Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Alasan Kedelapan Belas

Dengan cara sederhana, kita selalu dipertemukan dalam keadaan tak terduga. Apa ini keisengan sang takdir atau kebetulan semata?

***

Dari sepulang sekolah sampai aku makan, mandi, ketiduran dan bangun kembali, aku belum menemukan cara mendapatkan nomor Aprilio dengan cara terhormat. Aku tidak mau menjatuhkan harga diriku. Apalagi Aprilio itu tampak akrab dengan Achmat Renaldi. Selain itu, aku juga tidak ingin cowok favoritku tahu kalau aku meminta nomor ponsel temannya.

Pemikiran itu mengantarkanku ke pemikiran selanjutnya. Kenapa aku tidak mendapatkan nomor Achmat Renaldi juga? Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Ide cerdas dengan praktek sulit. Aku mendengus.

"Fina?"

Ketukan pintu mengejutkan. Dengan degup jantung penuh kekagetan, aku bergegas membuka daun pintu. Mendapati wajah Ibu yang tersenyum ramah seperti biasa. Tunggu. Ada senyum ganjil di sana. Oh, tidak. Aku mengerang jengkel.

"Ini sudah jam delapan malam, Bu," kataku sebelum Ibu mengucapkan maksud dan tujuannya.

Belakangan ini, setiap larut malam, Ibu selalu kepengin makan ayam goreng kremes. Tapi bukan itu masalahnya, Ibu ingin makan ayam goreng di kedai yang terletak dua meter sebelum Taman Bougenvil. Itu artinya aku harus bersepeda ke sana. Aku pernah malas dan mencuranginya dengan membeli ayam di sekitar komplek saja.

Namun sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh juga. Ibu tahu aku bohong. Sebelum Ibu marah, aku berjanji akan menurut segala titahnya tanpa terkecuali. Belakangan aku tersadar, janji itu berlaku selamanya.

"Minta tolong temani May saja," sahut Ibu berseri-seri.

Menunggu ayam di masak dulu itu membosankan. Apa lagi Kedai Samudra itu nyaris tidak pernah sepi pengunjung. May tidak suka menunggu. Jadi jelas tidak kompatibel mengajaknya. Lebih baik aku jalan sendiri saja. Sekalian mencari ide untuk mendapatkan nomor Aprilio. Kalau bisa, memperoleh nomor ponsel Achmat Renaldi.

Oke itu ide bagus. Aku mengangguk mengiakan dan Ibu mengangsurkan uangnya. Bersepeda malam-malam sebenarnya menyenangkan. Komplek perumahan ditanami berbagai pohon, lidah mertua, palem putri, mahoni dan lain-lain yang membuatnya asri. Penerangan lampu kuning keputihan menambah efek dramatisir di komplek ini. Penerangan di sini seperti di film saat sepasang kekasih mengendarai kendaraan roda dua dan membelah jalan raya dengan tawa mereka.

Romantis yang sederhana. Ya, sama seperti keadaanku sekarang. Bedanya aku sendirian. Di film, mereka berdua. Kalau begini, aku jadi berpikir. Sebenarnya ketika cewek menyukai seorang cowok, apa cowok itu merasakannya? May mungkin akan protes mendengarnya. Tapi aku sudah mengirimkan buah ke Achmat Renaldi. Apa itu masih kurang? Apa aku perlu mengirimkan puisi?

Kata orang, puisi itu pengantar perasaan terbaik dalam bentuk tertulis. Kalau itu membuat Achmat Renaldi merasakan getaran perasaan dariku, aku akan melakukannya. Bisakah puisiku menggapai hati yang tidak pernah sadar sedang dicintai begitu pekat?

Pemikiran itu mengantarkanku hingga sampai Kedai Samudra. Aku memakirkan sepeda di dekat pagar tanpa merantainya. Security sudah afal dan membiarkan. Memasuki kedai makanan ini seperti masuk ke perpustakaan nasional.

Dulunya, rumah makan ini adalah rumah kos-kosan yang saling berhimpit dan dipisahkan bengkel tambal ban. Pemiliknya menjual seluruh rumah dan dibeli oleh pemilik rumah kedai ini. Aku tahu cerita ini dari Ibu.

Sebagian dinding kedai dilapisi wallpaper dengan kutipan beberapa tokoh tentang buku. Tapi yang paling aku suka kutipan J.K Rowling, I do believe something very magical can happen when you read a good book. Quote itu berada di tengah-tengah ruangan sehingga tampak mencolok dengan bingkai kotak bersudut tumpul. Sebagian dinding lainnya dicat hijau tosca memberikan kesan nyaman tanpa hiasan apa pun sementara lantainya granit coklat muda yang tak bernoda mesti sering diinjak-injak.

Di setiap pinggir ruangan, ada rak-rak buku berjajar rapi. Di sisinya ada sofa-sofa berwarna coklat muda berlengan hitam dengan meja berwarna senada. Di salah satu pojok ruangan, tersedia ruang khusus perokok yang minimalis. Dengan warna pastel dan bangku-bangku kayu berwarna cerah.

Kedai sekaligus perpustakaan. Mungkin itu alasan Ibu menyukai tempat ini sejak awal dibangun. Ibu pasti menginginkan hal ini. Aku jadi membayangkan jika dekat rumah kami dibangun kedai makanan seperti kedai Samudra.

Aroma kayu manis, gula-gula dan kopi mendominasi ketika mendekati meja pelayanan. Memang menu andalan di sini makanan ringan. Namun tersedia juga makanan lain seperti nasi dan lauk pauknya. Aku mengantri. Ada empat orang di depanku. Orang paling depan terdengar bernegosisasi. Suaranya familiar. Aku mencoba mengingat-ingat. Karena penasaran, aku melongok ke arah datangnya suara. Rambut acak-acakan.

Aprilio.

"Berapa nomor ponsel Anda, agar kami segera hubungi saat pesanan sudah selesai?" tanya seorang pelayan kedai ke Aprilio.

Aku tercenung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro