새로운 문제가 다시 온다 (2)
"Kata adalah doa. Sebaik-baiknya manusia, akan lebih buruk kalau cara bicara mereka kasar."
.
"Apa yang aku lakukan?"
Hati seseorang telah bersuara, membuat jemari di tangannya menjadi kaku. Sama seperti telapak tangannya membeku di udara. Yoongi pantas mendapatkan hukuman karena dia sudah lancang menyakiti seseorang.
"Kau bukan teman, kakak atau keluargaku. Aku menolak keberadaan mu, aku sangat membencimu sekarang. Kau keterlaluan, kau menyalahkan ku selalu. Kalau aku setan kau iblis. Kau iblis Yoongi Hyung!" Tunjuk nya dengan sadis. Sementara kedua matanya menjadi merah. Dengan pipi kanannya yang berdenyut sakit.
"Jungkook, kau mau kemana? Jangan pergi tetap disini!" Seseorang membentak, melarang adiknya untuk tidak pergi ke dalam mobil. Bahkan menarik tangan sang adik agar menurut, sayangnya... Pemuda dengan gigi kelincinya itu telah di selimuti api amarah yang besar. Membuat seorang kakak hanya bisa mendesah penuh kecewa. "Jungkook, dengarkan aku. Yoongi tidak bermaksud begitu, dengarkan aku Jungkook!" Suaranya serak di bagian akhir.
Yoongi melihat ada sedikit air mata di kedua mata Jungkook, sedikit. Dalam perasaan penuh kesal. Kedua kaki itu menapak tanah dengan keras sampai bersuara, dia berhadapan dengan sang supir yang menolak perintahnya.
"Minggir! Kau tidak berguna sama sekali Arrgggghhh!" Menjatuhkan pria itu di atas tanah dalam dorongan sekali kuatnya. Yoongi juga Seokjin tanpa sadar berseru bersama memanggil nama Jungkook, mereka tidak suka dengan sikap pemuda itu.
Ini sudah keterlaluan!
Jungkook membanting pintu mobil setelah berada di dalam kursi kemudi. Mendengus dengan sebal, diantara kedua mata elangnya. Tak luput juga Yoongi mendapatkan tatapan mata nyalang pemuda itu. "Aku membenci kau Hyung, termasuk dia. Aku benci kalian dan jangan halangi aku!" Bentaknya. Sampai dia menghidupkan mesin.
Tentu saja sang kakak tidak terima dengan ungkapan itu berusaha untuk membuka pintu mobil dengan paksa. Juga gedoran memaksa agar pemuda itu mau mendengarkannya.
Jungkook hanya melihat dengan mata kesalnya dan menjulurkan lidah ke arah Seokjin, menyepelekannya.
"Jungkook, buka pintunya atau aku akan hukum dirimu! Dengarkan aku Jeon Jungkook!" Saking kesalnya dia mengundang perhatian beberapa pekerja di rumah sebesar ini. Di satu sisi seseorang berkata jujur dengan teman di sampingnya.
"Entah sejak kapan, aku merasa di dalam rumah ini tidak ada kedamaian sama sekali. Apakah aku yang salah, atau memang rumah ini menjadi kutukan?" Dia yang membawa sapu berkomentar. Tak ada kata semangat untuk bekerja dan tak ada lagi kesan menyenangkan selama enam bulan ini. Memang, tuan dan nyonya yang dulunya jahat telah pergi.
"Aku juga merasa begitu paman. Selama ini aku bekerja lima tahun, kau lebih lama disini. Awal masuk aku melihat bagaimana tuan muda dulu tidak separah ini. Tapi setelah tiga tahun menghilang, awalanya seperti pelangi lalu tempat ini..." Melihat ke sekeliling.
Sampai dia sadar ada seseorang di atas kaca disana tengah mengawasi. "Ya ampun, paman Lee. Aku melihat seseorang disana. Disana a-aku melihat seseorang di sana. Melihat kita dengan mata nyalang nya." Kedua kaki bergerak tak suka, sementara wajahnya menutup diri dengan panik. Tentu saja membuat tanda tanya besar dari seorang pria yang juga melihat ke atas dengan kedua mata memicing. Dia hanya melihat jendela tanpa seseorang berdiri disana. Aneh memang, karena selama dia bekerja disini memang tidak ada hal aneh.
"Dimana? Aku tidak melihat apapun Yon Goo." Terus menahan tangan itu agar pemuda itu tidak semakin panik. Dalam hal ini tidak ada yang menyadarinya karena jarak mereka dengan beberapa orang berdebat disana cukup jauh. Yon Goo, mendengar paman Lee bicara demikian, akhirnya dia melihat kesana.
Sosok pria dengan wajah hitam juga kedua mata merah menahan marah menatapnya lagi. "Aku tidak bohong, dia ada disana. Aku bisa melihatnya dengan jelas, paman aku merasa kalau rumah ini berhantu huhuhu!"
Seokjin memang sepintas mengetahui apa yang menjadi masalah salah satu pegawai di rumahnya. Dia juga mendengar dan menyimpan rahasia kecil sebenarnya. Sudah banyak media yang tahu bahwa rumahnya menjadi bekas pembunuhan yang dilakukan orang tuanya. Tak jarang jika beberapa orang enggan menjadi tamu dan ikut rapat di rumahnya.
Karena mitos mengenai rumah angker ada pada lingkungannya. Kasihan juga sebenarnya, karena jujur rumah ini adalah kenangan neneknya membangun. Bersama kakeknya, dan katanya ini adalah hadiah pernikahan dari kakek untuk neneknya.
Walau pernah terjadi, dan rumah ini menjadi bekas mayat dari putra Jo Sang, setelah hal itu terjadi tak ada lagi hal aneh. Meski begitu dia tidak akan menimpal apa yang di katakan oleh lainnya saat mereka juga sama melihatnya.
"Tak apa, mungkin kau salah lihat." Menepuk pundak pemuda itu. Sisi menenangkan tapi dia was-was juga. Paman Lee membawa masuk pemuda itu, melihat wajahnya begitu pucat membuat dia tidak tega.
Hanya tak seimbang dan tak ada kata mampu untuk mengembalikan semua. Meski katanya, ada hawa aneh yang tinggal di dalam rumah ini. Mereka yang manusia biasa tak bisa berharap banyak, selain Tuhan bisa mengubah situasi dengan takdir dia tuliskan di atas lembar kertas kehidupan manusia.
Jungkook mengunci kaca mobil. Enggan memberikan jalan bagi Seokjin untuk mengganggunya.
"Jeon Jungkook, jangan pergi!" Gagal sudah. Di susul suara deru mesin mobil. Meluncur di atas tanah dan meninggalkan jejaknya.
Tanpa supir, pemuda itu mengendarai sendiri. Membuat suara gas mobil terdengar keras lalu pergi menjauh dari tempat itu. Ketegangan muncul bahkan untuk seorang supir yang ketakutan saat melihat tuan mudanya. Seokjin tidak sekejam itu sampai dia melampiaskan amarahnya pada anak buahnya.
Tak ada yang salah, hanya saja memang hari ini diliputi suasana penuh kemarahan. Dia datang mendekati Yoongi yang masih melihat telapak tangannya. Yoongi meluapkan amarahnya dengan meremat tangan itu, kukunya yang sedikit panjang menancap pada kulit telapak tangan di sana. Sampai bergetar, tak peduli jika kedua air matanya akan jatuh dari matanya. "Apa yang aku lakukan. Kenapa bisa aku melakukan hal buruk seperti ini." Terka-nya menyesal, semakin lama semakin terasa sakitnya. Terus di tekan dan berkali-kali dia menyalahkan dirinya sendiri. Hingga tangan itu bergetar tak bisa menepis rasa sakit yang datang.
"Jin Hyung?" Tanpa sadar ungkapan kecil itu lolos dari bibirnya. Kedua matanya menyipit sedikit mem-buram. Dia menurut entah kenapa dan ini adalah kiasan dimana dia tidak mampu mengatakan hal banyak.
Pada akhirnya, tangan seseorang telah menahannya. Memerintahkan agar pemuda mantan indigo-nya tidak melakukan hal sama lagi. Semua ini menyakitkan dan terkesan, bahwa penyesalan datang di akhir semua kejadian.
"Kenapa kau menyakiti dirimu lagi?" Seokjin menyiratkan rasa bersalah yang besar. Dia juga tidak bisa membela Jungkook dalam keadaan seperti ini. Ini kesalahannya karena sebuah didikan. "Aku juga tidak tahu, yang aku lakukan hanya menjaga Jungkook dari kesalahan lainnya. Aku menamparnya secara spontan, cara bicaraku yang ceplas-ceplos. Aku tidak sengaja melakukan hal itu." Yoongi sangat sulit untuk menarik nafas dan membuangnya pelan.
"Tapi... Aku melihat seseorang yang dulu menyayangiku dan aku menyayanginya menjadi seperti ini. Aku kehilangan Jungkook-ku yang dulu." Ungkapnya pelan. Diantara senyumannya ada kata dimana dia akhirnya menangis. Bahagia di tengah tangis, bukan hal dia butuhkan Seokjin. Melihat Yoongi seperti ini adalah hal terburuk baginya.
"Yoongi...."
"Ah, ya... Jungkook sudah dewasa. Dia juga tidak lagi membutuhkan nasihatku. Dia bilang aku bukan siapapun, kakak atau juga kawannya."
Kegugupan dalam suaranya. Ingatan mengenai kesalahannya, adalah suatu penyesalan terdalam hidupnya saat ini. Pemuda pucat nan sipit itu menoleh ke kiri, membuang muka tanpa mau menunjukkan kelemahannya di depan Seokjin.
Seokjin memahami perasaan nya, sampai akhirnya dia memberikan sebuah pelukan. Agar Yoongi tidak apa-apa. Tepukan peduli juga rasa dimana dia merasakan sakit, lantaran ini juga dia tidak bisa menyalahkan siapapun. Dia juga salah.
"Aku yakin Jungkook akan sadar kesalahannya. Mengenai perbuatannya dan pasti dia akan menjadi sosok yang kita kenal dulu." Ini adalah semangat. Hanya saja dia tidak yakin akan semua ini. Jungkook seperti terpengaruh akan suatu hal. Diam di hatinya dengan otak berfikir mencari si pembuat onar yang menyebabkan adiknya begitu.
"Aku melakukan kesalahan padanya." Ungkapnya pelan. Kedua matanya menjatuhkan air mata, pelupuk basah begitu buruk untuk keadaan hatinya yang sedih.
"Tidak. Kau tidak melakukan apapun. Saat ini kau membuat keputusan benar di saat kau marah karena sikapnya. Kalau aku jadi kau, mungkin aku begitu. Aku juga bisa meledak seperti mu."
"......"
Yoongi diam, dengan pandangan kosong menoleh ke bawah. Hatinya amburadul dengan pemikiran terbang entah kemana. Saat ini membutuhkan waktu sendiri untuk memikirkan semua dengan baik. Menanggapi kata Seokjin saja dia tidak punya semangat. "Yoongi kau mau kemana, apakah kau mau mampir minum teh dulu? Aku sudah membuat sarapan dan-" pemuda tampan itu diam saat dijawab gelengan langsung oleh Yoongi.
"Mungkin lain kali. Aku harus pulang, di rumah aku menyelesaikan sesuatu. Ini penting." Tersenyum kemudian menahan perih di dada. Pergi tanpa membawa kebahagiaan seperti sebelumnya. Seokjin mencoba mencegah tapi Yoongi menolak secara halus. "Aku menemani Yoonji di rumah. Ayah dan ibu, mereka akan keluar sebentar. Kau kan tahu kalau aku punya adik kecil." Yoongi memohon dengan sangat. Agar dia tidak memperlihatkan kesedihannya.
"Biarkan aku mengantarmu. Kau sudah jauh datang kesini." Seokjin menawarkan kebaikannya lagi. Yoongi menggeleng menolaknya. Dia tidak mau jika pada akhirnya Jungkook melihat dirinya bersama kakaknya. Firasatnya mengatakan kalau hal buruk akan terjadi jika dia tidak melakukan penolakan ini. "Terima kasih, tapi aku akan pergi ke toko mainan. Sebaiknya kau menunggu Jungkook di rumah. Jika dia pulang tidak akan ada yang tahu dia melakukan apa." Memberikan maksud dan langsung di pahami Seokjin.
"Kau selalu menjaga janjimu padaku juga padanya. Aku bisa melihat bagaimana kau sudah banyak membantuku." Saat dia mengatakan hal ini. Yoongi tentu saja berhenti berjalan dan diam mendengarkan semuanya. Menoleh pada satu tatapan menenangkan. "Karena aku sudah melakukan sumpah dan janji. Taehyung akan sedih jika melihatku tidak bisa mengatur Jungkook." Sambungnya dengan keyakinan penuh.
"Semua akan baik-baik saja."
Sepintas suara tong sampah jatuh membuat keduanya terkejut. Seokjin mendekat ke sana dan menemukan bagaimana isinya tumpah semua. Hal aneh yang terjadi lainnya ialah. Ini adalah tong sampah yang biasa ada di belakang rumahnya. Yoongi melihat ke arah semak-semak dimana daun dan rantingnya bergerak cepat.
Aura aneh yang tak asing, kepekaan akan perasaan dan rasa merinding masih dia miliki. Kedua matanya seakan fokus ke depan walau dia melihat udara hampa saja. Lebih baik dia melakukan sesuatu ketimbang mendapatkan karma buruk.
"Jin Hyung, sebaiknya kau masuk ke dalam rumahmu. Bukankah kau melakukan pekerjaan lainnya?" Tersenyum manis seperti gula. Tangannya merogoh sesuatu di celananya, menarik kertas yang tersembunyi di dalamnya. Seokjin merasa bingung dan canggung seketika. Mungkin saja dia masih memikirkan tong sampah itu. Yoongi menurut dengan menerima sugesti dan pergi menurut.
Yoongi berseru bagus di dalam hatinya. Dia memang penasaran sejak tadi, di tangannya ada kertas jimat. Merasa bahwa akan dibutuhkan di saat tertentu membuat dia yakin kalau firasatnya tidak salah.
Wessshhh... Weshhhh... Weshhhh...
Seperti ada yang menggelitik bagian telinga kanannya. "Apa ini, kenapa ada yang mencoba untuk berbisik. Hal seperti ini pernah aku rasakan. Apakah mungkin, para makhluk melakukan ini semua?" Pertanyaan itu lantas timbul di antara bibirnya. Berdiri di tengah semak dan menemuka akar pohon besar di dekat kakinya. Memperhatikan begitu seksama dengan pandangan memicing, ada bunga juga tercium bau dupa yang begitu menyengat.
Suara burung gagak di dekatnya membuat dia tercengang. Tepat di atas ranting pohon, bagian atas tepat di puncak kepalanya. Gagak itu terbang pergi menjauh, burung hitam pembawa kabar kematian. Efeknya Yoongi kesusahan menelan ludah.
"Aku tahu kalau kau ada disini. Meski aku tidak bisa melihatmu. Tunjukkan eksistensi mu." Menantangnya sedikit, begitu beralasan dia memintanya agar dia bisa menunjukkan bahwa rumah ini bukan tempat dimana para makhluk bisa melakukan ulah buruknya. Ada dahan yang jatuh, Yoongi menyingkir saat mendengar suara kayu retak dan patah. Hampir saja dia kena, jika tidak awas maka dia akan terluka di bagian kepala. Melihat begitu besarnya dahan pohon ini membuat dia menduga, bisa saja dia pingsan.
"Benar-benar serius." Melihat sekeliling dimana angin begitu kencang meniup area pohonnya. Suara khas angin dimana ada badai terbentuk karena daun rindang pohon di dekatnya. Bayangan yang menampilkan daun diantara cahaya, juga....
Bruk!
Seperti ada yang mendorongnya.
Yoongi jatuh dengan luka pada lututnya, membentur akar dan mengucur darah keluar. Mencoba bangun hingga kepalanya mendongak, bersandar pada batang besar di belakangnya. "Kenapa hal seperti ini bisa terjadi padaku?" Ungkapnya dengan menahan sakit di dada. Dadanya juga menjadi korban tapi dia menahannya sendiri.
Dalam hatinya pemuda itu menyebut nama Tuhan dengan pelan. Saat kedua mata sipit itu terpejam, masuk bau di hidungnya. Bau menyengat dengan semerbak tumpang tindih yang membuat pemuda itu mengendus pelan lalu menutup hidungnya.
"Bunga dan kemenyan." Secara pelan dia bergumam. Kedua matanya langsung mencari benda yang dia curigai sebagai pelayan dukun. Dia mantan dukun, pengalamannya juga bukan main. Saat ini dia ingat akan kata ayahnya yang mengatakan bahwa bunga dan kemenyan adalah seserahan untuk tumbal.
Entah benar atau salah, tapi kebanyakan orang melakukan hal ini untuk mencari pesugihan, membuat dirinya kaya. Atau memang... Melakukan hal gila seperti memberikan kesialan bagi salah seorang atau keluarga yang dibenci olehnya.
Tangannya terasa ada yang menempel saat dia menariknya dari balik pohon di belakangnya. Sesuatu benda tipis dengan kerikil di sekitar pinggir tangannya.
Perlahan dia mencium baunya, sampai kedua pupil matanya seperti mau keluar dari tempatnya. Siapa sangka kalau ketidaksengajaan membuat Yoongi cukup terkesan pada dirinya. Ah.... Lupakan saja, terlalu berharap bahwa nanti dia akan mendapatkan penghargaan karena hal ini juga gurauan belaka.
"Sudah kuduga, bahwa di tempat ini tidak ada yang beres. Kenapa aku baru menyadarinya. Sepertinya ada seseorang sengaja melakukan ini semua."
Dalam satu hal ini dia membawa bukti. Bahwa ada sesuatu yang bernama balas dendam. Tidak tahu alasannya kenapa dia bisa mengatakan hal itu. Kepastian mengenai semua yang tak dia ketahui, justru ada pada ayahnya. Yoongi tidak menyadari jika di belakangnya begitu tepat ada sosok lain. Dia pria, tinggi dan berkulit hitam bekas terbakar. Matanya merah dengan kedua tangan hendak mencekik leher Yoongi.
"Kau akan mati...."
Yoongi tak bisa mendengar, tapi firasatnya makin kuat. Dia langsung menaruh jimat di sekitar lehernya dan membuat makhluk di belakangnya tak mampu menyentuh lalu hilang. "Aku tidak tahu mengapa, hanya saja bulu kudukku merinding sejak tadi." Aku akan beri tahu ayah soal ini.
Dia membawa nampan itu dengan memasukkan isinya ke dalam plastik hitam dekat dia menemukan benda itu. Hanya ayahnya yang bisa mengidentifikasi jenis pesugihan atau ilmu apa ini. Karena dia masih separuh awam meski dia pernah melihatnya dari internet. Tapi dia lupa, bahwa ada kertas jatuh disana. Yoongi pergi dan mengabaikan satu bukti dasar disana.
Jika didekati akan nampak wajah seseorang pada cetakan tinta printer-nya.
Orang itu adalah si bungsu abadi dalam rumah ini, Jeon Jungkook. Dengan bundaran merah juga tulisan mantra aneh yang sengaja di tulis untuk membuat seseorang terjebak di dalam ilmu yang sudah di inginkan si pelaku. Begitu dekat dengan sosok ghaib berdiri di sampingnya dengan pandangan mata tetap fokus ke depan. Juga ada belatung keluar diantara lubang kakinya.
.
Hilang sudah kesabaran dalam hatinya saat kurang ajar dalam hatinya bangkit. Bukannya apa, dia langsung menerobos lampu lalu lintas sampai membuat semua kendaraan di sekitarnya terkejut. Berhenti begitu saja dengan pandangan dongkol ke arah mobil mahal yang digunakan oleh pemuda kalap.
"Bisakah kau menggunakan mobilmu dengan benar?!" Bentak seorang pria tua dengan sangat keras. Dimana suara klakson juga berbunyi dengan menggema. Sayangnya hal itu tak bisa membuat seorang pemuda sadar akan kesalahannya. Kakinya menginjak gas walau dia tahu bahwa tindakannya sudah di luar batas. Hingga di dalam mobil kecepatan tersebut melebihi apa yang biasa digunakan kakaknya 120 km/jam.
"Seharusnya aku bisa seperti lainnya. Semua orang juga sudah dewasa seperti ku. Lalu kenapa aku bisa seperti ini, Jin Hyung dan orang itu sama saja." Terasa sangat tidak Sudi ketika Jungkook menyebut nama Yoongi. Bibirnya seperti berat menyebut namanya, juga ungkapan bahwa dia sama sekali tidak ingin memaafkan tingkah sok kuasa itu.
Di persimpangan jalan dia mendahului mobil lain. Membuat pengguna jalan lainnya menjadi terganggu dan kisruh. Tak ada kata kapok saat dia melaju semakin cepat melewati rambut ketiga. "Selama ini Jin Hyung tidak pernah menamparku. Sembarang saja dia melakukan hal itu padaku! Lihat saja nanti aku akan membuat balasan!" Tak terima, sifat yang menurun dari kedua orang tua sepertinya. Dia lupa pelajaran hidup yang dia dapat saat mengalami kematian dan kehidupan yang menggantung dan mengambang.
Tak sadar jika seseorang menyebrang membuat dia menyenggol sepeda lalu pemuda jatuh dari atasnya. Hal itu berlangsung cepat sampai mobil bergerak memutar mengikut turbulensi guncangan. Bukan hanya itu saja, seorang wanita juga berteriak keras ketika melihat seorang pemuda berdarah dan luka pada kepalanya.
Jatuh tak sadarkan diri, mendapatkan pertolongan dari orang sekitar. Jungkook mampu mengendalikan mobilnya walau dia kesulitan, karena salah injak dia mengalami kecepatan hingga menabrak pembatas.
Pecah, remuk dan kaca melayang dari serpihan yang kecil. Dimana kaca mobil disana juga rusak hingga tak terbentuk, ketika pemuda itu mendapatkan perlindungan dari bantal pada kemudi didepannya. Kepalanya aman tapi sedikit pusing, dengan pandangan mata mem-buram.
"Akh.... Kepalaku pusing. Apa yang terjadi, awh..." Bangun dalam keadaan punggungnya sakit. Saat dia sadar bagaimana kedua matanya menyipit beberapa kali membuat dia sadar. Bahwa baru saja seseorang terluka karena dirinya. Pening semakin menjadi saat dia merasakan bagaimana mobilnya mengeluarkan asap di bagian depannya. Apalagi mobil ini sudah membuat perlindungan penting bagi pemiliknya dari bahaya.
Keluar dari dalam sana di keadaan kepala berdenyut sakit. Tubuh goyah dengan kedua kaki oleng. Saat dia menghirup oksigen di bagian kerongkongan terasa sangat sulit. Terbatuk, beberapa mata mengawasi dengan tatapan mata lain. Bukan kasihan tapi sedikit kesal.
"Hey, kau harus bertanggung jawab! Kau sudah melakukan kesalahan. Jangan mencoba kabur ya, kami melihat bagaimana kau membawa mobilmu dengan cepat." Seorang pria berdiri di depannya dengan pandangan mata tak terima. Jungkook melihat bayangan manusia ada di depannya. Ada rasa takut juga kesulitan dalam menelan ludah. Tubuhnya bergetar dengan tatapan mata meminta ampun, permohonan di dalam hatinya adalah suatu ketidaksengajaan yang pasti. Tergeletak anak manusia tak tahu apapun menjadi korbannya. Beberapa orang membantu dengan memanggil bantuan medis, Jungkook mendengar bagaimana mereka bicara menyalahkan dirinya serentak.
"Aku akan laporkan kejadian ini pada polisi. Kalau kau mengelak kau akan mendapatkan hukuman!" Kesal dan marah. Karena disini Jungkook memang salah. Seokjin akan mengamuk dan paman Jung Seo akan memarahinya habis. Kedua tangannya menyentuh aspal itu dengan kedua mata penuh air mata. Suara di kerongkongannya sangat susah untuk keluar, dia ingin meminta maaf.
"Bukan maksudku melakukan hal ini. Apa yang a-aku lakukan..." Gagap dalam bicara di dalam hati. Saat semua keputusan dia ambil adalah sebuah kesalahan. Maka yang terjadi adalah kejadian mengerikan seperti ini, pada saat bersamaan dengan oksigen dia ambil cepat dua orang menariknya. Memaksa dia bangun agar Jungkook tidak melawan ataupun kabur. "Percuma saja kau diam membisu, kami dengan senang hati akan membawamu ke tempat pengadilan. Hukum akan bertindak!" Seseorang berkata bijak. Membuat manusia lain juga ikut tersulut emosi. Dalam hal ini pemuda dengan gigi kelincinya semakin ketakutan.
Gelengan meminta jangan, minta maaf adalah hal yang memang dia agungkan secara pelan. Dia tidak tahu apa reaksinya untuk sekarang. Kedua kakinya juga diseret walau dalam keadaan lemas. "Aku tidak sengaja! Jangan tangkap aku! Kalian melakukan tindakan sembarangan!" Protesnya dengan kepala menoleh ke belakang tak terima. Suaranya sangat keras ketika semua orang memperhatikannya.
Ada juga beberapa orang mengenalnya sebagai adik seorang pengusaha terkenal dan muda. Dimana para gadis muda rela menjadi kriteria kakaknya demi mendapatkan gelar juga usaha besar itu.
"Sebaiknya aku katakan ini pada keluarganya. Bagaimanapun ini semua adalah musibah dan siapapun tidak tahu." Pergi mencari sinyal dan memanggil seseorang dengan keadaan khawatir. Wanita itu adalah mantan asisten rumah tangga keluarga terkenal itu. Bahkan sebelum Seokjin lahir dia sudah ada disana. Usianya memang masih bisa dibilang sepatu tua, karena dia bekerja disana ketika usianya sepuluh tahun.
Tak ada yang tahu bahwa di antara mereka ada sosok lain dengan jubah hitamnya. Saat tatapan mata dingin dengan tampang datarnya, dengan tangan membawa buku kematian berwarna hitam dengan simbol cokelat miliknya.
"Manusia, Tuhan masih menyayangimu. Ada kesempatan, tapi kau harus memperbaiki sikapmu." Bicara dalam serius. Dengan tangan kanan menutupi buku itu dengan perlahan, tak ada nyawa yang dia cabut. Dia melihat seseorang itu akhirnya jatuh tak sadarkan diri. Kedua mata menutup dengan bisikan pada kedua telinganya.
Namjoon mengatakan namanya dengan lengkap, dia mendata pemuda itu dengan pena di tangannya.
Park Jimin.
,
Datang ke rumah orang tua. Dimana aku biasa melakukannya untuk menyambung hubungan silaturahmi. Jujur aku masih betah di rumah kakekku. Tempat penuh kenangan dimana aku kecil dan besar juga bertemu dengan Jungkook dalam keadaan mengejutkan.
Ah, aku banyak berfikir dan bicara sekarang. Dimana otak tak peduli akan masalah? Aku rindu pada hidup santai seperti dulu.
"Min Yoongi. Kau darimana saja. Ayah menghubungimu tapi kau tidak aktif. Lihat masakan ibumu sudah mendingin." Mengaduk sup di meja makan. Mendengar suaraku yang datang mengucapkan aku pulang membuat ayahku begitu antusias.
Kulihat bagaimana meja masih ada sisa mangkuk bekas makanan. Mungkin lainnya telah selesai makan, hingga aku berfikir untuk membuat basa-basi. "Ayah... Dimana ibu dan Hyung. Lalu Yoonji? Aku sudah membawa mainan untuknya." Sengaja aku keluarkan boneka dan juga beberapa mainan aman untuk balita. Melihat wajah adik kecil ku saja membuat aku merasa sangat terhibur. Banyak masalah sejak aku menaiki bus tadi, sampai supirnya saja marah karena aku melamun.
"Ah, ibumu pergi ke acara dan kakakmu sedang latihan estafet. Adikmu, dia tidur. Makanya ayah disini untuk menjaganya. Ngomong-ngomong kau sangat perhatian, jarang sekali kau memperlihatkan hal ini." Ayahku menganggap aku manis. Aku bisa melihat dari sisa gelagatnya yang sama sepertiku. Malu mengungkapkan tapi benar nyatanya.
"Apakah aku tidak boleh menjadi kakak yang baik dan perhatian pada adiknya?" Sebelah alis terangkat. Tak kuasa memang saat ayahku menahan tawanya. Aku harap ayahku tidak tersedak atau pun terbatuk. Bahkan tanganku sudah menyiapkan minuman bukan untuk diriku. Apakah mungkin di mata ayahku aku selalu dianggap lucu layaknya bayi?
"Boleh, aku kira kau membuat persaingan ketat dengan Dang Wook. Oh iya, dia bilang ingin membuat statement baru padamu. Aku mendengar nya langsung."
Ayah masih tidak menyadari tingkah polah ku yang masih termenung. Masakan ibuku memang enak, aku harusnya menyadari dan berterima kasih sekarang. Aku tahu hubungan antara anak dan ibu tiri di awal saja sangat sulit di terima. Sudah terbiasa dengan masa dimana dia juta sering bertengkar dengan kakaknya.
Cukup lama memang aku diam karena aku minggat dari rumah besar itu dengan keadaan masih tak terima dengan kelakuan Jungkook. Apakah aku menjadi kakak yang buruk? Sekarang saja aku menjadi adik dalam keluarga ini. Tabiatku berubah sejak aku menjadi bagian kedua dalam kartu keluarga dari deretan status anak.
Aku cemberut dengan apa yang dikatakan oleh ayahku.
"Aku masih merasa sebal dengan Dang Wook yang menjadi kakakku. Kenapa dia menjadi kakakku, kadang dia bersikap tidak adil."
Ayahku tersenyum, aku melihatnya dalam lirikan mataku sengaja.
"Bukankah kalian satu kelas dulunya. Takdir menarik anakku, bahkan kau juga menjadi kakak juga. Kakak bagi bayi Yoonji juga Jungkook."
Ayahku tidak tahu masalahku hari ini. Aku selalu menyimpan dalam diam. Ketika aku memegang sumpit dalam keadaan membeku, aku menyadari satu hal. Jungkook adalah beban dan masalah terbesarku, saat aku menyadari hasutan demi hasutan kemungkinan mempengaruhi mentalnya.
Aku melamun lagi, memikirkan semua dengan rumit di dalam otakku.
Tak kusangka pertanyaan dalam hatiku membuat aku tak sadar kalau ayahku sudah mencium bau kemenyan di dalam plastik yang aku taruh di sampingku.
"Yoongi, kau bawa apa? Kenapa kau membawa dupa. Siapa yang melakukan per-dukunan?" Aku terkejut, kebodohan dalam benakku karena diriku tidak mengatakan padanya. Harusnya aku langsung ke topik karena ini adalah hal penting. Ingin ku mengatakan hal ini, tapi saat aku mendengar suara dering ponselku di kantung jaket ku. Segera aku keluarkan dan membaca siapa yang memanggilku.
"Jin Hyung, apa yang terjadi?" Rasanya sedikit aneh. Aku baru saja pulang dari rumahnya. Hal penting apa yang ingin dia katakan? Apakah dia lupa mengatakan sesuatu?
"Ayah sebentar. Aku ingin mengangkat panggilan ini." Aku bertindak sopan tidak seperti dulu yang cuek dan sembarang. Ayahku mengangguk tapi aku tahu kalau matanya berusaha mencari tahu isi kantung plastik yang aku bawa. Aku hanya bisa mendorongnya sedikit jauh dari pandangan matanya. "Halo Jin Hyung, ada apa?" Aku sedikit meninggikan suaraku. Buru-buru aku mengganti topik bicara. Bagiku hal ini sensitif, setidaknya aku harus bertanya dengan perlahan.
Kalau dia salah langkah maka semua akan bobrok. Baru saja aku bernafas lega karena ayahku tidak jadi bertanya. Masalah baru datang dan hinggap dalam otak. Seperti di serbu ribuan lebah.
"Jungkook masuk penjara? Bagaimana bisa?"
Seketika aku merasa bahwa. Hidupku tidak akan tenang, apakah sumpah dan janjiku pada Taehyung sudah menjadi kegagalan?
Tuhan, aku butuh jawabanmu.
......
To Be Continued....
23/04/2021
😍 Selamat menjalankan ibadah puasa 😍
#ell
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro