Episode 24
Kebanyakan warga Fontaine adalah orang-orang yang taat hukum bahkan pada hukum yang paling tidak biasa. Semuanya selalu berhati-hati dengan apa pun yang mereka lakukan dan apa yang mereka katakan.
Dalam perjalananku menuju café pada siang ini, tak jarang aku mendengar seseorang berceloteh, "belum saja aku pukul kau sampai masuk ke Benteng Meropide!"
"Kalau begitu aku akan memegang tanganmu dan kita akan masuk bersama!"
Pemandangan seperti ini sudah sering terjadi dan aku tak terganggu sama sekali layaknya makanan sehari-hari. Bagaimana pun ketakutan mereka bisa kupahami dan orang-orang yang memiliki pengalaman dengan hal itu memilih untuk tutup mulut.
Ngomong-ngomong walaupun aku jarang terlihat keluar dari Benteng, bukan berarti aku tidak pernah keluar sama sekali. Terkadang aku keluar untuk menikmati waktu minum tehku, tak jarang pula untuk membeli koleksi teh terbaru.
Bagi orang lain mungkin teh adalah kemewahan, tapi bagiku teh adalah kenikmatan yang bisa kurasakan setiap kali aku merasa begitu lelah dengan kehidupanku ini.
Menyeduh teh mungkin terlihat sederhana, tapi tidak seperti itu. Jika ada satu kesalahan sedikit saja, rasanya akan berbeda. Ya, aku pernah merasakan hari-hari seperti ini sebelumnya. Namun hal yang paling tak bisa kuterima adalah teh yang diseduh dengan air dingin seperti yang dilakukan Nona di depan sana.
"Oh, Tuan Duke. Selamat siang. Apa sedang jalan-jalan?"
"Iya. Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa meminum teh dengan cara seperti itu, Nona Hakim?"
Nona itu tertawa renyah. "Tinggal meminumnya?"
"Yang benar saja."
"Kalau Anda kira teh hanya bisa dinikmati saat panas saja, Anda salah, Duke," katanya. "Teh juga bisa diminum dengan sajian dingin apalagi di tengah cuaca yang panas seperti ini. Apa Anda ingin mencobanya? Saya belum meminumnya sama sekali, jadi tenang saja."
Benar. Ini sebuah kejahatan. Aku melihat gelas bening yang berisi teh di dalamnya. Tidak ada yang istimewa, itu hanya teh yang dicampur dengan es batu saja.
Namun begitu aku meneguknya tanpa curiga. Setelah satu tegukan melewati kerongkonganku, aku terdiam seketika.
"Ini...."
"Bagaimana?"
"... enak sekali." Tanpa kusadari aku menjadi antusias. "Benar-benar manis dan menyegarkan."
"Seperti yang saya katakan." Nona itu memberikan aba-aba pada pelayan untuk membuatkan satu gelas minuman yang sama.
Rasanya tidak terlalu manis atau pahit, cita rasanya benar-benar kelas atas. Ternyata ada cara untuk menikmati teh seperti ini, ya.
Entah kenapa rasanya lebih istimewa.
"Sebenarnya ini teh apa?" tanyaku penasaran.
"Ah, itu hanya teh hitam dengan es batu."
"Itu saja?!"
"... iya? Bukankah sudah jelas?" Nona Hakim tertawa geli. "Memangnya Anda kira itu apa, Tuan Duke?"
Kau berbohong. Kau pasti sedang berbohong! Bahkan teh hitam yang kuseduh tidak akan memberikan sensasi seperti ini! Apa ini karena es batunya?
Melihat wajah tak percayaku, Nona Hakim menambahkan, "Anda bisa membuatnya sendiri. Cukup seduh tehnya sampai kental dan tambahkan es... ah, karena Anda tidak suka pahit, akan lebih baik jika menambahkan gula dan buah seperti apel dan bulle ke dalamnya."
"...."
Mungkin tidak banyak yang tahu, walaupun terlihat seperti ini aku bukanlah orang yang menyukai rasa pahit dan rasa ini benar-benar cocok di lidahku.
Aku tidak tahu dari mana Nona Hakim tahu kalau aku tidak menyukai rasa pahit. Apa dia mencari tahu soal diriku? Atau, ada seseorang yang mengatakan itu?
"... dari mana kau tahu aku tidak suka pahit?" tanyaku akhirnya, intonasiku terdengar serius.
"Setiap kali Anda memesan minuman, jika itu kopi pasti Anda akan memesan kopi susu dan jika Anda memesan teh, pasti Anda meminta 2 gula kubus," jawabnya sambil tersenyum ringan. "Apa Anda tidak sadar dengan itu?"
"Tidak...."
Bukan, maksudku... tidak ada seorang pun yang pernah memperhatikanku seperti itu. Ini rasanya aneh, namun aku merasa nyaman disisi lain.
Aku merasa bersalah karena sudah berpikir berlebihan. Seperti yang dikatakan wanita tua itu, setidaknya aku harus memahaminya sebelum menghakiminya seorang diri.
Apa aku boleh mempercayainya seperti aku mempercayai orang-orang di Benteng Meropide?
"Kau benar, aku tidak suka pahit," jawabku akhirnya. Aku tersenyum sumringah dan sekali lagi meminum teh dingin itu.
"Kalau begitu, kita sama."
—oOo—
Beberapa hari yang lalu, aku mendapatkan undangan untuk datang ke tempat ini demi membicarakan bisnis yang akan kujalani bersama dengannya.
Awalnya aku ragu untuk datang karena merasa tidak enak hati, tapi bisnis tetaplah bisnis. Bagaimana pun aku harus memisahkan masalah pribadi dengan hal ini.
Selama aku berada di kediaman Count Beneviento, aku tidak pernah melihat Nona Hakim di sini selain foto-fotonya yang tergantung hampir di setiap ruangan yang kulewati dan sekarang aku berada di dalam kantor Count Beneviento sembari membicarakan kesepakatan tentang bahan tambang untuk ke depannya.
"Perkembangan teknologi belakangan ini semakin maju, ya."
"Seperti kata Anda dan mencari pekerja handal dalam bisnis ini juga jadi kian sulit."
Aku bahkan sudah pernah meminta bantuan Spina di Rosula untuk menemukan para ilmuan dan pekerja yang bisa mengurus bijih tambang ini dan ingin bekerja sama denganku.
Aku melakukan ini bukan untuk menjilat demi kekuasaan, tetapi membentuk sebuah hubungan yang baik. Awalnya Count Beneviento hanya melakukan transaksi untuk membeli meka yang dibuat oleh Benteng Meropide untuk kebutuhan pertambangan, tetapi semejak dia menemukan gua pertambangan baru dia membutuhkan tenaga lebih. Ditambah bijih yang ditemukan juga memiliki kualitas tinggi. Tentu aku tidak akan menolak kerja sama ini.
Pelanggan yang dapat membayar seperti pada perjanjiannya tentu harus dilayani sebaik mungkin.
Biasanya aku tidak akan sembarangan menerima perjanjian kerja sama dengan para bangsawan. Mereka cenderung berorientasi pada uang dan keuntungan tapi tidak tahu apa pun dengan apa yang dilakukannya. Semuanya hanya demi sekeping mora.
Namun Count Beneviento datang dan mendiskusikan untuk transaski meka jenis baru yang dapat digunakan untuk tujuan penambangan. Aku bertanya kenapa dia tidak menggunakan tenaga manusia yang relatif mudah didapatkan, tetapi ia bilang, "putri saya mengancam saya dengan hukum perlindungan tenaga kerja".
Awalnya aku tidak mengerti tapi begitu aku datang ke tempat pertambangan aku jadi paham maksudnya. Daerah pertambangan yang ditemukan Count termasuk rawan lantaran kemiringan perbukitannya yang terlalu curam, jika salah saja bisa terjadi longsor selama proses penambangan.
Sepertinya Nona Hakim menyadari itu dan mengancam ayahnya sendiri.
Untuk alasan sederhana itulah aku memenuhi permintaan Count Beneviento. Selain itu hal ini juga berpeluang untuk memberikan kesempatan bagi para ahli mekanik dan pekerja kasar lainnya.
"Karena pembicaraannya berakhir dengan baik, bagaimana kalau kita minum teh bersama dulu?" tawar Countess Beneviento begitu memasuki ruangan. "Cuacanaya sedang cerah. Bagaimana menurut Anda, Duke?"
"Ah, maaf tapi aku—"
"Putri saya belum lama ini membuat racikan tehnya sendiri karena saya memintanya, bagaimana kalau Anda mencicipinya sekali ini saja?"
"Baiklah."
"Syukurlah Anda tertarik. Kalau begitu, mari saya antar ke taman."
Tanpa sadar aku mengiyakannya begitu saja. Sebenarnya apa yang kau pikirkan, Wriothesley!?
—oOo—
Setelah perbincangan singkat dan perlawanan dalam diri akhirnya aku diantar pasangan Beneviento menuju taman yang dimaksud.
Suasana yang sangat asing, jauh berbeda dengan yang ada di dalam Benteng. Walaupun masih rutin keluar untuk menghirup udara segar, aku belum terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Suasanya sedikit berbeda dari café tempatku biasa menikmati waktu luang.
"Benar juga, apa Anda tidak keberatan jika saya mengundang Putri saya juga, Duke?" tanya Countess tiba-tiba.
"Ah, tentu saja."
"Saya kira Anda akan menolaknya, saya sempat khawatir akan membuat Anda tidak nyaman."
"Tidak apa-apa, Countess. Saya cukup sering bertugas dengan Putri Anda."
"Benarkah?" mata wanita itu berbinar senang. "Saya tidak tahu banyak yang dilakukan anak itu, saya harap dia tidak merepotkan Anda."
Aku tertawa rendah. Walaupun Countess berkata begitu, dia tidak mungkin tidak tahu pencapaian apa saja yang sudah dilakukan Nona Hakim. Nona muda itu selalu menjadi topik hangat dalam persidangan dan hampir semua orang tidak ada yang tidak mengenalnya.
"Oh, Donna." Countess melangkah lebih cepat dan berhenti tepat di hadapan seorang nona muda berpakaian pelayan yang berdiri di bawah pohon. "Apa kau melihat [Name]?"
"Itu...."
Saat aku berusaha melihatnya, wajahnya tampak tak asing. Begitu kuperhatikan, pelayan yang dipanggil Donna itu jelas-jelas adalah pelayan yang kutemui saat hujan waktu itu saat sedang mencari seekor kucingnya yang bernama Noé.
Tunggu, kalau dia adalah pelayannya maka Nona muda yang ia layani....
Aku mengadah saat kusadari dedauan di atas kepalaku berguguran. Betapa terkejutnya aku saat mendapati seorang gadis muda yang sedang duduk diam di atas pohon dengan wajah tanpa dosanya sambil tersenyum padaku.
"Itu... Nona sedang mencari Noé," kata pelayan itu dengan agak ragu.
"Noé? Apa dia menghilang lagi?"
"Tidak, Nyonya. Noé masih ada di sekitar rumah, jadi Nona berkeliling mencarinya."
"Astaga...."
Ah, aku mengerti. Pasti kucing itu memanjat pohon dan tak bisa turun, jadi Nona muda ini memutuskan untuk naik dan mengambilnya. Lalu sebelum sempat turun, Countess datang di waktu yang tidak tepat.
Melihat Nona Hakim memberikan gestur untuk menutup mulut, sepertinya dia tidak ingin aku memberitahu Countess kalau Putrinya sedang berada di atas pohon.
Aku menutup mulutku dan menahan tawa sebisa yang kulakukan.
"Kalau begitu, tolong minta dia untuk segera pergi ke taman untuk minum teh bersama ya, Donna," ujar Countess.
"Baik, Nyonya."
"Ah, maafkan saya, Duke. Putri saya akan sedikit terlambat."
Aku menyunggingkan senyuman. "Tak perlu Anda pikirkan. Lagi pula Putri Anda tidak akan berlama-lama."
Aku melirikkan ekor mataku ke arah pelayan yang disapa Donna itu. Melihatku memincingkan pandangan seperti itu, bahu pelayan itu terlihat sedikit menegang. Ia menundukkan kepalanya kemudian.
"Saya akan menunggu sampai Putri Anda datang, Count," kataku akhirnya.
"Tentu saja, silakan."
—oOo—
"Saya benar-benar minta maaf, Duke. Tidak kusangka Putriku akan selama ini...."
"Apa mungkin dia ada urusan mendadak?"
"Tidak mungkin, padahal ini hari liburnya."
Aku mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Kejahatan tidak mengenal waktu, itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Pernah ada satu waktu ketika seseorang melaporkan sebuah pembunuhan saat malam hari—dimana waktu yang wajar bagi semua orang untuk beristirahat—dan Nona Hakim langsung bergegas datang.
Setelah laporan itu, kudengar ia tidak pulang selama 2 hari dan mengambil lemburnya di Palais Mermonia.
Benar, kalau tidak salah saat itu adalah dugaan kasus pembunuhan berantai yang belum lama ini terjadi.
"Maaf karena terlambat."
Aku menoleh ke arah sumber suara. Tak jauh dihadapanku berdiri seorang Nona muda yang amat kukenali—kecuali pakaiannya, tentu saja. Itu berbeda dari yang kulihat saat ia berada di atas pohon sebelumnya.
"Akhirnya kau datang juga, cepat duduklah."
Setelah itu, acara minum teh itu diisi dengan cerita kekonyolan yang dilakukan Nona Hakim setiap kali dia terlihat sedang sendiri. Kukira awalnya memang hanya perasaanku saja kalau Nona muda ini sering terlihat sibuk dengan dirinya sendiri, sepertinya dia memang seperti itu.
Tapi yang paling menarik perhatianku, setelah mendengar pembicaraan Countess beberapa saat, aku baru sadar jika [Name] Beneviento memang sedikit... berbeda dengan kebanyakan Nona bangsawan lainnya.
"Dia benar-benar mengkhawatirkan. Dia bahkan pernah menggali lubang dengan alasan untuk menanam pohon buah," kata Countess, wajahnya terlihat lesu.
"Oh, apa keahlian menggalinya ia dapat dari sana? Aku sering melihatnya menggali juga selama bekerja."
"Apa dia juga menanam pohon di sana!?" tanya Countess dengan wajah terkejutnya.
"Tidak, Ibu! Saat itu aku sedang mencari bukti, aku tidak mungkin melakukan itu!"
"Begitu, ya...."
Detik berikutnya, Nona Hakim memberikan tatapan menusuk padaku yang hanya kutanggapi dengan santai dan segelas teh di tanganku.
Tidak lama kemudian, Countess menjelaskan jika taman yang ada di manor ini adalah taman yang diurus oleh Nona Hakim sendiri secara langsung.
"Tapi, Duke... apa Anda pernah melihat Putri saya melakukan hal aneh lainnya?" tanya Countess padaku dengan agak ragu.
"Aneh... seperti apa?"
"Entahlah... mungkin seperti bermain air atau... memanjat pohon, barang kali?"
"Ah...." aku melirikkan ekor mataku, saat itulah kulihat Nona Hakim seperti membeku seketika. Sambil tersenyum, aku menjawab, "pernah."
"!?"
"Tidak! Itu tidak seperti itu, Ibu!" Sambil panik, Nona Hakim menjelaskan, "itu ketika aku mencari cincin seorang Nona muda yang terjatuh ke dalam kolam Aquabus! Lalu...."
Aku menahan tawaku sekuat tenaga. Dari semua hal yang kulalui bersamanya, baru kali ini Nona Hakim terlihat sangat panik. Ia lebih takut pada Countess sendiri ketimbang melihat seorang jasad.
Setelah panjang lebar menjelaskan, dengan wajah merah ia berkata, "daripada itu, karena waktu minum teh sudah selesai. Bagaimana kalau mengundang Tuan Duke untuk berkeliling manor?"
"Tidak perlu. Setelah ini ada yang harus kuurus, jadi aku akan pulang langsung," kataku. "Tapi apa Nona bisa mengantarku sampai gerbang?"
"Ya, tentu saja, Tuan Duke."
—oOo—
Halo ha! Reader Mikajeh yang tercinta, terkasih, dan tersayang! 🥺💕💕
Huehuehue tinggal satu chapter lagi sampe dipenghujung—gak—BTW gais setelah aku tidak mager dan mulai stuck di work ini, Mikajeh mulai cicil work baru yang... yaaa... sering ditanyain ini wkwkwkwk 🤣 ini emg project lama dan idenya muncul bareng sm work ini juga cuman krn ceritanya blm ketemu mw dibawa kmn makanya aku up work yang ini bkn itu hehehe 😅
Kek yang kalean tunggu dan tanya-tanya sebelumnya, Mikajeh mau drop ini~
Yah, betul. Wahai cegil dan cogil Wriothesley, mari berkumpul coz Mikajeh bikin asoopan buat kalean 🤣☝🏻 perlu diingat bahwa ini cerita Yumeship, jadi ya kek yang kalian tau yak 🏃🏻♀️💨 kali ini... mungkin... M U N G K I N ceritanya gak berat, jd enjoy aje awokawokawoka 😂 satu lagi, MC alias [Reader Insert] ini karakternya bakal beda jauh banget dari punya Neuvillette—ya, pokoknya ntar liat aja yak 🤣
Kapan publishnya? Gatau AWOKAWOKAWOKAWOKA 🏃🏻♀️💨💨💨 doain aja kalo sekiranya Mikajeh udah kekumpul 5 chapter bakal aku publish chapter prologue sm chapter pertama 🙏🏻
Yaudah sekian dari Mikajeh UwU Meguru, kurang lebihnya mohon dimaapkan 🤧 see ya gais!
Xoxo,
Mikajeh
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro