Chapter 56
Kini dihadapan [Name], seorang wanita menangis tersedu-sedu dengan dirinya yang duduk terkulai lemas dan napasnya terasa berat. Seorang Nona muda yang sebelumnya disapa Lady Catelyn.
"Sebelum menyadarinya, seseorang sudah mengambil cincin Lady Catelyn."
"Kasihan sekali, kudengar itu cincin yang ditinggalkan mendiang Viscountess terdahulu untuk debutnya musim ini."
[Name] mendesah berat dan menghampiri Nona muda itu, bertanya tentang cincinnya yang hilang dan seperti apa bentuknya.
Teman yang ada dihadapannya pun menjelaskan jika cincin itu memiliki batu pertama biru aquamarine berukuran kecil yang dilapisi perak, bagian dalam cincinnya terukir sebuah kalimat dan inisial dari nama Vicountess terdahulu—Ibunya.
Dia bercerita kalau dia tidak tahu jelas kapan cincin itu hilang lantaran ia baru menyadarinya saat ia sedang bercakap sambil memegangi jemarinya belum lama ini.
"Apa yang Lady Catelyn lakukan sebelum Anda kembali ke halaman Tea Party?"
"Dia beristirahat di ruangan yang disediakan Nona Proudmoore."
"Apa kau ingin menuduh para pelayan yang kukirimkan kepada Nona Catelyn?" tukas Nona Proudmoore.
[Name] melirik, menatapnya biasa. "Saya hanya bertanya, Lady Proudmoore."
"Aku sudah membawa pelayan yang menjamu Lady Catelyn saat beristirahat," kata salah seorang temannya. Di belakangnya muncul seorang pelayan dengan wajah pucat pasi. "Dia satu-satunya yang memasuki ruangan itu untuk mengantarkan angggur."
"No-Nona Hakim, percayalah pada saya! Saya tidak mencurinya!" katanya. "Saya hanya mengantarkan sebotol wine saja atas permintaan Nona saya, saya tidak bersalah!"
"Tenanglah. Saya tidak mengatakan apapun—lebih tepatnya belum." [Name] berdiri dan bertanya padanya, "selain itu, apa Anda melihat sesuatu yang aneh?"
"Ti-tidak...."
[Name] menghela pelan. Tubuh dan matanya bergetar, dia tidak fokus dan belum bisa menenangkan dirinya saat ini. Jelas bukan saat yang tepat untuk meminta keterangan yang jelas padanya, tapi [Name] tidak berencana untuk memperpanjang masalah ini sampai pengadilan.
Jadi [Name] mendekatinya. "Katupkan kedua tanganmu di depan dada."
"E-eh... be-begini—!?"
Lalu—PLAK!—suara tepukan keras mendarat di kedua tangan pelayan itu, [Name] memukulnya dengan keras hingga semua orang kini memfokuskan eksistensi padanya.
"La-Lady Beneviento! Apa yang Anda lakukan!?"
[Name] mengabaikan Lady Proudmoore yang memekik padanya, dia berujar sekali lagi pada sang pelayan. "Tenang dan ingatlah baik-baik, apa kau merasakan ada kejanggalan saat membawakan sebotol anggur kepada Lady Catelyn?"
"!?" Pelayan itu menarik napasnya perlahan, lantas menatap Lady Catelyn yang masih menangis di pelukan temannya, dia kembali melihat ke arah [Name] dengan yakin. "Saat saya datang, Lady Catelyn tidak mengenakan sarung tangannya."
"Benar juga," sambung salah seorang temannya yang lain. "Saat saya datang untuk menjemput Lady Catelyn, dia juga baru mengenakan sarung tangannya."
"Lady Catelyn, apa Anda melepaskan sarung tangan Anda saat itu?"
Wanita itu mengangguk. "Benar. Pelayan pribadi saya yang membantu saya untuk melepaskannya."
"Saya Eva, sayalah pelayan pribadi yang dimaksud." Seorang wanita berpakaian pelayan segera menyahut. Ekspresinya sedikit sayu dan takut. "Lady Catelyn selalu mengenakan cincin itu tanpa bantuan para pelayan termasuk saya. Saya pikir mungkin saja Lady Catelyn melepasnya sendiri di kamar kecil dan lupa mengenakannya lagi."
"Mungkin Eva benar... aku tidak sadar saat melepasnya di kamar kecil...."
Tidak ada pelayan lain yang menemaninya dan pelayan Tuan Rumah hanya mengantarkan anggur. Lady muda ini sempat ke kamar kecil, karena itulah ia tidak mengenakan sarung tangannya.
Begitu rupanya....
[Name] segera melempar senyuman dan berkata, "saya sudah mengerti semuanya. Terima kasih atas kerja sama kalian karena sudah memberikan keterangan yang saya butuhkan."
"Jadi siapa pelakunya?" tanya Lady Proudmoore. Dia dengan pongah berkata, "Nona Beneviento tidak akan bilang membutuhkan waktu untuk investigasi atau semacamnya, 'kan? Atau lebih buruk lagi, kau tidak tahu?"
[Name] memejamkan matanya singkat. "Kalau saya bisa melakukan itu akan saya lakukan, tapi ini harus diselesaikan hari ini. Apa Anda bisa memindahkan para tamu ke dalam ruangan lain?"
"Kau memerintahkuk!?" Lady Proudmoore berseru kesal.
"Tidak akan masalah jika Anda ingin mendengar ada berita pencurian saat pesta teh Anda," ucap [Name], dia tersenyum tipis menyiratkan sesuatu. "Silakan lakukan sesuka Anda, Lady Proudmoore."
Dalam waktu singkat, para Lady dam tamu undangan lain dipindahkan ke ruangan khusus untuk menghindari gosip. Selain itu, ini bukanlah hal yang pantas dipertontonkan dan memang lebih baik dilakukan secara empat mata—meski secara harfiah, cukup ada banyak pasang mata di sini tetapi ini lebih baik.
"Jadi siapa pelakunya, Lady Beneviento?" tanya Lady Catelyn dengan suara rendah.
"Nona Eva, Anda yang mencurinya, bukan?"
"!?"
Dan ketegangan terjadi. Eva yang segera dituduh demikian mulai terlihat tegang, dia masih berusaha mempertahankan sikap tenangnya walaupun tidak bisa dan tanpa sadar suaranya meninggi.
"I-Ini tuduhan tanpa dasar! Apa Lady Beneviento bermaksud untuk mencoreng nama baik saya?"
"Lady Beneviento, saya rasa bukan Eva pelakunya. Dia sudah bekerja sangat lama dengan saya, saya yakin bukan dia pelakunya."
"Apa alasanmu, [Name]?" tanya Wriothesley yang sedari tadi berdiri sambil menyimak di belakangnya.
"Karena Nona Eva sangat cantik."
"Hah!?"
Wajahnya yang bersih dan bersinar, seakan mendapat perawatan khusus yang baik. Aroma harum yang menyeruak dari tubuhnya pun adalah aroma parfume mahal yang hanya dijual terbatas oleh Emillie, ukiran kukunya terpotong sangat rapih dan mengkilap seolah ia secara rutin untuk merawatnya dengan hati-hati.
Meski masih ada bangsawan yang memperlakukan pegawai mereka sedemikian baik, mereka tidak akan berpenampilan mencolok seperti ini ketika ia berjalan berdampingan dengan orang yang dilayaninya. Alasannya sederhana, karena itu sama saja dengan dia yang berusaha menyaingi orang yang dilayaninya.
Sebaik dan sedekatnya Donna—pelayan pribadi [Name]—dengannya, setiap kali ia berjalan dengannya, Donna selalu enggan untuk merias dirinya barang sedikit pun. Dia bahkan menolak menggunakan parfume yang dibelikan untuknya.
Ditambah.... Manik [Name] terpincing ke arah pelayan itu. Anting dan kalung yang dikenakannya cukup mengganggunya. Namun tetap saja, mengenakannya di tengah pesta yang dihadiri oleh majikannya seperti itu, dia terlihat seperti sedang menarik perhatian seseorang bukan melayani seseorang.
"Dan lagi," kata [Name]. "Bagaimana Nona Eva bisa sangat yakin kalau Lady Catelyn melepaskan cincin itu sendiri?"
"Itu... karena Lady Catelyn mengenakannya secara langsung di tangannya...."
"Itu cukup masuk akal," Wriothesley menimpali.
"Benarkah begitu?" [Name] memutar tubuh, menghadap Wriothesley dengan lurus dan menunjukan kedua punggung tangannya pada pria itu. "Coba Anda perhatikan, Yang Mulia."
"Apa?"
[Name] mendesah pelan. "Orang tidak akan berpikir kalau Nona Catelyn melepasnya sendiri, karena kami para Nona muda tidak mengenakan cincin di atas jemari kami langsung melainkan di atas sarung tangan kami."
"Dengan kata lain, orang yang berpikir sebaliknya hanyalah pelakunya," Wriothesley menambahkan. Ekspresinya terlihat serius. "Entah karena lupa atau ia berusaha memanipulasi pikiran Nona Catelyn yang sedang runyam agar ia bebas dari tuduhan."
"Uh ...!?"
Daripada sekadar hiasan, sesungguhnya perhiasan yang digunakan adalah untuk ajang pamer. Hal yang biasa terjadi di kalangan bangsawan untuk menunjukan dirinya, entah bagaimana [Name] terbiasa dengan ini.
"Kalau begitu, bagaimana caranya ia mencuri cincinnya?" Wriothesley bertanya lagi.
[Name] sekali lagi mengulurkan punggung tangannya pada sang Duke, meminta pria itu untuk memegang cincin dan sarung tangannya bersamaan. Detik berikutnya, [Name] menarik keluar tangannya dari sarung tangan beserta cincinnya yang terlepas dengan mudah.
Akhirnya pelayan bernama Eva itu mengakuinya. Ia pun segera dibawa pergi oleh pasukan Garde usai mengembalikan cincin yang dicurinya. Saat itulah Nona Catelyn berkata kalau selama ini ia merasa kehilangan barang-barangnya satu persatu, tapi ia tidak memaksakan kecurigaannya dan membiarkannya begitu saja berharap akan berhenti tapi nyatanya tidak. Ia tidak percaya Eva yang sudah menjadi pelayannya cukup lama bisa melakukan ini.
—oOo—
"Kau tahu, terkadang aku penasaran bagaimana kau bisa terpikirkan hal itu."
"Entahlah." [Name] menggidikan bahu dan memasang sarung tangannya kembali, dia menoleh kepada Wriothesley. "Pengalaman?"
"Ah...." Wriothesley mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Jadi katakan padaku, Yang Mulia." [Name] berdiri berhadapan dengannya, menatap sang Duke lurus. "Apa yang kau inginkan sebagai bayarannya?"
"Benar, bayaran ...!" Wriothesley menoleh, menggaruk belakang lehernya dengan canggung. Dia terlihat agak kikuk sekarang. "Seperti yang kukatakan, aku meminta waktumu selama 3 hari, betul?"
"Iya. Betul."
"Tadinya aku berniat untuk mengabaikan semua kegiatan ini dan masyarakaf Fontaine sepenuhnya," jawab Wriothesley. "Tapi aku tahu itu mustahil."
[Name] mengangguk setuju. Mengingat dirinya ditekan untuk menikah pada musim ini, tepat disaat usianya baru saja menginjak 25 tahun, dia benar-benar tidak bisa menghindari tradisi umum para bangsawan.
"Aku memikirkan beberapa cara untuk mengalihkan perhatian para keluarga bangsawan dariku, dan pada saat bersamaan, membantu menghindari upaya perjodohan Ibumu," katanya menambahkan.
[Name] menatap Wriothesley dalam. "Tolong dilanjutkan."
"Kita—" Wriothesley mencondongkan tubuhnya, dia berbisik, "—bisa berpura-pura memiliki ikatan."
[Name] tidak berkata apa-apa. Sama sekali. Wanita itu menatapnya seolah sedang memutuskan untuk menerima hal gila yang direncanakannya atau tidak.
Dia tahu, ini jelas berisiko.
"Tiga hari," katanya lagi. Berbisik. "Berkencanlah denganku selama tiga hari. Itu sudah cukup memberikan tanda pada orang-orang."
Wriothesley menarik diri, tersenyum ke arahnya dengan seringaian tipis sementara [Name] masih menatapnya lekat-lekat. "Apa keuntungannya bagiku?" tanya [Name] akhirnya.
"Ibumu akan berhenti memaksamu untuk mendekati pria yang satu dan lainnya saat tahu kau berhasil menarik perhatianku."
Sejujurnya [Name] ingin bilang, "kau sombong sekali, ya?" tapi fakta mengatakan memang Wriothesley setampan itu dan orang-orang menginginkannya di samping posisinya sebagai pengelola Benteng Meropide. Jika saja dia sering keluar dari benteng bawah laut lebih awal di dalam gamenya, pasti dia akan benar-benar terkenal—tentu dalam artian yang baik.
"Pria itu sangat suka memiliki seseorang yang dimiliki orang lain yang—menurutnya—lebih daripada dirinya," katanya menjelaskan. "Jika mereka berhasil memiliki hal yang sama dengan orang itu, mereka akan merasa kalau mereka setara dengan orang itu—dan dalam konteks ini adalah aku."
"Aku mengerti." [Name] menyilangkan tangannya di dada. "Dengan kata lain, kau ingin menjadi umpan untukku?"
Wriothesley menggidikkan bahunya. "Kurang lebih."
[Name] menatap para gadis muda yang ada di balik punggung Wriothesley yang tampak seperti burung pemangsa—ya, ini bukan pemandangan yang asing untuknya. Dia sudah lusinan kali mendapati para wanita bersiap untuk menerjang Sang Duke saat ini meski tidak ada yang berani.
Mengalihkan perhatian orang-orang dengan berita yang lebih besar sebelum berita itu muncul.
Ini jelas kesepakatan yang menguntungkannya, tapi apa benar kalau tujuan Wriothesley hanya menghentikan para gadis untuk mengejarnya dengan memanfaatkan dirinya? Entah kenapa, [Name] merasa ada sesuatu dibalik tujuan ia memberikan ide berisiko tinggi dan gila ini padanya. Apa yang sebenarnya Wriothesley inginkan dari ini?
Walaupun [Name] terus mempertanyakan itu dalam benaknya. Dia berkata, "ya, aku akan melakukannya."
—oOo—
"Kau bilang 'ayo, kita berpura-pura menjadi sepasang kekasih untuk mengelabui orang lain' dan—" Navia mendesah keras. "Yang Mulia, kau benar-benar...."
"...."
"Bodoh," Clorinde menimpali yang langsung diberi tunjukan oleh Navia.
Sejujurnya, ya, Wriothesley merasa sangat bodoh. Padahal dia bisa saja secara terang-terangan berkata memilihnya untuk menjadi calon pendampingnya di musim sosial tahun ini, tapi dia justru membuat kesepakatan alih-alih demi mengelabui orang lain agar semua gadis berhenti mengejarnya.
Namun—jauh di dalam hatinya—dia takut dengan penolakan yang akan diterimanya untuk kedua kalinya mengingat dia pernah menalamarnya dulu, jelas Wriothesley tidak ingin mengalami hal yang sama dua kali. Selain itu....
[Name] tidak terlihat akan membalas perasaanku....
Dia bekerja bersamanya, dia sudah sering bersama dengannya di luar jam kerjanya, dia bahkan tertawa bersamanya, tapi itu semua tidak memberi Wriothesley tanda kalau [Name] mungkin menyukainya juga. Entah karena wanita itu sangat ahli untuk memasang ekspresinya, atau dia benar-benar—ya, sang Duke tidak akan tahan kalau harus mendengar bahwa perasaannya hanyalah sepihak dari mulutnya sendiri.
"Tapi ini berhasil," sergah Wriothesley.
"Yang Mulia." Navia mengembuskan napasnya lagi, dia menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau hanya menjebaknya dalam hubungan palsu yang kau buat."
"...."
"Menurutmu apa pendapat Nona [Name] jika dia mengetahuinya?"
Mungkin—hanya perasaannya saja—[Name] akan jadi sangat membencinya, mengetahui semua yang dilakukannya hanya jebakan untuk mengikat wanita itu dengannya, dia tahu kalau ini salah dan sangat... kelewatan.
Dia seperti sedang mempermainkan hatinya.
"Aku tahu...."
"Kau tahu risiko yang kau buat ini, 'kan?" tanya Navia sekali lagi, dia masih mempertahankan ekspresi seriusnya.
"Tentu saja." Wriothesley tanpa sadar mengeratkan tangannya.
"Aku paham kalau kau mungkin sulit untuk mengatakan sesuatu padanya," kata Navia lagi. Dia memandang teh di dalam gelasnya. "Seperti kau yang berusaha mengalihkan topik tentang Ayahku semasa penahanannya dengan dua teko teh."
"Kau—" Wriothesley mengembuskan napasnya pasrah. "Bagaimana kau tahu?"
"Nona [Name] yang memberitahuku," ucapnya. Dia meneguk tehnya dalam diam sejenak. "Dia juga bilang mungkin Yang Mulia melakukan ini agar aku tidak membenci tempat ini, untuk kebaikanku."
Tentu, pikirnya. Meski itu juga ada hubungannya dengan perjanjianku dengan mendiang Tuan Callas.
"Pokoknya, Yang Mulia." Navia berdiri dari posisinya. "Aku yakin kau tahu apa yang harus kau lakukan selanjutnya tentang Nona [Name]."
"Iya, terima kasih banyak."
Sebelum kedua wanita itu pergi, tiba-tiba Clorinde berkata, "aku akan memberitahumu ini, jika kau benar-benar serius dengannya, sebaiknya kau cepat menyelesaikan ini, Duke."
"Ya? Apa maksudmu?"
"Karena pada musim ini, sudah dipastikan kalau Nona [Name] akan menikah."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro