Chapter 36 🔞
"... apa kau seorang Adeptus?"
Itu pertama kalinya Zhongli merasa detak jantungnya berhenti sesaat ketika ia mendapatkan pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya. Padahal dia tahu kalau [Name] sudah mencurigainya, padahal dia tahu kalau gadis itu sudah mencari tahunya, pun dia sudah mempersiapkan diri jika gadis itu akhirnya menanyakannya, tetapi pada akhirnya ia tidak bisa berbohong kalau dirinya tidak sepenuhnya siap dengan pertanyaan itu.
Sungguh, ini membuatnya sangat resah sekarang. Bahkan dia tidak bisa mengatakan apa pun selain mengakui bahwa dirinya adalah seorang Adeptus-lebih tepatnya, Prime Adetus.
"Setelah itu, apa yang dikatakan Nona [Name]?"
"Dia...." Zhongli berhenti sejenak sebelum akhirnya berkata, "hanya melepaskanku begitu saja."
"Melepaskanmu?"
Zhongli mengangguk.
[Name] yang mendengar pengakuan Zhongli atas pertanyaannya hanya terdiam, gadis itu menatapnya tanpa mengatakan apa pun lagi. Lalu ketika Zhongli hendak membuka mulutnya dengan ragu, bermaksud untuk menjelaskan semuanya kepada gadis itu, [Name] memotongnya lebih dulu dengan berkata, "kau tidak perlu menjelaskannya kalau kau memang tidak ingin mengatakannya, Xiānshēng. Aku tidak apa-apa."
"Tidak, aku ingin-"
"Sungguh, aku tidak apa-apa."
Itu melukainya.
Mungkin [Name] membaca garis keraguan di wajahnya, mungkin [Name] tahu kalau dia tidak siap untuk mengatakan semuanya, karena itulah gadis itu melepaskannya dan berkata kalau dirinya tidak apa-apa, bahwa ia baik-baik saja.
Xianyun tidak segera menjawab, tatapan matanya tajam namun tenang seperti seorang yang bijak sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Jadi kenapa tiba-tiba dirimu menjadi ragu? Tidak biasanya dirimu seperti ini, Rex Lapis."
Zhongli terdiam, otot-otot wajahnya mengencang sebelum akhirnya ia mendesah pelan. "Karena... jika aku mengatakan semuanya, aku tidak yakin kalau ia akan melihatku dengan cara yang sama lagi."
Keheningan itu kembali, tetapi kali ini lebih berat, seperti awan yang menggantung rendah di pegunungan. Xianyun meraih sesuatu dari tas kecil yang kemudian ia letakkan di atas meja. Sebuah batu giok berkilauan muncul di tangannya, dipantulkan oleh cahaya mentari siang di atasnya.
"Ini," kata Xianyun sambil meletakkan giok itu di depan Zhongli. "Seperti yang kau minta, giok dengan kualitas terbaik. Diriku tidak tahu apa kau masih membutuhkan ini atau tidak, tapi aku tetap ingin memberikannya pada dirimu."
Zhongli memandang giok itu dengan sorot mata kosong. Kilau hijau pada permukaannya menangkap cahaya sore, seolah membawa pantulan ingatan akan rencananya yang masih menggantung. Ia tidak menjawab langsung, jemarinya hanya merapikan lipatan pada mantel cokelatnya.
Zhongli menatap giok itu, kilau hijaunya menangkap sinar sore dan seolah memantulkan ingatan tentang rencananya yang menggantung. Ia tidak menjawab langsung, jemarinya hanya merapikan lipatan pada mantel cokelatnya.
"Kau tahu," katanya setelah beberapa saat. "Baru-baru ini, dia mengatakan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang buruk baginya." Ia menatap Xianyun penuh kebimbangan. "Tetapi aku tidak tahu alasannya. Aku ingin tahu, apakah aku bagian dari beban yang membuatnya berpikir seperti itu?"
Ungkapan [Name] kala itu menusuknya bagai belati tak berbentuk.
Dia tahu kalau [Name] sudah mengalami banyak hal dari dirinya yang tidak sadar bahwa dia telah dipermainkan oleh seorang Adeptus beberapa tahun lalu hingga membuatnya mendapatkan pengelihatannya saat ini, sampai kesulitannya ketika ia dipaksa untuk beradaptasi sekali lagi pada kondisinya yang sekarang. Namun itu tidaklah lagi menjadi masalah untuknya.
Karena Zhongli selalu memperhatikan [Name] sejak awal.
Xianyun menyipitkan matanya sedikit, memperhatikan emosi yang jarang ia lihat dari Zhongli. Kali ini, senyuman lembut terselip di bibirnya. "Diriku bukanlah orang yang tepat untuk mengatakan sesuatu padamu saat ini karena aku juga tidak banyak memahami tentang mereka."
Zhongli mendengus, lebih karena dirinya tiba-tiba terkenang pada seseorang. "Jika dia ada di sini, kira-kira apa yang akan dikatakannya, ya?"
"Entahlah, diriku juga tidak tahu." Sambil bilang begitu, Xianyun mengangkat cangkir tehnya dekat dengan bibirnya. Dia kemudian bergumam, "dia itu orang yang terlampau baik hati yang tidak pernah bisa kumengerti. Tapi jika diriku harus mengatakan sesuatu...." Xianyun terdiam sejenak, dia mengangkat wajahnya dan menatap Zhongli dengan lurus. "Memahami manusia bukanlah tentang selalu mendapatkan jawaban yang pasti. Terkadang, dirimu hanya perlu berada di sana untuk mereka, memberikan tempat bagi mereka untuk merasa aman."
Zhongli mendengar kata-kata itu tanpa mengangguk atau menjawab. Namun, dalam keheningan itu, ia tahu bahwa rasa bersalah dan keraguan di hatinya tetap akan mengikutinya-setidaknya, sampai ia menemukan cara untuk membangun kembali kepercayaan yang mungkin telah ia renggut dari wanita yang ia cintai.
"Cobalah, Rex Lapis. Sebuah jawaban mungkin lebih mendekatkan hatimu dan miliknya, meski jawaban itu sulit."
✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦
"Oh? Xiānshēng ...!" Sapa [Name] sambil tersenyum kecil dan melambaikan tangan kecilnya ke arahnya. "Kau baru kembali?"
"[Name]," panggil Zhongli, dia mendekati gadis di depannya dan berhenti sejenak. "Begitulah. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Nona Xianyun."
"Ah...." [Name] mengangguk beberapa kali dan melanjutkan langkahnya dengan perlahan, Zhongli mengikuti di sampingnya. "Belakangan ini kau memang sering bertemu dengan Nona Xianyun, bukan? Apa itu sangat mendesak karena kau sampai kau harus berbicara dengan Adeptus sepertinya?"
Zhongli mendengus dan tersenyum samar. "Ya, begitulah."
Udara malam mulai terasa menyejukkan di sepanjang jalan berbatu yang mengarah ke Liyue Harbor. Lentera-lentera khas kota pelabuhan memancarkan cahaya keemasan hangat yang membingkai bayang-bayangnya ketika berjalan berdampingan. Langkah mereka perlahan, seolah waktu sendiri memberikan ruang untuk pembicaraan ringan.
Zhongli menjaga pandangannya lurus ke depan, sesekali melirik ke arah [Name] yang berjalan dengan langkah perlahan di sampingnya. Gadis itu membawa sebuah tas kecil di tangannya, sedikit kotor oleh debu dari perjalanan, tetapi tetap tersandang mantap di bahunya.
"Ngomong-ngomong, kau habis dari mana, [Name]?" tanya Zhongli dengan nada datar namun penuh perhatian.
"Ah, aku baru saja mengambil barang untuk keperluan ritual. Direktur Hu memintaku memastikan semuanya selesai sebelum bulan purnama berikutnya," jawab [Name] sembari meletakkan tasnya ke sisi tubuh yang lain. Tatapannya sempat terpaku pada kios makanan sebelum ia kembali menatap Zhongli. "Dan, Xiānshēng...." suaranya sedikit menggantung, nadanya serius. "Pesananmu juga sudah tiba."
"Hm?" Zhongli menoleh ke arahnya, alisnya sedikit terangkat. Ada ketenangan dari cara Zhongli mendengarkan orang lain ketika berbicara, namun kali ini ada kilau kecil rasa penasaran di matanya. "Pesanan apa yang kau maksud?"
[Name] menatapnya dengan pasrah. "Sebongkah Noctilucous Jade berwarna biru cerah yang harus kami cari sampai tiga tambang berbeda, alas keramik yang diukir dengan pola bunga Nilotpala Lotus, sepasang Cor Lapis yang dipahat seperti kelopak bunga, dan—" dia berhenti sejenak, tatapan matanya sedikit berkilat. "—sepasang sumpit berpola burung merak."
Zhongli menghentikan langkahnya sejenak, kemudian mendengus kecil sambil terkekeh pelan. "Ah, begitu. Kau berhasil mengingat semuanya dengan baik. Apakah aku membuat pekerjaanmu terlalu berat kali ini?"
[Name] menatap Zhongli dengan mata menyipit, melipat kedua lengannya di depan dada meskipun tidak ada amarah dalam gerakannya, hanya sedikit keluh ringan yang dileburkan dengan kekaguman samar. "Sangat berat untuk kantung keuangan Wangsheng Funeral Parlor, apa kau tahu berapa dana yang keluar untuk menanggung kemurah-hatianmu ini, Xiānshēng?"
"...." Zhongli tertunduk diam sejenak, lalu dengan hati-hati berkata, "kali ini aku sudah menghitungnya dengan lebih hati-hati. Jadi seharusnya tidak terlalu besar."
"Itu sekitar 520.000 mora," kata [Name] sambil tersenyum lebar. "Ya, 520.000 di minggu pertama bulan ini, Xiānshēng."
"Ah...." Zhongli mengangkat sedikit wajahnya. "Setidaknya itu sedikit lebih rendah dari minggu pertama bulan lalu."
[Name] mendengus, hampir tertawa mendengarnya. Dia melanjutkan langkahnya sambil berkata, "oh, Archon. Apa yang akan dikatakan Rex Lapis jika dia tahu ada seseorang seperti ini?"
Zhongli tersenyum geli dan menundukkan sedikit wajahnya, lalu berjalan tepat selangkah di belakang [Name] sembari meletakkan sebelah tangannya di belakang. "Sedikit informasi, dia tidak pernah mengkhawatirkan apa pun tentang Mora."
"Ah, benar." [Name] sedikit menengadahkan kepalanya dan melirik ke belakang. "Dia tidak perlu khawatir akan kelaparan, aku yakin dia juga tidak pernah membayangkan dirinya akan jatuh miskin."
"Selain itu dia—"
"Tapi kau bukan Rex Lapis, Xiānshēng," sembur [Name].
"Bukan?"
Alis [Name] naik sebelah. "Tentu saja bukan, kenapa kau malah bertanya begitu? Oh! Dan Rex Lapis tidak akan tiba-tiba turun sambil mengeluarkan mora dari lengan pakaiannya untuk diberikan kepadamu."
Zhongli terkekeh. "Aku bisa membayangkan itu."
"Jadi aku mohon padamu, Xiānshēng," seraya berkata demikian, [Name] menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menghadap Zhongli. "Tidak bisakah kau setidaknya... sedikit mempertimbangkan pengeluaran Wangsheng Funeral Parlor? Aku mengerti selera seni dan estetika adalah sesuatu yang penting bagimu, tetapi...." Dia mendesah dalam-dalam, bibirnya mengerucut ringan. "Itu semua terlalu mahal ...!"
Zhongli membiarkan dirinya terlarut dalam momen kejujuran itu, tidak menanggapi dengan segera. Bahunya melonggar, dan dengan sedikit anggukan kecil, dia berkata, "Aku akan mengusahakan itu." Suaranya lembut, hampir terdengar seperti bisikan, seolah ia sungguh-sungguh menghargai perhatian yang disampaikan.
Namun, [Name] tidak melepaskannya begitu saja. "Kau sering mengatakan itu," balasnya dengan nada menggoda, namun jelas terasa ketegasan di dalamnya. "Aku berharap kali ini kau benar-benar memikirkan keseimbangan keuangan kita."
"Aku mengerti," balas Zhongli sambil mengangguk. "Ah, aku yang akan bicara dengan Direktur Hu tentang ini. Kau tidak perlu khawatir."
"... justru aku harus khawatir karena kau yang bicara dengannya."
✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦
"Aku mengerti, terima kasih banyak untuk pengertiannya, Direktur Hu," ucap Zhongli seraya sedikit menundukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa," balas Hu Tao. "Tapi seperti yang dikatakan [Name], aku juga berharap agar kau lebih memperhatikan pengeluaranmu, Tuan Zhongli."
"Maaf, sepertinya aku sampai membuat Direktur Hu mengkhawatirkan keuanganku sendiri."
"Tentu saja! Ah, tapi—" Hu Tao meletakkan kedua tangannya di pinggang. "—aku lebih mengkhawatirkan Nona [Name] nantinya."
Zhongli menelengkan sedikit kepalanya dengan bingung. "Maksudmu?"
"Dia pasti akan kesulitan untuk mengurus pengeluaran rumah tangganya sendiri nanti," jelas Hu Tao dengan nada menggoda. "Oh, astaga. Aku berharap dia akan baik-baik saja."
"...."
Zhongli terdiam sejenak, matanya sedikit menyipit seolah menimbang makna sebenarnya dari ucapan Hu Tao. Gadis itu menyeringai penuh arti, matanya bersinar penuh kelicikan yang khas dari Direktur Wangsheng.
"Tenang saja, Direktur Hu. Aku tidak akan membuatnya kesulitan... jika memang tiba saatnya," balas Zhongli dengan nada datar namun penuh makna. Ada sesuatu dalam pandangannya yang sejenak membuat senyum Hu Tao kian lebar.
"Oh?" gumam Hu Tao sambil melipat tangan di dada, berpura-pura tidak tahu maksudnya. "Sepertinya kau sudah memikirkan semuanya. Yah, berhati-hatilah agar kepalamu tidak terlalu penuh."
"Tentu saja," jawabnya tanpa sedikit pun kehilangan ketenangan. "Terima kasih atas perhatianmu, Direktur."
"Apa pun untuk konsultan terkenal kami," kata Hu Tao sambil melangkah pergi dengan suara geli yang menggema. "Ah, aku bisa membayangkan pestanya! Jangan lupa undanganku, ya?"
Zhongli hanya mengangguk kecil sebelum berbalik, kakinya membawa dirinya kembali menyusuri lorong Wangsheng Funeral Parlor. Namun, ucapan terakhir Hu Tao membuat pikirannya sedikit kalut. Wajahnya tidak berubah, tetap tenang seperti biasanya, tapi jantungnya terasa sedikit lebih berat.
Pernyataan Hu Tao itu terus berulang dalam benaknya, dan tanpa sadar, langkahnya sedikit melambat. Zhongli menarik napas dalam, menenangkan pikirannya. Sekaranglah saatnya. Dia harus membicarakan ini dengan [Name], bukan hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri, tetapi juga untuk memahami apa yang benar-benar ada di hati gadis itu.
Ketika tiba di ruang kerjanya, suasana sepi menyelimuti ruangan. Cahaya lilin temaram memantulkan sinar lembut di rak-rak buku, meja kayu besar yang terorganisir rapi, dan lukisan kuno yang menggantung di dinding. Namun, Zhongli segera menyadari kehadiran seseorang di sana.
[Name] berdiri di sana. Gadis itu sedang memeriksa salah satu buku catatan dari dalam rak, jari-jarinya menyusuri tepiannya dengan lembut sebelum mengambilnya. Wajahnya terlihat serius, alisnya sedikit mengerut seolah mendalami sesuatu.
"... [Name]," panggil Zhongli akhirnya, nada suaranya lembut namun cukup untuk membuatnya menoleh.
"Oh, Xiānshēng," ucap [Name] sambil menaruh buku itu kembali pada tempatnya dengan hati-hati. Ia tersenyum tipis dengan hangat ketika dia melangkah mendekatinya. "Kau sudah selesai bicara dengan Direktur Hu?"
"Iya," jawab Zhongli pelan, langkahnya terhenti beberapa meter dari [Name]. Namun, tatapannya menjadi bimbang sejenak, ekspresinya sedikit melunak. Seolah ada banyak hal yang ingin ia katakan tetapi sulit diucapkan.
[Name] memperhatikan bahasa tubuhnya, dan dengan cermat bertanya, "apa yang ingin kau katakan, Xiānshēng?"
Zhongli menarik napas panjang. Butuh beberapa saat baginya untuk menjawab. "Aku ingin menanyakan sesuatu... hal yang kau katakan sebelumnya-tentang pernikahan."
"Kau masih memikirkan hal itu?" Wajah [Name] langsung berubah. Matanya membelalak kecil, seolah tak menyangka topik itu masih terngiang dalam pikirannya. Seketika, dia merasa bersalah. "Apa itu alasanmu terlihat begitu... tegang belakangan ini?"
Zhongli tidak mengatakan apa-apa, hanya memandangnya dengan keheningan yang cukup untuknya menjadi jawaban. [Name] menunduk sejenak, sebelum mengangkat wajahnya dengan ekspresi lembut. Dia tahu ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan.
"Aku tidak mengatakan hal itu karena... aku tidak menginginkan pernikahan. Aku hanya belum... siap." Zhongli mendengar setiap kata dengan serius, tidak sekalipun mengalihkan pandangan darinya. [Name] melanjutkan, meski dengan sedikit kesulitan, "Aku satu-satunya putri di keluargaku, Xiānshēng. Ayahku semakin tua dan hampir tidak bisa bekerja lagi. Kakekku... ya, dia sudah terlalu renta. Jika aku menikah, aku akan harus membagi waktu dan tenagaku untuk keluargaku sendiri, dan aku tidak yakin aku bisa melakukan itu sementara masih ada tanggung jawab di pundakku."
Kata-kata itu menggantung di udara, dan suasana ruangan menjadi begitu sunyi sehingga detak api lilin di dekat meja Zhongli hampir terdengar. Dia mendesah pelan, menundukkan wajah sedikit.
"Aku minta maaf, [Name]," ucapnya akhirnya, nada suaranya penuh penyesalan. "Aku... kurang memikirkan posisimu. Kau sudah banyak berkorban untuk orang-orang di sekitarmu, dan aku tidak menyadarinya."
[Name] tersenyum kecil, menggelengkan kepala. "Bukan salahmu, Xiānshēng."
Dengan lembut, dia melangkah lebih dekat, kedua tangannya terangkat untuk menangkup pipi Zhongli. Sentuhan itu cukup mengejutkannya sedikit, tetapi dia tidak menghindar. Bibir [Name] menyentuh bibirnya dengan ringan, sebuah kecupan singkat namun sarat akan makna terasa dengan jelas di sana.
"Seharusnya aku yang meminta maaf," bisiknya. "Aku mengatakan hal itu tanpa menjelaskan alasan sebenarnya. Aku tidak bermaksud membuatmu khawatir."
Tatapan Zhongli melunak, dan meskipun ada banyak hal yang ingin dia katakan, untuk saat ini dia hanya akan tersenyum tipis, merasa beban yang menumpuk dalam pikirannya akhirnya sedikit berkurang.
Namun, dia tidak berniat membiarkannya selesai begitu saja. Dengan lembut, dia menarik pinggang [Name], mendekatkannya hingga tidak ada lagi jarak di antara mereka. Tanpa ragu, bibirnya menyapu bibir gadis itu, kali ini dengan ciuman yang lebih dalam, lebih intens—ciuman yang tidak hanya mewakili rasa terima kasih, tetapi juga perasaan yang selama ini ia pendam dengan penuh ketenangan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro