Chapter 37
Langit di atas Wangsheng Funeral Parlor mulai menyelimuti dirinya dengan jingga lembut, pertanda senja telah tiba. Udara terasa dingin namun tidak menusuk, memberikan suasana yang hening dan tenang di antara hiruk-pikuk siang dan gelapnya malam. [Name] melangkah keluar dari ruang kerja Hu Tao dengan wajah sedikit masam, mencengkeram erat surat kecil yang ditinggalkan oleh seorang klien kepada mereka. Pekerjaan kali ini, seperti biasa, tidak mudah diabaikan mengingat klien bersikeras tentang roh yang mengganggunya.
Saat dia menuruni tangga, langkahnya terhenti manakala sosok tinggi dengan aura berwibawa dan pakaian khas cokelat dan emas menghampirinya. Zhongli. Mata keemasan pria itu bertemu dengan miliknya, dan senyum tipis tersungging di wajah Zhongli meskipun tatapan tajamnya memberikan kesan bahwa ia sudah membaca banyak dari ekspresi [Name].
"[Name]," panggil Zhongli dengan suara lembut. "Tampaknya Direktur Hu baru saja memberikanmu tugas baru hari ini?"
[Name] mengangguk, ekspresinya sedikit muram. "Iya, seorang klien mengira mungkin ada seseorang yang menghantuinya belakangan ini."
"Begitu rupanya," Zhongli bergumam, dia tampak berpikir sejenak sebelum berkata, "Biasanya Direktur Hu akan menyelesaikan masalah ini seorang diri secara langsung, mungkinkah dia sudah mengetahui tentang kemampuanmu, [Name]?"
[Name] tersenyum kecut. "Kupikir juga begitu. Itulah kenapa aku tidak bisa menolak pekerjaannya kali ini. Dia tampaknya Direktur Hu yakin kalau aku bisa membantu…."
Zhongli menatapnya dengan penuh perhatian, tapi ada sesuatu dalam sorot matanya—ketegangan yang hampir tidak kentara. Dia meletakkan sebelah tangannya di punggung, alisnya sedikit terangkat ketika akhirnya bertanya, "siapa nama kliennya?"
"Tuan Qian Mingsheng," jawab [Name] tanpa berpikir panjang.
Sejenak keheningan menyelimuti mereka. Pandangan Zhongli tetap tajam, tapi dia tak bisa menyembunyikan perubahan kecil di ekspresinya—kekakuan ringan yang mengisyaratkan ketidaksukaan.
"[Name]," kata Zhongli perlahan. "Apa kau tahu apa yang harus kau lakukan tentang masalah ini?"
Nada bicaranya tenang, tapi ada sedikit tekanan di sana yang membuat [Name] tertegun. Dengan kebingungan, dia menjawab polos, "aku berpikir untuk melihatnya ketika sedang tertidur, mungkin saat itu aku bisa melihat energi yang mengelilingnya; atau agar bisa lebih efektif, aku mungkin perlu menggenggam tangannya sebentar untuk merasakan energi spiritualnya… dan…."
Zhongli tidak berkata apa-apa, tapi perubahan halus di wajahnya sangat jelas. Rahangnya sedikit mengeras, dan tatapan tajamnya itu menjadi sulit dibaca—seolah ia sedang menahan sesuatu dalam dirinya mati-matian. Sementara [Name] hanya menjelaskan tanpa maksud apa pun kepadanya seperti biasa.
Sebelum [Name] sempat mengubah pembicaraan, Zhongli angkat bicara, "kalau begitu, tunggulah aku sebentar. Aku akan menyelesaikan penilaianku hari ini, setelah itu aku akan menemanimu."
[Name] tersentak, dengan buru-buru dia melambaikan tangannya. "Tidak perlu, Xiānshēng. Klien sudah menetapkan waktu pertemuannya. Kau tidak perlu repot-repot meninggalkan pekerjaanmu hanya untuk menemaniku."
Namun, respon tersebut sepertinya bukan jawaban yang Zhongli ingin dengar. Tatapannya menjadi semakin tajam, meskipun dia masih tidak mengucapkan larangan eksplisit di mulutnya. Kendati demikian, diamnya menjadi sinyal yang cukup jelas bagi [Name].
"Tapi kau tenang saja," katanya dengan sedikit rasa bersalah, [Name] mengangguk kecil, mencoba meyakinkannya. "Aku akan langsung kembali setelah pekerjaanku selesai, aku berjanji."
"…."
Zhongli tidak menjawab. Sebaliknya, dia melangkah maju. Gerakannya lambat tetapi mantap, dan sebelum [Name] sadar, tubuhnya telah terkunci di antara tubuh Zhongli dan meja kayu di belakangnya. Rasa gugup segera memenuhi benaknya.
"Xi-Xiānshēng?"
Zhongli berdiri cukup dekat sehingga dia bisa merasakan kehadiran pemuda itu begitu jelas. Tatapannya tidak marah, tapi ada sesuatu yang intens di dalamnya.
"Apakah kau benar-benar akan kembali setelah pekerjaanmu selesai, [Name]?" Tanya pemuda itu sembari menyelinapkan kedua tangannya di sisi tubuh [Name] dan menumpukannya di atas meja.
[Name] mencoba menjawab dengan percaya diri, meski nada bicaranya sedikit gugup. "Tentu saja. Aku pasti akan langsung kembali ke Wangsheng Funeral Parlor begitu urusanku selesai. Kau tidak perlu khawatir."
"Sungguh?"
"Ya-ya… tentu saja…."
"Aku ingin memastikan sesuatu," gumamnya, suaranya begitu rendah dan lembut, tetapi mengandung ketegasan yang membuat [Name] tidak bisa langsung mengelak. Zhongli mencondongkan tubuhnya sedikit, jaraknya begitu dekat hingga [Name] hanya bisa memandang ke matanya yang dalam itu.
Gadis itu merasa jantungnya berdetak begitu cepat, tetapi ia mencoba menenangkan dirinya. "Aku benar-benar akan segera kembali. Kau… tahu itu, bukan?" bisiknya, mencoba terdengar meyakinkan.
Keheningan berlangsung beberapa saat. Mata Zhongli tetap terkunci pada wajah [Name], sebelum akhirnya dia menghela napas. "Baiklah. Aku percaya padamu."
Ketika [Name] akhirnya merasa lega dan hendak mendorong dada Zhongli perlahan agar bisa memberi jarak, Zhongli mendekatkan tubuhnya. Sebelum dia menyadarinya, bibir Zhongli telah menyentuh lembut belakang telinganya.
Hangat, seperti sentuhan angin yang membawa keharuman osmanthus, keintiman itu membuat napas [Name] tertahan.
"Anggap saja ini jimat keberuntungan," bisiknya dengan suara rendah yang hampir seperti gumaman.
"!?"
Wajah [Name] seketika memerah, dadanya berdesir karena perlakuan pria itu. Zhongli kembali menegakkan tubuhnya, memberikan ruang kepadanya. Saat dia memandangnya dengan wajah bingung dan tangan menyentuh belakang telinganya, senyum tipis tersungging di wajah Zhongli sebelum dia kembali melangkah menjauh.
"Aku akan menunggumu kembali," katanya dengan lembut sebelum berlalu.
✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦
"Bagaimana menurut Anda, Tuan Zhongli?"
Zhongli memperhatikan guci keramik berukuran besar yang digunakan sebagai penghias ruangan dalam diam. Warnanya sedikit berbeda daripada yang ia ketahui, lebih dari itu, beberapa goresan ukiran pada permukaannya terasa agak ganjil. Matanya sedikit terpincing, ekspresinya terlihat serius.
Hari sudah hampir sore ketika langit Liyue mulai dihiasi gradasi oranye lembut. Udara yang hangat berpadu dengan aroma khas teh yang seolah-olah menyelimuti pelabuhan. Zhongli berdiri tegap dengan ekspresi penuh perhitungan. Tangannya yang ramping, kuat, dengan jari yang berhenti pada pola rumit sebuah guci keramik besar di depannya.
"Ini imitasi," ucapnya akhirnya, dengan nada datar namun tegas.
Klien di depannya—seorang pria paruh baya dengan raut wajah penuh harapan—terlihat terkejut, meskipun ia berusaha menyembunyikannya. "Be-Benarkah? Tapi saya mendapatkannya dari seorang kolektor terkenal di pelabuhan…."
Zhongli menggeleng perlahan, mengangkat guci itu sedikit untuk memeriksa alasnya. "Ukirannya terlalu kasar pada titik-titik tertentu, seperti terburu-buru saat pembuatannya. Warna yang kau lihat di permukaan, meskipun serupa, kehilangan kilau yang menunjukkan keaslian porselen. Ini barang replika yang sangat baik, tetapi tetap tidak asli."
Pria itu hanya mampu mengangguk, tidak berani memprotes. Wibawa Zhongli tak tertandingi, dan pembawaannya sebagai seorang yang terpelajar membuat semua pendapatnya nyaris tak terbantahkan. Setelah memberikan penilaian terakhir, Zhongli menutup buku catatannya. Hari ini berjalan lebih panjang dari yang ia perkirakan. Banyak barang antik yang mencurigakan, dan hal itu mulai menimbulkan pertanyaan besar di benaknya.
"Pemalsuan seperti ini tampaknya mulai marak," gumam Zhongli lebih kepada dirinyab sendiri, sembari berjalan meninggalkan kliennya yang masih tercenung. Langkahnya memantap, namun pikirannya berpusar. Ada kemungkinan ini lebih dari sekadar ketidaktahuan pengumpul—atau sebuah sindikat kejahatan.
Tidak lama setelah pekerjaan terakhirnya selesai, Zhongli meluangkan waktu untuk menemui Madame Ping. Beberapa tangga dan jalan kecil di Pelabuhan Liyue membawanya ke Yujing Terrace yang berada di bagian barat kota dan distrik permukiman kaya di sepanjang tebing Mt. Tianheng.
"Ah, Tuan Zhongli. Sudah lama tak bersua," Madame Ping menyambut dengan senyum hangat sembari menuangkan teh ke dalam cangkir porselen.
Zhongli mengangguk hormat, mengambil tempat duduk di hadapannya. "Madame Ping, seperti biasa, tempatmu menawarkan keheningan yang berharga setelah hari yang panjang."
"Tentu saja. Pemandangan di tempat ini tak pernah mengecewakan," sahut wanita tua itu dengan gelak kecil.
Keduanya berbincang dengan santai, dari cerita sederhana tentang keseharian hingga pembahasan berat yang mulai mencuat saat Madame Ping secara tidak langsung menyebutkan temuan tentang barang antik palsu di pasar belakangan ini.
"Tak disangka hal seperti ini terjadi lagi," ungkap Madame Ping dengan nada mengingatkan. "Ada yang mengatakan, ini disebabkan peningkatan permintaan luar negeri atas seni Liyue. Banyak yang ingin mengabadikan warisan kota ini, tetapi tidak memahami nilainya."
"Aku tidak akan menyangkal hal itu," ucap Zhongli dengan suara sedikit rendah sambil mengangkat cangkir teh di atas mejanya. "Dan jika hal ini terus dibiarkan, orang-orang menengah ke bawah yang paling dirugikan."
"Oh?" Madame Ping terlihat tertarik. "Apa ada seseorang yang memberitahumu tentang itu?"
Zhongli tersenyum lebih. "Pelajaran yang berharga."
Percakapan pun terus mengalir seperti yang sudah dilakukannya bertahun-tahun dulu dengan sang Adeptus yang satu ini. Sekali lagi, hari yang menyenangkan dan segelas teh yang nikmat.
Namun, Madame Ping tampaknya tahu kapan harus menghentikan topik berat ini. Dia menyunggingkan senyum lembut dan berkata, "Oh, dan soal permintaanmu, Tuan Zhongli. Sudah selesai. Rasanya aneh menyebutnya permintaan, sebab kupikir kau memerlukan ini hanya untuk sesuatu yang lebih… santai."
"…."
Zhongli menaikkan alisnya sedikit, tetapi belum sempat menjawab, Madame Ping tertawa kecil. "Jarang-jarang aku mendapatkan permintaan langsung dari Rex Lapis, jadi mungkin aku sedikit menikmatinya ketika membuat ini."
Zhongli terkekeh pelan, jelas tak berniat menyembunyikan apa pun dari wanita dihadapannya. "Teko milikmu memang tidak pernah mengecewakan."
Madame Ping tersenyum, lalu menyeruput tehnya perlahan. "Aku akan memberikan hadiahku yang lainnya nanti ketika hari itu tiba."
Nada suaranya yang lembut membawa kehangatan, tetapi kelapangan hatinya menyembunyikan kelicikan seorang Adeptus yang telah hidup lebih lama dari manusia biasa. Zhongli tidak menjawab dengan segera; dia mengalihkan pandangan ke cangkir teh di tangannya, membiarkan aroma daun teh yang menenangkan memenuhi indranya.
"Madame Ping," akhirnya dia membuka suara dengan nada penuh penghargaan, "aku mengucapkan terima kasih atas kebaikan ini. Seperti biasa, kearifanmu tidak ternilai."
"Oh, jangan terlalu formal, Tuan Zhongli," sahut Madame Ping dengan tawa kecil, tangannya terangkat ringan ke udara seperti mengusir segala kecanggungan. "Dan semoga apa pun niatmu, tempat itu akan membawa kedamaian… dan mungkin kebahagiaan yang lebih besar dari sekadar keheningan."
Madame Ping meletakkan cangkirnya kembali ke piring kecil dengan nada berirama, tetapi tatapan matanya yang lembut seolah menembus Zhongli. Seakan, sebagai sesama Adeptus, ia memahami alasan yang lebih mendalam di balik permintaan Serenitea Pot itu. Tidak ada kata lain yang keluar dari mulutnya, tetapi ekspresinya sudah cukup mengatakan segalanya.
Zhongli berdiri dari kursinya dengan anggun, menangkupkan kedua tangannya di depan dada dalam sikap hormat. "Aku akan pergi dulu. Teh dan percakapan ini sangat berharga, seperti biasa."
"Kapan saja kau ingin kembali," jawab Madame Ping lembut sambil melambai padanya.
Zhongli menatap teh yang masih berputar dalam teko itu untuk sesaat sebelum pergi meninggalkan Yujing Terrace. Langit mulai merona lebih pekat, mencerminkan kesan damai di atas Liyue yang sibuk. Namun, pikirannya tetap kembali pada satu hal—[Name]. Ia merasa ada sesuatu yang memerlukan perhatiannya segera. Jika pekerjaannya sebagai konsultan telah usai, maka tugas sebagai seorang kekasih harus ia penuhi tanpa kelambatan.
"Sudah sejauh mana pekerjaannya sekarang?" batinnya bertanya dengan rasa khawatir yang mulai mencuat tanpa disadarinya.
✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦
Malam telah sepenuhnya merangkul Liyue dengan keheningan yang khas, hanya dipecahkan oleh suara derit pintu yang ditutup pelan di belakang mereka. [Name] menarik napas panjang, merasa lega setelah berhasil menyelesaikan tugasnya bersama Tuan Meng. Klien mereka, seorang wanita tua yang tampak lelah karena malam-malam tanpa tidur, akhirnya dapat mengembuskan napas lega setelah roh yang mengganggu mimpinya berhasil ditenangkan.
"Terima kasih atas bantuannya hari ini," kata [Name] dengan nada penuh hormat kepada klien, membungkukkan tubuh kecilnya sedikit.
Wanita itu tersenyum lembut, tetapi garis-garis lelah di wajahnya tetap jelas terlihat. "Semoga dewa-dewa memberkati kalian," bisiknya lirih sebelum masuk ke dalam rumah.
[Name] berdiri di ambang pintu beberapa saat, membiarkan dinginnya angin malam menyentuh wajahnya, pikirannya terlarut sejenak dalam aroma lembut rempah yang berasal dari pelabuhan. Tapi, kedamaian itu tidak bertahan lama. Meng yang berjalan di sampingnya, menepuk lengannya ringan.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Meng memastikan. "Tidak banyak waktu tersisa sampai larut malam."
[Name] menatap langit malam yang bertaburkan bintang, lalu beralih menatapnya. "Roh itu… dia tidak mengganggu Tuan Mingshen tanpa alasan, tetapi meminta pertolongannya," ucapnya pelan namun pasti. "Kita harus segera menyelesaikan masalah ini, mungkin ada sesuatu yang terjadi pada roh itu."
Meng yang telah lama bekerja di Wangsheng Funeral Parlor, tidak menunjukkan raut terkejut. Dia hanya mengangguk, memahami maksud [Name]. "Baiklah, aku akan melaporkannya langsung kepada Direktur Hu Tao."
[Name] mengangguk, memaksakan senyum untuk menenangkan pria itu. "Aku mengerti. Terima kasih banyak, Tuan Ming."
Namun, baru beberapa langkah menjauh dari pintu kediaman klien mereka, [Name] menghentikan langkahnya. Di sudut gelap jalanan, di antara cahaya remang-remang lentera, dia melihatnya. Sosok samar yang mengintip dari balik dinding batu—hanya sejenak, cukup untuk memastikan kehadirannya sebelum menghilang ke kegelapan malam.
Mata [Name] melebar, mengenali rupa itu dengan jelas. Itu adalah roh yang sama—yang dilihatnya dalam mimpi klien mereka. Darahnya berdesir, tubuhnya bergerak mendahului pikirannya.
"Tunggu di sini!" seru [Name] dengan cepat pada Meng sebelum berlari ke arah sosok itu menghilang.
"Nona [Name]? Kemana kau pergi?!" Meng berteriak dari belakang.
"Aku akan mengejarnya! Laporkan pada Nona Hu Tao kalau aku pergi ke Wuwang Hill!" balas [Name], tanpa menoleh, hanya suaranya yang bergema sebelum lenyap ditelan kesunyian malam.
Meng mendesah panjang, wajahnya terliputi kekhawatiran, tetapi dia tidak mengejar. Sebagai seseorang yang bekerja lama di Funeral Parlor, dia tahu kapan harus memercayai rekan satu timnya. Dia berbalik dengan hati yang berat dan bergegas kembali ke Wangsheng Funeral Parlor.
Sementara itu, [Name] berlari semakin dalam ke dalam kegelapan, mengikuti bayangan samar itu yang bergerak cepat. Setiap langkahnya terasa menuntun ke arah yang lebih jauh dari peradaban, ke dalam kehampaan hutan yang semakin pekat dan sunyi.
Bayangan itu tiba-tiba berhenti, berdiri di tengah jalan kecil yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi. [Name] menarik napas tersengal, memandang dengan pandangan tajam. "Apa yang kau inginkan?!" serunya.
Tetapi roh itu tidak menjawab. Perlahan, ia mengangkat tangan dan menunjuk ke arah yang lebih dalam ke dalam hutan. [Name] ragu sejenak, tetapi keputusan sudah diambil. Dia melangkah mendekat, suara dedaunan yang kering bergemerisik di bawah kakinya. Namun, tepat saat dia cukup dekat untuk menyentuh, sosok itu memudar—hanya untuk digantikan oleh rasa berat di udara dan bayangan lain yang muncul dari segala arah.
Tubuh [Name] terasa seperti tertarik, ditarik oleh kekuatan tak kasat mata. Napasnya tertahan, sekujur tubuhnya dililit dingin yang menyengat hingga ke tulang. Dia mencoba melawan, tetapi tidak mampu—bayangan-bayangan itu mengelilingi, membisikkan kata-kata yang tak dapat dimengerti di telinganya, menyeretnya lebih dalam.
"Zhongli…." gumamnya nyaris tak terdengar, sebelum kegelapan sepenuhnya menelannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro