Prologue
Gadis biasa yang menyedihkan dan lemah, seorang Yuheng magang di Liyue Qixing yang takut dengan hantu tetapi direkrut oleh Direktur ke-77 Wangsheng Funeral Parlor untuk menyelesaikan permasalahan para hantu yang belum tenang di sana.
Karena kejadian di masa lalunya dimana dia dipermainkan oleh para roh di dalam gua hingga membuatnya tidak bisa keluar dari dalam sana selama seminggu tanpa dia sadari, dia diberikan "hadiah" berupa kemampuan untuk melihat para makhluk tak kasat mata di dunianya dan mendapat julukan "pembawa sial" karena sering menarik para roh jahat.
"Kalau mundur sekarang… masih sempat, 'kan?" Itu yang [Name] pikirkan saat ia tiba di depan pintu Wangsheng Funeral Parlor di Liyue. Keberaniannya menciut pada detik-detik terakhir.
Sebetulnya [Name] sangat menyukai pekerjaannya sebagai Yuheng magang di Liyue Qingxing, tetapi karena para hantu sering mengganggunya agar gadis itu berhenti mengabaikan mereka—dengan memberantaki dokumen, menjatuhkan buku, atau mengotori catatan dengan tinta—Ningguang kembali mempertimbangkan [Name] untuk menjadi Yuheng secara resmi.
Menyadari hidupnya berada di ujung tanduk, di waktu yang sama tiba-tiba Hu Tao datang kemudian merekrutnya, setelah menolaknya berkali-kali, [Name] memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaannya ini.
Sebetulnya kemampuan manajemennya tidak buruk, dia juga tidak ceroboh dalam melakukan tugasnya, hanya saja masalahnya adalah para hantu yang mengganggunya dan [Name] yang tidak terbiasa dengan kehadiran mereka tidak bisa mengabaikan mereka begitu saja.
Jadi dia tidak punya pilihan lain selain menerima pekerjaan yang ditawarkan Hu Tao dengan rasa takut.
Langkah-langkahnya terasa berat saat ia melewati ambang pintu yang besar dan berderit, disambut oleh suasana sunyi dan hening yang hanya terpecahkan oleh sesekali suara angin yang melolong. Interior Wangsheng Funeral Parlor gelap dan penuh bayangan, memancarkan aura kuno dan misterius yang membuat bulu kuduk [Name] berdiri.
"Selamat datang, [Name]." Suara riang Hu Tao menyambutnya, bertolak belakang dengan atmosfer ruangan yang suram. "Kau datang tepat waktu. Aku sudah menunggumu."
"Ah… terima kasih…."
"Aku akan memperkenalkan diriku lagi secara resmi," katanya. "Namaku Hu Tao, pemilik Wangsheng Funeral Parlor saat ini dan bertanggung jawab atas… kau sudah tahu, setiap hal yang berkaitan dengan kematian. Silakan bicara dengan santai padaku."
"Kuucapkan terima kasih karena sudah merekrutku, Master Hu," balas [Name] sopan, berusaha mengabaikan bayangan-bayangan di sekitarnya.
Hu Tao mengangguk puas. "Bagus, seperti itu. Pertahankan semangatmu itu."
Ini terasa sangat aneh, sungguh. Walaupun Wangsheng Funeral Parlor sudah sangat terkenal di kota dan berdiri begitu lama, tapi orang-orang cenderung diam jika membicarakan tempat ini seolah ini adalah tempat paling berhantu.
[Name] pernah melihat satu atau dua pegawai Wangsheng Funeral Parlor yang sedang bertugas ketika [Name] datang untuk berbelasungkawa, mereka sangat pendiam—atau lebih tepatnya, memilih untuk tidak berbicara—ketika mereka mengurus pemakaman di depannya.
Itu sudah wajar, pikirnya.
Namun yang pasti, setiap lapisan masyarakat di Liyue termasuk para dewa dan roh pengikutnya, yang memasuki dunia fana ini cepat atau lambat akan menjadi klien Wangsheng Funeral Parlor. Mereka tidak kekurangan orang yang membutuhkan jasanya.
Hu Tao melanjutkan, "Sekarang, biarkan aku menjelaskan detail pekerjaanmu di sini. Tugas utamamu adalah menenangkan roh-roh yang gelisah dan memastikan mereka bisa beristirahat dengan tenang. Kadang-kadang, ini melibatkan ritual-ritual khusus yang diwariskan dari generasi ke generasi."
[Name] mengangguk, mencoba mencerna informasi yang diberikan. Sesekali menoleh dengan cemas lantaran melihat sesuatu yang janggal ketika ia melewati ruangan di sampingnya.
"Ada banyak dokumen dan catatan lama di sini, kau bebas membaca dan mempelajarinya," Hu Tao menjelaskan sambil berjalan, memperlihatkan beberapa rak penuh gulungan dan buku-buku tebal. "Setiap ritual punya caranya sendiri, dan masing-masing roh mungkin membutuhkan perlakuan berbeda. Karena itulah, komunikasi dengan mereka sangat dibutuhkan."
"Komunikasi dengan mereka?" [Name] mengulang, hampir tidak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Hu Tao tertawa kecil. "Tentu saja. Bagaimana pun mereka pernah hidup, mendengarkan keluhan atas kekurangan ketika mereka hidup di dunia fana ini juga penting."
"… sungguh?"
"Tentu saja." Hu Tao tersenyum lebar dan mengangguk, dia melanjutkan, "selain itu, kita juga menerima semua masalah supranatural di sekitar Liyue."
Ah, benar. [Name] pernah mendengar ini kalau mereka sering kali mengadakan sebuah upacara pemakaman untuk mengembalikan ketenangan di tempat tertentu. Bagaimana pun semuanya jelas-jelas saling berkaitan.
"Termasuk menjual informasi dari 'orang-orang yang sudah tidak bisa berbicara'," kata Hu Tao penuh makna.
"…."
Entah kenapa, perasaan tidak enak segera menggerogoti [Name]. Meski tidak disengaja, para hantu sering membicarakan banyak hal yang tak dapat dilihat oleh orang-orang yang masih bernapas, dan pada saat itu [Name] akan mendengarkan mereka dalam diam sambil berpura-pura tidak melihat mereka.
[Name] tidak pernah memanfaatkan apa yang didengarnya, dia memilih diam seolah ia tidak mengetahui apa pun. Sering kali dia akan menutup telinganya dengan kapas agar tidak mendengar percakapan para hantu itu.
"Terakhir," kata Hu Tao, dia meletakan tangannya di pinggang dan berhenti. "Jangan lupa untuk selalu menawarkan jasa kita kepada orang-orang dengan diskon terbatas."
[Name] menarik pernyataannya, ternyata pekerjaan ini sangat kekurangan orang untuk diurusnya.
"Aku mengerti," kata [Name], meskipun dalam hati dia masih merasa gentar.
"Dan ingat," tambah Hu Tao dengan nada serius, "pekerjaan ini memerlukan banyak keberanian dan kesabaran. Kami di sini untuk membantumu, jadi jangan ragu untuk meminta bantuan jika merasa kewalahan."
Selesai berkata demikian, Hu Tao melanjutkan perjalanannya dan [Name] mengikuti di belakang. Tak lama, mereka tiba di sebuah ruangan lain yang penuh dengan artefak kuno dan jimat-jimat pelindung dan tak jauh di depannya seorang pria duduk di balik meja di hadapannya.
Dia terlihat layaknya sosok yang penuh dengan kharisma dan ketenangan yang mendalam. Bertubuh tinggi yang ramping dengan postur tegap, jemarinya yang digerak-gerakan di atas dokumen di depannya bergerak dengan lembut seakan ia sudah terbiasa melakukan itu. Namun entah kenapa, meskipun sekilas, [Name] bisa merasakan auranya yang misterius sekaligus berwibawa.
"Oh, kau ada di sini rupanya," sapa Hu Tao masih sama.
"Direktur Hu," kata pria itu, dia segera berdiri dari tempatnya dan menunduk sopan. "Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan?"
"Kau tidak lupa tentang rekrutan baru yang hari ini akan datang, bukan?" Tanya Hu Tao gamblang.
"Tentu saja." Dia mengangguk, lalu manik keemasannya menatap [Name]. "Apa Nona ini orangnya?"
"Iya." Hu Tao berbalik dan melihat ke arah [Name]. "Biar aku perkenalkan, dia [Name] yang mulai sekarang akan bekerja bersama kita."
Pria itu menunduk pada [Name] dan secara refleks [Name] pun melakukan hal yang sama.
"[Name], ini Zhongli," jelas Hu Tao. "Konsultan Wangsheng Funeral Parlor yang sangat bisa diandalakan."
Zhongli tertawa rendah. "Anda terlalu menyanjung saya, Direktur Hu."
"Dia mengetahui banyak hal, jadi tanyakan apa pun yang ingin kau ketahui padanya," lanjut Hu Tao menutup perkenalannya.
Zhongli mengangguk dengan berwibawa, kembali melihat ke arah [Name]. "Selamat datang, Nona [Name]. Aku telah mendengar tentang kemampuanmu."
"Mohon bantuannya, Tuan Zhongli," kata [Name] diselingi senyuman tipisnya. "Silakan panggil saya seperti biasa, bagaimana pun posisi Anda lebih tinggi dari saja."
Zhongli tersenyum samar, memberikan aura kedamaian dan ketenangan yang membuat [Name] merasa sedikit lebih nyaman. "Baiklah, [Name]. Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik."
"Iya."
✦•┈✦•┈⋆⋅♡⋅⋆┈•✦┈•✦
Tak lama dari itu, Hu Tao meninggalkan [Name] dengan Zhongli.
"Ini adalah beberapa teks yang berisi ritual-ritual dan sejarah Wangsheng Funeral Parlor," jelasnya sambil membuka salah satu buku. "Kau tidak perlu mengingat semuanya, yang terpenting adalah memahaminya. Itu yang paling kau butuhkan untuk menjalani pekerjaan ini."
[Name] mengangguk, kemudian menerima buku yang diserahkan Zhongli kepadanya dan Zhongli persis seperti yang dikatakan Hu Tao sebelumnya.
Walaupun terlihat masih muda, pembawaannya seperti orang tua yang… kolot. Dia mengetahui banyak hal dan tahu apa yang [Name] butuhkan, tidak terlalu menekannya, dan berbicara layaknya orang tua berumur.
Ini mengingatkanku pada Kakek, putus [Name] setelah beberapa saat menghabiskan waktunya dengan pria ini. Dia baru pertama kali berbicara secara langsung dengan Zhongli seperti ini, tetapi dia merasakan ada sesuatu yang luar biasa dari pria ini. Bukan hanya kebijaksanaannya, tetapi juga cara dia membawa dirinya dengan begitu tenang dan berwibawa.
"Tidak perlu khawatir," lanjut Zhongli dengan nada menenangkan. "Aku akan membantumu menyesuaikan diri seperti yang dikatakan Direktur Hu. Jika ada sesuatu yang sulit, silakan katakan padaku."
"Aku mengerti."
Tak lama berselang, Zhongli izin pergi untuk menyiapkan teh untuk [Name] dan meninggalkan [Name] sendiri di ruangan itu. Awalnya, [Name] merasa tenang sambil membaca buku yang diberikan oleh Zhongli. Namun, suasana mulai berubah ketika tiba-tiba terdengar suara-suara aneh di sekitar ruangan.
[Name] mencoba mengabaikan suara-suara tersebut, berpikir bahwa itu hanya perasaan paranoid. Tetapi, semakin lama, suara-suara itu semakin jelas dan menyeramkan. Terlebih dia merasakan hawa dingin yang membuat bulu kuduknya meremang.
Dengan hati-hati, [Name] bangkit dan berjalan keluar ruangan untuk memeriksa sumber suara. Ketika dia membuka pintu, bayangan samar-samar mulai terlihat di lorong gelap. Meskipun ketakutan, [Name] berusaha tetap tenang dan berjalan lebih dekat untuk melihat lebih jelas.
Tiba-tiba, dari bayangan itu muncul sosok hantu dengan wajah yang sangat menyeramkan. Mata hantu itu kosong, kulitnya pucat seperti lilin, dan mulutnya menyeringai lebar, memperlihatkan deretan gigi yang tidak beraturan.
"A—!?" [Name] merasa darahnya membeku dan tubuhnya kaku karena ketakutan. Dia mencoba berteriak, tetapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Akhirnya, dengan seluruh kekuatan yang tersisa, dia berbalik dan berlari secepat mungkin.
Sial, sial, sial! Aku tahu seharusnya aku menolak pekerjaan ini sejak awal!
Namun, ketakutannya yang begitu mendalam membuat langkah [Name] terhuyung dan dia terjatuh di lorong, gadis itu meringis dan hampir menangis. Lagi-lagi mengumpat di dalam hatinya karena kebodohannya dan sekarang kakinya terkilir. Sosok hantu itu semakin mendekat, dan [Name] merasa putus asa.
"Jangan… kumohon… jangan mendekat," katanya sambil berusaha menutupi wajahnya di atas lantai.
「 Hi, hi, hi! Ayo, bermainlah denganku—! 」
"Hentikan …!"
「 lihatlah aku di sini …! 」
"Ti-tidak …!" [Name] mendesis sambil meremas telinganya, berusaha menghalau suara-suara itu. "Berhenti… jangan dekati aku… pergi sana!"
「 datanglah padaku …! 」
"Tidak…."
「 kali ini kita main apa? 」
"Kumohon…." Tangan [Name] bergetar.
「 Coba tebak, siapa yang ada di belakangmu? 」bayangan hitam itu samar-samar semakin terasa, mendekat.
"Tidak …!"
"[Name]."
"Tidak!"
"[Name]."
"Lepaskan, menjauhlah—"
"Ini aku," katanya. "Tenanglah, mereka sudah pergi. Ini aku."
Napas [Name] memburu, dia segera berhenti memberontak ketika menyadari bahwa orang yang menahannya adalah orang yang dikenalnya. Dia menatapnya dalsm, memperjelas visinya.
"Tuan… Zhongli…."
"Ya, ini aku." Zhongli mengangguk beberapa kali, masih menahan bahu [Name] untuk tetap duduk di sana. "Kau tidak apa-apa?"
"Maaf, aku—ukh!" [Name] meringis lagi, rasa sakit segera menjalarinya. "Sepertinya aku terkilir. Maaf, maafkan aku."
"Tidak apa-apa," gumam Zhongli dengan suara menenangkan. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Kau aman sekarang. Mari kita kembali dan minum teh yang sudah kusiapkan, aku akan mengobatimu di sana."
[Name] terdiam, menatap Zhongli dengan mata yang mulai berlinang air mata. Perasaan yang dia tahan sejak awal—ketakutan, dan tekanan dari pengalaman mengerikan yang baru saja dialaminya—semua itu tiba-tiba tumpah ruah. Dia merasa seluruh kekuatannya hilang, meninggalkan dirinya dalam keadaan rentan.
Air mata mulai mengalir perlahan di pipinya. [Name] mencoba menahan diri, tetapi usahanya sia-sia. Dengan perlahan, tangisannya semakin terdengar. Dia menundukkan kepala, menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sementara bahunya bergetar karena isakan yang tak bisa dihentikan.
"Huaaa… kenapa—" suara [Name] tersendat. "Kenapa ini terjadi padaku—huuu…."
"[Name]—"
"Aku—aku tidak pernah menginginkan hadiah ini, tapi…." [Name] mengusap ujung matanya, mengalihkan pandangannya. "Tapi… kenapa?"
Dia di kurung di dalam kegelapan, mereka berjanji akan mengeluarkannya dari sana tetapi dirinya justru dipermainkan hingga hampir gila sebelum mengeluarkannya dari sana.
Lalu setelah mereka terhibur dengan ketakutannya, teriakannya, mereka memberinya hadiah yang tak pernah dia inginkan. Sebuah mata. Pengelihatan. [Name] sudah muak. Dia sudah—
"[Name] …!" Zhongli menangkup wajahnya, menatapnya dalam-dalam. "Tidak apa-apa."
"…!"
Dia meletakkan tangannya dengan lembut di punggung [Name], mengusapnya dengan gerakan yang menenangkan. "Kau akan baik-baik saja, tidak apa-apa. Kau dengar aku?"
Dan [Name] menatap bola mata keemasan pria itu. Kemudian saat Zhongli menggenggam tangannya, menariknya, meremasnya, [Name] sadar bahwa ia akan baik-baik saja.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro