Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

A;A5-Sebuah Kejadian

Vote dan komen jangan lupa luv😚

❝Sepertinya salah jika ku menganggapmu sama. Nyatanya takdir punya pembeda.❞

•°•°•

DEMO ekskul sudah biasa diadakan saat hari terakhir mos. Seperti sekarang. Panggung besar di depan lapangan, riuh oleh suara dari masing-masing perwakilan ekskul yang bergiliran memperkenalkan kelebihan-kelebihan ekskul-nya untuk menarik minat peserta didik baru.

Tengah lapangan dipadati siswa, sementara kanan-kiri lapangan penuh oleh stan ekskul yang bertengger, memajang piala sekaligus piagam yang pernah ekskul mereka menangkan.

Tidak seperti anak lain yang heboh mencari stan ekskul sekaligus meminta brosur, Avisha justru terduduk bersama Yania dan Ilona di pinggir lapangan.

Penampilan dari masing-masing ekskul bisa dinilai sangat bagus. Terutama ekskul teather, menampilkan sebuah drama komedi, hingga penonton tertawa geli.

Tapi ... entah kenapa Avisha tidak minat untuk mengikuti ekskul apapun. Dia hanya ingin memainkan biola dan jika masuk ke dalam ekskul musik berarti Avisha harus bergabung di band sekolah.

Tapi sang kakak kelas meyakinkan Avisha. "Gak harus masuk band kok. Nanti pas pertemuaan kita juga belajar semua tentang musik, terutama tangga note. Nanti kita diajarin banyak hal sama coach-nya. Kalo lo emangnya suka biola, pasti bakat lo bakal dilatih setiap pertemuan. Lo tetep gak mau ikut?"

"Nanti ya kak, Visha pikir-pikir dulu!" Avisha akhirnya cuma menjawab itu. Membiarkan kakak cewek tadi mengangguk saja dan mempromosikan pada anak lain.

"Kenapa mikirnya nanti-nanti sih, Sha! Kalo emang mau ikut, ikut aja."

"Visha ragu karena Visha kan juga udah ikut les musik. Terus jadwalnya bentrok gitu, kayaknya sih Visha gak bisa." Setiap minggu Avisha punya jadwal sendiri. Seperti yang dia bilang, dia ikut les musik, lebih tepatnya dia mengikuti les musik untuk mempertajam bakatnya pada biola.

Avisha jadi dilema harus ikut ekskul apa. "Yaya sama Ilona mau ikut ekskul apa?"

Yania mengedikan bahu. "Gue males mau ikut ekskul sebenernya." Lalu dia menoleh pada Ilona. "Kalo lo, Na? Mau ikut ekskul apa?"

"Cheers kayaknya ..." Wajar jika Ilona akan ikut ekskul itu, badannya yang tinggi dan wajah cantiknya tentu menjadi kandidat adik kelas yang paling dicari untuk bergabung di cheerleaders. "Tapi ... gue pengin ikut ekskul fotografi dan mading."

"Fotografi?" Yania sedikit tertarik. "Kayak gimana tuh?"

"Entar juga abis ini promosi di atas panggung. Lo liat aja."

"Yaya gak bakat motret-motret," ucap Avisha meledek. "Bakat Yaya kan cuma teriak-teriak."

Yania memelotot. "Lo pikir gue tarzan?"

"Bukannya tarzan sih, Ya. Tapi emaknya tarzan!" Ilona dan Avisha kompak tertawa.

"Kompak ya lo berdua kalo ngatain gue?"

"Emang." Lagi-lagi mereka berdua tertawa. Yania mencibir kesal.

Ilona menghentikan tawanya susah payah. "Tenggorokan gue jadi sakit karena ketawa mulu. Ini Nata kemana ya? Gak tau orang udah haus apa!"

"Lagi si cimeng lo suruh buat beli minum, pasti ngacir ke tempat lain dulu lah dia!"

"Atau Nata diculik hantu belakang sekolah?" Yania sontak menoyor kepala Avisha.

"Tolong ya, Sha. Bego jangan dipelihara."

"Visha gak suka melihara bego, kebetulan Visha suka melihara kelinci."

"AU AH BODO!" Yania mendengkus sebal.

"Yaya tau gak kelinci Visha yang Billy sakit."

"Kasih obatlah kalo sakit." Yania asal menjawab.

"Kayaknya sih bukan sakit yang gimana-gimana, perutnya masa buncit gitu. Terus pas dibawa ke dokter hewan katanya lagi hamil." Dahinya berkerut dalam seolah berpikir. "Tapi kan ... Billy cowok."

Yania memutar matanya malas. "Berarti lo salah kasih nama. Billy ternyata cewek bukan cowok. Ganti nama aja."

"Kalo Visha ganti nama, berarti Visha harus bikin nasi kuning lagi dong buat Billy."

Jika Yania sudah gregetan. Ilona tak bisa mengontrol tawanya yang terus meledak.

"Gak usah bikin nasi kuning yang ribet, Sha. Lo pake nasi putih aja terus lo guyurin pake pewarna makanan yang warna kuning. Nahkan jadi nasi kuning."

"Wah ... itu ide bagus!" Avisha justru mengangguk setuju. Yania ingin pingsan rasanya. "Yaya pinter deh."

"Otak lo udah dicharge belom sih, Sha. Masih pagi ya ini, tapi otak lo udah error duluan!"

"Udah kok, tadi Visha sarapan sama susu cokelat terus roti panggang selai kacang."

Yania menghela napas dan memilih memutar pandangan. "Kak Arven sibuknya banget kayaknya ya, Sha."

Avisha sekaligus Ilona mengikuti arah pandang Yania. Sebenarnya sejak tadi Avisha sudah melihat Arven yang berlalu-lalang di lapangan. Bola-balik karena sibuk mengurus tatanan panggung.

"Iya bolak-balik aja terus kayak setrikaan."

"Tapi lo ngerasa gak sih, Sha," Ilona buka suara. "Matanya kak Arven ngelirik ke arah lo."

Avisha mengedikan bahu. Malas peduli. "Mungkin kak Arven naksir Visha."

"Yee emang lo siapa, ratu inggris, ratu kecantikan, sampe kak Arven naksir sama lo!" Yania mendengkus oleh sifat percaya diri sahabatnya. "Inget, Sha gantengnya kak Arven tuh kayak pangeran di film-film disney, jadi cewek yang pantes disuka sama dia tuh minimal cewek-cewek muka tuan putri gitu!"

"Enak aja!" Avisha tidak terima. "Yaya gak liat muka Visha tuh udah imut-imut gini, sebelas-duabelas sama putri-putri di film Disney."

"Iya ..." Yania senyum meledek. "Jadi putri kurcaci sesuai sama badan pendek lo!"

Avisha cemberut mendengarnya.

"Eh ... eh," Yania terbelalak kaget. Avisha sontak mengikuti pandangan Yania dan ikut kaget. "Itu kak Arven ngapain ngelambain tangan?"

Dia menyipitkan mata, melihat Arven yang menggerakan tangan seolah menyuruh ke sana. Apa kak Arven memanggilnya? batinnya mulai kegeeran

Saat Avisha masih bergelut dengan pikiran. Namun, di detik berikutnya sebuah jawaban memukulnya telak. Dari arah belakang seorang cewek menyeruak di antara Avisha dan Yania, berjalan menghampiri Arven. Itu salah satu anggota osis.

"Yah ... ada yang kegeeran nih!" Yania meledek sambil tertawa. Avisha melirik kesal walaupun didominan malu karena ucapan Yania ada benarnya.

Ilona ikutan tertawa. "Kayaknya gue cari Nata dulu deh ya," ucapnya kemudian.

"Lha, katanya lo mau nunggu ekskul fotografi promosi di panggung, Na."

Langkah Ilona mulai jauh, dia berteriak sebagai balasan. "Gampang, lo tinggal tulisin nama gue kalo perwakilan ekskulnya ngasih brosur!"

"Eh!" Yania terbelalak. "Kan gue belom tentu mau gabung."

Bersamaan dengan itu terdengar suara dari panggung, Avisha dan Yania langsung memberikan perhatian. Sepertinya cuma Avisha saja cewek yang tidak tercekat kagum ketika seorang lelaki menaiki panggung. Bukan dari peserta didik baru saja yang terkesima oleh parasnya, bahkan banyak dari kakak kelas, yang heboh di balkon koridor atas.

Apalagi saat lelaki itu tersenyum, menunjukkan lesung di pipi kanan. Semua cewek menjerit heboh. Termasuk Yania.

"Demi kutang Park Shin Yee!" Avisha terkejut oleh teriakan Yania. "Dia manusia?!"

"Manusia-lah, Yaya gak liat tuh kakinya napak di tanah!"

"Lo mending diem, Sha! Gue lagi menganggumi ciptaan Tuhan ini!" Yania tak bisa mengalihkan pandangannya dari panggung. Seperti kucing menemukan ikan, matanya berbinar luar biasa.

"Perkenalkan nama gue Arfaregha Dalfario ketua ekskul fotografi ..." Selanjutnya Avisha malas mendengar. Memilih mengedarkan pandangan dan membuatnya bertemu dengan tatapan dingin Arven. Sontak saja Avisha membuang muka.

"FIKSS!" Yania berteriak lagi. Avisha terkejut bukan main. "Gue bakal gabung ekskul fotografi, Sha!"

•••

"Liatin apaan lo serius amat!"

Seperti orang yang baru saja tertangkap basah, Arven tersentak kaget. Pintarnya dia mengatur ekspresi hingga datar kembali. Dia menoleh, menemukan Veron, salah satu anggota osis, memandangnya dengan senyum arti.

"Gak ada yang pantes gue liat," balasnya.

"Boong lo!" Veron menaungi matanya dengan tangan. Pandangannya menyipit melihat seberang, lalu senyum melebar tanpa alasan. "Lo lagi liatin cewek itu ya?"

Veron menunjuk tepat ke arah Avisha. Dari tatapan dingin Arven, rupanya Veron tak terpengaruh. "Gak biasanya ketua osis kita serius ngeliatin cewek, biasanya cuma buku pelajaran yang lo seriusin setiap hari, Ven."

Arven berdecak. Menggulung dokumen di tangan untuk memukul kepala Veron, yang justru direspon tawa. Arven tak memedulikan dan memilih beranjak dari sana.

Di bawah panggung, Arven bertemu Regha yang tengah mengobrol dengan salah satu anggota fotografi.

"Udah selesai promosinya?"

Cowok berlesung itu menoleh lalu tersenyum saat tahu itu Arven. "Kebetulan banget, gue baru mau nyari lo."

"Ngapain?" Alisnya terangkat.

Bukannya menjawab, Regha mendekati sebuah speaker besar di samping panggung. Arven mau tak mau mengikuti. "Lo liat tripod speaker-nya?" Sambil menunjuk kaki yang menopang speaker besar di samping panggung, Regha bertanya.

Pandangan Arven menyipit dan mengumpat setelahnya.

"Mending lo kasih tau anak osis buat ganti tripod-nya, gue yakin ini bakal roboh, untung kalo gak kena orang, kalo lagi sial dan orang kejatuhan speaker segede ini, gimana?"

Arven mengangguk, hendak menelpon Veron, bersamaan dengan dua orang perempuan yang datang menghampiri.

Dari wajah syok Regha, Arven bisa menyimpulkan apa isi kepala cowok itu. Apalagi saat sahabatnya itu menoleh padanya. Seolah ingin mengatakan sesuatu yang langsung dia bungkam lewat kode tatapan.

"Gila! Ternyata dua pangeran ini temanan, Sha." Temannya berbisik pada Avisha. Bisikan yang terlalu keras hingga Arven dan Regha bisa mendengar.

Avisha memelotot. "Apa sih, Yaya! Mending cepetan minta deh brosurnya, Visha gak mau lama-lama di sini!" Lalu dia melirik pada Arven.

"Lo mau gabung ekskul fotografi?" Mendengar kata brosur, tentu Regha bisa menyimpulkan.

"IYA KAK!" Yania terlalu merespon antusias pertanyaan Regha, tersenyum sangat lebar. Avisha di sebelahnya mendengkus. "Kakak ketua ekskul fotogarfi-nya?"

"Ya, cuma tinggal beberapa bulan lagi, sebelum diganti sama kandidat baru." Di ujungnya, Regha tersenyum, membuat temannya Avisha terbengong bodoh, senyam-senyum dengan mulut ternganga.

Arven dan Regha saling pandang. Bingung dengan tingkahnya.

"Temen lo kenapa?" Regha bertanya.

"Biasa, kalo abis minum cacing girang jadi gitu, suka senyam-senyum sendiri."

Cewek berambut cokelat sebahu itu memukul Avisha karena kalimat asalnya. "Gak usah jatohin gue depan cogan!"

"Jadi lo mau gabung?" Regha mengulang pertanyaan. Yang ditanya mengangguk antusias. "Siapa nama lo?"

"Aduh ditanya nama," dia senyam-senyum lagi, Avisha cuma bisa memejamkan mata malu. "Nama saya Yania Kairandita kak. Dipanggil, Yania."

Regha mengerti dan memberikan selembar kertas sekaligus bollpoint. "Lo catet nama lo di situ." Sebagai balasan cewek bernama Yania itu mengangguk.

"Nanti kita kumpulnya kapan kak?" Setelah selesai mencatat namanya sekaligus satu lagi nama temannya, Yania bertanya.

"Hari senin besok."

Yania ber-oh panjang.

"Kak Arven sariawan ya?" Avisha memberanikan diri bertanya karena melihat cowok itu diam saja.

"Ada yang ngomong?" Arven menoleh pada Regha. Menggambarkan seolah Avisha cuma makhluk tak kasat mata.

"Ih ini Avisha yang ngomong," tanpa sadar Avisha memendekkan jarak. "Kak Arven ganteng-ganteng buta!"

Jika Yania langsung menyenggol bahunya karena ucapan itu. Regha justru menipiskan bibir menahan tawa.

"Sori gue bukannya buta, tapi lo yang terlalu pendek sampe gak keliatan."

Avisha memelotot. "Pendek gini juga Avisha gak ngerugiin kak Arven. Dibanding kak Arven yang tinggi jelas itu ngalangin pemandangan!" kesalnya lalu berbalik hendak pergi.

Bodohnya, kakinya tak sengaja menyenggol kaki speaker yang sudah berkarat. Speaker besar itu oleng. cuma sekian detik Arven refleks menarik Avisha menjauh, merengkuh cewek itu erat.

Sedetik setelahnya terdengar suara bedebum yang sangat kencang. Termasuk suara 'nging' nyaring mikrofon di atas panggung. Seluruh siswa di lapangan terkejut. Pun anggota osis dan para guru yang terburu-buru mendekati tempat kejadian.

Arven menunduk. Memandang Avisha yang syok luar biasa. Tubuhnya gemetaran, memeluk Arven begitu kencang.

"Lo gak pa-pa?" Arven memberi sedikit ruang di lingkaran yang dia buat. Memandang wajah Avisha yang sudah pucat luar biasa. "Lo gak pa-pa?" Arven mengulang pertanyaannya.

Dengan mata bulatnya yang ketakutan, untuk sesaat Arven dibuat terdiam. Apalagi saat gumaman cewek itu terdengar. "Visha takut ..." Seolah dibawa terjun, tanpa sadar Arven mengeratkan pelukan.

"Makanya jalan liat-liat, speaker gede gitu lo senggol!" Sepertinya ucapan Arven mengembalikan seluruh kesadaran Avisha.

Cewek itu memandang tipisnya jarak mereka dan refleks mendorong Arven di detik berikutnya. "Kak Arven modus nih peluk-peluk Visha!"

"Kalo gue gak peluk lo, kepala lo udah jadi tempe tadi!" ketusnya. "Ceroboh!" Kemudian dia melangkah pergi. Meninggalkan semua yang di sana. Pun orang-orang yang berburu datang meminta penjelasan, yang terpaksa harus Regha jelaskan.

Untuk saat ini, Arven butuh waktu untuk menjernihkan kepala.

•••

Untungnya gak kena kepala ya Sha ... ngenes banget entar kepalanya wkwk

Gaskeun lanjutannya? Wkwkwk

Sok imut *cekrek* -_-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro