민윤기의 의무 (4)
"Seseorang mengatakan bahwa kasih sayang manusia itu penuh kepalsuan. Mudah datang, mudah pergi. Tabiat itulah yang kadang menjadi bagian dimana kebencian itu lahir."
.
Kalau saja aku menyadari hal ini. Aku tidak akan mungkin membuat keputusan bodoh untuk melepaskan kemampuan ini. Aku terlahir dengan kesempatan dan semboyan untuk bisa melihat manusia telah mati, penampakan juga setan. Lalu aku menyesal, karena pada akhirnya hal sama terjadi.
Aku baru menyadari bahwa di dalam diriku ada sosok lain yang mencoba mempengaruhi separuh kehidupan ku. Itulah kenapa, aku berusaha menekan lebih dalam jauh di lubuk hatiku. Aku masih waras.
Tidak ingin dikendalikan oleh para iblis yang menjelma di dalam diriku.
Aku tahu ini terlambat, tapi tidak ada kata pergi saat aku tahu kalau nasib adikku akan seperti ini. Dia masih membutuhkan manusia indigo dan itu adalah aku.
Aku bungkam dengan tangan menyentuh dada, disinilah egois dan juga kemarahan ada sampai otak di dalam kepalaku bisa dikendalikan dengan mudah.
"Tuhan, maafkan atas kesalahan yang aku buat ini." Ucapku pelan, dimana kelima jemariku menekan secara sengaja untuk mengurangi rasa sakit juga sesaknya. Ini bukan pertama kali aku merasa kecewa pada diri sendiri. Melainkan beginilah aku menjadi orang lebih bodoh dari sebelumnya. Dalam diam kedua mataku menatap sisa ampas teh di dalam cangkir, bentuknya seperti bulan sabit berantakan dan kacau.
Apakah yang aku lihat adalah ramalan takdir ku? Saat itulah aku menyadari bagaimana nasib berubah. Membuat rasa frustasi dalam diriku bangkit, aku menutup mata kananku saat rasa sakit dengan kedutan itu muncul lagi. Lantas... Aku masih berhadapan dengan madam Syu.
,
"Kurasa kau sudah memahami apa yang ku jelaskan anak muda. Ketika aku meminta kau minum, kau menurut seperti anak sapi pada ibunya." Penjelasan ini tak lagi penuh terka, yang ada hanya jawaban gamblang. Daeng Hwa juga mendengar di sana dengan ludah yang sulit dia telan, meski beberapa kali dia mencobanya. Melihat bagaimana ekspresi anaknya campur aduk, dengan tangan kanan yang masih menutup sebelah matanya itu mengeluarkan keringat dingin. Tanpa Yoongi bicara satu kata pun pria di belakang sana bisa menebaknya.
"Apakah ini sangat buruk? Aku melihat sosok wanita dalam ruang hampa." Yoongi kini bisa berkata dengan datar. Tidak seperti tadi yang penuh dengan tuntutan harus. Wanita itu tersenyum kecil sebagai tanggapan, dimana kedua tangannya mengeluarkan seluruh isi sesaji yang hampir menjadi sampah sekarang. Dia sengaja menunjukkan pada Yoongi, bagaimana cara orang bermain disini.
"Mungkin kau sudah biasa. Tapi dia menempel dalam dirimu, dia adalah musuh sekaligus makhluk yang ingin kau berada dengannya sampai kau mati." Dalam satu tangan cekatan, dia menaburkan bunga bekas sesaji itu di dalam baskom yang terdapat air hangat di dalamnya. Yoongi ingat, kalau dia memang punya makhluk itu ketika dia bersekolah. "Tunggu, aku pernah mengalahkan sosok itu dengan caraku. Dulu aku menggunakan doa dan kalung peninggalan kakek, sebelum aku pingsan aku sempat melihat dia terbakar dan menghilang." Kini dia sangat serius, mana mungkin dia lupa bagian menyeramkan seperti itu?
Rasanya dia tidak mampu bernafas walau beberapa menit saja kalau dia kembali ke masa lalu itu. Dalam waktu sebentar Yoongi menjatuhkan tatapan matanya ke arah sang ayah. Daeng Hwa memberikan anggukan berarti sebagai tanda bahwa putra kesayangan nya harus tetap tenang.
"Itulah kenapa aku ingin mengatakan kau naif. Menghilang bukan berarti mati. Bisa saja balas dendam dan menunggu waktu yang tepat. Kau masih aman karena sebenarnya indigo, tapi saat kau menutup kemampuan di mata kananmu itu. Hal mustahil terjadi dan aku yakin kau sudah merasakannya, bukan?" Madam membuat satu tambahan, dia memberikan bubuk suci akan taburan air dan bunga tertentu.
"Ya. Itu membuat aku aneh. Tapi kupikir ini adalah hal biasa dan aku merasa kalau hal seperti ini pasti akan segera berakhir." Angguk nya pelan tanpa ada rasa ragu seperti awalnya. Sebenarnya Daeng Hwa melihat ada penampakan di dekat putranya, dia hanya diam tanpa mau bicara atau nanti akan jadi masalah yang tak diinginkan. Anaknya saja sudah tak fokus karena kabar Jungkook yang seperti ini.
Aura hitam memang sudah dia rasakan sejak langkah bekas sang anak datang dari rumah besar adiknya. Tak ayal, saat Yoongi mandi ayahnya sengaja menambahkan air garam untuk melepaskan aura jahat dari sana.
Warna air itu berubah menjadi putih pucat. Menandakan ada begitu banyak hal ghaib disini, apalagi bekas ritual yang jatuh ke dalamnya tak bersisa. "Ini yang namanya kejahatan. Bisa kau lihat sekarang? Ini adalah bekas mantra jahat itu hendak menyerang si korban." Jarinya menunjuk di atas permukaan air yang bergelombang diantara ujung yang menyentuh dirinya. Saat ini dia punya bukti nyata, jika kemampuan dia punya bukanlah kemampuan sembarangan.
Yoongi melihat dengan jelas, dalam pemikirannya dipenuhi dengan doa jahat atau juga bau tidak menyenangkan dari dalam air sana.
"Apakah adikku bisa bebas dari hal ini? Lalu siapa yang melakukan hal ini? Apakah madam tahu..." Pelan dalam lirih. Tatapan matanya menjadi serius dan antusias. Wanita dengan lipstik merah di bibirnya itu saja tidak lagi menganggap Yoongi remeh. "Karena dalam dirimu begitu percaya diri dan tidak lagi menganggap ku seperti orang jahat dari matamu. Aku akan katakan semua secara detail." Terlalu santai dan pada akhirnya dagu pemuda itu disentuh diantara jari lentiknya. Wajah wanita itu mendekat dengan pandangan mata menelisik di antara manik hitam itu. Mendapatkan persepsi sendiri dalam hidup pemuda itu.
"Harus dan aku sangat menuntut nyonya."
Pelan dan pasti. Dalam hal ini juga ada pintu yang tertutup lumayan kencang sampai lonceng selamat datang di depan sana berbunyi. Secara bersamaan tamu tak di undang datang, Daeng Hwa berdiri dengan pedang besarnya. Dia membawa sebagai alat perlindungan miliknya.
"Oh kau, sudah lama sekali sejak kau mengganggu putraku saat bayi!"
.
Seokjin mengeluarkan uang cukup banyak untuk bisa membuat seseorang bebas dari sana. Dia adiknya, dimana pemuda itu sama sekali tidak menunjukkan wajah menyesal juga bersalahnya. Yang ada dia pergi melenggang begitu saja melewatinya. Tanpa peduli kalau kakaknya ingin memberikan saran dan masukan agar kesalahan tidak terulang lagi.
"Jungkook, dengarkan aku."
Sontak adiknya membuang tangan itu dengan kasar. Dia tidak mau kalau kakaknya sampai membuat dirinya menjadi tontonan orang. Dia malu dengan ini semua walau dalang kesalahannya itu terjadi karena dirinya pula.
"Apa yang kakak mau katakan?! Kalau kakak hanya ingin memarahiku sama seperti dilakukan oleh Yoongi hyung, aku tidak akan mau mendengarkan dirimu sama sekali!" Tajam dalam bicara, gelengan kepala tidak percaya Seokjin adalah bukti kalau adiknya sudah banyak berubah dan dia tidak suka.
"Apa yang kau katakan?! Sejak kapan aku mengajarimu bicara seperti itu! Jungkook aku melarang mu untuk membawa mobil! Ikut aku!" Bentaknya dengan kedua mata yang bisa dikatakan penuh dengan api yang galak. Jungkook di depannya hanya mendecih, dia berharap kalau kepedulian sang kakak tidak hilang. Tapi ini seperti mitos belaka kala dia tahu bahwa keberadaan dirinya hanya dianggap sebagai hal merepotkan.
Entah sejak kapan dan darimana pemikiran itu berasal. Tapi yang pasti, Jungkook menganggap bahwa separuh hidupnya yang hilang itu karena kakaknya. Dia juga tidak pernah percaya akan dirinya yang pernah menjadi hantu sampai dia marah dengan Yoongi lantaran menyebut dia setan.
"Aku tidak peduli dengan kakak." Enyah dalam sikap. Dia berambisi untuk mandiri agar bisa menjauhi ketidaknyamanan dalam hidupnya. Jungkook hanya tidak sadar bahwa sebenarnya dia dirangkul oleh makhluk tak kasat mata yang tersenyum menyaksikan semua keributan ini.
Jika Yoongi masih bisa melihat hal ghaib itu pasti dia akan melakukan suatu hal tanpa menyakiti Jungkook. Itupun Jungkook harus lebih mengerti dan percaya dengan apa yang dikatakan semua.
"Kau pikir, kau siapa?! Aku kakakmu Jungkook! Dengarkan aku-"
Jung Seo menahan Seokjin untuk tidak terlalu menuntut adiknya. Pemuda dengan paras tampannya itu diam sembari melihat tangan yang meremat bagian bahu keponakannya. Kilatan marah dibalas dengan manik mata penuh kesabaran. Ini sama saja membuat yang tua lebih sabar dengan sikap yang muda. "Kau tidak perlu melakukan hal itu, dia juga sudah dewasa dan wajar keras kepala. Kita tunggu saja sampai Tuhan membuat dia sadar akan kesalahannya." Meski dia nampak seperti memanjakan anak nakal, tapi saat seseorang marah dan membuat sedikit kesalahan seperti memukul atau memaki.
Semua akan semakin parah dengan Jungkook yang bisa saja serius dan pergi jauh. Padahal dia masih dalam pengawasan kedua kakaknya sejak dia sadar dari komanya. Seokjin yang parno, Jungkook yang merasa malu akibat dirinya merasa terlambat melakukan kesalahan. Semua itu terjadi karena kedua orang tuanya.
Kesalahan masa lalu membawa dampak buruk ke depannya. Ini adalah bukti yang begitu nyata dan tak mampu di pungkiri.
"Aku tidak pernah mengerti kenapa adikku seperti ini. Paman, sepertinya Yoongi benar. Sesuatu membuat Jungkook merasa tidak nyaman dengan kita. Padahal kita keluarganya, mana mungkin dia seperti menganggap kita musuh." Rasanya tersengal dengan suara putus asa di setiap nada bicaranya. Kedua air mata Jungkook seperti menghilang dan sekarang justru menjadi garang. Seokjin yang menggantikan keadaan sedih sang adik secara mendadak sekarang.
Pria ini merasa bahwa suasana semakin buruk saja saat Seokjin mendapatkan dirinya sedih sekarang. Dalam diam di mana Jungkook menghilang dari pandangan keduanya, dia berada di dalam mobil sana dengan kedua mata tak lagi ceria seperti dulu. Seperti ada beban juga masalah, tapi dia tidak mau mengatakan apa-apa.
"Jungkook memang sudah berubah. Bagaimanapun dia adikmu dan juga keponakan ku. Aku sangat khawatir kalau dia tahu, jika ibumu baru keluar dari penjara. Apa yang akan terjadi pada adikmu nanti." Pandangan mata menerka. Secara sadar dia mengatakan hal itu dan membuat kedua mata Seokjin melotot tak percaya dengan apa yang dia dengar baru saja.
"Ibu keluar dari penjara?"
"Ya, dia keluar lumayan lama. Paman belum memberitahu padamu. Paman pikir akan ada waktu yang tepat, terlebih mengatakan pada kalian berdua yang notabene korban ibu kalian dulu." Tak ingin salah dan tak ingin kalau adiknya melakukan kesalahan fatal lagi. Senang saat dia melihat adiknya bebas, tapi dia merasa sedih karena selama di dalam penjara bukan perubahan di dapat olehnya.
Entah ini menjadi kabar baik atau buruk dia tidak tahu pasti. Yang dia inginkan adalah perubahan terjadi pada ibunya setelah dia di hukum, akan tetapi hukuman yang di dapatkan ibunya sangat ringan sehingga membuat Seokjin kecewa dengan negara. Bukan karena dia ingin durhaka.
Tapi....
Kasih sayang pada ibunya juga sudah berkurang sejak semua itu terjadi. Jika saja ibunya sudah mengakui kesalahan sejak dia belum masuk penjara. Semua itu masih bisa di pertimbangkan, lalu adiknya mungkin tidak akan terbebani dengan hal ini. "Jungkook seperti ini karena tahu apa yang dilakukan ayah dan ibu saat aku mengatakannya dengan detail. Paman.... Sepertinya aku salah telah mengatakan ini semua. Aku hanya ingin jujur, dia sendiri seperti menganggap semua ini bedebah baginya." Dadanya terasa sakit dan teriris di dalam sana.
Jung Seo menepuk pundak itu dengan pandangan mata tenangnya. Ini bukan kesalahan siapapun, Tuhan seperti memberikan cobaan bagi hambanya untuk menguji kesabarannya. "Jangan salahkan dirimu Seokjin. Apakah kau tidak melihat bahwa dirimu sendiri sudah lebih baik dari yang lainnya?" Hiburnya dengan wajah tersenyum. Diantara bibirnya yang pucat, Seokjin mencoba untuk menjadi baik-baik saja. Dia bohong kalau dia adalah kakak terbaik di dunia, terkadang dia berfikir sekarang bahwa Yoongi seperti ingin mengatakan sesuatu yang tak dia tahu.
"Entah paman. Aku merasa tidak yakin dengan apa yang aku lihat sekarang. Jungkook terlihat berbeda di mataku sekarang, seperti ada seseorang yang berada di dalam tubuhnya."
Sejak kejadian itu Seokjin sedikit percaya dengan hal mistis dan tidak masuk akal. Dia melihat pamannya dan menunjukkan tatapan memelas ke arahnya. "Apa yang kau maksud Seokjin?" Pamannya ingin tahu, dia memang jarang datang ke rumah keponakannya karena sudah banyak bisnis yang harus dia urusi. Apalagi dia juga sedang mencari penerus untuk semua kekayaannya, jika Taehyung masih hidup mungkin dia akan lebih menikmati hidupnya.
Hanya saja...
Dia masih berusaha hidup dengan benar dan mencari seseorang yang bisa menjatuhkan harapan sesuai keinginannya.
"Aku menemukan bangkai tikus tadi pagi. Sama seperti satu Minggu yang lalu, tikus yang mati seperti di robek pada bagian kulitnya. Di kamar Jungkook, dan aku merasa kalau yang menggigitnya manusia." Tatapan mata yang menyirat akan ketakutan yang tersembunyi. Ada hal lain yang membuat dia merasa yakin kalau manusia yang melakukannya.
Jika itu hewan buas, tidak akan mungkin sisa kulit dan tulang juga kepala masih utuh. Ini tidak mungkin, bahkan sangat buruk kalau Jungkook yang melakukan itu semua. Dalam hatinya berteriak dengan menyebut 'bodoh! Kenapa bisa kau memikirkan hal seperti itu soal adikmu!'
Kedua tangannya saja meremat kuat. Menahan rasa sakit dan juga prasangka buruk dalam hatinya. Kalau saja dia tahu apa yang akan terjadi ke depannya, dia pasti akan mencegahnya. Termasuk rasa takut akan ibunya yang bisa saja datang untuk balas dendam.
Kenapa bisa dia berfikir buruk soal itu? Ada apa dengannya?!
Sial.
.
"Lakukan semau dirimu maka kau akan menemukan jawaban. Jika kau diam kau itu bodoh sayang, apakah kau tidak mau mengambil hak mu? Bahkan kau tidak mampu dihentikan oleh siapapun. Mereka bodoh..."
Bisikan yang mendengar itu membuat kedua matanya menyipit. Hanya beberapa detik saja kedua matanya terpejam hingga akhirnya dia merasa bahwa seseorang duduk di sebelahnya.
Penampakan yang sama. Seorang pria dari rumah besarnya mengikuti dirinya sampai disini dengan senyum lebar tak ada habisnya. Jungkook tak bisa melihat tapi pekanya tidak mati, tanpa sadar dia mengusap lehernya yang merinding. Ada rasa sakit di belakang kepala dan pegal di bagian bahunya. Tentu saja hal itu membuat kekesalan dalam dirinya bisa meledak kapan saja.
"Kenapa aku seperti ini, aneh." Dia saja berdecak sebal pada dirinya sendiri. Merasakan perbedaan dalam dirinya tanpa mau bicara pada kakaknya adalah sebuah kesalahan.
"Kau bisa berbuat sesukamu. Kau bisa melalukan apapun."
Jungkook menduga, apakah hatinya bicara seperti itu? Apakah memang ada bisikan makhluk lain yang mencoba menghasutnya? Pikirannya menjadi tidak jernih karena hal ini, seolah dia tidak mampu mengabaikannya dan tetap saja melakukan sesuai ucapan suara aneh itu.
Iblis.
,
Ya, iblis. Bahkan rupa dan wujud mereka ada banyak dan bermacam. Segala bentuk dari aura jahat dan tindakan mereka yang mengganggu manusia dan menghasut akan selamanya ada. Sampai bumi benar-benar hancur karena kiamat. Pada kalanya orang yang beriman saja mampu menahan hasutannya, untuk yang lemah iman mereka bisa saja menjadi manusia yang labil.
Bibir itu bergerak, lengkungan seorang wanita cantik meski sudah berusia bukan alasan dia untuk tetap diam dan duduk menunggu sesuatu yang telah lama dia nantikan. Disini saja dia masih sempat untuk merapikan rambutnya, warna merah rambut itu saja masih ada dan ini bukan hal yang dianggap remeh kala bau bunga dan buruknya belerang menjadi satu dalam ruangan sedikit gelap ini.
Sengaja dia lakukan, pakaian yang dia pakai bak seorang biarawati setia. Penjaga gereja tempat ibadah para Nasrani. Didalam ruangan pribadi yang menjadi kamarnya beberapa bulan ini saja sudah membuat dia nyaman dan betah. Dulu dia kaya, malahan lebih dari pemikiran orang. Harta begitu banyak dan membuat dia sangat ter-junjung akan isinya. Dia menikmati permainannya sampai dia lupa bahwa seseorang akan tahu kalau dia pura-pura sakit.
Di dalam bangunan yang suci ini dia masih melakukan dosa.
"Jangan sembarangan melakukan itu. Kalau kau mendapatkan bagian, upahmu sangat besar. Bahkan kau tidak akan bisa mengangkatnya dan jatuh terjungkal ke belakang karena membawa beban harta." Dia minum sesuatu di dalam gelas. Air dengan beberapa kelopak mawar yang dia yakini bisa memberikan kecantikan dalam dirinya. Dia masih sama dengan kulit yang sekarang lebih bersih, disini dia bisa melakukan perawatan kecil hanya untuk mengencangkan kembali kulitnya.
"Kau terlalu melebihkan sesuatu. Aku tahu kalau kau ingin memuji hartamu, tapi jangan lupakan aku yang sudah sangat berusaha untuk bisa membuatmu puas." Seorang wanita bicara dengan wajah yang bisa dikatakan tak jauh beda liciknya. Tersenyum dengan manis lalu meneguk satu minuman haram dalam botol kecilnya. Dia sadar bahwa mata seseorang menatap dirinya dengan lekat. "Apakah kau mau? Kurasa kau sangat ingin mencobanya walau sedikit." Dia justru menyodorkan botol bekas miliknya. Masih ada isinya di dalam sana dan ditanggapi dengan senyuman cantik wanita berpakaian biarawati itu.
"Tidak. Aku sudah dibaptis. Kalau aku melakukannya aku akan dianggap berdosa. Bahkan aku sudah menahan diriku untuk tidak minum sejak aku di penjara." Dia melihat dinding. Menerawang jejak hidupnya yang tragis dan malang. Kim Jung Kyung, dia sendirian sejak itu, bebas sendiri dan pergi sendiri seperti buronan jahat yang mudah di temukan oleh siapapun mungkin.
"Kalau kau memaksa aku akan mengusir mu." Dia bicara pelan dan membuat wanita di depannya urung melakukan hal itu. "Baiklah, aku paham kalau kau sulit di paksa. Aku akan menjamin kalau kau akan minum setelah ratusan milyar kekayaan mu kembali ke tanganmu lagi." Tantangannya seakan mengubah pandangan Jung Kyung mengenai wanita di depannya.
Tak abadi memang.
Dia sudah mengetahui ada banyak di sekitarnya seorang pengkhianat yang menunggu jatah. Jika dia salah langkah, maka segala keinginan juga ambisinya berhenti di tengah jalan. Saat ini dia memberikan satu kitab panutan para Nasrani. Dia sengaja memberikannya sebagai hadiah.
"Bacalah, maka semua pandangan matamu akan terbuka lebar. Kalau kau tidak ingin itu kesalahanmu, aku sudah bertobat tapi... Aku masih punya urusan pada kedua putraku." Saat ini dia melihat apa yang tak diketahui oleh manusia di depannya. Dia hanya bekerja sendiri, menggunakan gadis di depannya hanya untuk menjadi mata-mata saja.
Gadis itu malah tersenyum tipis, menarik pelan buku di depannya untuk mendekat. Tak ada rasa gentar atau takut menyentuh sampul hitam di depannya. Kedua mata seseorang nampak melirik di ujung kamarnya.
"Kau tidak tahu saja bahwa sesuatu akan terjadi padamu. Jangan mencoba untuk mengkhianati kepercayaan ku. Kau masih ingat karma buruk bukan?"
"Apa maksudmu? Kau bicara aneh setelah satu Minggu sebelumnya menggunakan cara aneh untuk mendapatkan sesuatu. Lalu apa gunanya ayam hitam ini?" Dia menunjuk dengan jarinya.
Kesalahan!
Siapapun tidak akan suka termasuk dia.
"Oh, jangan lakukan itu sayang. Kau tidak tahu ada desisan di sekitarmu. Tetap lah diam dan turuti saja. Karena aku bisa tahu apakah hatimu memang loyal padaku atau hanya mencari keuntungan saja." Pelan dan pasti, dia memberikan satu goresan di kukunya. Pemandangan membuat risih dan mengerikan itu membuat ekspresi berbeda dari gadis itu.
Sebenarnya dia juga merasa di ruangan kamar khusus miliknya ini lebih seperti tempat perdukunan di bandingkan dengan kamar istirahat untuk para biarawati.
"Karena kau dilarang menikah lagi. Aku pikir kau menjadi cukup aneh sekarang. Kau jangan ragukan aku, aku siap mati dengan kepala terpenggal kalau aku mengkhianatimu."
"Benarkah? Apakah kau bisa membuat diriku begitu yakin dengan apa yang kau katakan ini?" Justru dia ingin satu kali kepastian. Dimana setiap orang yang dia anggap penting sudah bukan lagi orang begitu jujur padanya.
Dia membiarkan ada tangan mengerikan berwarna hitam gosong dengan kuku panjangnya berada di atas bahunya. Entah sejak kapan dia tidak lagi ketakutan atau gila seperti sebelumnya. Apakah dia diganggu? Atau memang mendapatkan teman baru mengerikan yang siapapun tidak akan tahu siapa dia.
Padahal jika semua orang bisa melihatnya bisa jadi mereka pingsan dengan pengalaman tak terlupa dan begitu buruk.
Dalam waktu lima menit kemudian akhirnya dia pergi. Membawa seperempat uang yang sudah dia siapkan untuk bayaran gadis itu. Selepas hanya dia sendiri, kedua mata itu menjadi sangat serius dengan dia yang tak bisa bernafas dengan benar.
Itu karena semua yang dia butuhkan saja belum sempat dia dapat. Termasuk sisa kejayaannya yang dibawa oleh putra pertamanya, Kim Seokjin. Sekarang dia bisa memperkirakan bagaimana besarnya perusahaan yang seharusnya jatuh ke tangan mendiang suaminya.
Karena dia janda. Dia bisa mendapatkan semua. Apalagi dia juga salah satu anak dari mendiang ibunya. Tak peduli kalau kakaknya yang suka ikut campur itu akan mengganggu dan menghalangi jalannya. Dia berharap kalau Jung Seo, mendapatkan sakit parah agar cepat diambil maha kuasa.
"Benar bukan? Aku tidak melakukan kesalahan. Aku justru ingin membuat dia sadar, kalau dia melakukan kesalahan kau bisa menghabisinya jika mau. Aku belum bisa memberikan tumbal, tapi aku akan berikan kau dua orang kalau kau bisa membuat putra kesayanganku menjadi yang ku mau." Ada makanan manis. Ini favoritnya, dia bicara sendiri kelihatannya. Sebenarnya tidak begitu, dimana jemari di tangannya saja bisa begitu antusias untuk mengambilnya.
Suara seperti angin di telinganya. Dia tersenyum dan telapak tangan yang menyentuh bahunya saja sudah menghilang. Dia bekerjasama dengan iblis. Bahkan untuk membuat segalanya lebih tampak mudah, apa yang dia lakukan dengan ilmu hitam bisa dia gunakan. "Jungkook akan menjadi boneka kesayanganku. Bahkan kau tidak akan bisa menghentikan aku lagi. Min Yoongi, kau akan menjadi tumbal peliharaan ku." Tangannya mengusap foto itu. Dia dapatkan gambar itu dari seseorang yang tak sengaja menjepret nya.
"Kau akan mendapatkan balasan setimpal untuk semua perbuatan mu. Kau lihat saja Min Yoongi!" Dia dongkol. Dilemparnya gelas berisikan air minum tanpa rasa itu ke dinding. Saat ini dia merasa kalau dia akan langsung membunuh pemuda itu jika bertemu dengan nya. Kedua mata sipit itu bukan halangan untuk dia tidak berani melakukan tindakan keji.
Dia punya teman hantu yang bersedia membantunya layaknya budak. Lalu Yoongi? Dia tahu dari sosok di dekatnya bahwa pemuda itu sudah tidak bisa melihat penampakan dan hal mistis lainnya.
Ini keberuntungan dan dia tidak akan pernah melepaskan keberuntungannya sedikitpun. Bahkan jika kakinya sampai di ujung jurang pun dia akan membawa pemuda itu ke dalam kematian.
Itu adalah sumpah dari dalam hatinya juga hidupnya.
.
Namjoon membawa kapak yang jatuh dari atas tanah. Lebih tepatnya terletak di depan gereja besar dan tinggi disana. Di depan tempat ini telah terjadi pertempuran besar, membuat beberapa tempat rusak dan kini menjadi salah satu tanah yang tandus dalam waktu beberapa jam saja.
Kekuatan kedua belah pihak terlalu kuat.
Semua ini karena pertunjukan antara iblis melawan pendekar manusia yang bekerja sebagai seorang biksu. Kedua pertarungan yang sengit dengan beberapa bekas pertempuran yang tersisa di atas tanah.
"Aku tidak akan menyangka kalau mereka akan membuat keadaan seperti ini. Jauh dari yang aku duga, Tuhan aku akan membawa iblis itu kembali ke tempatnya." Dari kejauhan saja dia melihat ada tangan menggapai ke atas. Seperti meminta tolong akan sesuatu. Namjoon mendekat dengan tangan yang masih memegang kapak dengan mudahnya.
Kapak gosong karena terbakar api yang besar. Iblis itu mengeluarkan sedikit kepalanya, memberikan tatapan memelas ke arah salah satu malaikat yang bertugas untuk mengambil nyawa manusia di dunia. Namjoon berjongkok untuk melihat keadaan iblis yang telah buntung tangan kirinya.
"Sudah aku bilang kalau hidupmu bukan aku yang mengancam. Manusia juga, apa kau tahu? Aku sudah melihat semuanya. Bahkan aku tahu untuk apa kau balas dendam. Kau ingin balas dendam, tapi semua tidak terjadi sekarang dan selamanya."
Dalam satu cekalan kuat di lehernya saja. Iblis itu tak bisa berkata apalagi melihat Namjoon dengan benar. Dia hanya bisa berusaha melepaskan diri dengan suaranya yang serak. Namjoon memejamkan mata, sampai di tangannya saja mengeluarkan bara api di sela jemarinya.
"Semoga neraka bisa membuatmu merasakan pedihnya hukuman yang kau terima." Itu yang menjadi kata di dengar oleh iblis pria itu. Rasa sakit dan juga kebencian yang dia tanam pada dirinya sendiri pada manusia. Pada akhirnya dia bawa mati sampai tubuhnya menjadi debu dan terbang begitu saja terbawa oleh angin.
Sudah tak ada bekas begitu juga senjata yang dia ambil dari malaikat lain, telah mati dan dibunuh begitu saja olehnya tanpa belas kasih.
Sekarang karma telah berlaku untuknya. Namjoon terdiam saat dia mendengar doanya. Doa seorang biksu yang kini melafalkan doa dengan khidmat. Namjoon tersenyum dan melihat manusia yang mengambil kalung doanya dengan berjongkok pelan.
"Terima kasih untuk semuanya. Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan padamu." Doanya dalam keadaan tulus. Jarang sekali manusia mendapatkan doa dari malaikat kematian.
Diantaranya takut dan gemetar.
Tidak...
Semua tidak seperti itu dalam kemungkinan. Karena pada dasarnya semua misteri itu penuh dengan rahasia juga tebakan belaka. Biksu itu melihat dimana Namjoon berdiri disana.
Entah dia bisa melihat sosok Namjoon atau tidak. Hanya Tuhan yang tahu, Namjoon hanya sekedar tersenyum tipis sebagai tanggapan dan terima kasihnya.
,
"Yoongi, kau mau kemana?" Ayahnya bingung saat putranya berhenti di depan rumah sakit. Yoongi langsung memakirkan motor yang dia pinjam dari kakaknya Dang Wook. Dia melihat sekitar bahwa suasana disini sedikit buruk, Daeng Hwa merasakan ada banyaknya makhluk tinggal di tempat penuh orang sakit ini.
"Appa... Aku ingin bertemu dengan korban adikku. Kurasa ada hal yang harus aku katakan padanya. Kalau ayah tidak nyaman dengan beberapa penampakan, ayah bisa membeli makanan di kedai sana. Ayah lihat? Disana menjual sup jamur kesukaan ayah." Yoongi tahu akan keadaan dan hal tidak disukai ayahnya. Beruntung karena Daeng Hwa punya putra pengertian seperti pemuda di depannya.
"Kau sangat memahami ayah." Tersenyum senang dan pergi ke sana. Tempat dimana dia ingin menikmati makanan kesukaannya. Yoongi juga tersenyum membalas kebahagiaan ayahnya. Dia langsung menatap disini, di depan rumah sakit.
"Jungkook, aku akan mencari korban yang terluka itu. Aku akan membuat semua ini kembali membaik, aku janji!"
.......
TBC...
Bagaimana menurut kalian saat aku menulis chapter satu ini. Apakah bagus atau masih ada kekurangan bagi kalian?
Tolong masukan juga dukungannya. Agar aku bisa menjadi penulis favorit dan lebih baik ke depannya.
Saranghae ❤️
#ell
10/05/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro