Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

[Name] sudah mendapatkan surat dari Ying'er yang mengatakan kalau dia sudah menyelesaikan pesanan miliknya beberapa hari yang lalu sekaligus memberinya tiga buah botol kecil untuk sampel parfumnya.

Dia tahu kalau Ying'er mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Karena itulah [Name] masih ingin memastikan kalau parfumnya benar-benar pas untuk dijadikan sesembahan kepada Rex Lapis.

Masalahnya adalah—aku tidak tahu orang seperti apa Rex Lapis itu....

Rex Lapis selalu turun dalam wujud setengah Naga dan setengah Qilin—Exuvia—saat Rite of Descension beberapa tahun yang lalu, dan itu satu-satunya waktu saat [Name] bisa melihatnya. Selain itu? Tentu tidak pernah. Bahkan jika ia bisa bertemu dengan seorang Adeptus yang lain, [Name] bisa sangat terkejut.

Namun berdasarkan banyak catatan sejarah Liyue dan syair yang selalu dilantunkan, serta buku cerita dan legenda yang banyak ditulis, Rex Lapis biasanya mengambil bentuk sebagai manusia.

Ada yang bilang kalau Rex Lapis pernah muncul dalam sosok putra seorang bangsawan yang memiliki wajah teduh bermata kuning seperti emas; ada pula cerita yang di dengarnya kalau Rex Lapis muncul sebagai sosok seorang gadis muda dengan wajah oval dan dagu sedikit lancip, bibir tegas dan jelas, serta sudut tulang rahang yang tumpul. Tipikal gadis Liyue yang cantik dengan manik secerah Cor Lapis; selain itu, ada pula yang mengaku pernah melihatnya menjadi sosok seorang pemuda bertubuh jangkung dengan rambut coklat tua, berkulit putih dan—

"[Name], apa kau baik-baik saja?"

—bermata emas. Iya. Benar. Persis seperti pemuda ini.

Lalu tanpa sadar [Name] membolakan matanya kala mendapati Zhongli sudah berdiri di depannya. Dia berkedip beberapa kali dan menggeleng sebelum berkata, "oh, iya... maaf, aku melamun. Apa kau mengatakan sesuatu, Xiānshēng?"

Zhongli menatapnya dengan lembut, bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh perhatian. Dia sedikit memiringkan kepalanya, mengamati ekspresi bingung yang tampak di wajah [Name]. "Aku bisa lihat itu," katanya dengan nada yang tenang. "Tapi apa yang sedang kau pikirkan?"

[Name] berusaha mengalihkan perhatiannya dari imajinasi yang baru saja bermain di benaknya. Ia memalingkan wajah sejenak, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena angin, berharap gerakannya bisa menutupi rasa malu yang tiba-tiba melanda. Matanya kembali berfokus pada botol parfum kecil di tangannya, lalu dengan canggung menyerahkannya pada Zhongli.

"Rex Lapis, tentu saja," jawabnya pelan, berusaha terdengar santai. "Apa menurutmu Beliau akan menyukainya?"

Zhongli mengangguk, alisnya sedikit terangkat kala pria itu mengendus aroma parfum dari botol kecil yang diberikan kepadanya. " Persembahan bukan sekadar tentang keindahan atau kemewahan, yang terpenting adalah ketulusan di baliknya. Kau tidak perlu memikirkan apa Rex Lapis akan menyukainya atau tidak, Dia hanya akan tahu kalau kau yang memberikannya."

Mendengar itu, [Name] menghela napas pelan, sedikit lega meski tak bisa sepenuhnya menghilangkan rasa gugup yang menyelinap di dadanya. Ia memperhatikan wajah Zhongli dengan lebih saksama—cara pria itu berdiri dengan postur tegak dan santai, tatapan matanya yang dalam dan selalu penuh ketenangan. Ada sesuatu di dalam diri Zhongli yang selalu membuatnya merasa... tenang. Seakan ia selalu bisa mengatakan apa pun padanya.

Tanpa sadar, jemarinya memainkan tutup botol parfum di tangannya, putaran kecil yang hampir tidak terlihat. "Kau... memahami Rex Lapis lebih baik daripada siapa pun," katanya tiba-tiba, suaranya lirih, nyaris seperti gumaman.

Zhongli terdiam sejenak, lalu tersenyum samar. "Aku telah banyak mendengar cerita tentang Dia," jawabnya dengan nada penuh misteri, seolah ada banyak hal yang tak terucapkan di balik kata-katanya. "Tapi seperti halnya Dewa lain, setiap orang punya persepsinya sendiri tentang diri-Nya."

[Name] mengembuskan napasnya perlahan, mencoba menghilangkan kegugupannya. "Kau benar. Maaf karena pertanyaanku terdengar sangat aneh."

Zhongli tertawa kecil dan tersenyum lebih. "Bukan masalah." Lalu ia menambahkan, "bagaimana kalau kau biarkan Rex Lapis yang memilihnya sendiri dengan meletakannya di depan patungnya?"

"Maksudmu—patung The Seven Rex Lapis?"

Zhongli mengangguk. "Aku akan menemanimu."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

"Oh, kalian sudah datang!" kata Ying'er riang sambil mempersilakan [Name] dan Zhongli masuk. "Aku sudah menyelesaikan perubahan yang kau minta seperti catatan yang kau berikan."

"Terima kasih atas kerja kerasnya, Nona Ying'er."

Ying'er tertawa kecil. "Bukan apa-apa. Nah, sekarang kau coba cium aromanya," ucapnya sambil menyemprotkan parfum ke udara. Aroma lembutnya memenuhi ruangan, membuat [Name] tersenyum puas. "Bagaimana?"

Namun, sesuatu masih terasa kurang. [Name] mengendus sekali lagi, kali ini dengan lebih hati-hati, lalu dengan sedikit ragu menyemprotkan sedikit parfum ke pergelangan tangannya. Ia mengangkat lengannya ke dekat wajah, menghirup aroma segar dan lembut yang menyebar dari kulitnya. Aroma ini sangat lembut dan ringan khas anak muda, dan sejujurnya [Name] cukup menyukainya.

Walaupun begitu, [Name] masih tidak yakin. Jadi dia mengalihkan pandangannya ke arah Zhongli dan bertanya, "bagaimana menurutmu, Xiānshēng? Apa aromanya sudah cocok?"

Zhongli menatap [Name] dengan penuh perhatian, tetapi sebelum ia sempat memberikan jawaban, [Name] mengangkat botol itu dan bersiap untuk menyemprotkan parfum ke lengan pakaian Zhongli. Namun, sebelum parfum itu sempat menyentuh kain, suara tawa ringan Ying'er menghentikan gerakannya.

"Oh, Nona [Name], parfum tidak akan terasa tepat jika disemprotkan ke pakaian," kata Ying'er, berjalan mendekat dengan langkah anggun. "Aroma parfum lebih baik disemprotkan langsung ke kulit, bukan pakaian. Kalau tidak, aroma tubuh tidak akan bisa bersatu dengan parfumnya, dan hasilnya mungkin berbeda."

[Name] terdiam sejenak, merasa canggung karena kekeliruannya. "Oh, aku baru tahu itu," gumamnya sambil tersenyum kaku.

Zhongli tertawa kecil, nadanya tenang dan penuh kesabaran. "Tidak masalah," katanya. "Aku percaya pada penilaianmu."

"Kalau begitu, silakan...."

[Name] merasa sedikit lebih santai saat mendengar hal itu, dia tersenyum kecil. Namun, alih-alih menyemprotkan parfum pada pakaian Zhongli, ia malah memutuskan untuk mengulurkan pergelangan tangannya ke pria itu, membiarkannya mengendus langsung aroma dari kulitnya.

Zhongli mendekat dengan gerakan yang anggun, kemudian dengan perlahan menunduk dan menghirup aroma parfum yang sudah meresap di pergelangan tangan [Name], menarik tangan wanita itu ke arahnya, menggenggamnya. Dia mengendusnya dengan tenang, dalam waktu yang lebih lama dari yang diharapkan [Name], seakan benar-benar menikmati setiap lapisan aroma yang tercium.

Keheningan yang muncul tiba-tiba terasa lebih berat, dan [Name] dapat merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ada sesuatu dari cara Zhongli menatapnya setelah menghirup aroma itu. Tatapan matanya perlahan bergerak dari pergelangan tangan [Name] ke matanya, penuh dengan sesuatu yang sulit diartikan—sesuatu yang dalam, misterius, dan mengguncang perasaannya.

Hawa panas tiba-tiba menjalari wajah [Name], membuatnya tak mampu berkata apa-apa. Ia menundukkan kepalanya sedikit, tidak mampu menahan perasaan gugup yang tiba-tiba menyerangnya. Mengapa dia merasa begitu saat pria itu hanya mencium aroma parfum di tangannya? Dia hanya mencium aroma itu, 'kan?

Benar, 'kan?

"Bagaimana aromanya?" tanya [Name] dengan suara nyaris berbisik, jantungnya berdebar kencang tanpa alasan yang jelas.

Zhongli tersenyum tipis, matanya yang keemasan menatapnya dengan lembut. "Aromanya sempurna," jawabnya pelan, tapi tatapan itu seolah membawa makna lebih dalam yang tak terucap. "Lembut dan kuat, persis seperti dirimu."

Komentar itu membuat darah [Name] berdesir. Ia buru-buru menarik kembali tangannya, berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyerang. Wajahnya mungkin kini sudah semerah buah apel yang matang.

"Ah, t-terima kasih...." gumamnya gugup, tak tahu harus berkata apa lagi. Jantungnya masih berdebar-debar, dan meskipun ia berusaha keras untuk terlihat tenang, sulit baginya mengabaikan sensasi aneh yang terus menggema di hatinya.

Ying'er yang memperhatikan dari kejauhan, menatap mereka dengan senyum kecil di bibirnya, seolah menikmati interaksi tak terduga itu. "Baiklah, kalau begitu, aku akan menyelesaikan beberapa penyesuaian kecil pada parfumnya," katanya dengan nada ceria, memecah keheningan di antara mereka.

[Name] mengangguk cepat, senang karena bisa mengalihkan perhatiannya dari tatapan Zhongli.

Oh, Arhon... kenapa hatinya sekarang merasa seperti ini?

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

Keramaian di sekitar patung The Seven milik Rex Lapis semakin ramai, suasana penuh dengan bisikan doa dan sesekali terdengar gumaman frustasi dari mereka yang sudah lama menunggu giliran. Angin berhembus lembut, membawa aroma dupa dan wewangian dari sesembahan yang diletakkan dengan penuh hormat di hadapan patung agung itu.

"Patung ini tampak megah seperti biasanya," ujar [Name], mengangkat wajahnya untuk melihat patung Rex Lapis yang berdiri kokoh di tengah alun-alun. Matanya memandang penuh kekaguman.

"Rex Lapis selalu memegang peranan besar dalam kehidupan rakyat Liyue," balas Zhongli, suaranya terdengar pelan namun tegas di tengah keramaian. "Patung ini adalah simbol kekuatan dan kebijaksanaan yang melindungi negeri ini selama tiga ribu tujuh ratus tahun."

Benar. Tentu saja seperti itu, tapi kenapa hari ini patung The Seven Rex Lapis dipenuhi orang-orang sekarang?

[Name] tidak ingin mengakui ini, tapi kebanyakan orang Liyue cenderung melupakan tradisi seperti ini dengan dalih mereka masih tidak terima kenyataan bahwa Dewa yang selalu mendampingi mereka pergi begitu saja. Tentu saja kalau tidak seprrti itu, mana mungkin Liyue Qixing menyerahkan tugas sepenting ini kepada Wangsheng Funeral Parlor. Jadi kenapa sekarang?

Saat mereka semakin dekat, seorang pria di depan patung mengangkat suara, menarik perhatian [Name] dan orang-orang di sekitarnya. Dia memegang tiga botol parfum di tangannya, mengangkatnya tinggi-tinggi sebelum meletakkannya dengan hati-hati di depan patung. "Parfum ini," katanya dengan nada percaya diri, "adalah parfum yang sama digunakan pengembara berambut pirang saat memberikan sesembahan kepada Rex Lapis. Aku yakin patung ini akan merespon dengan tanda yang sama!"

Orang-orang di sekitar memperhatikan dengan seksama, mata mereka berbinar penuh harap. Namun, setelah beberapa saat, patung itu tetap diam. Tak ada cahaya, tak ada tanda apapun. Wajah pria itu mulai berubah, kecewa dan frustasi.

"Kenapa tak ada reaksi?" gerutunya. "Ini parfum yang sama!"

Beberapa orang mulai berbisik, keraguan dan ketidakpastian merambat di antara mereka. Sebenarnya [Name] juga penasaran dengan itu dan dia tidak mungkin tidak mengenali pengembara berambut pirang yang disebut pria itu barusan, tentu karena dia adalah orang yang terkenal di penjuru Teyvat.

Tatapan mereka kini beralih pada [Name] dan Zhongli yang mendekat. Dengan gerakan penuh ketenangan, [Name] melangkah maju ke depan patung, menggenggam botol parfum yang baru saja diambil dari Scent of Spring.

Sejenak, kerumunan menahan napas, seolah tidak yakin apa yang akan terjadi. Mata-mata mereka terpaku pada [Name], sebagian meremehkan, sebagian penasaran. Mereka tampaknya berpikir dia akan mengalami nasib yang sama seperti pria sebelumnya—tanpa ada reaksi dari patung.

Namun, [Name] tidak terpengaruh. Dengan tenang, dia membuka tutup botol parfum dan menuangkan beberapa tetes di atas sesembahan di hadapannya. Aroma lembut yang menyatu dengan dirinya saat di toko Ying'er kini melayang di udara, menyelimuti patung itu dalam keheningan yang penuh makna. Aroma selembut kidung yang membelai kulit dan disukai para pria—itu yang dikatakan Ying'er sebelum [Name] pergi dari tokonya.

Tiba-tiba, patung Rex Lapis mulai bercahaya. Cahaya yang lembut namun intens menyelimuti patung, mengalir dari dasar hingga ke puncak. Orang-orang terkejut, menarik napas dalam-dalam, terperangah oleh pemandangan yang tak mereka duga. Keheningan yang tadinya meliputi alun-alun berubah menjadi suara-suara kagum dan bisik-bisik tak percaya.

"Dia... dia mendapat tanda dari Rex Lapis!" seru salah satu dari kerumunan.

[Name] tertegun, matanya membulat melihat patung yang kini memancarkan cahaya terang. Hatinya berdetak kencang, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Apa ini benar terjadi? Sesaat, ia melirik Zhongli di sampingnya, mencari penjelasan, tetapi pria itu hanya tersenyum samar, tatapan matanya tenang dan penuh pengertian.

"Sepertinya Rex Lapis telah menerima sesembahanmu," kata Zhongli dengan suara lembut, seolah memahami apa yang [Name] rasakan.

"Iya."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

Langit sore di Liyue perlahan berubah oranye keemasan saat [Name] dan Zhongli meninggalkan patung The Seven Rex Lapis. Jalanan mulai sepi, hanya beberapa orang yang masih berkeliling menikmati suasana senja di pelabuhan. [Name] berjalan di samping Zhongli dengan langkah tenang, tetapi pikirannya terasa penuh. Sesekali, dia melirik pria di sebelahnya, teringat pada cahaya yang tiba-tiba terpancar dari patung Rex Lapis saat dia mempersembahkan parfumnya tadi.

Perasaan aneh itu belum juga hilang—sebuah rasa keterhubungan yang begitu kuat dan sulit dijelaskan. Apa ini hanya kebetulan? pikirnya. Mungkinkah Zhongli pernah bertemu dengan Rex Lapis sebelum sang Prime Adeptus itu mangkat?

Beberapa langkah lagi mereka akan sampai di pintu keluar alun-alun, ketika [Name] tiba-tiba menghentikan langkahnya. Pikirannya terus mengembara, dan tanpa sadar, dia bergumam, "apa sebenarnya Rex Lapis itu adalah seorang pria?"

Suara lembutnya tertangkap oleh Zhongli yang berjalan di sampingnya, mendengar pertanyaan itu, senyum tipis menghiasi bibirnya dan dia tertawa ringan, seolah menikmati keluguan dan rasa penasaran yang tersirat dalam pertanyaan itu. "Rex Lapis pernah menampakkan diri dalam berbagai wujud," ucapnya dengan nada tenang. "Dan pria adalah salah satunya."

Kata-kata Zhongli mengalir dengan mudah seolah-olah dia tengah menceritakan sesuatu yang biasa. Namun, respons itu justru membuat [Name] tertegun. Ia mendongakkan sedikit kepalanya, matanya menatap Zhongli dengan tatapan penuh pertanyaan. Ada sesuatu dalam cara Zhongli mengatakannya yang terasa berbeda—bukan sekadar jawaban umum, tapi lebih seperti... kebenaran yang ia yakini sepenuhnya. Kali ini, dia tidak menggunakan kata "mungkin" seperti biasanya, seolah tidak ada ruang keraguan dalam ucapannya.

[Name] tidak segera menjawab. Perasaan aneh itu kembali datang, menyelimuti hatinya, semakin kuat seiring berlalunya detik. Ia menoleh, menatap Zhongli dalam diam, mencoba mencari makna di balik kata-katanya, di balik tatapan matanya yang tenang.

Zhongli hanya tersenyum lembut, matanya yang berwarna keemasan menatapnya dengan kehangatan yang tak terbaca, seolah-olah dia tahu lebih banyak dari apa yang dia ungkapkan. Dan di bawah sorot mata itu, jantung [Name] berdebar sedikit lebih cepat, meski dia tak tahu mengapa. Ada sesuatu dari cara pria itu berbicara dan membawa dirinya yang selalu membuatnya terpesona, sesuatu yang perlahan membuat hatinya terusik.

Perasaan itu kini semakin jelas, mengguncang ketenangan yang selama ini ia coba pertahankan. Meskipun belum sepenuhnya memahami apa yang sedang ia rasakan, dan [Name] tahu bahwa keberadaan Zhongli di sisinya memberikan pengaruh yang tak bisa diabaikan.

Angin sore yang sejuk berhembus lembut, menyapu rambut [Name] yang terurai. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai kacau.

"Jadi begitu...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro