Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 68

Siapa pun dapat melihatnya kalau Neuvillette hampir benar-benar gila sekarang—oh, sesungguhnya dia sudah gila.

Neuvillette, sang Iudex Fontaine yang sangat tenang kini jauh dari kata itu. Wajahnya memang tidak menunjukan hal itu, tapi jelas terasa dari bagaimana dirinya bereaksi sekarang dan alasan dia melakukan itu karena seorang wanita, istrinya, [Name].

"Clorinde, kau sudah tahu?" Tanya Navia terdengar mendesaknya, intonasinya terdengar rendah.

"Maaf, ini perintah."

Tentu saja, itu perintah. Perintah untuk menutup mata dan telinganya sebagai seseorang yang menjadi saksi penandatanganan dokumen pernikahan resmi sang Iudex Fontaine Neuvillette dan [Name].

Tapi mengabaikan itu dulu mengingat Neuvillette bergerak lebih cepat daripada dua wanita yang mengekori di belakangnya.

Setelah Neuvillette yakin kalau [Name] menghilang dari pesta, dan tampak orang tuanya pun tidak tahu tentang itu, Neuvillette diam-diam keluar di tengah pesta dan mengikuti sisa-sisa jejak yang tertinggal.

Ia meyakinkan dirinya kalau [Name] masih hidup, meski samar tapi Neuvillette merasakannya. Ada sesuatu yang begitu jauh, sensasi yang familiar tapi juga tidak bisa ia kenali.

Begitu Neuvillette sampai di gedung reruntuhan, energi dari Air Lautan Primordial terasa kuat dari dalam sana.

"Di sini, ya...." Neuvillette bergumam dengan mata terpincing.

Sebelum Neuvillette sempat memasuki gedung, tiba-tiba salah satu sisi bangunan hancur, seseorang keluar dari arah sana dan terpental cukup jauh. Pria itu langsung tersungkur dan jatuh pingsan.

Menyadari ada sesuatu yang terjadi di dalam sana, Neuvillette segera berlari ke dalam dan mengabaikan pria itu.

Keadaan di dalam bangunan lebih buruk daripada yang diluar, bukan hanya bangunannya yang siap hancur kapan saja tetapi orang-orang di dalam sana juga sudah banyak yang tersungkur dan terluka.

Neuvillette melangkah masuk ke dalam bangunan dengan hati-hati, terkejut oleh kekacauan yang menghiasi setiap sudutnya. Suara gemuruh bangunan yang retak dan tangisan kepedihan mengisi udara, menciptakan suasana yang menyayat hati.

Akhirnya, dia menemukan [Name] tergeletak di tengah bangunan dan di antara puing-puing, masih hidup meskipun lemah, sementara para mafiosi itu masih mengelilinginya dalam posisi siaga seolah ada sesuatu yang sedang mereka lawan.

BRAK! "Uaaaaghhhh!!!"

"Ughhhh!!!"

"A-apa yang terjadi di sini!?" Navia berseru dengan terkejut. "Sebenarnya, apa yang—!"

"Iudex, tidak mungkin... itu....." suara Clorinde tercekat di kerongkongan, tidak yakin dengan yang dilihatnya.

"!?"

"Bagaimana bisa ada Oceanid di sini?"

—oOo—

「 Kau benar-benar menyedihkan, [Name].... 」

[Name] mematung di tempat, ada sensasi menakutkan yang saat ini menjalari tubuhnya. Dia tidak mungkin tidak mengenali sosok dihadapannya saat ini, bagaimana pun dia sudah hidup di Teyvat lebih dari 3 tahun dengan tubuhnya.

"[Name]" Beneviento yang asli.

Oh, astaga! Dia tahu kalau hal seperti ini mungkin terjadi dan Teyvat memiliki aturannya sendiri, tapi kenapa sekarang? Kenapa harus disaat-saat seperti ini? Apa yang memicunya?

Banyak sekali pertanyaan di dalam benak [Name] saat ini, tapi tidak ada satu pun yang keluar dari mulut wanita itu. Dia terlalu takut, entah kenapa tapi saat ini dia merasa begitu takut dihadapan "[Name]" Beneviento saat ini.

"Kau...."

"Akhirnya kita bertemu," ucapnya. Wanita berambut merah dengan mata violet itu tersenyum misterius. "Bagaimana hidupmu di Teyvat? Apa itu menyenangkan?"

"Aku—aku—"

"Tentu saja, menyenangkan bukan?" Suaranya terdengar dalam. Saat [Name] mendongak untuk melihatnya, "[Name]" menatapnya dengan sorot yang dingin. "Memiliki semua yang bukan milikmu disaat aku terkurung dan melihatmu seperti orang bodoh!"

"!?"

"Posisi, kehidupan, bahkan keluargaku...." Dia bergumam, intonasinya masih terdengar tajam dan semakin tajam. "Kau sudah merebut semuanya."

"Tapi itu tidak sengaja—"

"Ya, dan kau tidak pernah berpikir untuk mencaritahu tentang keberadaanku."

"Aku—"

Benar. Tidak sekali pun [Name] berpikir untuk mencaritahu soal "[Name]" Beneviento yang asli, satu kali pun. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah bagaimana dia bisa bertahan di dunia dan kehidupannya yang berbeda, berusaha untuk menyesuaikan dirinya di Teyvat, menganggap semuanya sudah berbeda sekarang dan ia bisa memulai kembali dengan yang baru.

Padahal saat itu Arlecchino sudah memberinya petunjuk yang jelas bahwa anak-anak itu hanya sekadar melihat ke arah dunianya kemudian kembali lagi, dan itu hanya bersifat sementara. Dan seharusnya ia segera sadar, kalau "[Name]" Beneviento mungkin tidak pernah jauh dari Teyvat.

Dengan rasa sesak, [Name] menyadari betapa egoisnya tindakan dia selama ini, betapa dirinya terlalu terlena pada kehidupannya yang sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya dulu. Dia terperangkap dalam kehidupannya yang baru tanpa memperhatikan konsekuensi dari keberadaan aslinya. Perasaan bersalah memenuhi hatinya, namun juga rasa takut terhadap "[Name]" Beneviento yang asli.

"Aku tidak pernah bermaksud untuk merampas apapun dari kehidupanmu," ucap [Name] dengan suaranya yang bergetar.

Namun, tatapan dingin "[Name]" Beneviento tidak berubah. Dia terdiam sejenak sebelum menjawab, "kalau begitu kembalikan padaku."

"Apa ...?" Suara [Name] tercekat dikerongkongan, hampir tak bersuara sama sekali.

"Kembalikan kehidupanku, orang tuaku, semuanya," desaknya, ekspresinya mengeras. "Dan aku akan mengambil semua yang sudah kau dapatkan dengan identitasku, termasuk Monsieur Neuvillette."

"...." bibir [Name] sedikit terbuka. Perlahan dia mendongak dengan pupilnya yang bergetar. "Neuvillette...."

"Benar," ucapnya pongah, dia akhirnya menarik salah satu sudut bibirnya naik. "Aku penasaran bagaimana caramu menggodanya, tapi mari kita lupakan itu karena itu artinya Monsieur Neuvillette akan menjadi suamiku."

"Aku—" [Name] menggeleng, dia berjalan untuk mendekati "[Name]" Beneviento sambil berusaha meraihnya tapi wanita berambut merah itu menangkap pergelangan tangannya, mencengkramnya dengan kuat, dan lagi-lagi melemparkan tatapan dingin. "Aku benar-benar minta maaf, aku ini hanya seorang yang pengecut dan takut untuk menghadapimu langsung. Maafkan aku, '[Name]'."

"[Name]" mendesis dan berteriak, "apa kau pikir itu cukup? Selagi kau berbahagia melakukan semua yang kau suka, aku terkurung di sini dan semakin lemah karena dirimu!"

Dalam keadaan putus asa, [Name] menyadari bahwa permohonan maafnya tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita di depannya. Dia merasa terjepit antara rasa bersalah yang mendalam dan rasa takut dari kata-katanya.

"Maafkan aku, '[Name]'," desis [Name], tetapi tatapan dingin dan amarah "[Name]" Beneviento tidak berubah. Dia terperangkap dalam situasi yang semakin menegangkan. "Kumohon... apa pun kecuali Neuvillette, dia—dia—"

"Kau sudah menipunya, [Name]," intonasi "[Name]" terdengar rendah, dan pupil [Name] sekali lagi bergetar mendengarnya. "Kau mengetahui segala dan semua tentangnya, tapi apa yang Monsieur Neuvillette tahu tentangmu?"

"Aku—"

"Tidak ada," sergahnya. "Kau tidak pernah mengatakan tentang siapa dirimu, terlalu takut untuk melakukannya."

"!?"

Dalam keheningan yang tegang, [Name] merasakan kebenaran kata-kata "[Name]" menyeruak ke dalam dirinya. Dia telah menyembunyikan identitasnya dari Neuvillette, takut akan kemungkinan reaksi pria itu jika mengetahui kebenaran, takut akan kemungkinan Neuvillette membencinya lantaran telah menipunya. Membuatnya menikahi seseorang yang tak dikenalinya sama sekali.

"Monsieur Neuvillette tidak tahu... dia tidak pernah tahu," bisik "[Name]" dengan suara yang hampir hilang. Tangan [Name] gemetar saat dia merasa terjepit dalam konflik batin yang menyiksa. "[Name]" menatapnya dengan tatapan tajam, memperkuat rasa bersalah [Name]. "Kau telah berbohong kepadanya, tidak tahu siapa sebenarnya orang yang dicintainya."

[Name] merasakan dirinya semakin tenggelam dalam rasa bersalah yang memenuhi hatinya. Dia tahu dia harus menghadapi Neuvillette, mengungkapkan kebenaran yang telah lama dia sembunyikan. Tapi dia terus menundanya, membuat banyak alasan agar dia tidak mengatakannya.

"Tapi kau tenang saja." Sambil berkata begitu, "[Name]" Beneviento melepaskan cengkramannya dari [Name] dan mundur selangkah, wanita berambut merah itu tersenyum. "Aku akan mengurus suamimu—oh, maaf. Suamiku dengan baik."

"Berhenti—!"

Tepat detik itu pula, sebuah kaca tipis menghalangi [Name], mengurungnya di dalam. [Name] berteriak sekuat tenaga, memanggil wanita bermanik violet di depannya. Memukul pembatas transparan di depannya, tapi wanita itu tetap bergeming dan tersenyum ke arahnya.

Tak lama dari itu, seseorang yang tak diharapkannya muncul dari belakang punggung "[Name]" Beneviento. Wanita itu yang segera menyadari sang Iudex datang berbalik dan menatapnya.

"Neuvillette ...!"

—oOo—

Oceanid itu melindunginya, dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Dia melindunginya. Siapa dia? Kenapa auranya terasa tidak asing dan tak bisa dikenalinya dalam waktu bersamaan?

Saat Neuvillette melihat ke arah Oceanid itu, sosok hydro itu segera menoleh ke arahnya seolah mengenalinya. Namun dia tidak berhenti, dia masih berusaha keras melindungi [Name] menggunakan kedua tangannya, mengeluarkan manifestasi hydro berbentuk mimic, menyerang orang-orang yang berusaha mendekati [Name].

Ketika para mafiosi itu melemparkan botol berisi cairan esensi cryo, Oceanid itu segera membungkus tubuh [Name] dengan tubuhnya sementara perlahan dia membeku. Dalam kesempatan itu, para mafiosi lagi-lagi mendekatinya, bermaksud menyingkirkannya—atau, msmusnahkannya.

Menyadari sang Oceanid tidak bermaksud untuk melukai [Name] barang sedikit pun, Neuvillette menerjang ke depan, menghantamkan gelombang air laut di sekitar sang Oceanid dan menjauhkan para mafiosi itu darinya. Di waktu yang sama, Clorinde menyerang mereka dengan gesit, memberinya sebuah kejutan electro yang kuat hingga mereka terkapar tak sadarkan diri, begitu pun dengan Navia. Dia memukul dan menghantamkan gunbrella miliknya ke arah orang-orang itu dengan pukulan kuat.

Dalam sekejap, para mafiosi itu kalah dan sebagian lainnya pergi dari sana. Neuvillette yang menyadari dalang dari masalah ini melarikan diri, memberikan gestur kepada Clorinde untuk segera menyergap dan menahannya sementara, wanita berambut biru itu segera melesat pergi dengan Navia.

Begitu keduanya menghilang dan meninggalkan Neuvillette dengan sang Oceanid, Oceanid itu sekali lagi mengangkat tubuhnya dan menatap Neuvillette.

"Siapa kau?" Neuvillette bergumam, perlahan tangannya naik hendak menyentuh sang Oceanid. "Kenapa kau terasa—!"

Dan sepersekian detik kemudian, Oceanid itu menghilang seakan masuk ke dalam tubuh [Name]. Tubuh wanita itu berpendar sejenak, lalu kembali normal.

Neuvillete segera merengkuhnya dan merasakan energi Lautan Primordial di sana. Matanya menyipit, dia memberikan ekspresi kalut.

"[Name]?" Panggilnya, seraya menggoncangkan tubuh wanita itu. "Bangunlah, [Name] ...!"

Neuvillette merasa kebingungan dan cemas saat melihat [Name] tak memberikan reaksi apa pun setelah tubuhnya terpapar oleh energi Lautan Primordial. Pikirannya berkecamuk, mencoba memahami mengapa hal ini terjadi. Mungkin ada sesuatu yang berbeda dengan [Name], mungkin ada aspek yang belum dia ketahui tentang dirinya.

Dengan hati yang berdebar, Neuvillette mencoba mencari jawaban. Dia menyelusuri ingatannya tentang [Name], mengingat setiap momen yang mereka lalui bersama. Apakah ada petunjuk tentang tubuh [Name]? Mengapa dia bereaksi seperti ini terhadap energi Lautan Primordial? Apa dia memiliki sensitivitas yang tinggi dengan energi elemental?

Namun, nihil.
Tidak ada.

Hanya hal-hal mendasar tentang [Name] yang Neuvillette ketahui, tidak ada yang istimewa. Dan fakta itu membuat dadanya seperti dicambuk berkali-kali.

Dia hanya tahu kalau [Name] adalah seseorang yang bertekad kuat, memahami batasannya lebih baik daripada siapa pun, tentang makanan kesukaannya, apa saja yang tidak disukainya. Hanya hal-hal sederhana seperti itu. Selebihnya? Tidak.

Kenapa aku menikah dengannya? Hanya untuk memuaskan rasa penasaranku tentang perasaan manusia?

Dalam kehampaan itu, Neuvillette merasa seperti terdampar di tengah lautan tanpa arah, dia meringis. Semua yang dia ketahui tentang [Name] hanyalah permukaan yang dangkal. Kemarahan dan frustrasi melonjak di dadanya saat dia merenungkan keterbatasan dirinya.

Neuvillette segera bangkit dan pergi, ke arah kediaman Beneviento berada, dimana [Name] tinggal dengan kedua orang tuanya. Bagaimana pun, mereka pasti segera tahu kalau [Name] menghilang dan Neuvillette tidak bisa membohongi kedua orang tua istrinya itu. Meskipun Neuvillette tidak tahu bagaimana menjelaskan situasi yang rumit ini, dia tahu bahwa dia harus jujur dengan mereka.

Ketika dia tiba di rumah mereka, Neuvillette segera mengetuk pintu. Saat pintu terbuka, dia menemui kedua orang tua [Name] dengan ekspresi cemas yang menghiasi wajah mereka melihat dirinya membawa [Name]. Sang Countess segera mengarahkan Neuvillette ke kamar wanita itu, memintanya untuk membaringkannya di atas ranjang.

"Monsieur Neuvillette, terima kasih banyak atas bantuan Anda," ucap sang Countess dengan suaranya yang berat dan serak, menahan isakan di kerongkongannya. "Mulai dari sini, biarkan kami yang memgurusnya. Tolong jangan katakan apa pun tentang kondisi putri saya kepada siapa pun."

"Countess—"

"Saya benar-benar minta maaf." Sambil berkata begitu, Countess Beneviento menundukkan kepalanya. "Tapi, bisakah Anda pergi dari sini sekarang?"

"...."

Dalam momen tersebut, Neuvillette merasa terpukul oleh permintaan Countess Beneviento. Dia menoleh ke arah [Name], hampir tanpa ekspresi. Awalnya Neuvillette hendak berkata, "tentu, Countess. Saya akan meninggalkannya untuk sementara waktu" tapi ia segera menahannya.

Dia tidak bisa membohongi dirinya, tidak bisa membohongi hatinya bahwa ia enggan meninggalkan [Name] dalam keadaan seperti ini.

Neuvillette adalah suami [Name] secara hukum.

"Maafkan saya, Countess," Neuvillette bergumam. Bersamaan dengan itu, sang Countess mendongak dan menatap Neuvillette. Mendapati pria bertelinga runcing itu memberikan wajah terluka. "Saya tidak bisa meninggalkan istri saya seperti ini."

"Istri Anda ...?"

Neuvillette menundukkan kepalanya dalam, dan dengan tulus berkata, "saya mohon, izinkan saya tetap berada di sisinya dan membantunya."

Dan dia tahu kalau keputusan sepihaknya mungkin sebuah kesalahan, tapi Neuvillette tidak peduli itu.

Dia membutuhkan [Name].
Membutuhkan wanita itu untuk disisinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro