Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[TsNT19 - Pertarungan Terakhir]

Dhimas

Pagi ini aku belum sempat berbicara dengan Anggit. Aku masuk telat, dan guru masuk nggak lama setelah itu. Terpaksa aku menunda mengajak Anggit bicara. Saat istirahat pun, seseorang memanggilku, jadi aku nggak bisa langsung bicara sama Anggit. Aku mengikuti orang itu sambil bertanya-tanya gimana sebaiknya aku bilang ke Anggit soal semua ini.

Aku dibawa ke halaman belakang. Terlihat seseorang berdiri di dekat markas lama yang udah ditutup seng. Herman. Entah apa yang dia mau, tapi aku nggak suka ini.

"Oh, jadi itu agenda lo?" Herman berbalik. "Lo masuk cuma buat ngehancurin KVLR? Licik."

"Licik mana sama lo yang udah bikin Dhika mati?"

Dia menyeringai. "Gue nggak bunuh Dhika. Obat yang ngebunuh Dhika."

"Obat dari lo."

"Come on," Herman mendengus. "Gue nggak nyuruh Dhika minum banyak sampai overdosis. Lo tahu itu. Lo cuma cari kambing hitam biar ada yang bisa lo salahin karena lo nggak mau nyalahin Dhika."

Kalimat Herman membuatku bungkam, terlebih karena aku tahu ada kebenaran dalam kalimat itu.

"Tetep aja," balasku akhirnya, "KVLR harus bubar. Gue masih oke dengan ngerokok. Tapi ganja? Kokain? Lo pasti gila udah bawa itu semua ke sini. Dan Jaka, itu kerjaan lo kan? Lo yang bikin dia alergi biar gue jadi komandan."

"Gue udah ngebantuin elo."

"Lo ngejerumusin KVLR."

"Dan elo ngehancurin KVLR."

"Lebih terhormat jadi Komandan Terakhir KVLR ketimbang jadi manusia bejat kayak elo."

Herman langsung menghajarku. "Punya mulut nggak bisa dijaga ya?"

Aku mengusap bibirku yang berdarah. "Itu fakta."

Dia melayangkan tinju lain ke arahku, tapi aku sudah siap. Aku melawan, mempertahankan diri, dan menghindar sebisaku. Gerakan Herman tertata dan efisien. Bukan berarti aku nggak bisa melawan. Aku berbalik menyerangnya melalui celah-celah sempit di antara gerakannya. Tapi Herman keliatannya baru marah banget, jadi rasanya dia lebih bertenaga dari biasanya.

Orang-orang mulai berkumpul, tapi nggak ada yang berani mendekat. Herman masih menyerangku habis-habisan. Pertarungan ini mulai terasa nggak akan berakhir. Tubuhku mulai terasa sakit dan tenagaku mulai habis. Herman terlalu beringas. Dan tepat saat aku merasa kakiku udah nggak bisa lagi berdiri tegak, terdengar suara Pak Har dari kejauhan.

Selesai. Sekarang, aku baru merasa semuanya selesai.

Seseorang terdengar memanggilku. Badanku menghantam rumput. Kepalaku pusing. Dan sekilas, aku merasa melihat Dhika.

"Udah selesai, Dhik. Lo bisa tenang ...."




a/n

dua bab + satu epilog, who's ready for the end? ;)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro