Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 40

Sejak hari itu Wriothesley menerima banyak surat permintaan untuk kehadirannya yang dikirimkan para tahanan untuk mempromosikan acara yang mereka rencanakan dan di hari yang sama pria itu membuat pengumuman penolakan kunjungan untuk hal-hal yang tidak mendesak.

Namun bukan hanya Wriothesley yang kerepotan, [Name] pun begitu. Entah sejak kapan tapi banyak Narapidana dan sipir yang memanggilnya, "Nyonya [Name]!"

"Hah!?"

"Maafkan ketidaksopanan saya, Nyonya."

"...."

Sudah sejak kemarin orang-orang yang bekerja di Benteng Meropide termasuk para Narapidana memanggilnya dengan sebutan "Nyonya". Lalu setiap kali [Name] menanyakan alasannya, mereka selalu menjawab, "karena Nyonya adalah Nyonya".

Sungguh, itu bahkan tidak menjawab apa pun, pikirnya.

Sudah sering kali [Name] memberikan penolakan yang cukup jelas dan tegas dengan panggilan itu, akan tetapi mereka bersikeras memanggilnya demikian dan sejak saat itu juga [Name] berhenti untuk memperingati mereka.

"Ngomong-ngomong, apa yang akan kalian inginkan jika kita benar-benar menang besok?" tanya [Name].

"Eh? Apa kami belum mengatakannya?" Yeva membalas polos. Saling melirik dengan Slava

"Kami mengikutinya karena dirimu," Slava menimpali

"Benar. Karena sepertinya akan menyenangkan, jadi aku ikut saja."

"Bagaimana denganmu, Astel?" [Name] bertanya kembali.

"Kalau aku... ingin bertemu dengan temanku. Ada yang ingin kutanyakan padanya."

[Name] menduga kalau ini ada kaitannya dengan alasan Astel dijebloskan ke Benteng Meropide. Bagaimana pun memang rasanya aneh melihat seorang Nona muda yang mendapat bentakan sedikit bisa menangis saja sampai dimasukan ke Benteng Meropide.

Mengabaikan hal itu, [Name] terus melangkah menelusuri jalan di depannya. Saat itu pula ia menyadari atmosfer yang sedikit ganjal disekitarnya, seakan ada sesuatu yang terjadi.

"Benarkah begitu?"

"Aku sudah menanyakan itu kepada para penjaga."

"Kudengar kasusnya masih diinvestigasi...."

"Jangan asal bicara!"

"Tapi kalau seperti itu jadi masuk akal kenapa Yang Mulia sangat menyukainya."

[Name] bertanya-tanya, apa ini menyangkut Duke Wriothesley? Apa yang terjadi padanya?

Sebelum sempat untuk bertanya pada Yeva dan Slava, tiba-tiba langkahnya dicegat oleh Rosetta dan kedua teman wanita di belakangnya. Mereka menatap wanita itu dengan tatapan merendahkan sekaligus jijik.

[Name] menghelakan napasnya pasrah. "Ada apa lagi?"

Rosetta mendengus. "Tidak ada. Aku berpikir apa aku harus melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan pada Yang Mulia."

... Yang kulakukan pada Yang Mulia?

"Aku sudah mendengarnya. Kabarnya kau mendekam di sini setelah bermalam dengan korbanmu dan membunuhnya."

"Perlu aku koreksi kalau pelakunya bukan aku, Nona Rosetta." [Name] masih menanggapinya dengan sopan.

"Benarkah?" Mata Rosetta mengerling. "Kau tidak perlu mengelaknya. Lagi pula bukankah itu yang kau lakukan juga dengan Yang Mulia? Apa itu benar? Tolong beritahu aku, bagian apa yang disukai Duke?"

Jantung [Name] berdegup kencang. Sejak awal dia tidak berniat menyembunyikan kasus dan alasan dia menjadi tahanan di Benteng Meropide, tetapi mengaitkannya pada Wriothesley itu benar-benar keteraluan dan dia tidak bisa terima itu.

[Name] menatap Rosetta dengan tatapan terpincing. "Aku sarankan agar kau tidak mengatakan lebih dari ini," dia mengancam.

Rosetta tertawa. "Ternyata benar."

Sekali lagi [Name] mengembuskan napasnya lewat mulut, mencoba untuk mengendalikan emosinya dan tersenyum. "Sepertinya Nona Rosetta berfantasi terlalu berlebihan sampai berpikir aku melakukan hal serendah itu padanya. Tapi sayang sekali, aku tidak pernah melakukan apa pun dengan Yang Mulia."

"A-apa ...!?"

[Name] selalu menghindari masalah dengan para Nona muda apa pun yang terjadi. Tidak hanya merepotkan, mereka sulit untuk dilawan. Begitu mereka dikalahkan sekali, keesokannya mereka akan mencari cara lain untuk menjatuhkan lawannya. Seperti yang dilakukan Rosetta padanya.

"Cobalah untuk bercermin, Nona Rosetta." [Name] semakin memincingkan tatapannya lebih tajam. "Siapa diantara dirimu dan aku yang sedang merendahkan dirinya sendiri? Coba aku tanya, siapa yang selama ini selalu menggoda Yang Mulia? Aku yakin semua orang sudah tahu jawabannya."

"Kau—! Tutup mulutmu dasar wanita jalang!"

"Rosetta, jangan!"

Melihat Rosetta mengambil seteko air yang terletak tak jauh disampingnya, kedua Nona yang mengikutinya hendak menghentikannya tetapi terlambat. Wanita itu segera menyiramkan air di dalam teko dan menyiramnya ke arah [Name].

BYUUURRR!

Di waktu yang sama, [Name] hanya mampu menghindarinya dengan berbalik dan membasahi punggungnya alih-alih bagian dadanya. Dia mendesis sembari menahan rasa terbakar yang menyelimuti kulitnya.

Saat itu pula [Name] bisa mendengar Astel, Yeva, dan Slava yang memanggil namanya berkali-kali dengan khawatir. Sementara Damien yang ingin membalas wanita itu langsung berhenti tepat saat [Name] menahan tangannya dan menggeleng kepadanya. [Name] mengangkat kepalanya, menatap wanita itu dengan nanar. Saat itulah Rosetta berkata, "benar, seharusnya sejak awal kau melihatku seperti itu. Tempat yang rendah itu cocok untukmu."

"Uh...." Sial, ini benar-benar sakit.

"Astel, Slava, tolong angkat Nona [Name] dan bawa dia ke Klinik," ujar Yeva pada kedua orang itu.

"Baik."

—oOo—

Hari ini surat dari Palais Mermonia datang lagi dan kali ini Neuvillette memanggil [Name] untuk melaksanakan rekonstruksi penyidikan. Pria itu menduga kalau Neuvillette sudah menemukan hasilnya dan ingin mendengar pendapat dari [Name] langsung. Dengan kata lain hari ini adalah hari terakhir wanita itu ada di Benteng Meropide. Memang sudah banyak yang terjadi tetapi dia tak merasa terbebani sama sekali. Entah kenapa saat inilah Wriothesley menyesali banyak hal.

Seandainya—seandainya saja—aku mengenalnya dari saat aku mengirimkan surat lamaran, apa akhirnya akan berbeda?

Saat ia sedang berpikir begitu, tiba-tiba suara Damien yang panik terdengar, "Yang Mulia!"

"Kau—! Jangan masuk sembarangan ke sini tanpa izin!"

"Lepaskan dia, biarkan dia berbicara," kata Wriothesley. "Apa keperluanmu?"

"Berikan aku salep luka bakar. Aku membutuhkannya sekarang!"

"Apa Sigewinne kehabisan salep lagi?" sambil berkata begitu, Wriothesley membuka tiga laci yang ada di mejanya. "Lain kali tolong patuhi satu saja regulasi Manajemen Dalam Ruangan, bisa 'kan? Dan melihatmu terburu-buru begini, sepertinya bukan kau yang membutuhkannya."

"Itu... Kakak... untuk Kak [Name]."

Tangan Wriothesley terhenti di udara, dia menatap Damien dengan kedua matanya yang membola. Menatapnya dengan tatapan terkejut. "[Name] ...? Apa yang terjadi padanya?" ia mengatakan itu dengan suara yang bergetar.

Damien yang awalnya memilih untuk menutup mulut akhirnya berkata, "Nona Rosetta... menyiramnya dengan air panas."

Apa ...!?

—oOo—

"Ah, apa yang terjadi!?"

"Nona [Name] disiram air panas di punggungnya, Suster Kepala!"

"Apa!? Cepat bantu dia duduk di atas kasur."

Dengan agak tergopoh, [Name] melangkah dengan langkah pelan dituntun Astel dan Slava dikedua sisinya menuju salah satu kasur yang ada di Klinik. Begitu [Name] akhirnya duduk dengan sempurna, keduanya menarik langkah mundur.

Detik berikutnya Sigewinne segera memeriksa keadaan [Name] dengan kemampuannya. Dia berkata, "gawat! Ini sudah hampir melepuh, jika dibiarkan akan jadi luka bakar tingkat dua!"

Di waktu yang sama, Sigewinne memberikan instruksi kepada Yeva dan Astel untuk mengambilkan air dingin dan handuk bersih; meminta Damien untuk menemui Wriothesley dan meminta salep luka bakar miliknya lantaran stok di Klinik sudah habis; pun meminta Slava untuk menemui Chevreuse untuk meminjamkan pakaian ganti.

Selama di Klinik, Sigewinne terus memeriksa keadaan punggung [Name] dan menjelaskan kalau wanita itu akan baik-baik saja karena langsung dibawa kepadanya, tetapi mungkin ia tidak bisa menghilangkan bekasnya begitu ia sudah sembuh.

Melihat wajah [Name] yang kian memucat, Sigewinne berkata, "pasti rasanya sakit sekali, 'kan? Cepat, minumlah ini. Ini akan mengurangi rasa sakitnya."

Walaupun obatnya terlihat sangat mencurigakan karena warnanya yang hitam, [Name] tanpa ragu menelannya dengan kuat hingga membuatnya terbatuk dan dengan cepat Sigewinne memberikan air mineral untuk ia minum.

"Suster Kepala, ini air es dan handuknya," ujar Yeva begitu kembali.

"Cepat, berikan padaku. Lalu Nona [Name], tolong buka pakaianmu agar aku bisa membersihkannya."

[Name] menurut, ia segera melepaskan kancing pada kemejanya dan menanggalkan pakaian yang ia kenakan. Usai dari itu, dia menarik rambutnya ke arah depan agar membantu Sigewinne untuk melihatnya dengan mudah selama mendapatkan perawatan darinya.

"I-ini ...!?"

"Bagaimana mungkin... luka bakar ini...."

"Bukan dari air panas, 'kan?"

[Name] lupa, ia tidak curiga dan melakukannya begitu saja. Sigewinne yang masih khawatir bertanya, "kejam sekali. Siapa yang melakukan ini?"

"Kau tenang saja, Suster Kepala. Ini luka yang sudah lama kuterima."

"Tapi...."

Sigewinne menggeleng kuat. Ia segera menggerakan tangannya dengan mengambil kain bersih dan mencelupkannya ke dalam air es sebelum mengompresnya di punggung gadis itu. Dia tahu kalau saat ini dirinya harus fokus pada pekerjaannya.

[Name] meringis sekali lagi, di tengah itu Sigewinne meyakinkan [Name] untuk menahannya sebisa mungkin. Saat itu hanya ada keheningan, tidak ada seorang pun yang berbicara dan hanya melihat apa yang tengah Sigewinne lakukan.

Tak lama kemudian, suara langkah cepat memasuki Klinik dan menyapa, "Suster Kepala, ini salepnya—"

—oOo—

Wriothesley berdiri dengan tidak sabar menunggu pintu elevator untuk terbuka. Sesekali dia mendesis kesal dan mengacak rambutnya dengan frustasi. Selama ini dia diam menanggapi Rosetta karena dia tidak membuat masalah yang berarti. Tapi wanita gila itu justru memanfaatkannya dengan terus menarik perhatian sang Duke dengan hal-hal gila yang dilakukannya.

Tapi kali ini dia sudah melewati batas.

Begitu pintu elevator terbuka, Wriothesley langsung keluar dan berlari sambil menelusuri koridor lantai Mess. Beberapa orang yang mencoba menyapa dan berbicara dengannya pun ia abaikan begitu saja.

Begitu ia menaiki tangga Klinik, Wriothesley berteriak,, "Suster Kepala, ini salepnya—"

Seperti es yang tiba-tiba disiram air panas, dia mendapati [Name] tengah bertelanjang dada dan menunjukan punggungnya yang terekspos begitu saja. Baik wanita itu atau Wriothesley, keduanya hanya membeku karena tidak menduga kemunculan masing-masing.

Lalu Sigewinne yang marah dengan kedatangan Wriothesley berteriak sambil menyemburkan air yang cukup kuat dari tangannya. "Yang Mulia... KELUAR DARI TEMPAT INI!"

"Tung—ugh!"

Tubuh Wriothesley terhempas sampai jatuh dari tangga Klinik, tapi di waktu yang sama pria itu tidak segera bangun dari posisinya melainkan menutupi kedua mata dengan lengannya. Dia sadar jika banyak orang yang melihatnya saat ini tapi dia tidak peduli.

Sial, kalau tahu seperti ini seharusnya aku tidak perlu terburu-buru seperti itu!

"Oh, Yang Mulia?" Wriothesley mengintip dan melihat seorang gadis dengan penutup mata dihadapannya. "Apa kali ini Suster Kepala menendang Anda keluar?"

"... Chevreuse, kenapa kau di sini?"

"Kudengar Suster Kepala ingin meminjam pakaianku untuk seseorang, jadi aku datang membawanya," katanya. "Jadi apa yang kau lakukan di sini?"

"Tidak tahu ...!" Wriothesley bisa merasakan darah berkumpul di wajahnya.

"Ya, sudahlah."

Sebelum Chevreuse pergi, Wriothesley mengulurkan salep di tangannya. Dia berkata, "berikan pada Suster Kepala, dia membutuhkannya."

"Tidak ingin memberikannya sendiri?"

"Sudah lakukan saja ...!"

"Baiklah, baiklah."

Usai berkata begitu, Chevreuse segera menaiki undakan anak tangga sementara Wriothesley bangun dari posisinya saat ini.

Benar, ada yang harus kulakukan.

Dengan wajah serius dia berkata, "kalian semua... dilarang memasuki Klinik sampai aku mengizinkan. Mengerti?"

"Baik!"

Sementara itu [Name] masih memproses kejadian yang baru saja terjadi, otaknya mendadak berhenti bekerja saat itu juga.

Begitu Wriothesley keluar dari Klinik, Sigewinne terus menggerutu lantaran Wriothesley yang sembarangan memasuki Klinik tanpa permisi. Sementara orang-orang yang ada di dalam Klinik hanya menanggapinya dengan tawa canggung karena tak berani berkata-kata apa pun lagi. Lalu tak lama seorang Nona lainnya memasuki Klinik.

"Chevreuse, kau sudah datang," sapa Sigewinne.

"Iya. Kudengar Suster Kepala membutuhkan pakaian untuk seseorang, apa Nona itu orangnya?" katanya. "Oh, dan ini salep yang dibawa Duke."

"Terima kasih banyak, Chevreuse."

"Sepertinya aku mengerti apa yang terjadi pada Yang Mulia. Kali ini suster kepala memukulnya dengan kuat, ya?" Sambil berkata begitu, dia menyilangkan kedua tangannya di dada. "Dia sampai memerintah semua orang untuk tidak masuk ke klinik sampai diizinkan dan menunggu di depan tangga."

"Itu salahnya sendiri karena sembarangan masuk!"

Chevreuse tertawa. "Karena aku sudah selesai, aku akan keluar sekarang."

"Baiklah. Sekali lagi terima kasih, Chevreuse."

Sepergian Chevreuse, Sigewinne memberikan pakaian bersih kepada [Name] dan memintanya untuk mengganti baju yang sudah basah selesai dari perawatan darinya. Tanpa banyak bicara, dia menurutinya.

"Tolong maafkan Yang Mulia ya, Nona [Name]...," ujar Sigewinne sembari mengoleskan salep di punggungnya.

[Name] tertawa ringan. "Tidak apa-apa. Yang Mulia juga tidak bermaksud seperti itu."

"Uh... aku pasti akan bicara dengannya."

—oOo—

Wriothesley menunggu dengan gelisah. Ia bersandar di tangga Klinik sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia jelas masih memikirkan apa yang ia lihat sebelumnya.

Bukan! Ini bukan tentang itu!

Dia memikirkan apa yang ia lihat di punggung [Name]. Clorinde juga sebelumnya mengatakan sesuatu seperti ini.

"Sebaiknya kau tidak tahu apa pun, Duke."

"Kalau begitu jawab aku, apa yang ada di punggung Nona [Name]?"

Apa ini alasan Clorinde tidak mengatakannya? Tapi kenapa?

Saat memikirkan hal itu, tiba-tiba dari arah sampingnya Chevreuse berkata, "Yang Mulia, apa kau tahu Nona bangsawan yang memiliki luka sebesar itu sama artinya dia telah kehilangan nilainya di mata sosial?"

"Chevreuse...."

"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, sebaiknya kau lupakan saja dan tutup mulutmu. Clorinde dan Nona Furina juga melakukan hal yang sama," katanya.

"Nona Furina?"

"Apa kau tahu alasan Nona Furina bersikeras menyatakan Nona [Name] tidak bersalah dan meminta investigasi ulang?" Wriothesley menggeleng. Sekali lagi dia menjelaskan, "karena dia tidak ingin mengeluarkan bukti 'kecacatan' itu dalam persidangan, jika Nona Furina melakukannya... ya, aku yakin kau tahu apa yang akan terjadi."

"...."

Walaupun pada akhirnya [Name] bebas, dia tidak akan bisa pernah lepas dari mata sosial terlebih dengan statusnya sebagai putri bangsawan. Bukan hanya kedudukannya sebagai hakim yang terancam, tetapi status sosialnya akan dipandang rendah. Keluarga Beneviento memiliki nama dan sejarah panjang, walaupun kondisi mereka sekarang sudah stabil jika fakta tentang putri satu-satunya yang seperti ini tersebar, orang akan mulai meremehkannya disamping semua pencapaian yang sudah ia lakukan.

"Aku mengerti. Terima kasih, Chevreuse."

Apa ada yang bisa kulakukan untuknya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro