Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[TsNT21 - Matahari Pagi]

Dhimas

Saat aku bangun, aku sudah berada di UKS, dengan perban dan plester di semua bagian tubuhku yang bisa kurasakan—yang, sebenernya, cuma tangan kananku, di jidat, serta satu lagi di bagian perut. Sial. Herman sialan.

Aku berusaha bangun, tapi kepalaku masih pusing, jadi aku menyerah. UKS sepi. Hanya kipas angin bulukan di pojokan yang berbunyi dari tadi.

"Oh, sudah bangun?" tanya seseorang dari arah pintu. Dia lalu keluar lagi, dan membuka pintu lebar-lebar. Cahaya dari luar silau banget, aku nggak bisa ngelihat siapa yang masuk.

"Oh, syukurlah lo udah bangun," kata Ruben. "Gila, lo tidur sejak istirahat pertama sampai pulang, nggak capek tuh?"

Aku hanya menyeringai. "Herman?"

"Oh, dia udah dibawa ke kantor polisi dengan tuduhan apa gitu. Melukai orang atau ngeganja, gue lupa. Kabarnya sih dia bakal dipenjara, cuma belum tahu berapa tahun."

"Baguslah."

"Selamat, Komandan Terakhir, lo berhasil." Ruben nyengir. "Oh iya, ada yang mau ketemu elo."

Ruben membuka pintu, dan masuklah Anggit. Aku memaksakan diri duduk. Anggit ... sepertinya tadi dia yang menyerukan namaku. Dia udah melewati banyak hal karena aku, dan melihatnya khawatir kayak gini bukan sesuatu yang kuharapkan. Kukira dia akan move on dan ngelupain masa-masa punya pacar kayak aku. Melihatnya masih di sini benar-benar di luar dugaan.

"Gue tunggu di luar, nanti biar gue sama Ruby anter lo pulang," kata Ruben, lalu menutup pintu UKS.

Anggit masih terdiam. Aku nggak pantes punya pacar kayak dia—atau mantan, atau apa sih sebenernya status kami? Karena, hell, aku kangen sama dia. Kalau boleh, aku mau balikan sama dia.

"Aku boleh ... peluk?"

Aku terdiam sejenak. Heran, Git, kenapa kamu masih sebegini sayang? Aku membalas juga, "Boleh, tapi pelan-pelan ya. Masih sakit."

Dia tersenyum. Aku hanya meringis. Itu kenyataan. Tapi Anggit tetap mendekat. Pelan-pelan, dia melingkarkan tangannya di pundakku. Terasa sedikit berdenyut, tapi merasakan lagi keberadaan Anggit membuatku menahannya. Sedikit banyak aku sadar, justru aku yang butuh pelukan Anggit.

"Kamu jahat," katanya.

Emang, kan? Aku jahat karena telah membiarkannya khawatir. "Maaf."

"Kamu bohong. Karena kamu bilang kamu nggak akan selamat. Buktinya?"

Aku diam saja, terutama karena itu benar. Dan waktu itu, aku emang nggak tau hasil akhir dari semua ini. Waktu itu, aku nggak tau apakah aku masih punya besok atau enggak. Tapi sekarang, lihat, bukankah matahari pagi sedang ada dalam pelukanku?

"Kamu jahat karena bikin aku khawatir. Tapi kamu berhasil ngebuktiin kalau kamu bisa selamat, dan untuk itu, aku mau maafin kamu."

Aku memaksakan diri melepasnya. Mata Anggit kelihatan berair. Aku tersenyum dan menangkup wajahnya. Aku nggak pernah pengin lihat wajah satu ini nangis. Wajah Anggit keliatan kecil banget dibanding tanganku. Pipinya pelan-pelan memerah. Manis. Anggit begitu cantik kalau sedang tersipu.

"Besok Sabtu jajan es krim yuk. Tapi aku janji, kali ini, es krimnya manis."





a/n

bukan, ini bukan epilog.

btw, adakah yang bisa nebak maksud judul part ini? :3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro