Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01

***

"Bu, katanya di-rolling. Kok gak berubah temen sekelasnya?" tanya Marvinㅡsang ketua kelas.

"Tau, Bu! Ini mah cuma pindah kelas aja. Tapi masih kerasa kelas sepuluh," tambah Louis.

Setelah liburan kenaikan kelas, tibalah hari pertama sekolah. Kelas XA sekarang sudah menjadi kelas XIA. Mereka semua sudah bukan murid baru lagi. Mereka sudah menjadi senior di sekolah.

Hari ini adalah hari yang cukup santai. Isinya hanya perkenalan dan pembagian pengurus kelas. Kelas XIA cukup beruntung karena mendapat wali kelas yang sangat ramah kepada para murid.

Bu Anita yang menjadi wali kelas XIA itu hanya tersenyum menanggapinya. "Bukan ibu yang ngatur. Tanya sendiri aja sama kepala sekolah."

"Ibu sebagai wali kelas seharusnya menampung aspirasi muridnya. Kemudian menyampaikannya kepada pak kepsek," jawab Louis.

"Nah, bener, Bu!" sahut Marvin.

"Aduh, kalian ini." Bu Anita mendecak.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi, Bu," ucap seorang siswi lalu masuk. "Ada meja dan kursi lebih gak, ya?"

"Ada, di belakang." Bu Anita menunjuk meja yang ada di baris paling belakang. "Butuh berapa?"

"Dua, Bu." Siswi itu berjalan menuju arah yang diberitahu oleh Bu Anita.

"Heh, cowok-cowok! Bantuin napa? Masa cewek ngebawa meja sama kursi sendirian?"

Empat orang laki-laki pun berdiri lalu membawa meja dan kursi ke luar kelas. Masing-masing membawa satu barang.

Beberapa saat kemudian, mereka yang tadi membawa meja dan kursi itu kembali. Mereka duduk di tempat mereka.

"Sekarang di kelas ini total mejanya pas, ya?" tanya Bu Anita.

"Iya, Bu," jawab satu kelas.

"Berarti duduknya berpasangan semua, ya? Gak ada yang namanya pindah-pindah," kata Bu Anita.

"Ya, elah, Bu! Saya gak mau duduk sama Gita selamanya," kata Rilo.

"Dikira gue mau duduk sama lu kali?" balas Gita.

"Sudah, sudah. Kalian cocok kok," kata Bu Anita. "Kita adakan pergantian tempat duduk setiap bulan. Bagaimana?"

"Tiap hari aja, Bu!" seru Rilo.

"Tiap jam pelajaran juga boleh, Bu," kata Louis.

"Kalian ini satu kelas harus kompak, dong. Sudah menjalani kelas sepuluh bersama, harusnya kelas sebelas juga," jawab Bu Anita.

"Beh, kelas kita mah emang kompak," ucap Louis.

"Kompak apanya? Tempat duduk aja masih dimasalahin," kata Bu Anita.

"Dih, gak percaya ibunya," ucap Louis lalu menyenggol teman sebangkunya. "Kasih tau, Vin."

"Ntar kalo ibu tau, ibu panik," kata Marvin.

"Kita mah kompak banget, Bu. Kelas A gitu, lho!" sahut Rilo.

"Apaan, sih, Lo?" Gita mendorong teman sebangkunya itu.

"Tau. Apaan, sih, Rilo?" tambah Louis.

"Gak jelas," lanjut Marvin.

"Ya ampun, salah lagi," jawab Rilo.

Satu kelas tertawa. Namun, tawa mereka berhenti ketika mendengar suara kenop pintu.

Klek!

Semua orang menoleh ke arah pintu kelas. Tetapi, tidak ada satu pun orang di luar.

Sandra yang duduk di barisan paling depan pun berdiri lalu menutup pintu itu.

"Padahal gak ada angin, lho," ucap Sandra setelah kembali ke tempat duduknya lagi.

"Tadi pagi juga kebuka sendiri, tau," kata Rilo.

"Pintunya udah bobrok," tambah Gita.

"Tuh, kan, kalian berdua emang cocok ya? Bicara aja saling melengkapi," kata Bu Anita.

"Astaga, salah lagi," ucap Rilo. "Saya keluar nih dari kelas."

***

Waktu yang ditunggu-tunggu semua murid pun tiba.

Free class!

Siapa yang tidak suka dengan jam kosong?

Para guru sedang mengadakan rapat tentang perubahan kelas dan jadwal pelajaran.

"Guys, Guys!"  teriak Sandra yang sekarang duduk di kursi guru.

Satu kelas menoleh ke arah Sandra. Mereka menghentikan aktivitas mereka sesaat. Bahkan yang sedang ghibah pun rela mengalihkan perhatian mereka ke Sandra.

"Ayo kita nonton!" seru Sandra yang sudah membuka laptop miliknya.

"Kuyyy!" teriak satu kelas.

Sandra mencolok laptopnya dengan kabel proyektor. Sekarang, terlihat tampilan layar laptop milik Sandra di depan kelas. Sandra membuka folder yang ada di sana. Setelah menemukan film horor di sana, ia pun memutarnya.

"Eh, jangan horor lah! Takut gue," kata Gita.

"Gita cupu!" teriak Rilo.

"Bacot ah!" Gita menjambak rambut Rilo.

Sandra menekan pause pada film itu. "Sepakat aja nih. Mau nonton film apa?"

"Horor aja udah. Terbaik," kata Rilo.

"Yang lain gimana? Setuju?" tanya Sandra.

"Iya, horor aja!" seru Louis.

"Gita?" tanya Sandra.

"Iya, horor aja. Gak apa-apa," jawab Gita.

"Oke." Sandra menekan tombol play.

Film pun dimulai. Keadaan kelas hening. Hanya terdengar suara dari speaker laptop milik Sandra.

Satu kelas tegang menontonnya. Ada yang menutup wajahnya sejak awal karena ketakutan, ada juga yang menontonnya sambil ternganga.

Klek!

Semuanya tersentak karena suara kenop pintu itu. Tidak sedikit yang berteriak karena terkejut.

Sandra berjalan ke arah pintu. Tapi, tidak ada orang di depan. Ia menoleh ke kiri dan kananㅡtetap tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain. Tanpa pikir panjang, ia langsung menutup pintunya.

"Siapa?" tanya Marvin.

Sandra hanya menggeleng lalu kembali duduk di kursi guru.

"Itu pintu kenapa sih? Kebuka terus," kata Rilo.

Satu kelas menoleh ke arah Rilo dengan tatapan tidak suka.

"Apa?" tanya Rilo bingung.

"Diem, Rilo! Jadi gak kedengeran suaranya," kata Louis.

"Ya Allah, salah lagi," gumam Rilo.

***

Setelah selesai menonton, semuanya melanjutkan aktivitas mereka. Yang gambar lanjut menggambar, yang ghibah melanjutkan ghibah, yang main lanjut bermain.

Sebenarnya banyak yang ingin keluar kelas. Entah sekadar mencari angin, ke toilet, ataupun ke kantin. Tapi, Marvin sang ketua kelas tidak memperbolehkannya.

"Kalo mau ke toilet, satu-satu. Gak ada yang keluar buat main," kata Marvin.

TIK!

Lampu kelas yang sebelumnya sengaja dimatikan itu tiba-tiba menyala sendiri.

"Siapa sih yang nyalain lampu?" oceh Louis. "Matiin kek."

"Kayaknya gak ada yang jalan ke saklar deh dari tadi," gumam Marvin.

"Matiin, ah. Terang banget kayak masa depan," kata Rilo.

"Alay banget sih," kata Gita.

Gita pun bangun dari kursinya. Ia berjalan menuju saklar lampu. Saat hendak mematikannya lagi, tiba-tiba lampunya kembali mati. Tetapi, tidak ada perubahan pada saklar. Tombolnya masih dalam posisi yang sama seperti sebelumnya.

Gita langsung menjerit lalu lari ke barisan paling belakang. Seisi kelas menoleh ke arah Gita.

"Eh sumpah, gue gak pencet! gue gak pencet saklarnya! Bukan gue yang pencet!" teriak Gita panik.

Beberapa temannya membulatkan mata. Mereka tidak percaya apa yang barusan terjadi.

"Posisi saklarnya juga gak berubah! Cuma lampunya yang berubah!" tambah Gita yang sudah berkeringat dingin.

Sekelas langsung hening. Tidak ada yang berani mengatakan sepatah kata pun.

TIK!

TIK!

Lampu menyala dan mati kembali. Semuanya menyaksikannya. Benar-benar tidak ada yang menekan saklarnya.

Mereka semua langsung lari keluar dari kelas. Mau yang takut ataupun yang biasa saja, mereka semua mengikuti arus.

Setelah semuanya berada di luar, mereka mengambil tempat di koridor. Ada yang duduk di lantai dan di bangku panjang depan kelas, ada yang hanya berdiri.

"Temen-temen," panggil Sandra.

"Apa?"

"Kalian pernah dengar tentang murid ketiga puluh tiga?"

===============

18-08-2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro