Chapter 12
Hari itu, langit Liyue City membentang biru jernih, hanya dihiasi oleh beberapa awan tipis yang melayang malas di angkasa. Meski tenang di permukaan, suasana di dalam kota terasa berat dan khidmat. Jalan-jalan dipenuhi dengan penduduk yang mengenakan pakaian terbaik mereka, wajah-wajah mereka mencerminkan rasa hormat yang mendalam. Suara gemerisik langkah-langkah yang berjalan di sepanjang jalan batu kuno, dihiasi dengan bunga-bunga liar dan lentera merah yang menggantung di setiap sudut.
Di pusat pelataran yang luas, tepatnya di depan Paviliun Yujing Terrace, persiapan upacara peringatan kematian Rex Lapis hampir selesai. Meja upacara ditutupi kain beludru merah dengan hiasan emas, menampung benda-benda yang sarat akan simbolisme dan kenangan tentang sang Archon Geo. Layangan yang dihiasi simbol ketujuh Archon di Teyvat, tiap goresannya melambangkan keseimbangan kekuasaan yang dijaga oleh Liyue di bawah naungan Rex Lapis, melayang tenang di atas meja. Dupa yang harum dengan aroma yang disukai sang Archon melayang lembut di udara, membuat setiap yang hadir merasakan kehangatan dan kekuatan yang pernah diberikan oleh Rex Lapis kepada rakyatnya. Di sebelah dupa, ada botol parfum yang sudah dipilih secara khusus, wanginya lembut namun penuh wibawa, seperti kehadiran Rex Lapis yang tak tergantikan.
Lonceng Penyucian, yang dikumpulkan [Name] dari Cloud Retainer beberapa hari sebelumnya, terletak di tengah meja, memancarkan cahaya lembut. Perhiasan yang terbuat dari Cor Lapis, batu yang dipersembahkan secara khusus dari tambang di Jueyun Karst, sudah dipanaskan dan bersinar seperti matahari terbenam yang hangat. Seluruh benda ini disusun dengan cermat, setiap detail diperhatikan untuk memastikan semuanya sempurna demi menghormati sang Archon Geo.
[Name] berdiri di sisi meja, pandangannya menelusuri setiap benda satu per satu, memastikan semuanya sudah tersusun rapi dan sesuai dengan instruksi yang telah diberikan kepadanya. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena kegugupan, tetapi lebih karena kesadaran akan tanggung jawab yang begitu besar. Upacara ini bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Ini adalah momen yang membawa seluruh rakyat Liyue untuk mengenang dan menghormati penguasa mereka yang telah memimpin mereka selama ribuan tahun.
Di sekelilingnya, para penduduk mulai berkumpul, masing-masing dengan ekspresi hening dan penuh hormat. Banyak di antara mereka yang telah hidup di bawah perlindungan Rex Lapis sepanjang hidup mereka, dan kini, meski Archon itu tidak lagi secara resmi memerintah, kehadirannya tetap terasa kuat di antara rakyatnya.
Di belakang [Name], terdengar langkah kaki yang tenang dan teratur. Zhongli yang kini berada di sampingnya, memandangi meja dengan pandangan yang sulit diartikan. Matanya yang biasanya terlihat tenang dan penuh kebijaksanaan, kali ini terlukiskan keheningan yang tak tergoyahkan. Ia tahu setiap benda di atas meja itu, tiap simbolisme, dan tiap makna yang diwakilinya, lebih baik dari siapa pun.
"[Name]," suara Zhongli terdengar tenang, meski ada sedikit kehangatan di baliknya. "Kau telah melakukan pekerjaan yang baik. Persiapan ini sempurna."
[Name] mengangguk sedikit, rasa lega menyelimuti hatinya meski belum sepenuhnya hilang. "Terima kasih, Xiānshēng," jawabnya pelan.
Zhongli menatap [Name] sejenak, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke meja upacara. "Rex Lapis bukanlah sosok yang menginginkan kemegahan demi dirinya sendiri," katanya perlahan. "Namun, pengabdian seperti yang kau tunjukkan hari ini akan sangat dihargai."
Angin berhembus pelan, membawa aroma dupa dan parfum melayang lebih jauh ke udara. Suasana semakin tegang saat para Adeptus mulai mendekati lokasi upacara. Dari kejauhan, [Name] bisa melihat Cloud Retainer, Mountain Shaper, dan Moon Carver, berjalan dengan anggun menuju paviliun. Masing-masing dari mereka membawa keheningan dan wibawa yang hanya bisa dimiliki oleh makhluk abadi seperti mereka.
Di sisi lain, para penduduk menundukkan kepala saat para Adeptus lewat di antara mereka, memberikan penghormatan kepada makhluk-makhluk agung yang jarang terlihat di hadapan umum. Mereka semua datang untuk upacara yang tidak hanya mengenang Rex Lapis, tetapi juga merayakan hubungan yang telah dijalin antara manusia dan para Adeptus selama ribuan tahun.
Ketika para Adeptus akhirnya tiba di meja upacara, mereka saling bertukar pandang dengan Zhongli, yang hanya mengangguk ringan sebagai salaman ringan dan pergi ke tempat mereka.
Pada saat itulah Hu Tao memasuki tempatnya dan memulai upacara hari ini.
✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦
[Name] mengembuskan napas panjang, rasa lega perlahan menyelimuti tubuhnya. Upacara peringatan kematian Rex Lapis baru saja selesai, dan meskipun ada beberapa masalah kecil yang muncul di tengah jalannya prosesi, semuanya tertangani dengan cepat dan tanpa banyak perhatian dari para hadirin. Ia berdiri sejenak di sudut pelataran, mengamati suasana yang mulai lengang seiring dengan berakhirnya acara.
Orang-orang perlahan meninggalkan area upacara, meski beberapa tetap tinggal, berbincang pelan dengan keluarga atau teman mereka, masih terhanyut dalam keheningan khidmat yang dibawa oleh upacara tadi. [Name] membiarkan pandangannya menyapu ke arah lautan manusia yang berangsur surut, merasakan beban yang semula menekan pundaknya mulai terangkat. Sinar matahari senja yang lembut menyinari Liyue, memberi cahaya hangat yang seolah menyelimuti seluruh kota dalam pelukan keemasan.
"Akhirnya selesai...." gumamnya pelan, sembari mengusap peluh yang mengalir di keningnya.
Dari sudut matanya, dia melihat Zhongli, berdiri di dekat tepi pelataran menghadap lautan yang membentang luas di depannya. Sosok pria itu tetap tak berubah, dengan postur tegap dan tenang seperti biasanya, mengenakan jubah hitam keemasan yang berkibar lembut di bawah embusan angin siang. Ekspresinya tetap tak terbaca, tetapi ada kedamaian dalam tatapannya yang mengarah ke pegunungan di kejauhan, seolah sedang merenungi sesuatu yang hanya dia yang tahu.
Zhongli yang merasakan tatapan [Name] berbalik untuk melihatnya, menatapnya dengan lembut. Tanpa banyak kata, dia melangkah mendekat dengan sikapnya yang berwibawa seperti biasanya. "Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini, [Name]," katanya. "Semuanya berjalan dengan sempurna. Saatnya kau menurunkan bahumu yang kaku itu."
[Name] sedikit tersipu, lalu terkekeh dengan ucapannya. Benar, sudah saatnya ia sedikit menurunkan bahunya terus terasa tegang sejak ia memulai hal ini. "Kau benar. Terima kasih karena sudah mengingatkanku, Xiānshēng," balas [Name] ringan.
Zhongli tergelak. "Setelah sejenak menurunkan beban ini, bukankah terasa lebih ringan sekarang?"
[Name] tersenyum lebih dan mengangguk. "Iya...."
"Benar juga. Karena upacaranya sudah selesai, bagaimana kalau aku mentraktirmu makan di Xinyue Kiosk?"
[Name] menyipitkan pandangannya, dia tersenyum miring dengan canggung dan mendengus padanya. "Apa kau yakin, Xiānshēng? Mengingat masih ada dua minggu lagi sampai gaji bulan ini turun, kau yakin masih ingin mentraktirku di Xinyue Kiosk? Kau harus mengeluarkan uang yang banyak kalau ingin makan di sana, lho."
"Um...." Zhongli terdiam, dia meletakan sebelah tangannya di dagu dan mulai berpikir. "Setelah kau katakan begitu, sepertinya aku memang tidak ada cukup mora."
"Iya, 'kan?"
"Tapi tidak apa-apa," kata Zhongli, dia mengangkat wajahnya. Lalu sambil tersenyum bangga menambahkan, "aku masih ada dana simpanan darurat pribadi, kita bisa gunakan itu."
"... tolong jangan lakukan itu, Xiānshēng. Nanti aku bisa ditahan karena dianggap menjadi penyebab kematianmu akibat kelaparan...."
[Name] tertawa kecil sambil menatap Zhongli yang tetap bersikeras dengan ekspresi serius dan tenangnya. Ia sudah terbiasa dengan sifat Zhongli yang kerap kali melupakan realitas sederhana, terutama terkait urusan ekonomi. Meski menjadi sosok yang penuh kebijaksanaan dan dihormati, terutama di Liyue, ada hal-hal kecil yang justru sering lolos dari perhatiannya, termasuk masalah uang.
"Xiānshēng," ujar [Name] dengan nada lembut, "aku rasa sebaiknya kita mencari tempat yang lebih terjangkau. Bagaimana kalau Wanmin Restaurant saja? Aku dengar Chef Mao baru saja menambah menu spesial, dan kita masih bisa menikmati makanan enak tanpa menguras 'dana daruratmu'."
Zhongli mengangguk pelan, seolah merenungkan tawaran itu dengan serius. "Itu ide yang bagus. Wanmin Restaurant memang selalu menjaga kualitas makanannya," katanya sambil tersenyum tipis, lalu menambahkan dengan suara rendah yang nyaris seperti gumaman, "mungkin ini juga saatnya aku mengingat kembali pentingnya menabung dengan lebih bijaksana."
[Name] terkekeh lagi. Walaupun kerap kali ia merasa sangat aneh dengan Zhongli, terutama ketika para hantu di sekitarnya begitu waspada dan takut kepada pria ini, tapi melihatnya seperti ini semakin meyakinkan dirinya bahwa Zhongli hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kadang-kadang tak sempurna, membuatnya merasa lebih dekat dengan pria itu.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita tetap pergi ke Xinyue Kiosk dan biarkan aku yang membayarnya?"
Orang yang mengatakan itu tak lain adalah pemuda yang sejak kemarin berada di Liyue dan menjadi kliennya selama ia berada di sini, Tartaglia. Dia tersenyum lebar sambil berderap ke arahnya.
"Bagaimana?" Katanya lagi usai ia berdiri di depannya, senyumannya tidak hilang dari wajahnya. "Selagi makan, kita bisa mulai membicarakan bisnis kita."
"Ah, Childe," ucapnya dengan sopan, tetapi ada kilatan samar dalam matanya yang tak sepenuhnya dapat dimengerti oleh [Name]. "Di sini kau rupanya."
Tartaglia mendekat, tangannya menyilang di depan dada dengan sikap santai. "Jadi, bagaimana? Aku akan mentraktir makan di Xinyue Kiosk. Rasanya tidak adil jika aku datang jauh-jauh dari Snezhnaya tanpa memberi sedikit penghargaan pada partner kerja yang begitu berdedikasi," katanya dengan nada menggoda, menambahkan senyum menawan.
[Name] tersenyum canggung sambil mencuri pandang pada Zhongli, sedikit khawatir tentang tawaran Tartaglia yang tiba-tiba. Menyadari lirikkan matanya, Zhongli mengangguk dan menjawab, "boleh. Ayo kita pergi sekarang."
"Sudah diputuskan."
✦•┈✦•┈⋆⋅☆⋅⋆┈•✦┈•✦
Siapa yang tidak tahu Xinyue Kiosk? Tempat makan mewah yang terkenal sebagai restoran paling autentik untuk masakan Yue, sama seperti Liuli Pavilion untuk masakan Li. Oleh karena itulah, hidangan Xinyue Kiosk sebagian besar berbahan dasar makanan dari laut yang merupakan spesialisasi masakan Yue.
Dan yang lebih mengagumkannya lagi, Xinyue Kiosk memiliki daftar tamu yang selalu penuh selama tiga bulan ke depan. Namun berkat nama Tartaglia dan afiliasinya dengan Northland Bank, [Name] bisa langsung menikmati hidangan mewah di sana secara gratis dan pada waktu yang sama sebagai pelanggan VIP.
Senang rasanya memiliki banyak uang, pikirnya.
Lalu di tengah-tengah dirinya yang tengah menikmati hidangan laut itu, Tartaglia mulai mengatakan apa saja yang sudah diselidikinya dan apa yang ia temukan tentang informan yang dicarinya. Namun pada akhirnya, apa yang ingin Tartaglia katakan hanyalah fakta bawah informan itu sudah dibunuh.
Barang-barang miliknya ditemukan di Wuwang Hill dan dikubur di sana, tetapi Tartaglia tidak bisa menemukan barang berharga di dalam tumpukan benda-benda itu. Karena alasan inilah Tartaglia menyimpulkan kalau ada kemungkinan informan itu dirampok—tapi tidak bagi [Name].
"Kalau benar informan itu di rampok, para perampok itu tidak akan susah payah mengubur sisa barang yang mereka curi dan membuangnya begitu saja," kata [Name]. Tartaglia tertegun seakan baru menemukan sesuatu setelah mendengar hal itu. "para perampok tidak akan bersusah payah mengubur sisa barang curian mereka. Lebih mungkin, dia dibunuh bukan karena melawan saat dirampok, tapi karena menemukan sesuatu yang tidak seharusnya dia ketahui."
Tartaglia mendengus dan terdenyum miring. "Kau benar-benar tajam seperti yang dikatakan Xiānshēng," katanya. Dia mengangguk. "Informan itu bukan dibunuh karena dirampok, melainkan karena menemukan informasi yang sangat berharga, dan informasi itu... sayangnya, juga hilang bersamanya."
Tatapan Tartaglia tampak lebih gelap sekarang, meskipun senyumnya tetap di wajahnya. "Informasi yang kuminta darinya adalah proses dan bahan pembuatan obat-obatan yang dibuat di sana." Dia memainkan sumpit di jarinya, tatapannya berkabut saat menelusuri pikirannya sendiri.
Sebelumnya Tartaglia juga menyebutkan tentang obat yang dipasarkan di Snezhnaya dan telah membunuh anak-anak di sana. Namun [Name] tidak menduga kalau tujuan pemuda ini justru bahan pembuatannya—tapi kenapa dia ingin tahu itu?
"Selain itu," tambah Tartaglia. "Ada orang lain yang ditemukan mati terbunuh."
"... apa?"
Penyebab kematiannya adalah luka tikaman di perut yang mengakibatkan pendarahan hebat, menyebabkan hilangnya sepertiga darah dari tubuhnya. Selain itu, terdapat bekas luka akibat benturan benda tumpul, dan wajahnya hancur hingga sulit dikenali. Namun, pihak Millelith berhasil mengonfirmasi identitasnya melalui pakaian dan barang-barang yang dibawanya. Sekali lagi, kematiannya diduga sebagai kasus perampokan, karena tidak ada satu pun barang berharganya yang ditemukan di lokasi kejadian.
Sebentar—[Name] berekspresi serius, seakan baru menyadari sesuatu pada penjelasan Tartaglia barusan—tubuhnya terkoyak, wajahnya hancur....
"Xiānshēng, apa ini tentang...."
Zhongli yang menatap [Name] dengan teduh mengangguk pelan dengan gelas tehnya yang dibiarkan berada di depan wajahnya. "Iya, orang itu adalah Tuan Wujiang yang dimakamkan sebulan yang lalu."
Tidak mungkin [Name] tidak mengingatnya, alasannya sederhana—karena dia dan Zhongli yang mengurus pemakaman pria itu. Selain itu....
Pikiran [Name] kembali ke hari ketika pemakaman Tuan Wujiang berlangsung. Saat itu, cuaca di Liyue mendung, angin bertiup lembut tetapi membawa hawa dingin yang menusuk. Prosesi pemakaman dilaksanakan dengan hening, diiringi doa-doa dan dupa yang menyala di sekitar peti mati. Zhongli dengan tenang memimpin upacara itu seperti biasa. Namun, yang paling membekas dalam ingatan [Name] bukanlah kata-kata penutup atau keharuan dari para keluarga yang berduka, melainkan pemandangan mengerikan yang tidak dilihat oleh siapapun selain dirinya.
Roh Wujiang yang hancur berdiri di samping peti matinya, wajahnya tak lagi bisa dikenali karena luka mengerikan yang tampak segar, seolah mayat itu baru saja dibunuh. Sosok itu diam, memandang ke arah bumi tanpa suara, dengan aura yang tampak penuh rasa putus asa dan dendam. [Name] hanya bisa menatapnya dalam diam, tubuhnya kaku di tempat, menahan napas saat hawa dingin semakin menusuk kulitnya. Kemudian ketika eksistensi tak kasat mata itu mendongak seolah menyadari pandangannya, [Name] dengan panik menundukkan pandangan dan mencengkram pakaian berkabungnya.
Ia tidak pernah menyebutkan ini pada siapapun—tidak pada Zhongli, apalagi Tartaglia. Pengalaman itu masih menghantui pikirannya bahkan sampai saat ini.
"Kau tidak apa-apa, [Name]?" Tanya Zhongli dengan cemas.
"Ah...." [Name] mendongak, dia tidak bisa menghilangkan kerutan samar di dahinya. Namun dia tetap memaksakan diri untuk tersenyum tipis dan menggeleng. "Tidak, maaf. Aku baik-baik saja."
"Kalau begitu, selanjutnya...."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro