin mendapatkan kemampuanku lagi, Jungkook dia- membutuhkanku. Kumohon jangan pergi sampai aku mati.' ucapnya di dalam hati.
Selimut di sampingnya di remat. Yoongi mengatakan di bibirnya kata tidak.
'Aku tidak akan membuat masalah lagi, katalan padaku. Apa yang harus aku lakukan? Aku ingin kekuatanku kembali. Aku ingin-' suara dalam hati seperti tercekat dalam hati.
"Jimin apa yang terjadi, kenapa dia?" Seorang gadis datang dengan obatnya. Saat ini dia melihat bagaimana keringat keluar dari kening dan wajahnya sangat deras. Agak kasihan juga karena keadaan Yoongi demikian.
"Aku juga tidak tahu, satu Minggu dia tak sadarkan diri. Kurasa dia baik, hanya mimpi buruk saja," ucapnya hati-hati dan pelan takut kalau dia akan mengganggu. Dia menerima nampan dari gadis itu, dia sendiri ingin membuat obat dengan blender.
"Hana, sebaiknya kau pulang. Langit mendung aku takut kau akan dicari ibumu."
Jimin melihat keluar dengan kepala mendongak ke atas. Saat ini cuaca tampak tak menentu dengan angin muson barat senang sekali mampir ke tempatnya.
"Aku akan selesaikan tugasku, di dapur. Lagi pula orang tuamu sudah banyak sekali membantu, makanya aku juga punya tanggung jawab seperti kakak-"
PRAAANGG!
Di ruang belakang sesuatu ada yang jatuh, hal itu membuat keduanya langsung menoleh ke belakang dengan tatapan terkejut.
"Apa itu?"
"Kurasa ada seseorang yang masuk, karena aku sempat melihat piring dari dalam rak jatuh."
....
TBC...
Hai semua, aku senang sekali kalian masih mampir di ceritaku. Apa kabar kalian semua?
Semoga kalian suka dengan tulisanku. Gomawo and saranghae ❤️
#ell
27/06/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro