Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

Siang itu, setelah menyelesaikan salah satu prosesi pemakaman pada hari ini, [Name] menghela napas lega. Hari ini berjalan dengan lancar, meskipun melelahkan. Namun, tugasnya belum selesai. Ia masih harus pergi ke penjual bunga untuk membeli Qingxin, bunga yang akan digunakan dalam upacara peringatan kematian Rex Lapis. Sambil menyeka keringat di dahinya, ia melirik matahari siang itu di atas kepalanya sembari sedikit menyipitkan pandangan.

"Ada apa, [Name]?" Tanya Zhongli yang tiba-tiba muncul dan berdiri di sampingnya.

[Name] menggeleng dan tersenyum tipis. "Tidak ada, hanya saja hari ini cuacanya masih sangat panas."

Zhongli mengangguk berwibawa. "Benar. Jarang-jarang cuacanya sebagus ini saat hari pemakaman."

Sesungguhnya itu benar. Entah kenapa terkadang saat [Name] sedang mengurus prosesi pemakaman seperti hari ini, cuacanya sering kali sama seperti suasana di pemakaman. Sunyi, gelap, dan... menyedihkan. Tidak jarang awan mendung dan hujan turut menghiasi langit.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kalau kita pergi ke Liuli Pavilion sekarang?" Kata Zhongli seraya menarik kedua sudut bibirnya samar. "Keluarga Li baru saja mengumumkan menu masakan rumahan yang baru, mungkin kita bisa menikmatinya sembari makan siang bersama. Bagaimana?"

"Oh, aku juga sudah mendengar itu." Sambil mengatakan itu, [Name] mengadahkan kepalanya.

Meskipun terkadang [Name] merasa bahwa ada sesuatu yang kuno dalam sikap Zhongli—caranya berbicara, penampilannya yang selalu rapi, dan caranya berpikir seperti Rex Lapis seolah ia adalah sang Adeptus itu sendiri—ia tak bisa menyangkal bahwa pria itu justru memiliki pengetahuan paling luas tentang segala hal yang terbaru di Liyue, termasuk urusan kuliner.

Bahkan minggu lalu, Zhongli dengan tenang memberi Xiangling saran untuk menambahkan Jueyun Chili dari Mt. Aocang ke dalam resep mapo tofu-nya, dengan alasan bahwa cabai itu akan memperkuat rasa asli tofu dan meningkatkan kelezatan hidangan. Beberapa hari kemudian, Xiangling mencoba saran tersebut dan hasilnya membuat Zhongli tampak benar-benar puas, seolah-olah ia bisa merasakan keseimbangan sempurna dari setiap bahan dalam hidangan itu.

Namun, kali ini [Name] menolak dengan halus tawaran makan siang bersama Zhongli. Ia tersenyum tipis dan berkata, "Terima kasih atas undangannya, Xiānshēng, tapi aku harus segera bertemu dengan Tuan Bolai. Aku sudah berjanji untuk membeli Qingxin hari ini, dan upacara peringatan Rex Lapis tak bisa ditunda lagi."

Zhongli tampak sedikit terkejut, tetapi dia tetap menjaga ketenangannya. "Tentu saja. Kau benar, itu tugas yang penting." Sejenak, ia terlihat hendak berkata sesuatu lagi, tetapi kemudian ia mengurungkan niatnya. "Kalau begitu, biarkan aku menemanimu ke toko bunga. Setelah itu, mungkin kita bisa menikmati secangkir teh di jalan kembali."

[Name] tertawa canggung. Pada akhirnya, dia tetap mengangguk setuju. "Baiklah, terima kasih tawarannya."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

Sesampainya di toko bunga, seorang pria awal 40-an tahun menyambut mereka dengan ramah. "Oh, selamat datang! Saya sudah menunggu kedatangan Anda, Nona [Name]. Qingxin yang Anda pesan sudah siap. Silakan lihat apakah sesuai dengan keinginan Anda."

[Name] mendekati bunga-bunga Qingxin yang tertata rapi di atas meja. Kelopak bunga yang berwarna putih dan lembut, melambangkan kemurnian dan kedamaian, memancarkan aura tenang yang seolah cocok dengan upacara yang akan diadakan. Ia memeriksa bunga-bunga tersebut dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang rusak atau cacat.

Sama seperti Silk Flower, Qingxin juga memiliki karakteristik khusus berdasarkan cara penanaman dan tempat dimana mereka tumbuh. Namun yang jelas, bunga-bunga yang ditunjukkan Bolai adalah spesimen yang bagus dan terawetkan dengan baik.

Salah satunya, ada bunga Qingxin dengan kelopak yang amat jernih layaknya embun di pagi hari yang menyegarkan. [Name] tahu yang satu ini karena Kakeknya yang memberitahunya dan sering menggunakannya ke dalam masakannya sendiri, jadi dia sudah tidak asing lagi. Bunga ini dapat dibedakan dari kelopak dan benang sari yang padat dan aromanya yang kuat, sehingga membuatnya mudah dikenali, karena itulah banyak peracik parfum menggunakannya sebagai bahan dasar untuk berbagai macam wewangian.

Lalu di sampingnya ada bunga Qingxin berwarna putih dan tak terlalu transparan, bunga yang banyak tumbuh di pegunungan Liyue dan umum digunakan untuk berbagai macam keperluan karena budidayanya yang cenderung lebih mudah.

Sementara itu yang lainnya—aku pertama kali melihat yang ini, pikir [Name].

"Itu 'Kenangan Tak Terlupakan', atau kau bisa menyebutnya...." [Name] mendongak, dengan sekuntum Qingxin di tangannya, dia menatap lurus Zhongli yang melihatnya dengan sorotnya yang dalam. "... 'Ingatlah Aku'."

Bunga dengan kelopaknya yang seputih susu, tampak begitu lembut dan suci, seakan menyimpan kesederhanaan yang polos dan murni—mirip seorang anak kecil yang belum tersentuh oleh kerasnya kehidupan, tetapi penuh dengan potensi untuk tumbuh dan berkembang. Daun-daunnya yang besar dan rimbun menambah kesan kuat akan kehidupan yang baru dimulai, segar dan penuh harapan.

Orang sering berkata bahwa kenangan yang paling dalam tersimpan di hati adalah kenangan masa kecil—masa yang dipenuhi dengan tawa, tangis, dan keajaiban. Saat segalanya terasa begitu baru, dan kehidupan perlahan menampakkan jalur-jalurnya yang rumit. Namun, sering kali dalam kejaran ambisi dan fokus pada masa depan yang tak pasti, masa-masa berharga itu begitu mudah terlupakan.

Tapi mengapa kini Zhongli melihatnya seperti itu? Dengan tatapan yang menyimpan sejuta kerinduan, sorot matanya bercerita lebih dari sekadar nostalgia. Seolah ada kata-kata tak terucap yang mengalir dari hatinya, sesuatu yang dalam, sesuatu yang telah lama disimpannya?

[Name] merasakan keheningan yang tiba-tiba di antara mereka. Ruangan yang semula hanya diisi dengan keharuman bunga Qingxin dan sapaan lembut dari penjual bunga kini terasa dipenuhi dengan sesuatu yang lebih berat—sebuah emosi yang menggantung di udara, tak terucapkan tapi begitu nyata.

Saat itu, tatapan Zhongli tampak lebih dari sekadar kekaguman terhadap bunga. Ada sesuatu di balik mata emasnya yang membuat [Name] merasa seolah sedang melihat ke dalam lautan kenangan yang dalam, jauh melampaui sekadar perbincangan tentang bunga atau prosesi pemakaman. Ada semacam kesedihan yang tertahan, sebuah kerinduan yang hampir tak bisa dijelaskan, dan dia bisa merasakannya begitu jelas.

"Ingatlah aku," ulang Zhongli, suaranya nyaris berbisik. Kata-katanya tidak terdengar seperti sebelumnya, seakan pria itu mengatakannya untuk di dengar seseorang. "Walaupun jarang digunakan dan hanya sedikit orang yang tahu, tapi bunga ini dianggap sebagai simbol kenangan yang tak terhapuskan."

Bolai tertawa senang. "Tuan Zhongli memang sangat ahli. Aku tidak akan pernah tidak terkesan mendengar kau mengatakan hal sedetail itu."

Zhongli balas tersenyum dengan berwibawa. "Terima kasih banyak, Tuan Bolai. Tapi hari ini aku datang hanya untuk menemani Nona ini."

"Tentu saja." Lalu Bolai beralih pada [Name] dan bertanya, "bagaimana menurutmu, Nona [Name]?"

[Name] masih terdiam, memandangi bunga Qingxin yang ada di tangannya. Kelopak putih bunga itu terasa lembut di ujung jarinya, seolah-olah menyimpan cerita yang jauh lebih dalam dari sekadar tanaman pegunungan. Kata-kata Zhongli tadi, "Ingatlah Aku," bergema di kepalanya, dan entah mengapa, kalimat itu meninggalkan kesan di dalam hatinya.

"Ini sempurna," akhirnya [Name] berucap pelan. Ia menatap Bolai dan tersenyum lembut. "Aku akan mengambilnya. Qingxin ini... semuanya sesuai dengan yang kubutuhkan untuk upacara nanti."

Bolai mengangguk puas, senang mendengar keputusan [Name]. "Pilihan yang bagus, Nona. Bunga Qingxin ini memang istimewa, seperti kau yang datang dengan tujuan yang mulia," katanya, dia dengan cekatan membungkus bunga-bunga itu dalam kertas halus dan menyerahkannya kepada [Name]. "Silakan diterima."

"Terima kasih banyak, Tuan Bolai."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

"Selamat datang, Nona [Name]. Akhirnya kau datang juga, aku sudah menunggumu dari tadi."

"Maafkan aku karena terlambat, Nona Ying'er."

Ying'er tertawa kecil dan membalas, "tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, aku tidak tahu kalau kau akan membawa Tuan Zhongli hari ini bersamamu."

[Name] menyunggingkan senyuman. "Iya, kami baru menyelesaikan pekerjaan kami."

"Ah, begitu." Lantas Ying'er menggulirkan bola matanya ke arah Zhongli sambil tersenyum misterius, lalu dia berkata, "kupikir kalian baru saja selesai berkencan, ternyata aku salah."

[Name] terkesiap sejenak, wajahnya memerah samar. Ia menundukkan kepala, merasa gugup mendengar candaan Ying'er yang tiba-tiba. Senyuman kaku menghiasi bibirnya ketika mencoba merespons dengan tenang. "Ah, tidak, kami hanya bekerja bersama," jawabnya cepat, berusaha meredam rasa malu yang mendadak muncul.

Sementara itu, Zhongli tetap tenang seperti biasanya. Wajahnya tak menunjukkan sedikit pun tanda terganggu oleh komentar itu. Justru ia tersenyum tipis, penuh pengertian, seolah sudah terbiasa menghadapi lelucon semacam ini. "Nona Ying'er, kau selalu suka bersikap jahil, bukan?" katanya dengan nada tenang tetapi tetap sopan.

Ying'er hanya tertawa, menutupi mulutnya dengan tangan. "Maaf, maaf. Aku hanya tidak bisa menahan diri. Kalian sangat sering terlihat bersama, jadi kupikir memang begitu," tambahnya, tatapan matanya memancarkan kehangatan yang sedikit nakal. "Tapi baiklah, kita lanjutkan urusan kita."

Ying'er kemudian berbalik menuju rak besar yang dipenuhi botol-botol kecil berisi cairan aromatik. Ruangan toko parfum itu dipenuhi aroma bunga dan rempah yang menenangkan. Bunga Qingxin yang baru saja dibawa [Name] tampaknya menjadi sentuhan terakhir untuk ramuan parfum khusus yang akan dipersembahkan dalam upacara peringatan Rex Lapis besok.

"Jadi, apakah bunga Qingxin-nya sudah sesuai dengan keinginanmu?" tanya Ying'er sambil memeriksa bunga-bunga itu di atas meja. Tangannya dengan lincah mengelus kelopak bunga yang lembut, matanya penuh perhatian pada setiap detail.

"Ya, bunga-bunga ini sempurna," jawab [Name] dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan. "Mereka sangat indah, dan kurasa mereka akan cocok untuk upacara peringatan nanti."

Ying'er mengangguk sambil tersenyum, lalu mulai menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses pembuatan parfum. "Bunga Qingxin ini memang memiliki aroma yang sangat lembut dan menenangkan. Cocok untuk suasana upacara yang sakral yang akan datang. Kalau begitu, aku akan segera mulai meraciknya besok."

"Aku mengerti." [Name] mengangguk, lalu menambahkan, "jika sudah selesai, kau bisa mengabarinya ke Wangsheng Funeral Parlor dan mengirimkan sampelnya, aku akan langsung datang ke sini."

"Oh?" Ying'er tersenyum kecil, lalu memiringkan sedikit kepalanya. "Apa ada sesuatu yang kau butuhkan lagi?"

"Tidak, tentu tidak. Aku percaya pada parfum buatanmu." [Name] menggeleng, dia menjelaskan, "tapi aku ingin tetap datang untuk mengeceknya langsung dan jika ada perubahan yang memungkinkan, sebaiknya aku menunggu di sini sampai selesai."

"Ah, aku mengerti." Ying'er mengangguk beberpaa kali sembari menuliskan sebuah catatan di bukunya. "Kalau begitu, aku akan melakukannya seperti keinginanmu."

"Terima kasih atas pengertiannya, Nona Ying'er."

"Tentu saja, bukan apa-apa."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

Setelah menyelesaikan permintaannya di Scent of Spring, [Name] keluar dengan Zhongli dari sana untuk kembali. Setelah percakapan singkat itu, [Name] merasakan ketenangan menyelimuti suasana. Namun, saat matanya melirik ke arah Zhongli, dia menyadari bahwa pria itu tampak lebih diam dari biasanya. Ada sesuatu yang menggelayuti pikirannya, dan meski ia tidak ingin mengganggu, rasa khawatir mulai menjalar di hatinya.

"Xiānshēng," panggilnya lembut, memecah keheningan yang terbangun di antara mereka. "Apakah ada yang mengganggu pikiranmu? Kau tahu... kau sedikit terlihat... agak terganggu."

Mata Zhongli sedikit melebar, cukup terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan [Name] tiba-tiba. Lalu perlahan menutup dan membuka lagi, lantas senyuman tersungging di bibirnya dengan sorotnya yang berangsur mulai melembut saat menatapnya. "Aku baik-baik saja, terima kasih sudah mengkhawatirkanku," katanya.

"Sungguh?" [Name] menelengkan kepalanya sejenak, kemudian berhenti melangkah. Alisnya terangkat hingga membuat dahinya berkerut samar. Tidak puas dengan jawaban Zhongli. "Apa kau yakin, Xiānshēng? Jika ada yang mengganggumu, silakan katakan saja."

Senyum Zhongli kembali merekah, tetapi kali ini lebih tulus. "Aku menghargai perhatianmu. Tapi, semua baik-baik saja setelah kau menanyakannya begitu."

Sejujurnya, itu semakin membuat [Name] cemas. Zhongli bukan tipe orang yang mudah mengungkapkan perasaannya seperti ini, jadi begitu melihatnya terdiam seperti itu sedikit banyak membuatnya khawatir. Namun karena pria ini sudah berkata begitu, jadi [Name] tidak mendesaknya sama sekali.

Lantas untuk mengubah suasana, [Name] tiba-tiba berkata, "karena belum terlalu sore, bagaimana kalau kita makan siang di Wanmin Restaurant sambil minum di Third-Round Knockout dan mendengarkan cerita Tuan Tian, Xiānshēng?"

Zhongli memberikan ekspresi yang sama seperti sebelumnya: terkejut lalu dia tersenyum, kali ini pria itu tiba-tiba tertawa ringan dan membalas, "tentu, ayo kita pergi sekarang."

Suara tawanya menggema di udara, memberi kesan hangat yang seolah menyalakan kembali semangat di antara mereka. Mendengar itu cukup untuk membuat [Name] merasa lebih baik dari sebelumnya sekarang. Pada saat itulah [Name] tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda pria di sampingnya dengan berkata, "tapi kau membawa mora, 'kan? Tolong jangan minta Tuan Mao dan Tuan Degui untuk mengirimkan tagihannya ke Wangsheng Funeral Parlor, Xiānshēng."

Zhongli tertawa, suara lembutnya mengalun di antara keramaian Liyue. "Tenang saja, kali ini aku tidak lupa membawa dompetku. Jadi kau tidak perlu khawatir."

"Baguslah kalau begitu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro