15. Menggayuk
Andi menggebrak meja dengan kuat. "Selidiki!" perintahnya penuh amarah. Wajahnya memerah dan urat-urat lehernya serta pelipisnya menonjol.
Para bangsawan yang ada di ruangan itu gemetar ketakutan. Semuanya memiliki warna yang sama—pasi. Kesepuluh pria itu saling melirik takut-takut—saling mendorong agar ada yang menyuarakan apa yang harus mereka selidiki.
"Apa yang kalian lakukan? Haruskah aku memenggal kepala kalian dulu baru kalian bergerak?!" Sekali lagi, Andi menggebrak meja dengan kuat hingga kesepuluh pria itu terlonjak kaget.
Dengan wajah pasi, salah seorang pria yang berada di ujung meja—tempat paling jauh dari Andi—mengangkat tangannya yang gemetar hebat. Ia berdiri dengan kaki yang tremor hingga tubuhnya ikut bergetar. Ia membungkukkan badannya sebagai tanda permintaan maaf—selain itu, ia juga menundukkan badannya karena ia takut bertemu mata dengan Andi. "Ma-ma-maaf, Yang Mulia. Ap-ap-apa yang harus kami selidiki?"
Andi menghela napas gusar. "Kalian benar-benar tidak berguna sama sekali," gerutunya sebal. Ia menatap tajam satu per satu wajah para bangsawan tua itu. Lalu, mendesah keras.
Andi memijat pangkal hidungnya. "Selidiki apa yang terjadi dengan desa di Wilayah Barat. Apakah bantuan yang kita berikan memang tak pernah mencapai sana ataukah tidak. Jika bantuan yang kita berikan menggayuk Wilayah Barat, mengapa keadaan mereka begitu berantakan dan tak ada laporan yang masuk untukku," perintahnya. Namun, kali ini ia menggunakan nada yang lebih rendah.
Kesepuluh pria tua itu lagi-lagi saling melirik cemas. Sepertinya akan ada pertumpahan darah lagi kali ini. Setelahnya, mereka pun berbondong-bondong keluar—takut terkena imbas akibat amarah Andi. Setidaknya, hari ini bisa merasa sedikit lega karena ajudan setia Andi telah kembali dari masa istirahatnya.
"Cinta," panggil Andi pada Cinta yang sedari tadi setia berdiri di sampingnya.
Cinta berjalan maju ke hadapan sang raja. "Hamba siap menerima perintah, Yang Mulia," ujarnya tenang. Walau sebenarnya, ia sudah bisa menebak apa yang hendak diperintahkan sang raja padanya, ia tetap harus mendengarnya secara langsung.
Andi menatap Cinta dengan pandangan serius. "Para tua bangka itu pasti tak bisa mengerjakannya dengan baik. Kau pergilah ke Wilayah Barat dan lihat apa yang terjadi di sana. Sekalian kau lihat juga seberapa parah kemarau di sana. Sudah berapa lama hal itu terjadi? Siapa yang harus bertanggung jawab di sana?"
Cinta mengangguk paham. "Hamba mengerti, Yang Mulia." Cinta membungkukkan badannya. "Kalau begitu hamba pergi terlebih dahulu. Semoga berkat Dewa selalu menyertai Yang Mulia."
Tanpa menunggu diperintah dua kali, Cinta pun segera berangkat untuk menyiapkan semua keperluannya pergi ke Wilayah Barat.
------------------
403.15122021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro