Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13

Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti atap-atap rumah di Liyue, menyatu dengan aroma dupa yang samar dari kuil-kuil kecil yang tersebar di seantero kota. Di dalam rumah tradisional keluarganya, [Name] sibuk menata hidangan sarapan untuk kakek dan ayahnya. Mangkuk-mangkuk porselen putih dengan detail biru halus telah terisi penuh. Ada semangkuk bubur nasi yang hangat, telur asin yang disajikan bersama sayuran fermentasi, dan teh melati yang harum telah dituangkan dalam cangkir-cangkir kecil.

Dengan gerakan lincah, [Name] menata makanan itu di atas meja kayu yang dipoles rapi, memastikan setiap hidangan tersaji dengan sempurna. Tatapannya sejenak beralih ke jendela yang terbuka lebar, angin pagi menerobos masuk, membawa kesejukan yang menyegarkan. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan melangkah keluar dari rumah, tanpa ingin mengganggu kakeknya yang sudah bangun lebih awal untuk bermeditasi, atau ayahnya yang masih sibuk menulis sesuatu di ruang kerjanya.

Tapi sebelum sempurna dia meninggalkan rumah, Kakeknya yang duduk di pelataran tiba-tiba berkata, "berhati-hatilah, [Name]. Banyak wanita yang diculik belakangan ini."

"Aku akan baik-baik saja," kata [Name], dia berhenti dan memandangi Kakeknya di sana. "Jangan lupa habiskan sarapanmu ya, Kek."

"Iya. Terima kasih." Lalu pada detik ini, Kakeknya akan bergumam, "tidak apa-apa, dia akan baik-baik saja. Rex Lapis bersamanya, dia aman dalam lindungannya."

Senyuman kecil terbit di wajah [Name] mendengar keyakinan kakeknya. Baginya, kakeknya adalah salah satu dari banyak warga Liyue yang hidup dalam pengabdian kepada Rex Lapis. Ia tahu betul betapa mendalamnya kepercayaan itu, meski ia sendiri tidak sefanatik itu. Namun, keyakinan itu memberi kedamaian bagi keluarganya, dan ia menghargai hal itu.

Kakeknya adalah hamba Rex Lapis yang taat. Sangat taat malah. Tidak ada satu hari pun yang terlewat tanpa henti untuk berdoa pada sang Archon Geo yang dulu memimpin Liyue selama ribuan tahun. Karena itulah saat mendengar berita kematian Rex Lapis beberapa tahun lalu, Kakeknya sangat terpukul. Kendati demikian, pria tua itu tidak pernah memutuskan doanya bahkan sampai hari ini. Alasannya sederhana—karena ia mengaku bahwa Rex Lapis pernah menyelamatkan keluarganya.

Tapi tentu itu cerita yang dimiliki hampir seluruh keluarga di Liyue, jadi bukan hal yang aneh mengingat Liyue adalah bangsa yang sangat dekat dengan Archon-nya.

Dengan langkah ringan, [Name] meninggalkan rumah, melewati jalanan Liyue yang sudah mulai ramai oleh penduduk yang memulai hari mereka. Gerobak karavan berderak di sepanjang jalan batu, suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka mulai terdengar. Langit Liyue masih diliputi kabut tipis, memberikan kesan misterius pada kota pelabuhan yang megah itu.

Tidak lama setelah berjalan, ia bertemu dengan Tartaglia, yang telah menunggunya di tikungan jalan. Pria tinggi itu menyapanya dengan senyum lebar yang khas. Tanpa basa-basi, ia menyerahkan sebuah amplop tebal kepadanya.

"Ini detail yang kau minta. Aku sudah menghabiskan sebulan terakhir menyelidikinya," katanya sambil menyeringai. Matanya yang tajam meneliti ekspresi [Name] saat ia dengan cepat membaca isi laporan tersebut.

"Oh, ini lebih lengkap daripada yang kupikirkan. Kau bahkan mempunyai fotonya."

"Silakan dibaca dengan teliti," balas Tartaglia pongah, seakan sedang membanggakan hasil kerjanya.

Tangan [Name] terampil membuka amplop itu, dan matanya menyapu cepat baris-baris informasi di dalamnya. Rincian kasus yang kompleks, petunjuk yang saling berkaitan, dan data-data yang dikumpulkan Tartaglia dengan cermat selama berminggu-minggu kini berada di genggamannya. Wajahnya tetap tenang, namun pikirannya berpacu dengan berbagai spekulasi dan dugaan.

"Aku mengerti garis besarnya," jawab [Name] setelah menutup kembali amplop itu. Tatapannya serius, menunjukkan betapa pentingnya informasi ini baginya.

Malinovskyi Snezhevich. Seorang anggota Fatui dari House of The Hearth yang dikirim sebagai informan di Liyue dengan nama samaran "Li Shen". Dia terampil menggunakan bahasa Liyue, bisa membaca dan berhitung, wajahnya sekilas tampak seperti orang Liyue pada umumnya—mungkin karena inilah orang-orang tidak ada yang mencurigai dirinya.

"Apa dia meninggalkan sebuah catatan di tempatnya tinggal selama di sini?" Tanya [Name] lebih.

Tartaglia menggeleng. "Tidak ada. Aku sudah memastikannya sendiri sampai ke sela-selanya."

Itu artinya Tartaglia sudah membongkar tempat tinggal "Li Shen" ini. [Name] mendesah pelan—mungkin satu-satunya cara hanyalah itu....

"Jadi apa yang akan kau lakukan dengan ini?" Tanya Tartaglia lebih, dia masih mengikutinya berjalan sampai Wangsheng Funeral Parlor.

"Sejujurnya, aku tidak tahu harus mulai dari mana...."

[Name] tidak bohong. Dia memang tidak tahu harus mulai dari mana. Orang ini menghilang, bahkan batang hidungnya pun tidak dia temukan. Dan sejujurnya kalau pun bisa, dia hanya punya cara itu dan dia tidak ingin melakukannya. Bahkan memikirkannya sekarang membuatnya bergidik ketakutan.

Dalam keheningan itulah, seseorang muncul dari balik pintu masuk Wangsheng Funeral Parlor. Zhongli berjalan menghampirinya. Sosoknya tampak tenang seperti biasa, berpakaian rapi dengan jubah hitam beraksen emas, wajahnya teduh dengan senyuman tipis tersungging di kedua sudut bibirnya.

"Selamat pagi, Xiānshēng," sapa [Name] santun.

"Selamat pagi," balasnya. "Apa kalian masih membicarakan masalah tempo hari?"

"Iya, kami baru ingin memulainya."

Zhongli menatapnya sejenak sebelum bertanya dengan nada rendah, "jadi, apa yang hendak kau lakukan sekarang?"

[Name] menggigit bibirnya sebentar, mempertimbangkan rencananya. "Aku akan pergi ke Wuwang Hill sekarang," jawabnya tanpa ragu.

Zhongli agak tersentak, lalu dengan hati-hati menatap [Name]. "Kau yakin dengan itu? Wuwang Hill bukan tempat yang aman," ia memperingatkan, suaranya lembut dan tegas bersamaan. "Bukan hanya ada monster di sana, tapi juga—"

"Aku tahu itu," potong [Name] tegas, sorotnya menampakan kebulatan tekadnya. Ia tersenyum getir dengan kedua sudut alisnya yang bertautan. "Karena itulah aku baru ingin memintamu untuk menemaniku. Apa kau bisa, Xiānshēng?"

Zhongli menatapnya sejenak, lalu perlahan mengukir senyuman di bibirnya dan menjawab. "Tentu saja. Jika kau akan pergi ke sana, memang lebih baik aku menemanimu."

"Terima kasih banyak, Xiānshēng."

✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦

"Tapi kenapa tiba-tiba Wuwang Hill? Bukankah ini tempat dimana pria bernama Wujiang itu ditemukan dalam keadaan terkubur?"

"Iya. Karena itulah kita ke sini." Sambil menjawab demikian, [Name] melangkahkan kakinya perlahan di jalan setapak di depannya, memastikan ia tidak salah melangkah di sana. "Tidakkah kau merasa aneh karena ada dua pembunuhan yang terjadi bersamaan? Terlebih kasusnya sangat persis sama."

Wujiang ditemukan terkubur di Wuwang Hill dalam keadaan harta bendanya yang sudah habis dirampok, sama seperti "Li Shen" dimana Tartaglia hanya menemukan sisa harta bendanya—termasuk tanda pengenal dan barang yang sering digunakannya.

Satu-satunya pembeda hanyalah jasad Wujiang yang berhasil ditemukan, tetapi tidak dengan "Li Shen". Namun pihak Millelith mengaku telah menyisir seluruh pegunungan Wuwang Hill sampai ke tempat yang jarang ditemui, tapi mereka tetap tidak berhasil menemukan gundukkan tanah yang terasa aneh.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau ikut ke sini?" Tanya [Name] dengan tajam kepada Tartaglia. "Bukankah anggota Fatui sepertimu sangat sibuk?"

Tartaglia tergelak geli. "Kau benar sekali. Tapi aku bisa menyerahkan yang lainnya kepada anak buahku, kau tidak perlu khawatir."

Mata [Name] menyipit tidak senang. "... aku tidak peduli dengan itu."

Langkah mereka terhenti sejenak saat mendengar suara angin yang melintasi pepohonan, membuat daun-daun kering berdesir seperti bisikan rahasia dari masa lalu. Suasana di Wuwang Hill seolah berbicara, mengisyaratkan adanya sesuatu yang tidak beres.

Di depan mereka, jalan setapak berkelok-kelok menuju bukit yang lebih tinggi. Rerumputan yang tumbuh liar menambah kesan terabaikan, dan bayangan pepohonan yang menjulang tinggi membuat tempat itu semakin angker. [Name] menahan napas sejenak, merasakan ketegangan di udara dan tubuhnya membeku di tempat. Bukan karena suasananya, tetapi karena seberkas cahaya yang mengelilinginya layaknya kunang-kunang. Namun [Name], itu bukanlah kunang-kunang.

Ada cerita yang sering terdengar di sekitar Wuwang Hill, dan itu adalah cerita tentang bagaimana sebuah desa yang hancur akibat dari sebuah "bencana" yang melanda desa itu bertahun-tahun lalu.

Sebuah monster yang menjerat para kawula muda menggunakan nyanyian selembut kidung, memikat mereka ke Sungai Bishui dan menenggelamkan mereka hingga yang tersisa dari desa itu hanyalah para orang tua yang kemudian meninggal karena termakan usia. Unsur elemen bertumpahan keluar menjadi roh, memunculkan kembali semua mimpi buruk dan mimpi indah penduduknya, kemudian menjerat para pelancong untuk menerobos masuk dan bernostalgia, menjeratnya ke dalam nyanyian monster laut yang mengerikan.

Meski tahu itu hanyalah cerita untuk menakuti anak-anak, tapi [Name] percaya—itu karena saat ini ia bisa melihat roh itu bersembunyi di sekitarnya, mencuri pandang ke arahnya, berusaha berbisik di telinganya. Lalu secara refleks, [Name] menggenggam lengan Zhongli yang sejak tadi berdiri di depannya.

"Kau tidak apa-apa, [Name]?" Tanya Zhongli cemas, dia berekspresi serius.

"Ma-maaf, aku tidak apa-apa. Ayo... kita teruskan." Sambil bilang begitu, [Name] berjalan lebih rapat dengan Zhongli di depannya.

Saat itulah, samar-samar [Name] mendengar suara anak-anak dari kejauhan.「 Hihihi... ayo kita main! 」

「 Hei, itu punyaku! Kembalikan padaku! 」

「 Satu... dua... tiga! Aku akan mencarimu sekarang! 」

[Name] memejamkan matanya dengan kuat, berusaha mengalihkan pikirannya dari suara-suara yang di dengarnya di kejauhan, membiarkan dirinya mengikuti langkah Zhongli di depannya sementara ia memaksakan dirinya di sana.

Namun kala ia mencoba membuka matanya dan memberanikan diri, sebuah tangan besar menyentuh sebelah bahunya dan berkata, 「 tolong... aku ...! 」

"!!"

[Name] menahan napas, menghentikan langkahnya di sana, melepaskan pegangannya dari Zhongli, dan sekarang ia bisa merasakan keringat dingin mengalir melalui pelipisnya. Dia tahu, pada detik ini, dia tidak boleh teriak, tapi faktanya [Name] memang tidak bisa berteriak. Ia takut. Sangat takut.

Dengan napas yang mulai tercekat, [Name] melangkah mundur selangkah. Jantungnya berdetak kencang, namun tubuhnya seolah tak mau bergerak lebih jauh. Sekali lagi, suara anak-anak itu terdengar di telinganya, lebih jelas dari sebelumnya. Kali ini, suara itu terdengar lebih dekat, lebih nyata, tetapi masih tak ada wujud dari suara yang mengganggu itu.

「 Aku menemukanmu! 」

「 Hentikan! 」

「 Ayo, cobalah temukan aku! 」

「 Kenapa... kalian.... 」

「 Coba tebak, siapa di belakangmu? 」

「 Kalian monster! 」

「 Huhuhu... Mama, ini sakit sekali ...! 」

"... [Name]... hei, [Name] ...!" Teriak seseorang di depan [Name], tubuhnya berguncang karena pria itu. "[Name]! Apa kau bisa dengar aku?"

"... Xiānshēng ...?" Perlahan [Name] mendongak, membuka kedua bola matanya, menurunkan tangan yang digunakannya untuk menutup telinganya.

"Ya, aku di sini." Suara Zhongli terdengar jelas, dengan nadanya yang tenang namun penuh perhatian. Tatapannya tajam, mengawasi setiap perubahan di wajah [Name]. "Apa kau baik-baik saja? Apa mereka melakukan sesuatu padamu?"

[Name] menelan ludah, mencoba mengendalikan napasnya yang tersengal-sengal. "A-ada... mereka... anak-anak itu... aku bisa mendengar mereka," katanya dengan suara bergetar, matanya masih liar memindai sekeliling, berharap apa yang dilihatnya hanya ilusi. "Dan... sesuatu menyentuhku... di sini," lanjutnya, tangan gemetar menyentuh bahunya yang sebelumnya terasa disentuh roh yang ia tidak bisa ia lihat. "Dia berteriak... meminta tolong, Xiānshēng...."

Sialan. [Name] menggigit bibir, menyesal telah melemparkan dirinya ke tempat ini begitu saja seolah ia dapat mengatasi semuanya. Namun nyatanya tidak, dia tidak bisa. Dia tidak akan tahan lagi, dan dia merasa sudah sangat gila sekarang.

Cerita itu bukanlah kebohongan, itu benar-benar terjadi. Semua energi dan roh dari anak-anak yang pernah tinggal di desa itu terserap ke dalam tanah dan aliran leyline di bukit ini, meninggalkan jejak dan menciptakan kenangan untuk menjebaknya. Mungkin kalau Zhongli tidak menyadarkannya saat itu, [Name] pasti sudah tertarik ke dalam pengelihatan yang dibuat anak-anak itu.

"Sebaiknya kita kembali sekarang," kata Zhongli. Dia meremas bahu [Name] dengan cemas. "Ini tidak baik untukmu."

"Tidak...." [Name] menggeleng, kukuh ingin menyelesaikan apa yang dilakukannya.

"[Name]—"

"Tidak, Xiānshēng ...!" Potongnya, [Name] meremas tangannya yang mulai bergetar. "Aku—aku akan menyelesaikan ini, sekarang."

Zhongli memandangnya sejenak, lalu mengembuskan napasnya perlahan dan berkata, "baiklah. Tapi pastikan kau tidak melepaskan tanganmu dariku. Aku akan membantumu agar mereka tidak menyentuhmu lagi. Kau mengerti?"

[Name] mendongak untuk menatap Zhongli, lantas dia mengangguk cepat. Sepersekian detik kemudian, dia bisa merasakan ada energi yang mengalir di seluruh tubuhnya, membungkusnya dengan lembut, dan terasa begitu hangat—dan tanpa sadar [Name] menggenggam tangan Zhongli lebih erat.

"Sudah merasa lebih baik?" Tanya Zhongli lebih.

[Name] mengangguk. "Iya, maaf dan... terima kasih, Xiānshēng."

Dia tidak akan bertanya. Apa pun yang Zhongli lakukan padanya sekarang dan bagaimana ia melakukannya, [Name] tidak akan bertanya padanya. Tidak selagi ia berusaha untuk bisa menyelesaikan tugasnya lebih dulu dan menahan ketakutan yang dirasakannya saat ini.

Kemudian [Name] menarik napasnya panjang, mengembuskannya perlahan dan menatap ke arah punggung Zhongli yang lapang. Di baliknya, dia bisa melihat bayangan seorang yang tak asing jauh di antara pohon-pohon tinggi di hadapannya.

Itu dia. Itu hantu yang ia temui saat pemakaman Wujiang. Hantu pria itu.

"Xiānshēng," panggil [Name], Zhongli menolehkan sedikit pandangannya ke belakang. [Name] menunjukkan telunjuknya ke arah depan. "Bisa kita pergi ke sana sekarang? Kupikir dia... ingin mengatakan sesuatu pada kita."

Mendengar itu, Zhongli dan Tartaglia menolehkan pandangannya, pada saat yang bersamaan pula hantu itu berjalan ke depan, menghilang di tengah hutan.

"Kita pergi sekarang."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro