Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 27

Matahari baru saja menyinari puncak-puncak atap bangunan kuno, mewarnai ubin-ubin tanah liat dengan kilau keemasan. Udara segar menyelimuti halaman, membawa aroma lembut dari bunga-bunga liar yang tumbuh di sekitar pekarangan. Di tengah ketenangan itu, langkah-langkah kaki [Name], Zhongli dan Tartaglia menggema lembut di jalan berbatu yang menuju ke kediaman utama.

Begitu mereka tiba, Xiaolan sudah menunggu di depan pintu, mengenakan pakaian sederhana tetapi tetap memperlihatkan keanggunannya sebagai nona muda keluarga Wei. Senyumnya yang lembut menghiasi wajahnya, dengan sorot matanya menunjukkan kerinduan yang sulit disembunyikan. 

"Selamat pagi, Nona [Name], Tuan Zhongli, dan...." Xiaolan ragu sejenak, melirik Tartaglia yang membalas dengan anggukan ramah. "Tamu yang lain."

"Tartaglia saja," balas Tartaglia ringan, meluruskan formalitas dengan senyum tipis.

Namun, [Name] tidak membuang waktu untuk basa-basi. "Xiaolan," ucapnya langsung, dengan nada yang lebih serius dari biasanya. "Bolehkah aku bertanya sesuatu yang sudah lama membuatku penasaran? Ini tentang hubunganmu dengan Tuan Wei Shen."

Mendengar nama itu, senyum Xiaolan perlahan memudar, dan tatapannya menjadi kosong sejenak. Ia tidak segera menjawab, tetapi akhirnya mengangguk lalu mengisyaratkan mereka untuk masuk ke dalam.

Xiaolan duduk di kursi kayu dengan tangan yang saling tergenggam di pangkuannya. Setelah hening sejenak, ia mulai berbicara, suaranya bergetar oleh kenangan lama yang tampak berat untuk diungkapkan.

"Kakek Wei Shen... adalah orang yang sangat berarti bagiku," ujarnya pelan, menunduk seolah sedang melihat kembali masa kecilnya. "Namun, aku dilarang mendekatinya sejak kecil. Ada suatu kejadian, di mana roh jahat menggangguku hingga membuatku sakit parah dan terluka. Keluarga kami... mereka curiga itu ada hubungannya dengan Kakek."

[Name] mendengarkan dengan seksama, sementara Tartaglia dan Zhongli duduk diam, masing-masing menunjukkan ekspresi yang berbeda—Tartaglia dengan penasaran yang terselubung, dan Zhongli dengan perhatian yang mendalam. Xiaolan melanjutkan dengan suara yang semakin pelan, hampir seperti bisikan.

"Tapi aku tahu itu bukan salah Kakek. Pada malam aku sakit, aku ingat kalau dia datang diam-diam ke kamarku, berlutut di sisiku, dan merapalkan sesuatu yang aneh. Keesokan harinya, aku sembuh." Xiaolan tersenyum kecil penuh rasa syukur, tetapi segera diliputi kesedihan. "Aku ingin terus bertemu dengannya, tetapi keluargaku memaksaku untuk menjauhinya. Mereka tidak mau mengambil risiko. Aku hanya bisa melihatnya dari jauh yang bahkan itu terasa seperti dosa."

Suasana ruangan semakin berat. Xiaolan menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. "Pada hari pemakamannya beberapa tahun lalu, aku akhirnya bisa berada di sisinya untuk terakhir kalinya. Tapi itu tidak cukup." Ia mengusap matanya yang mulai basah. "Dan kemudian, tahun lalu, aku menerima surat darinya—surat yang tampaknya dikirimkan sebelum dia meninggal. Dia berkata... dia telah menyiapkan hadiah kedewasaanku. Seperti yang dia janjikan saat aku masih kecil."

Air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku sudah mencarinya selama ini, berharap menemukan apa yang dia maksud. Tapi... aku tidak pernah tahu di mana hadiah itu berada."

Melihat Xiaolan yang mulai menangis, [Name] merasakan simpati mendalam. Ia mengeluarkan kunci kecil dari sakunya yang mereka temukan di dalam kotak kayu tempo hari. Dengan lembut, ia menyerahkannya kepada Xiaolan. "Aku rasa... ini adalah hadiahnya," ucap [Name] pelan.

Xiaolan terkejut, tetapi ia menerima kunci itu dengan tangan yang gemetar. Sebelum ia sempat berbicara, Tartaglia maju dengan kotak kayu kecil yang dihias ukiran burung di atasnya. "Dan ini," ujar Tartaglia, sambil meletakkan kotak itu di meja. "Mungkin bagian lainnya."

Dengan hati-hati, Xiaolan membuka kotak itu. Di dalamnya, terdapat sebuah permata dengan rona merah kebiruan yang memancarkan cahaya lembut. Xiaolan menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak tangis yang hampir tak terbendung. "Ini... ini terlalu indah," gumamnya di sela air mata.

Namun, sebelum ia sepenuhnya larut dalam emosi, [Name] menyentuh lengannya dengan lembut. "Hadiah untukmu belum benar-benar dibuka, Nona Xiaolan," katanya.

"Eh?"

"Bisa kau mengantar kami ke suatu tempat?"

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

Langit sudah menunjukkan warna jingga keemasan, membasahi pekarangan dengan cahaya lembut yang menyelimuti segala sesuatu dalam nostalgia. Angin menghembus perlahan, membawa aroma kayu tua dan wangi lembut bunga plum dari taman di sekitar kediaman keluarga Wei. Jalanan berbatu menuju pintu utama bangunan itu sunyi, hanya diiringi langkah pelan yang membisu, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.

Ketika mereka sampai di depan pintu utama, [Name] menghentikan langkahnya, tatapannya tertuju pada ukiran rumit yang menghiasi pintu kayu besar itu. Ukiran tersebut menggambarkan seekor burung besar dengan paruh tajam yang tengah membentangkan sayapnya, dikelilingi pola geometris yang mengalir seperti aliran sungai. Cahaya matahari yang condong ke barat memantul pada permukaan kayu, menciptakan bayangan halus di sepanjang lekukan ukiran.

Xiaolan melangkah maju, kebingungan menghiasi wajahnya. "Apakah itu ada hubungannya dengan permata ini?" tanyanya, memegang permata yang masih berada dalam genggamannya.

[Name] tidak menjawab. Matanya menyusuri setiap detail ukiran, terutama paruh burung yang mencolok di tengah. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang membuat perasaan aneh menguar dalam dirinya sejak pertama kali melihat foto tua di bangunan lama Wei Shen. Dengan perlahan, ia mengulurkan tangan untuk menyentuh ujung paruh burung itu. 

"Ini bukan sekadar ukiran biasa," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam, lalu berkata dengan suara yang tegas tetapi lembut. "Aku tahu kau ada di sana. Tunjukkan dirimu."

Hening sejenak. Kemudian, suara berderak yang dalam dan tajam terdengar, seperti kayu yang terpisah dari kerangkanya. Xiaolan terkejut, dia bergerak mundur secara refleks. Zhongli hanya mengamati dengan tatapan penuh perhatian, sementara Tartaglia menyipitkan matanya, mencoba memahami apa yang terjadi.

Dari ukiran itu, sebuah cahaya merah-oranye mulai bersinar; dan perlahan-lahan, ukiran burung itu mulai bergerak. Sayapnya membentang lebar, memancarkan percikan api kecil yang berpendar seperti kunang-kunang di senja hari. Dalam sekejap, seekor burung api besar melompat keluar dari pintu, melayang di udara dengan anggun, sayapnya membelah cahaya matahari yang tersisa.

"Tidak kusangka ada seseorang yang bisa menemukanku," kata burung itu dengan suara bergema, penuh wibawa tetapi lembut. Matanya yang bercahaya kuning menatap langsung pada [Name]. Kemudian, burung itu tampak terkejut, kepala dan tubuhnya condong sedikit ke depan. "Dan lagi... kau membawa sesuatu yang sangat membuatku terkenang." 

[Name] mengangguk pelan, rasa kagum bercampur ketegangan memenuhi dirinya. "Aku hanya mencurigai sesuatu. Dan ternyata dugaanku benar."

Burung api itu mengibaskan sayapnya dengan ringan, menciptakan angin hangat yang membuat rambut [Name] dan Xiaolan berkibar. "Jika bukan karena kau membawa barang milik Tuanku, aku mungkin tetap berdiam di sini. Tuan Wei Shen memintaku menjaga hadiah ini sampai seseorang yang tepat datang mencarinya."

"Hadiah untuk Xiaolan," ucap [Name], memastikan. "Apakah itu permata ini?"

Burung api itu mengangguk kecil. "Benar, tapi permata itu hanya permulaan. Hadiah sesungguhnya ada di dalamnya." Ia memiringkan kepalanya, lalu mengeluarkan suara panggilan panjang. Dari pintu sebelah barat, suara gemuruh pelan terdengar dan sebuah ukiran harimau putih pada pintu lain mulai bergerak.

Dalam hitungan detik, seekor harimau besar dengan bulu putih bersih dan mata hijau zamrud melangkah keluar, tubuhnya memancarkan aura tenang dan penuh kekuatan. Harimau itu mengangguk pada burung api, lalu beralih menatap Xiaolan. "Sudah lama sekali, Xiaolan kecil. Tidak kusangka kalau kau sudah tumbuh besar sekarang."

[Name] menoleh ke arah Xiaolan yang memberikan ekspresi bingung sebelum Nona Muda Wei itu bertanya, "maaf, tapi dengan siapa kau berbicara, Nona [Name]?"

[Name] terdiam sejenak, ia kembali menoleh ke arah burung api dan harimau putih berukuran besar di depannya sebelum menjawab, "mereka adalah para penjaga kediaman keluarga Wei—seekor burung api dan harimau putih. Tampaknya mereka sudah lama terikat kontrak dengan keluarga Wei."

"Tidak sopan sekali menyebut kami dengan kata 'seekor'," harimau putih itu berujar ketus. "Meskipun kami seperti ini, kami masihlah seorang Adeptus!"

"Sudahlah, Baihu. Itu sudah lama sekali," ujar burung api itu sambil mendesah pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Seharusnya kau tahu kalau bukan saatnya mengatakan hal seperti itu sekarang." 

"Aku benar-benar tidak akan pernah bisa cocok denganmu, Fenghuang."

Xiaolan menggigit bibirnya, tampak kecewa. "Maaf. Aku... tidak bisa melihat mereka."

Sebelum suasana menjadi semakin suram, [Name] mengalihkan perhatian. "Lalu, bagaimana caranya kita membuka hadiah ini?" tanyanya pada burung api.

"Hadiah ini adalah kontrak terakhir kami dengan keluarga Wei," jawab Fenghuang, suaranya penuh rasa hormat. "Tuan Wei Shen telah menyiapkan ini sebagai penutup dari segalanya. Kami akan membawamu ke tempat di mana hadiah ini dapat dibuka."

"Ikuti kami."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

"Sejak tadi aku penasaran," kata Tartaglia. "Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan, [Name]?"

[Name] menghela napas panjang, tangan kanannya yang menggenggam cabang kayu kecil berhenti sejenak di atas tanah yang telah dihaluskan. Lingkaran rumit yang tengah ia ukir hampir selesai, dengan simbol-simbol kuno yang melingkar seperti aliran sungai yang tak putus. Matahari mulai turun semakin rendah di cakrawala.

Ia menoleh sedikit ke arah Tartaglia, ekspresi wajahnya menampakkan keletihan bercampur frustrasi. "Aku sedang menggambar lingkaran untuk membuka segel pada permata itu," jawabnya, suaranya datar tetapi ada nada keletihan yang kentara. "Karena aku tidak memiliki kemampuan seperti Tuan Wei Shen, jadi menurut Baihu dan Fenghua, ini satu-satunya cara—cara tradisional."

Tartaglia mengangkat alis, terlihat setengah bingung dan setengah terhibur. "Jadi... kau menggambar di tanah untuk menyelesaikan masalah? Menarik." Ia menyandarkan dirinya pada pohon di belakangnya, seakan bersiap menikmati pertunjukan yang ia rasa aneh tetapi menghibur.

"Itu tidak salah tapi kenapa aku sangat kesal mendengarnya?"

Sebelum [Name] sempat mengatakan sesuatu lagi, Baihu, harimau putih dengan aura tenang, menguap kecil. "Hm... kau terlalu lama menggambar lingkarannya. Aku mulai bosan," katanya dengan suara dalam yang terdengar seperti gumaman santai, tetapi jelas diarahkan untuk memprovokasi.

[Name] berhenti lagi, kali ini memejamkan matanya sambil menarik napas panjang. Ketika ia membuka matanya, garis-garis frustasi terlihat jelas di dahinya, membentuk perempatan seolah menyatakan batas kesabarannya telah diuji.

"Kalau kau sudah tahu caranya, kenapa tidak kau saja yang melakukannya?" tukasnya tajam, menunjuk cabang kayu di tangannya ke arah Baihu.

Fenghua mengepakkan sayapnya sekali, membuat percikan api kecil berhamburan. Ia melirik Baihu, lalu kembali menatap [Name]. "Sayangnya, meski kami tahu caranya, hanya para manusia yang bisa mengeksekusinya," jawabnya dengan nada tenang, seolah mencoba meredakan ketegangan. "Tidak bisakah kau lihat tangan mungil kami ini?"

[Name] menghela napas lagi, kali ini lebih berat. "Kalau begitu, kenapa hanya aku yang harus melakukannya? Bukannya kau bisa meminta bantuan orang lain yang juga bisa melihat kalian?" Matanya mengarah sekilas ke Zhongli yang berdiri tidak jauh, memperhatikan semuanya dengan tenang seperti biasa.

Baihu dan Fenghua saling melirik. Sejenak ada keheningan sebelum keduanya serempak melihat ke arah Zhongli. Fenghua tersenyum kecil—atau setidaknya sesuatu yang menyerupai senyuman bagi seekor burung api. "Karena kau manusia biasa," jawab Baihu akhirnya, nadanya terdengar sangat lugas tetapi dengan keisengan yang hampir tidak tersembunyi. 

"Dan kami tidak mungkin meminta sosok sepertinya untuk melakukan ini," sambung Fenghuang."

[Name] memutar matanya, perempatan di dahinya semakin nyata. "Oh, tentu saja," gumamnya, dengan nada sinis yang jelas.

Zhongli yang sejak tadi hanya menjadi penonton diam, sedikit tersenyum, tetapi tidak berkata apa-apa. Ia tampak menikmati interaksi itu, matanya mengamati lingkaran yang hampir selesai dengan perhatian penuh. Sementara Tartaglia terkekeh pelan, sepertinya mendapati situasi ini lebih menghibur dari perkiraan.

"Baiklah, baiklah," ujar [Name] akhirnya, kembali berjongkok untuk menyelesaikan lingkarannya. "Jika ini caranya supaya kalian berhenti menggangguku, aku akan menyelesaikannya secepat mungkin."

Cabang kayu di tangannya kembali bergerak, kali ini dengan kecepatan dan ketelitian lebih tinggi. Simbol terakhir tergambar di tanah, dan begitu selesai, lingkaran ritual itu mulai memancarkan cahaya lembut yang melingkupi area sekitarnya. Baihu dan Fenghua memperhatikan dengan cermat, sementara Tartaglia bersiul pelan, tampak terkesan meski masih ada nada guyonan dalam sikapnya.

"Bagus," kata Baihu, ekornya melambai malas. "Akhirnya selesai. Kini kita bisa melanjutkan ke tahap berikutnya."

Dengan lingkaran ritual yang bersinar lembut di bawah cahaya senja, [Name] berdiri perlahan. Ia memegang permata yang merupakan hadiah untuk Xiaolan dengan kedua tangan, menatapnya dengan napas yang sedikit tertahan. Cahaya jingga yang memantul dari permata tampak menyatu dengan pancaran magis lingkaran di bawahnya.

Fenghuang melangkah maju, melayang dengan anggun ke sisi kanan [Name]. Sementara itu, Baihu mendekat di sisi kiri, tubuh besarnya bergerak dengan keagungan seekor predator yang percaya diri.

"Kami akan membantumu," ujar Fenghuang, suaranya terdengar seperti alunan angin lembut di tengah malam. "Namun, kau harus memusatkan pikiranmu. Apa yang kau pegang bukan hanya permata, melainkan kenangan dan keinginan yang belum terpenuhi."

[Name] mengangguk pelan, menutup matanya sambil menarik napas dalam. Tangan-tangannya yang memegang permata sedikit gemetar, tapi ia menguatkan diri. "Baik," katanya dengan suara pelan namun mantap.

Baihu mengeluarkan suara geraman rendah, seperti menguatkan perintah Fenghuang. Tubuh kedua Adeptus itu mulai bersinar, Fenghuang dengan cahaya merah-oranye yang berpendar seperti matahari terbit, dan Baihu dengan aura putih kebiruan yang dingin namun menenangkan. Lingkaran di bawah mereka berpendar lebih terang, simbol-simbol kuno mulai bergerak seperti hidup, mengalir dengan energi yang tampak menyelimuti ketiganya.

Tiba-tiba, sebuah cahaya menyilaukan meliputi seluruh area, membuat Xiaolan dan yang lain terpaksa menutup mata. Hanya [Name] yang tetap berdiri di tengah lingkaran, matanya masih terpejam, meski tubuhnya sedikit bergetar di bawah tekanan energi yang melingkupinya. Dalam cahaya yang memancar itu, bayangan-bayangan mulai muncul—kilasan kenangan yang melayang seperti mimpi.























✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

Hallow, para Reader tercinta Mikajeh 🥰 Bagaimana kabar kalean semua? Semoga sehat-sehat, ya! 😌😌😌

BTW gais, akhirnya aku berhasil mengumpulkan mood untuk konsisten nabung work ini—yey! 🥳🥳🥳 Gak juga sih, sebenernya karena Abah kesayangan sebentar lagi ultah jadi yah awokawokawoka AKU HARUS MENYIAPKAN HADIAH UNTUK ABAH! 🥺🥺

Sebetulnya Mikajeh sangat sadar kalo work ini membosankan, yah karena ada case-file seperti bisa yang bikin work-nya malah jadi agak berat 😖 tapi aku gak maksa kalean buat pahamin, cukup yang penting enjoy aja ye kan 😌😉 Iya dong harus enjoy, soalnya work Abah gak kek work yang laen—

—yak, betul sekali gais~ work ini sudah mulai masuk plot utamanya jadi kita akan mulai lika-likunya menjadi ayanknya Abah 🫣🫣 Eh, aku lagi ngomongin plot utama bukan bagian rated-nya, jadi jangan salah paham lho, ya! 🤨🤨🤨

Oke, itu aja dari aku gais~! Sampai jumpa di update selanjutnya! See ya! 😘



xoxo,

Mikajeh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro