Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 69

Banyak hal yang hendak ditanyakan Countess Beneviento pada Neuvillette saat itu, tapi ia menahannya dan membiarkan Neuvillette tetap di sisinya. Karena itulah setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, Neuvillette kembali ke kamar [Name] dan menatapnya dalam diam.

Rona di wajah [Name] sudah terlihat lebih baik daripada sebelumnya, energi dari air Lautan Purba juga sudah menghilang setelah Neuvillette melakukan sesuatu tentang itu. Namun [Name] masih tak sadarkan diri meski dia masih bernapas.

Sebelum Neuvillette masuk ke kamar wanita ini, dia tidak sengaja mendengar sang Countess menangis keras sambil tersungkur di dalam. Berkali-kali menyalahkan dirinya dan menganggap dirinya terlalu ceroboh hingga tidak memperhatikan [Name].

Neuvillette bahkan dengar saat sang Countess berkata, "lagi-lagi... karena salahku... dia seperti ini. Berapa kali lagi kau harus mengalami ini, [Name]?"

[Name] sebelumnya koma selama 3 bulan, dokter menyatakan dirinya sudah meninggal meski wanita itu masih bernapas. Namun kedua orang tuanya tidak menyerah dan terus berdoa, berharap [Name] akan bangun lagi. Dan keajaiban terjadi, wanita itu benar-benar bangun lagi. Namun kemana keajaiban yang sebelumnya? Apa itu hanya untuk memberi pasangan Beneviento itu waktu untuk mengucapkan selamat tinggal?

Ini terlalu kejam untuk keduanya dan Neuvillette tidak bisa membiarkan itu. Jadi dia mencoba berbagai cara, menyalurkan energi ke dalam tubuh [Name], menstabilkan energi di dalam tubuh istrinya itu. Namun entah kenapa, tubuh [Name] terasa kosong, seperti tidak ada seorang pun di sana.

"Monsieur Neuvillette, beristirahatlah lebih dulu," ucap sang Countess padanya begitu wanita itu masuk, dia tersenyum kecil meski tak bisa menyembunyikan matanya yang memerah. "Saya sudah menyiapkan kamar untuk Anda."

"Tidak apa-apa," balas Neuvillette sambil menggeleng lemah. "Saya mungkin bisa melakukan sesuatu, tolong tunggu sebentar lagi."

Sang Countess menatapnya penuh harap, dan dia segera menunduk rendah dan berkata, "terima kasih. Terima kasih banyak, Monsieur Neuvillette. Tolong jaga putri saya."

"...."

Dia melihat ke arah [Name] lagi, mencermati setiap detail wajahnya yang tenang namun penuh misteri.

Melihat [Name] terbaring di ranjang, rasa putus asa dan frustrasi merasuki hati Neuvillette. Dia tidak bisa membiarkan [Name] terus terjerat dalam keadaan ini. Namun, ketika dia mencoba mengalirkan energinya sekali lagi ke dalam tubuh [Name], dia benar-benar hanya merasa seolah-olah mencurahkan kekuatannya ke dalam bejana kosong.

Lantas sambil menggenggam tangan [Name] dengan kuat dan memejamkan matanya, Neuvillette menyentuh ke dalam kesadaran [Name].

Dan dia pun masuk ke dalamnya, mendapati seorang wanita berambut merah berdiri seorang diri di sana tengah membelakanginya. Neuvillette tidak mungkin tidak mengenali istrinya. Rambut merah dengan tubuh ramping yang tinggi, itu benar-benar [Name].

Namun kenapa....
Kenapa dia merasa ada sesuatu yang salah?

Meskipun Neuvillette yakin bahwa wanita di depannya adalah [Name], ada ketidakpastian yang menyelimuti hatinya seolah ia menolak eksistensi wanita itu. Apakah dia benar-benar [Name]? Atau, ada sesuatu yang lebih dalam dan tersembunyi di balik penampilannya yang akrab?

Dengan hati-hati, Neuvillette melangkah maju dan mendekatinya. Sebelum ia sempat memanggil wanita itu, dia berbalik dan menyapanya dengan suaranya yang khas, "Neuvillette ...!"

Itu [Name]. Benar-benar [Name] Beneviento, istrinya. Tidak salah lagi. Rambut merahnya yang khas dan manik violetnya, serta suara manis yang selalu memanggilnya dan senyuman tipis yang selalu diberikannya—dia adalah [Name].

Tapi ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuat Neuvillette merasa tidak nyaman. Sesuatu yang terasa salah dengan [Name] yang ada dihadapannya.

"Akhirnya kau datang," ucap wanita itu penuh perhatian. Wajahnya berkerut samar dengan kekhawatiran. "Aku—aku—benar-benar takut ...!"

"Istriku," gumamnya, tetapi ekspresinya terpancar dengan kebingungan yang dalam.

Melihat kekhawatiran yang melintas di wajah [Name], Neuvillette merasa sesuatu yang tidak biasa. Apa [Name] pernah berekspresi seperti ini? [Name], meskipun dia dihadapkan dengan para penjahat, meski tangannya bergetar, dia tidak pernah berkata bahwa dia takut. Sebenarnya, apa yang terjadi dengannya?

Dengan tekad yang teguh, Neuvillette mengambil tangan [Name] dengan lembut. "Aku di sini, [Name]. Apa yang terjadi? Apa yang membuatmu takut?" tanyanya dengan penuh perhatian, mencoba memahami apa yang sedang dirasakan oleh wanita yang dicintainya itu.

Sambil tetap memegang tangan [Name] dengan lembut, Neuvillette menarik wanita itu ke arahnya dan [Name] menjawab, "kupikir aku tidak bisa melihatmu lagi, Neuvillette. Aku benar-benar takut. Aku tidak tahu bagaimana keluar dari sini, aku seperti terkurung."

Kenapa... aku tidak merasakan apa pun darinya? Pikir Neuvillette, alisnya berkerut penasaran.

Neuvillette menyukai sentuhannya di kulit [Name]. Ada sensasi menggelitik yang menyenangkan setiap kali ia melakukannya dan itu terasa nyaman, tapi sekarang dia tidak merasakan apa pun. Sebaliknya, ada sesuatu yang salah dari sentuhannya, sesuatu yang terasa berbeda, sesuatu yang bukan "[Name]" yang dicintainya.

"Neuvillette?" Panggil [Name], dia menatapnya lurus.

"Maaf, aku hanya sedang berpikir," katanya sambil menggeleng. "Apa kau sungguh tidak apa-apa, [Name]?"

"Apa kau ingin memastikannya?" Saat [Name] berkata begitu, dia tersenyum dan menatapnya dengan tatapan berkilat-kilat. "Cium aku, Neuvillette."

Mata Neuvillette melebar.

"Cium aku sekarang," pintanya.

[Name] menginginkannya, tapi ada keengganan yang tersirat dalam kata-katanya. Neuvillette bisa melihat itu dalam matanya.

Neuvillette menunduk, lebih dekat... tetapi tidak cukup dekat sehingga bibir mereka bisa bersentuhan.

"Cium aku," kata [Name] sekali lagi.

"[Name]," panggil Neuvillette, dan tangannya terangkat menyentuh pipi [Name]. Wanita itu menyandarkan pipinya di sana, dan saat itu Neuvillette semakin yakin ada sesuatu yang salah dengannya.

Saat ujung bibir Neuvillette hampir menyentuh bibir wanita itu, Neuvillette menggeleng dan bersamaan dengan itu pula, suara kaca pecah terdengar di telinganya.

Mata Neuvillette terbelalak manakala netranya menangkap siluet seorang wanita dengan rambut [hair color] dan manik [eye color] berekspresi keras melihat ke arah [Name], dia segera menerjang ke arahnya dan tersungkur tepat di atas [Name].

"Aku—aku—tidak akan membiarkanmu menyentuh orang yang kucintai!"

—oOo—

"Cium aku sekarang."

Jantung [Name] berdebar dengan kuat, maniknya bergetar karena rasa takut yang menyelimutinya, dia tidak siap dengan apa pun yang akan terjadi dihadapannya sekarang—tidak akan pernah siap.

Dia tahu itu.

"Neuvillette, berhenti...." lirihnya, suaranya tertahan di kerongkongan. "Aku di sini... itu bukan... bukan—"

Dan pada waktu itu [Name] tersadar, apa yang ingin kukatakan? Itu bukan "aku"?

Benar. Hubungannya dengan Neuvillette semua hanya kebohongan. Apa yang Neuvillette lihat dan kenal adalah "[Name]" Beneviento, bukan [Full Name]. Selama ini matanya hanya melihat ke arah wanita bangsawan terhormat dan bukan jaksa dari dunia lain.

Seharusnya seperti ini. Sedari dulu seperti itu. Sejak awal dia mengenal Neuvillette, selalu ada tembok transparan tipis dihadapannya dan ia hanya bisa melihat dari baliknya. Tembok keempat yang tidak pernah membiarkan dirinya berinteraksi secara langsung apalagi menyentuhnya.

Namun sekarang berbeda.

Neuvillette berdiri dihadapannya. [Name] bisa berbicara dengannya, menyentuhnya, bahkan menciumnya. Perasaannya pada Neuvillette bukanlah kebohongan dan apa yang ditunjukannya selama ini juga bukan tipuan.

Neuvillette telah menjadi seseorang yang lebih dari sekadar seorang suami bagi [Name]. Dia telah menjadi pendamping yang setia, sumber kekuatan dan dukungan, serta orang yang ia bisa cintai sepenuh hatinya. Meskipun [Name] mungkin tidak pernah mengatakan apa pun tentang sosoknya, tentang dirinya yang sesungguhnya, tapi apa yang [Name] tunjukan pada pria itu adalah dirinya yang sesungguhnya.

Setelah membulatkan tekadnya, [Name] memukul-mukul dinding transparan dihadapannya sambil menggertakan giginya dan berkata, "meskipun dia membenciku, meskipun mungkin dia akan menjauhiku, aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya dariku, '[Name]'!"

Crack! Crash!

Dinding itu pun hancur dan [Name] hampir terjerembab. Dia segera mendongak, menyesuaikan dirinya kembali dan menatap "[Name]" di depan, menerjang ke arahnya dan menahan gerakannya tepat di bawah.

"Aku—aku—tidak akan membiarkanmu menyentuh orang yang kucintai!" Teriaknya lantang, sementara "[Name]" melihatnya dengan penuh keterkejutan.

"Kau—"

"Benar. Aku tidak akan menyangkalnya," sergahnya, dan [Name] menangis. "Aku menipunya, aku sudah membohonginya. Aku tidak pernah mengatakan apa pun tentang diriku yang bukan berasal dari dunia ini, tapi aku mencintainya." Air matanya perlahan jatuh ke wajah "[Name]", membasahi pipi wanita berambut merah itu. "Aku mencintai Neuvillette meski dia akan membenciku. Aku bisa memberikan apa pun padamu, tapi kumohon jangan ambil dia dariku ...!"

"...."

"Hanya dialah yang kumiliki... hanya dia yang tersisa untukku di dunia ini."

[Full Name] tidak pernah memiliki keluarga atau orang tua yang mencintainya. Ibu yang seharusnya menjaganya sepenuh hati meninggalkannya demi pria lain, dan Ayahnya yang tak peduli padanya hampir menganggapnya tidak pernah ada. Tidak punya teman apalagi kekasih, selama ini dia hanya hidup sendiri dengan segala cara yang ia bisa.

Dia pernah berpikir untuk mati—bahkan sering, tapi lalu ia terlalu takut untuk melakukannya dan seseorang di dalam hatinya menariknya untuk kembali, berkata bahwa dia bisa menemukan seseorang untuknya.

Dan dia bertahan demi hidupnya, demi dunia yang sudah membuangnya ke Teyvat, dan dia bertemu dengan sosok yang seharusnya hanya bisa ditatapnya selama ini. Kemudian dia jatuh cinta.

Tidak ada keluarga atau teman, bahkan orang yang dikenalnya dari kehidupan ia sebelumnya, yang tersisa hanyalah hatinya yang sudah ia berikan pada Neuvillette. Tapi kalau pria itu juga diambil darinya—tidak, aku tidak akan membiarkannya ...!

[Full Name] mencintai Neuvillette, itulah faktanya. Cukup itu. Tapi dia tidak pernah mengatakannya bahkan kepada Neuvillette, pada semua malam yang mereka lalui bersama. Entah mengapa, dia terlalu takut untuk mengatakannya.

Walaupun dia sekarang bersikap egois, [Name] tidak peduli lagi. Dia hanya ingin berkata bahwa dia mencintainya, Neuvillette adalah miliknya, dia suaminya.

"Dasar bodoh. Seharusnya sejak awal kau mengatakan itu, [Name]."

"...."

[Name] terdiam, menatap "[Name]" Beneviento dengan ekspresi bingung. Wanita itu tersenyum tipis dengan sudut matanya yang melengkung lembut. Bersamaan dengan [Name] yang menarik dirinya kembali untuk bangun, [Name] ikut bangkit dari posisinya sambil merapihkan gaunnya yang sedikit kusut.

"Aku terpaksa mendorongmu sampai sejauh ini hanya untuk membuatmu mengatakan itu," katanya lagi. "Bagaimana? Apa perasaanmu jadi lebih baik?"

"Apa... maksudmu ...?"

"[Name]" mengerlingkan bola matanya dan menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau mencintai Monsieur Neuvillette, tapi kau tidak pernah mengatakannya karena kau takut akan mengkhianati perasaannya yang tulus padamu karena kau bukan dari dunia ini, bukan?"

"!?"

"Apa maksudnya ...?" Tanya Neuvillette akhirnya setelah ia memilih diam. "Bukan dari dunia ini?"

"[Name]" melirik sejenak ke arah Neuvillette dan kembali pada [Name] yang diam mematung. Dia berkata, "sebaiknya kau yang menjelaskannya sendiri, [Name]. Aku akan meninggalkan kalian berdua di sini."

Dan "[Name]" Beneviento dengan cepat menyadari bahwa ini adalah momen yang paling tepat untuk menarik diri dan memberi ruang bagi [Full Name] dan Neuvillette untuk berbicara secara pribadi. Dengan senyuman tipis, dia meninggalkan mereka berdua dalam keheningan alam bawah sadarnya, memberi mereka kesempatan untuk menjelaskan apa yang telah terjadi.

Setelah keheningan yang panjang berlalu, Neuvillette menatap [Full Name] dalam diam, seolah sedang mengantisipasi dirinya. [Name] mendesah dan berkata dengan ringisan di dadanya, "ada apa? Kenapa melihatku seperti itu? Pasti banyak hal yang ingin kau tanyakan bukan, Neuvillette?"

"[Name]?"

[Name] tersentak tepat ketika Neuvillette memanggilnya seperti biasa. "... kenapa—!?"

Dan dia membeku manakala Neuvillette mengangkat tangannya, menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Dengan dahinya yang menyentuh miliknya, sambil tersenyum, Neuvillette berkata, "benar. Ini benar-benar dirimu, [Name]. [Name] yang aku cintai, istriku."

"...!"

Untuk banyak alasan yang tidak bisa [Name] katakan, semuanya terucap di dalam tangisnya. [Name] menangis, menyadari Neuvillette begitu mencintainya dan dia merasa bodoh karena menganggap Neuvillette tidak benar-benar melihat dirinya.

[Name] menengadah ke arah Neuvillette, menyentuh tangan sang Naga Hydro yang menangkupnya. "Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu, Neuvillette."

Neuvillette menyusuri wajah [Name], mengecup dahi wanita itu dan berkata dengan lembut, "aku tidak tahu apa yang sudah kulakukan hingga aku layak mendapatkanmu."

"...."

"[Name]," ucap Neuvillette, kata itu terdengar canggung diucapkannya. "Istriku."

"Aku mencintaimu," kata [Name] seakan mengabaikan Neuvillette yang memanggilnya. Ia ingin memeluk Neuvillette, tapi entah kenapa dia tidak sanggup bergerak. "Aku mencintaimu. Sungguh, aku mencintaimu."

Neuvillette yang segera menyadari itu pun menariknya, merengkuhnya di dalam pelukannya. Membiarkan [Name] membenamkan wajahnya di dada Neuvillette hingga air matanya membasahi kemeja pria itu. [Name] tidak yakin kenapa dia tidak bisa berhenti menangis dan tangisannya semakin kuat saat Neuvillette memeluknya dengan hangat.

Namun yang jelas, dalam pelukan Neuvillette, [Name] tidak perlu merasakan ketakutan apa pun lagi. Dialah masa depannya dan itu luar biasa.

Dan Neuvillette menciumnya. Ciumannya kali ini terasa berbeda. Lebih manis dan jauh lebih hangat daripada yang biasa dilakukannya

[Name] mencintai Neuvillette, hanya itu.

Inilah sesuatu yang tak pernah berani ia katakan, sesuatu yang tak pernah ia impikan untuk terjadi. Namun sesuatu itu terasa lebih manis daripada kudapan mana pun.

Sesuatu itu adalah—














































—oOo—

Halo Reader Mikajeh yang tercinta, terkasih dan tersayang! 🥹 gimana kabarnya? Semoga semuanya sehat selalu, ya!

BTW kita ada di penghujung ending—kupikir wkwkwkwk—jadi mari sudahi part angst ini 😂 gak sudahi juga sih, nanti di extra ada lagi~ ya tapi nanti 👁👄👁🤌🏻 itu aja dari Mikajeh, see ya!




Xoxo,

Mikajeh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro