Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Alasan Kedua

2.

"Kenapa memanggil selalu dengan nama lengkap?"

Itu pertanyaan yang pernah May tanyakan ketika aku menjadikan Achmat Renaldi objek pembicaraan. Lalu menyebut namanya lengkap secara terus menerus dan mengabaikan fakta ia memiliki nama panggilan. Sebenarnya alasan tidak logis, tapi May menuntut jawaban setiap hari. Jadi mau tak mau, aku menjawabnya meski agak malu.

"Aku enggak mau melupakan nama lengkapnya. Meski ya, kamu tahu, aku menuliskan Achmat Renaldi di buku catatan dan kalender di meja. Kamu tahu aku gampang lupa. Dan aku enggak mau hal itu terjadi jika berhubungan tentang dia. Satu-satunya cara adalah menyebut nama lengkapnya terus menerus sampai seluruh saraf pusat berlumur namanya."

"Menggelikan," komentar May sambil menembakkan bola basket ke ring. Jaraknya dua meter. Ia jago dalam memasukkan bola jarak jauh. Tapi tidak pernah jago soal mendapatkan cowok di dekatnya.

Contohnya Santiago yang jelas-jelas sekarang menghampiri kami. Mengajak May pulang bersama dengan sepeda motor vespa untuk kelima puluh kali sejak awal mengenal. Itu lebih baik dibanding sepedaku si kumbang putih ini. Lebih cepat sampai rumah dan kecepatan merupakan kesukaan May.

Santiago hanya nama panggilan dari kami. Nama aslinya Burhan. Tapi Santiago merupakan nama yang cocok dengan muka dan kepribadiannya yang menyukai Spanyol melebihi orang normal pada umumnya.

"Tidak mau." May mengerang.

Meski aku sudah melipir sejauh mungkin untuk memberikan ruangan, suara May tetap saja terdengar. Ya, tak heran juga, suaranya memang bass walau cewek. Sekarang, aku jadi meragukan gendernya.

Santiago masih berusaha. "Lebih cepat, May. Sekalian aku ingin mengajakmu makan sore."

"Tidak ada istilah makan sore," bantah May cemberut, "yang ada sarapan, makan siang dan makan malam."

"Ada. Tentu saja ada istilah itu. Apa saja menjadi ada dan mungkin kalau berhubungan denganmu, May," katanya manis.

Aku terkikik geli. Usaha yang luar biasa dengan kalimat puitis singkat. Namun tidak cukup menghunus hati batu seperti May.

"Coba ngomong sekali lagi!" ancam May sambil menunjukkan tinjunya.

Santiago menggeleng malu-malu. Tubuhnya dua kali May, tapi tidak sekuat cewek itu. Aku mengembuskan napas resah. Bagaimana cowok mau mendekatinya kalau begini terus?

"Mungkin hari ini kamu belum mau pulang bareng aku. Tapi nanti kamu pasti mau," ujar Santiago teguh dan percaya diri.

May memperagakan orang mual di depan cowok itu. Tapi tampak Santiago tidak peduli. Optimisme cowok tersebut patut diacungi jempol.

Namun saat memerhatikan Santiago yang pergi dengan motor vespanya keluar pintu pagar. Aku juga melihat Achmat Renaldi dengan sepeda motornya. Baut bibirku otomatis bekerja. Tersenyum.

Sementara Achmat Renaldi menatapku dengan lembut. Dan aku berpaling ke arah lain. Upayaku satu-satunya untuk melarikan diri dari rasa malu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro