Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 64

Hanya ada sedikit orang yang dapat membuat Duke dari Benteng Meropide di Utara keluar dari benteng bawah air: panggilan resmi dari Neuvillette, teh yang nikmat di kafe, dan hal-hal gila nan konyol yang ia lakukan dengan [Name].

Wriothesley mungkin tidak menyadarinya, tapi tepat saat ia memasuki Gedung Opera Epiclese, banyak pasang mata yang melihat ke arahnya dengan tatapan penasaran. Dia bukan penikmat pertunjukan dan hal-hal seperti ini tidak masuk ke dalam agenda kegiatannya, meski begitu ia datang setelah Navia memberinya dua tiket padanya sebagai ungkapan terima kasih—walaupun ia juga curiga ada maksud lain dibaliknya.

[Name] Beneviento, Wriothesley merenung sambil mencuri pandang ke arahnya, memiliki reputasi yang luar biasa bagus dan wanita yang unik di Fontaine.

Meski begitu, ketika para pria yang ditemuinya bertanya-tanya tentang wanita itu—tentang bagaimana ia bisa menikmati waktu menyaksikan kematian orang-orang, rasanya menghukum para kriminal dengan dingin, tapi tetap bisa bersikap manis seperti orang yang berbeda—mereka akan bergidik.

"Ah, [Name] Beneviento, ya?" Kata salah seorang pria yang ia curi dengar di satu pesta. "Dia tidak akan bisa menjadi istri. Itu artinya kau lebih kaya atau kau mulai gila."

"Pria tidak suka wanita yang lebih cerdas daripada mereka sendiri," ujar pria lain yang ia dengar di pesta lainnya. "Dan Lady Beneviento bukan orang yang bisa diminta untuk berpura-pura bodoh."

"Dalam kawasan perburuan, hanya ada satu Alpha diantara mereka," kata pria lainnya lagi. "Kita tidak butuh dua penguasa, betul?"

Wriothesley pernah berpikir kalau [Name] mungkin sangat mirip dengan Clorinde mengingat reputasinya yang bagus sebagai petarung juara terbaik abad ini, dan dugaannya tepat meski caranya berbeda. Dia harus akui kalau pendekatan psikologis yang [Name] lakukan untuk bicara dan membujuk para tahanan lebih menakutkan daripada kena baku hantam oleh Clorinde.

Belum lagi Ayahnya—Count Beneviento—sangat ketat dengan para pria yang mencoba melamarnya. Tidak hanya melihatnya dari luar, dia bahkan melakukan pemeriksaan internal keluarganya. Mungkin inilah yang menyebabkan ada gosip yang beredar kalau banyak pelamar yang menarik surat lamarannya kepada keluarga Beneviento.

Ini jelas kesempatan bagus.

Jadi di tengah pertunjukan, saat tangannya yang besar tidak sengaja bersentuhan dengan wanita itu manakala sang Duke mulai merasa canggung, Wriothesley memanggilnya, "[Name]...."

"!?"

Dan wanita itu menoleh, melihat kepadanya dengan tatapan bertanya-tanya sebelum kehingan yang panjang terjadi dan membuat suasana semakin canggung. Kemudian ia menggenggam tangan wanita itu.

Wriothesley tahu seharusnya ia melakukan ini sejak awal, dia tidak harus menunggu wanita ini memberinya sebuah tanda. Bagaimana pun begitulah musim sosial para bangsawan, sebuah medan pertempuran tak kasat mata. Tidak heran orang-orang lebih dulu mengirim surat lamaran bahkan sebelum orang itu bertemu dengan orang yang dilamarnya. Wriothesley benar-benar sudah meremehkan musim sosial ini.

"Ada yang ingin kukatakan padamu dengan serius," kata Wriothesley lagi, suaranya terdengar dalam dan tatapannya selaras dengan ucapannya. "[Name], minggu ini aku akan—"

"Yang Mulia," [Name] memotong, memanggilnya. Senyuman kecil menghiasi wajahnya itu dan ia menarik tangannya perlahan sebelum netranya kembali fokus ke arah panggung Opera di depan sana. "Apa kau tahu kalau naskah asli untuk bagian akhir dari pertunjukan ini tidak pernah ada?"

"Apa... maksudmu?"

"Karena penulisnya tidak pernah membuatnya."

Untuk beberapa alasan, Wriothesley dapat menangkap kata-kata [Name] dengan jelas—dia sedang tidak membicarakan tentang pertunjukannya, melainkan sesuatu yang sangat samar—tentang sesuatu pada dirinya.

Apa dia... baru saja menolakku?

—oOo—

"Terima kasih untuk hari ini, Yang Mulia Wriothesley."

Wriothesley menatap [Name] cukup lama dalam diam, seolah sedang menunggu wanita itu mengatakan sesuatu padanya. Namun wanita itu bergeming dan Wriotheslsy mengetahui artinya dengan pasti.

Lantas ia memanggilnya lagi, "Nona Beneviento, terima kasih juga untuk waktunya."

[Name] yang masih menatapnya lurus menyungingkan senyuman lebih. "Terima kasih kembali," katanya.

Wriothesley, sang Duke dari Benteng Meropide itu mendekatkan tangan [Name] ke bibirnya, mendaratkan ciuman yang amat ringan si punggung jemari wanita itu. "Senang bisa mengenalmu," gumamnya.

Bagi semua orang yang menatap mereka, Wriothesley bersikap sangat santun kepadanya—seperti Neuvillette waktu itu—dan [Name] jelas tahu bahwa ia telah merusak sesuatu diantara keduanya karena rasanya sangatlah berbeda.

Kemudiab Wriothesley menegakkan tubuh seakan tidak terjadi apa pun dan berkata, "sampai lain waktu, Nona Beneviento."

Dan pria itu pun pergi.

[Name] berbalik, menjauh. Babak kedua dalam hidupnya nyaris saja terjadi—jika wanita itu tidak menyadari apa yang hendak Wriothesley katakan saat keduanya di tengah pertunjukan opera di gedung Opera Epiclese.

Dia merasa sangat bodoh lantaran mengira campur tangannya dalam dunia ini tidak akan mengubah apa pun seperti cerita-cerita yang sering ia baca, sebaliknya itu mengubah segalanya dan bukan hanya Neuvillette bahkan Wriothesley. Meski sikapnya sangat biasa dan tidak bias, mereka memperhatikannya dan dengan dunia ini menunjukannya.

Sudah cukup dengan Neuvillette yang sama sekali tidak terlihat akan mundur meski ia menolaknya, tapi tidak dengan Wriothesley. Sebelum semuanya terlambat, sebelum segalanya tidak dapat diperbaiki lagi, [Name] harus menghentikannya. Dan dia berhasil melakukannya—setidaknya untuk sekarang.

Kemudian ia datang ke ruangan Count Beneviento tepat ia memasuki rumahnya, bertemu langsung dengan Ayahnya. Di waktu yang sama, sang Count berkata, "kebetulan kau datang, Putriku. Tentang pendidikan penerusmu, Ayah sudah—"

"Ayah, aku akan menikah."

Dan keheningan terjadi.

"[Name] Beneviento, Ibu tidak percaya kau akan memutuskan ini sendiri!" Ibunya berseru riang sambil melompat ke arahnya.

Tentu saja sang Countess akan bersikap seperti ini, bagaimana pun selama ini ia selalu berada dipihak Ayahnya jika membicarakan tentang pernikahan dan kini Ayahnya tampak membeku seketika.

Sejak awal, [Name] tidak pernah mengejar masalah ini karena sebagian kecil di dalam dirinya menolak kedua orang dihadapannya ini. "Dirinya" masih menganggap bahwa dia hanyalah orang asing yang datang ke sini dan tak mampu mengatakan apa pun tentang sikapnya yang berubah. [Name] bahkan tidak yakin apa dia mengenali dirinya sendiri di masa lalu dan saat ini, sama sekali.

"Apa itu sang Duke? Dia sudah mengatakannya padamu? Kapan dia—"

Suara Ibunya menghilang saat melihat [Name] hanya tersenyum dan menggeleng lemah. "Bukan, bukan sang Duke," [Name] menjawab polos.

"Lalu kenapa kau—" sang Countess mendesah pasrah. "Lupakan saja. Ini pernikahanmu. Aku masih bersyukur karena kau sudah memutuskan ini sendiri."

"Aku akan mengatakannya segera pada Ibu—dan Ayah, tentu saja."

Kemudian [Name] pergi dari hadapan keduanya.

—oOo—

Pukul 11 siang.

Neuvillette sebelumnya tidak pernah memperhatikan waktu yang terus berputar disekitarnya selama 500 tahun ini selain untuk mengurus masalah pekerjaannya, tapi tidak saat ini. Alasannya sederhana, karena [Name] menantikannya. Meski ia tahu semua rumor dan gosip selama musim ini tentang wanita itu dan sang Duke dari Benteng Meropide, tidak mengubah fakta bahwa wanita itu sedang menunggunya.

Jadi Neuvillette memutuskan untuk mengundangnya makan siang bersama hari ini seperti yang para bangsawan lain lakukan untuk melakukan pendekatan dengan pasangan yang dipilihnya.

Namun sebelum sempat pergi untuk bertemu dengan [Name], pintunya diketuk tiba-tiba.

"Masuklah."

Dan orang itu adalah [Name].
Seperti yang diharapkannya.

Neuvillette segera menyambutnya, dia berdiri dari balik meja dan menghampirinya dengan mematri senyuman tipis di wajahnya. Ini sungguh waktu yang sangat pas untuknya. Lantas Neuvillette berjata, "kebetulan sekali, aku baru saja ingin memanggilmu. Apa ada sesuatu, [Name]?"

"Aku akan menikah denganmu."

[Name] mengatakan itu dengan sangat tenang hingga Neuvillette membeku karena melihat reaksinya daripada yang ia dengar.

Neuvillette dengan penuh keterkejutannya saat ini justru menjadi tegang. Dia tidak akan tiba-tiba menerjang ke arah [Name] dan memeluknya, atau menghujani wanita itu dengan ciuman di wajahnya. Bukan, itu bukan karena sifatnya yang cenderung diam melainkan karena ia masih sangat terkejut saat ini. Lantas ia bertanya, "kenapa tiba-tiba?"

"Aku tidak yakin," jawab [Name] sambil mengalihkan pandangannya, kedua tangannya terkulai di sisi tubuhnya. "Tapi aku sudah memikirkannya baik-baik."

Saat itulah Neuvillette memutuskan untuk mempercayai ucapan [Name]. Mungkin karena bujukannya yang terakhir kalinya, atau ada sesuatu yang terjadi padanya belakangan ini, [Name] sudah menetapkan dirinya melihat seberapa keras wanita ini bertahan untuk tidak kabur sekarang juga pun bergerak dari posisinya.

"Kau tidak boleh menarik keputusanmu," ucap Neuvillette menekannya. [Name] menggeleng, seolah sedang mematri itu di dalam benaknya. "Kau tidak akan berubah pikiran atau kabur."

"Tidak," [Name] menjawab cepat. "Aku janji."

Tangan Neuvillette kini menelusuri punggung [Name], mendekapnya, menariknya hingga tubuh ia menempel dengan wanita itu. Satu kecupan singkat lantas mendarat di bibir [Name] tanpa adanya penolakan dari wanita itu dan ia berbisik, "kau akan menjadi milikku, selamanya. Kau mengerti?"

"Ya," jawab [Name] terkesiap. "Ya. Aku mengerti."

[Name] mengangguk, memiringkan leher tatkala ujung bibir Neuvillette menelusuri jenjang lehernya, membiarkan pria bertelinga runcing itu melakukan apa pun yang diinginkannya saat ini sementara tangan wanita itu mencengkram lengannya dalam ketegangan.

Neuvillette lantas menjauhkan wajahnya dan tersenyum, menatap lurus [Name] kembali. "Bagus."

—oOo—

[Name] tahu kalau merencanakan pernikahannya dengan Neuvillette akan sulit—bukan, tapi sangat sulit. Dia tidak tahu bagaimana harus mengatakannya pada orang tuanya apalagi mengumumkannya pada orang-orang. Saat itulah ia benar-benar menyesali keputusannya.

Oh, Archon—Naga Penguasa Hydro—atau siapa pun kepada ia bisa memanjatkan doanya, apa yang akan dipikirkan Countess Beneviento jika wanita itu mendengar ini? Dia tidak bisa menyembunyikannya apalagi mundur sekarang mengingat betapa bahagianya wanita itu ketika ia mendengar dirinya akan menikah.

Ia tidak yakin mengapa ia memutuskan untuk menikah dengan Neuvillette, tapi [Name] benar-benar sudah memikirkannya semuanya dengan sangat matang. Setelah yang ia lakukan dengan Neuvillette dan yang terjadi selama pria bertelinga runcing itu memberinya waktu, dia sudah tahu jawabannya. Ada sesuatu yang tidak bisa ia mengerti kenapa dia masih ragu dengan keputusannya ini dan itu cukup membebaninya—termasuk cara dia memberitahu kedua orang tuanya tentang pernikahannya dengan lebih mudah.

Dan saat ini [Name] tengah duduk di ruang kerjanya yang ada di Palais Mermonia—ruangan yang dulu digunakan Furina sebagai tempat tinggalnya yang kini sudah diubah seluruhnya—mencoba memikirkan kata-kata yang tepat untuk ia katakan kepada keluarganya. Namun nihil, kepalanya benar-benar kopong sekarang bahkan ia tidak menyadari ada seseorang yang memasuki ruangannya saat ini dan menyentuh puncak kepalanya.

"Apa ada yang tidak beres?" Tanya Neuvillette tepat ketika [Name] mengangkat wajahnya dari atas meja.

"Kau pikir karena siapa aku seperti ini?" Perempatan di dahi [Name] muncul.

Lalu Neuvillette yang menatapnya seolah tidak ada hubungannya dengan dia mulai memutar kembali ingatannya dari beberapa jam yang lalu dalam benaknya.

Tepat ketika [Name] memutuskan untuk menikah dengannya, Neuvillette menciumnya penuh hasrat seolah ia sudah menjadi miliknya saat itu juga. Namun [Name] segera menghentikannya seperti yang sudah-sudah ia lakukan sebelumnya. Walaupun ekspresi Neuvillette yang hampir tidak berubah itu terlihat sangat begitu berat ketika ia menghentikannya, pria itu menurut.

Dari sinilah [Name] menjelaskan jika dia tidak bisa melakukan itu karena berpotensi diketahui orang lain dan menjadi gosip buruk ketika mereka bahkan belum menikah—yang sebetulnya hanya [Name] gunakan sebagai alasan.

Namun tiba-tiba Neuvillette berkata, "kalau begitu, kita tinggal menikah hari ini."

[Name] yang tidak punya tenaga untuk membalasnya hanya memberikan ekspresi yang seolah sedang berkata, "hari ini? Apa kau gila?"

Sekarang kembali ke saat ini.

"Jika kau khawatir tentang gosip seperti itu," ujar Neuvillette sambil tersenyum tipis. "Pernikahan adalah solusinya."

"Bukan!" [Name] memekik lelah dan hampir membenturkan kepalanya ke meja. "Ah, itu juga bukan! Maksudku itu memang sudah ada di dalam rencana kita."

"Benar, dan aku hanya mencoba mempercepatnya."

"Memangnya hal seperti ini boleh dilakukan tiba-tiba?" [Name] menyipitkan sedikit matanya.

"Tentu saja, kita berada di Fontaine," jelas Neuvillette, intonasinya tidak berubah sama sekali. "Kita tidak perlu mengumumkan rencana pernikahan kita di tempat sakral seperti orang-orang di Mondstadt dan Inazuma. Lagi pula, Fontaine sepenuhnya berada di tangan para manusia saat ini."

... benar, dia ini bukan manusia, pikir [Name].

"Palais Mermonia sebagai administrasi utama keseluruhan di Fontaine," kata Neuvillette menambahkan. "Kau pikir darimana izin pernikahan bisa didapatkan?"

"... Palais Mermonia."

"Siapa orang yang bisa memberikan izinnya?"

"Hakim Agung, Iudex Fontaine."

Neuvillette tersenyum lebih. "Dan siapa aku, [Name]?"

"... Hakim Agung Palais Mermonia, Iudex Neuvillette," jawabnya dengan pasrah.

Lagi-lagi [Name] merasa sangat bodoh. Daripada itu, dia merasa ada sesuatu yang sangat aneh dari ini. Jadi dia terus memperhatikan Neuvillette yang dengan santainya menuangkan segelas teh kepadanya.

Neuvillette bukan karakter yang sewenang-wenenang menggunakan wewenang, kekuatan dan kekuasaannya seperti ini. Tapi kenapa sekarang dia bisa mengatakan hal semacam itu?

Ini jelas sekali ada yang aneh....

"Apa kita benar-benar memerlukan prosedur formal untuk hal-hal kecil seperti ini?" tanya Neuvillette lagi setelah ia kembali meletakan tekonya di atas meja kecil di samping.

"Hal kecil yang kau maksud itu tentang pernikahan?" [Name] memberikan ekspresi tercengang yang tak dapat dideskripsikan.

"Surat untuk orang tuamu," katanya. "Kau sudah dianggap mandiri sejak kau mulai debut pertama kalinya, jadi kau tidak perlu izin apa pun untuk pernikahanmu. Itu tidak akan menyalahkan protokol yang ada, kau tenang saja."

"Ah, benar ...!" [Name] ber-sweatdrop-ria, dia baru menyadarinya sekarang. "Kau jadi terdengar seperti Furina."

"Benar, aku Iudex Fontaine," katanya seolah menekankan hal itu. "Jadi apa kau bisa menandatangani surat resmi pernikahan ini sekarang?"

"Oh, astaga! Neuvillette!?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro