Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10:00

Buat Taehyung, sekarang rasanya masuk sekolah lebih asyik daripada liburan. Kalian pasti tau mengapa. Iya iya, karena gak ada Irene. Bukannya ia tidak menghargai keluarganya. Hanya saja, dia tidak bisa mendekati seseorang terlebih dahulu. Jadi pasti sepupunya bosan main dengannya. Cuma Oma saja yang tahan berbincang dengannya, bertanya tentang kehidupan sekolahnya. Dan ia yakin pasti Oma hafal dengan Irene. Bagaimana tidak, Taehyung terus menyebut nama gadis itu.

"Mana, Oma mau lihat Irene dong, pasti cantik."

"Sebentar Oma, aku telfon Irene."

"Baru hari ini Oma dengar kamu semangat banget, Taehyung. Pasti Irene cantik sekali ya?" Oma terkekeh, tidak salah dia bertanya tentang ini. Kalau tidak cucunya ini tidak akan segembira itu. Oma juga tidak menyangka, ia kira Taehyung tidak akan punya gadis yang disukainya. Yang ia tau hanya belajar saja. Boring. Syukurlah kalau dia remaja yang 'normal'. Begitu pikir Oma.

Panggilan dari Taehyung tidak kunjung diangkat. Sedang apa gadis itu?

"Kayaknya Irene lagi pergi Oma," ujar cowok itu mendadak lesu.

"Gak apa, coba tunjukkin Oma fotonya aja. Gak mungkin kamu gak punya," goda Oma. Yang berupa kenyataan. Tidak mungkin Taehyung melewatkan potret gadis itu. Galerinya saja penuh dengan foto Irene. Tujuh puluh persen (foto Irene sendiri, foto berdua dengannya) sisanya fotonya di hari-hari penting.

Yang mana yang harus ditunjukkannya pada Oma? Tapi untuk apa bingung, foto yang manapun tetap saja. Cantik.

"Ini Irene, Oma."

Banyak sekali fotonya, setiap orang yang melihat galeri cucunya ini pasti langsung dapat menyimpulkan kalau gadis ini sangat berharga bagi sang pemilik ponsel.

"Cantik sekali," gumam Oma membuat senyum tipis terukir di bibir Taehyung. Itu gadisnya!

"Haha ini kenapa kok dia cemberut?"

"Irene itu benci pelajaran olahraga, Oma. Apalagi materi basket. Dia suka kena pukul bola soalnya. Padahal pacarnya anak basket. Oh iya Irene juga benci pelajaran fisika, kimia, ekonomi-"

"Lho terus pelajaran yang dia suka apa?"

"Gak ada. Irene sukanya jajan sama main sepeda."

Oma tertawa mendengar kekesalan Taehyung. "Kamu ajarin dong, gimana sih."

"Udah, Oma. Dia aja males."

"Senyumnya cantik banget lho, Taehyung."

"Bentar, kok Oma lihat dia mirip kamu ya, Taehyung? Kayak kamu versi cewek, lho."


"Bukan Oma aja yang bilang gitu," kata Taehyung bangga.

"Dasar." Lagi-lagi Oma terkekeh seraya mengacak lembut surai cucunya itu, menyadari sikap Taehyung berubah hanya karena membicarakan gadis ini.

"Kapan-kapan Oma mau ketemu Irene, Oma mau bicara banyak hal sama Irene."

"Tapi Oma sabar aja ya soalnya Irene itu ngeselin, cengeng, berisik, suka gak jelas."

"Ah masa sih?" Goda Oma. "Buktinya selama di sini aja kamu hubungi dia terus."

"Gak duh Oma, cuma sesekali aja." Seperti biasa, ngeles. Giliran panggilannya tidak diangkat dia tampak tidak bersemangat.

"Sesekali itu setiap jam sekali?"

Taehyung berdecak sedangkan Oma puas membuat laki-laki itu terdiam.

"Omong-omong, Taehyung. Kalo kamu udah kepikiran nih, kira-kira kamu pernah gak bayangin kamu sama Irene itu ke depannya gimana?"

"Maksud Oma... nikah?" Ia balik bertanya polos.

"Iya, menurut kamu, kamu itu gimana ke Irene? Apa Irene itu cuma pacarmu SMA aja. Ke depannya kamu sama siapa gak tau. Terserah. Atau, kamu emang bener-bener pengen sama Irene? Aduh pertanyaan Oma berat ya."

Taehyung heran, sebenarnya kenapa semua orang menanyakan hal semacam ini padanya? Mama, sekarang Oma. Sebenarnya ini bukan pertanyaan sulit untuknya karena dia sudah punya jawabannya.

"Aku cuma mau Irene, Oma. Aku gak pernah mikir kehilangan Irene dalam hidupku. Gak pernah satu kalipun. Itu jawabanku."

Karena memang semenjak Irene hadir dalam hidupnya, tidak ada kata pergi untuk selama-lamanya.

🍀

"Taehyung! Hehe halo!"

"Kamu abis ke mana?"

"Yerim-ie mana, Taehyung? Mama? Papa? Oma?"

"Aku?"

"Kamu?" Gadis itu mengernyitkan keningnya.

"Gak jadi."

"Gimana, Tae? Aku gagal paham nih." Dasar tidak peka, atau dasar Taehyung saja yang manja.

"OH YA AMPUN HAHA." Irene tertawa lepas menyadari sesuatu yang Taehyung bicarakan. "Ngapain aku nanyain kamu, Tae. Kamu kan yang nelfon aku. Kamu ada di depanku."

"Hm."

"Yerim mana? Aku kangen sama Yerim."

Ngeselin masa dia malah menanyakan Yerim terus?

"Yerim bobo." Bohong, Yerim itu orang yang selalu membangunkan satu rumah karena suara tangisannya.

"Bobo ya? Di sana masih pagi banget? Terus yang udah bangun selain kamu siapa?"

"Aku."

"Selain kamu ih."

"Taehyung."

"Taehyung ya? Bilangin aku kangen sama dia. Tapi aku malu bilangnya. Soalnya aku kan pemalu hehe."

"Kamu sakit?" Mengabaikan gurauan Irene, ia Melihat gadis itu terbaring di atas kasurnya dengan selimut keropi yang menutupi sampai dadanya. Oh, Taehyung baru sadar wajahnya juga sedikit pucat.

"Gak kok, aku bosen aja jadi aku tiduran. Kamu lagi apa?"

"Aku-"

"Irene! Obatnya udah diminum?" Tiba-tiba suara Bunda menyela membuat Taehyung menghela napasnya.

"Kamu sakit, Rene."

"Enggak, hehe. Aku cuma flu aja, Taehyung." Irene tersenyum kecil padahal dia mengigil di balik selimutnya. Kalau dia bilang dia sakit, nanti dia tidak bisa membicarakan hal lain bersama Taehyung. Pasti cowok itu akan menutup telponnya dan menasehatinya.

"Minum dulu sana obatnya. Flu itu penyakit tau. Teori darimana flu bukan penyakit?"

Tuh kan.

"Iya, udah kok. Beneran."

"Kamu dari tadi tidur ya? Kirain ke mana gak angkat telfonnya. Ya udah kamu lanjut tidur aja ya."

Kasihan gadisnya, di hari libur ia malah tidak berdaya.

"Taehyung kamu gak pergi ke mana-mana gitu? Jalan-jalan kek. Tiap video call aku pasti kamu di rumah. Gak bosen?" Irene menanyakan hal lain, ia bosan. Dari tadi sudah tidur dan Taehyung malah menyuruhnya tidur lagi.

"Gak." Justru Taehyung tidak pernah bosan di rumah karena ia menelfon Irene. Jadi, yang sebenarnya ia bosan di sini makanya dia menelfon Irene dengan panggilan video. "Oh iya, Oma nanyain kamu. Katanya Oma mau ketemu sama kamu kapan-kapan."

"Wah beneran? Aku juga mau ketemu Oma! Oma sekarang lagi apa?"

"Masak sama Mama. Lima hari lagi kita pulang."

"Hehe oke, Tae. Ngomong-ngomong kamu gak bilangin yang aneh-aneh kan ke Oma?"

Yang ditanya menahan senyum melihat wajah penuh curiga itu. "Bilang aneh-aneh apa ya? Aku cuma jujur."

"Tuh kan, kamu pasti ngata-ngatain aku bodoh, males, cengeng ih, Taehyung! Malu sama, Oma!"

"Iya kamu bilang gitu? Ish bener-bener ya."

"Aku gak ngomong lho, tapi itu fakta haha."

"Tau ah. Kita gak temen."

"Kita emang gak temenan." Taehyung menjulurkan lidahnya puas.

"Ew males."

"Kamu sayang gak sih, Taehyung sama aku?"

"Hm?"

"You hear me, Taehyung."

"Apanya?"

"Do you even love me?"

"Sayang, is that even a question?" Dia balik bertanya dengan muka setenang air. Pura-pura tidak tau bahwa gadisnya itu tidak dapat menahan senyuman. Tetap berusaha memasang wajah marah yang di matanya itu benar-benar lucu.

"Huuu kerdus. Sayang tapi you're always mocking me. Banggain aku aja gak pernah."

Tidak pernah dari mana sih, Rene? Irene hanya tidak tau saja. Dia sama sekali tidak tau bagaimana Taehyung membicarakannya pada setiap orang. Betapa bangganya dia bahwa seorang Irene itu gadisnya.

Taehyung diam, hanya tersenyum menunggu gadis itu berceloteh lagi. Terserah dia mau berpikir bagaimana tentangnya, karena kenyataan tidak seperti itu.

"Taehyung, aku mau deh ke London. Aku mau naik The London Eye Ferris Wheel. Kamu pernah gak naik itu? Bagus banget ya kayaknya, apalagi kalau malem."


"Aku belum pernah. Ayo sama kamu?"

"Tapi aku takut ketinggian, Tae."

"Payah."

"Iya iya aku payah. Gak kayak Taehyung. Apa sih yang kamu takutin di dunia?"

"Apa ya?"

"Takut kehilangan aku? Haha."

"Iya. Aku takut kehilangan kamu."

"Ih Tae kamu gak pantes deh bilang gitu haha. Makasih tapi ya walaupun kamu bohong." Irene tertawa lepas.

Kali ini terserah gadisnya lagi. Kenyataannya, Taehyung memang tidak mau kehilangan Irene.

🍀

"Kak?" Taehyung menyembulkan wajahnya di antara celah pintu kamar milik Kak Seokjin. Melihat yang punya kamar sedang membaca buku-buku milik Oma.

"Hei, kenapa?"

"Gue masuk ya?"

Kalau sudah seperti ini, pasti adiknya itu mau membicarakan suatu hal. Meskipun pendiam, di saat-saat tertentu Taehyung selalu membicarakan perasaannya pada sang Kakak. Dia itu sebenarnya akrab sekali dengan Kakaknya. Karena menurutnya Kak Seokjin itu pribadi yang sangat serius dan dewasa ketika dibutuhkan.

"Kenapa, Tae?"

Dia membiarkan Taehyung duduk di pinggir kasurnya.

"Lo pernah gak sih, Kak pacaran sama cewek-"

"Pernahlah anjir meskipun sekarang kagak. Lo jangan ngeremehin dong."

"Belum selesai pertanyaannya." Nyolot Taehyung kesal.

"Oh belom? Ngomong."

"Lo potong barusan."

Sabar, Taehyung. Nanti juga sisi dewasa Kakakmu itu muncul.

"Jadi? Pernah pacaran sama cewek, terus?"

Taehyung menghela napas sebelum menyahuti Kakaknya. Haruskah dia menanyakan hal ini. Atau tidak.

"Sampe lo bener-bener ngerasa kalo lo bakal sama dia terus." Kak Seokjin menutup buku yang dibacanya, berpikir sejenak kalau ini pasti tentang Irene.

"Pernah, menurut gue selagi lo masih bener-bener sayang sama cewek lo, lo gak akan mikirin kemungkinan terburuk yang bakal terjadi ke depannya. Yang lo tau, pokoknya lo bakal bareng-bareng terus sama dia. Seenggaknya untuk saat ini dan  waktu dekat. Tapi, gak ada yang tau gimana ke depannya, kan?"

"Di saat kita merasa ketemu orang yang tepat, secara natural pasti kita ngerasa kita bener-bener gak mau kehilangan orang itu. Itu yang gue rasain waktu pacaran sama Nayeon. Tapi sekarang, kami udah gak sama-sama lagi."

"Karena, waktu itu kami sama-sama sibuk. Nayeon kuliah ke luar negeri, keluarga kitapun pindah. Kadang, di fase hidup kita, kita bakal temuin orang yang tepat, tapi waktunya gak tepat."

"Waktu itu, rasanya sulit banget. Tapi inget, perpisahan itu emang konsekuensi dari pertemuan. Gak ada kebersamaan yang abadi."

"Jadi, lo nyesel Kak ketemu Nayeon? Karena sekuat apapun lo mau sama dia terus, ujung-ujungnya kalian gak sama-sama lagi?"

"Gak," jawab Kak Seokjin tanpa ragu, tersenyum. Menatap wajah adiknya yang terlihat lugu detik ini. "Karena Tuhan mempertemukan kita dengan seseorang bukan tanpa alasan. Entah belajar, atau mengajarkan. Entah akan menjadi bagian terpenting atau sekedarnya aja. Yang harus kita lakuin adalah tetap jadi yang terbaik di waktu ini, lakuin dengan tulus, walaupun gak selalu sesuai apa yang kita harapkan. Gak ada yang sia-sia karena Tuhan yang mempertemukan."


Karena semenjak bertemu denganmu, aku tau kata "takut kehilanganmu" bukan sekedar bualan. Aku memang takut kehilanganmu. Takut kalau tiba-tiba kamu tidak ada di sampingku, takut kalau di suatu hari aku bangun, kamu menghilang dari pandanganku, takut kalau aku tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi bahwa kebersamaan setiap orang itu tidak abadi, dan hal yang paling ku takutkan adalah, kalau mungkin saja suatu saat, diriku sendiri yang membuatku kehilanganmu. Karena semua hal yang terjadi di masa depan bukan kehendakku saat ini, itu di luar kendali. Di luar dugaanku.

Aku juga takut, membayangkan bagaimana 24 jam di dalam hidupku berubah. Tidak ada lagi kamu. Dan aku,

Aku tidak mau melihat dunia tanpamu.


some people seem to have left this story behind lmao, but for those who stay, thank u! Karena udah liburan, aku pengen luangin waktu buat nulis lagi hehehe.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro