Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[TsNT18 - Tertangkap]

Dhimas

Markas KVLR ramai. Ini adalah pesta pertama setelah aku menjabat sebagai komandan.

Aku melihat ke sekelilingku. Para anggota sedang menunggu datangnya tamu penting dalam pesta kali ini—sejumlah besar kokain yang dibeli dengan uang dari kepolisian. Beberapa polisi sudah berjaga-jaga di sekitar dengan baju preman. Aku deg-degan. Sesuatu kayak gini rasanya cuma ada di film-film.

"Lo kenapa?" Herman merangkulku. "Beginilah jadi komandan. Jadi orang nomor satu. Lo punya sebegitu banyak kekuasaan di tangan lo."

"Enggak, bukan apa-apa."

"Ha. Jangan galau, man. Enjoy your party."

Aku terdiam, dan dia pergi. Mungkin keliatan banget kalau aku tegang. Aku cuma ... khawatir strategi ini nggak akan berjalan sebaik itu. Dan kalau misal rencana ini gagal, bakal sia-sia aku masuk ke sini.

Ponselku bergetar. Dari V. Paket itu sudah sampai. Rencana kemarin adalah ambil paketnya, bayar uangnya, baru nanti orang-orang kepolisian bakal menciduk V dan KVLR. Ceritanya sih bakal disuruh nginep di penjara semalem, berhubung kami cuma ketahuan beli narkoba dan belum mengonsumsi.

Aku berdiri dan keluar. Aku tahu siapa V, berhubung dulu pas pertama kalinya Ruben beli, aku ada di sana. Orangnya jauh dari sosok nyeremin dan penuh luka. V justru keliatan ... mulus, kalau aku boleh bilang. Bukan orang jalanan. Dia cuma keliatan nggak punya semangat hidup karena kantong matanya tebel banget dan suaranya serak. Nggak cocok deh dipanggil V.

Begitu membuka pintu, orang yang kumaksud barusan sudah duduk di depan. Sebuah kresek hitam ditaruh sembarangan di meja.

"Nih, barang lu. Gila, kalian pesta berapa kali sih setahun?"

"Lo harusnya seneng dong." Aku duduk di sebelahnya dan mengeluarkan amplop cokelat. "Lo jadi laris kan?"

"Yo'i." Dia lalu menghitung uangnya. "Pas, ye. Gua cabut dulu. Ntar kalau kurang, telepon lagi aje."

"Sip bro."

Aku berdiri dan masuk ke dalam. Orang-orang bersorak menerima paket itu. Aku melemparkannya ke tengah sambil melirik ke arah Herman. Bajingan itu keliatan seneng banget aku masuk di KVLR. Yah, itu sih bisa dimaklumi, berhubung dulu aku dan Ruben sama-sama calon komandan, tapi karena aku sama sekali nggak mau jadi komandan, aku pura-pura kalah sama Herman. Dia emang kuat dan tertata, tapi bisa dikalahin asal tau waktu yang tepat untuk nyerang.

Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, pintu didobrak. Suara polisi keras banget meneriaki kami semua, "ANGKAT TANGAN SEMUA! JATUHIN PAKET ITU. JANGAN KABUR—HOI! KEJAR DIA! LAINNYA, TIARAP, CEPET!"

Aku melakukan seperti yang disuruh, sambil melihat ke sekeliling. Kebanyakan orang pada menurut, tapi sebagian besar lari. Seperti Herman. Tapi markas ini sudah dikepung oleh polisi, nggak ada yang bisa kabur.

Semua orang di situ dibawa oleh para polisi. Sekitar dua puluhan anak SMA yang bergabung dalam geng bernama KVLR tertangkap, termasuk Herman, si mantan komandan. Dia menatapku garang, dan saat lewat di hadapanku, dia meludah.

"Bajingan."

"Ngaca dong."

Ruben dan Niko muncul begitu semua orang sudah dibawa keluar. Pak Har dan Inspektur Rangga bergabung tak lama kemudian.

"Terima kasih ada bantuannya, semua," kata Inspektur. "V itu ternyata orang yang selama ini kami cari-cari. Nama aslinya Warjiman. Dan sesuai perjanjian, para anggota KVLR hanya akan menginap semalam di kantor polisi, baru besok dipulangkan."

"Buset, kenapa jadi V panggilannya?" celetuk Niko, yang segera menutup mulutnya saat jadi pusat perhatian.

Inspektur menyeringai. "Entahlah, tapi sekali lagi terima kasih. Har, saya duluan."

Pak Har lalu menatap kami semua. "Sudah, saya anggap sekarang KRL bubar. Tempat kalian di sekolah juga akan saya bangun jadi tribun dan gudang olah raga."

"KVLR, Pak, bukan KRL. Emangnya kereta?" ujar Ruben sambil menyeringai. "Makasih banyak Pak."

"Ya, sekarang kalian pulang sana. Jangan berandal lagi." Pak Har lalu menatap Niko. "Omong-omong, kamu pacarnya Rhea ya?"

Niko keliatan gugup, tapi dia lalu diajak Pak Har berjalan ke motornya. Aku hanya menghela napas. Akhirnya kelar. Dan berhasil kan? Semua ini udah selesai sekarang, iya kan?

"Dia nangis," tiba-tiba Ruben berkata. "Gue emang nggak liat dia nangis, tapi dia lari ke kamar mandi."

Aku tahu siapa dia yang dimaksud Ruben. "Mungkin besok gue harus ngomong sama dia."

"Bukan mungkin lagi, harus. Gue duluan. Lo pulang, nggak ke tempat Dhika. Promise me."

Aku mengangguk. Ruben berjalan duluan, sementara aku masih terdiam. Ada sesuatu yang terasa belum selesai. Entah apa. Sial, semua ini harusnya udah selesai. Kenapa masih ada yang mengganjal?




bentar lagi kelar horee palingan 2 bab lagi terus epilog terus kelaarrr *tebar confetti*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro