Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7 - Her Name

"Apa tujuanmu kembali ke Yokohama?"

Hening. [Name] bergeming diam, tak langsung menjawab. Padahal hanya pertanyaan yang sederhana, tapi dia bahkan sulit untuk menjawabnya.

Gadis itu berpikir, apa alasannya selain apa yang dikatakannya pada Kyouka kala itu? Hanya pembuktian?

Memang hanya itu. Pertanyaan lain, bagaimana jika Chuuya tidak menerima jawaban itu dan meminta lebih?

Apa yang harus kujawab?

"Soal itu—"

PLAK—!

Belum kering mulutnya berbicara, sesuatu seperti bongkahan es besar menyambut keras ubun-ubun di kepalanya.

"Ittai!!!" Dengan cepat, [Name] menoleh ke arah orang yang kurang kerjaan dengan asal memukul kepalanya. "Kau ini benar-benar bodoh, ya, Dazai-san? Memangnya kau anggap ini aku apa? Sakit tahu!"

Dazai memberengut sebal. "Kau yang bodoh. Lalu aku menganggapmu apa? Kau ini hanya anak kecil!"

Mendengarnya dada [Name] serasa tertikam sesuatu. Entah kenapa, dia merasa tidak suka ketika Dazai mengatakan dirinya seperti anak kecil.

Berusaha sabar, [Name] hanya menghela pelan lalu memincingkan pandangannya ke arah pria perban itu.

"Jadi, kenapa? Kau tidak biasanya melakukan itu padaku, Dazai-san."

"Karena kau tetiba berkata akan menyelesaikannya sendiri dan sekarang Kunikida-kun berceloteh panjang lebar di Agensi."

[Name] bersweatdrop-ria. Benar juga, terlebih tetiba aku memutuskan sambungan teleponnya sepihak.

Gadis itu tersenyum kaku lalu berkata, "maafkan aku, Dazai-san."

"Aku akan memaafkanmu kalau kau mau menjelaskan alasanmu berduaan dengan Si Kerdil ini." Dazai melirik Chuuya yang sedari tadi diam mematung.

"Siapa yang kau panggil 'Kerdil', Dasar Bodoh!?"

"Tentu saja itu kau! Memangnya otakmu hanya segaris saja sampai tidak menyadari diri sendiri?" Dazai membalas dengan penekanan bahkan sampai menunjuk Chuuya tidak suka.

"Berhenti mengejekku seperti itu, Figuran Yang Dililit Perban!"

"Aku tidak akan berhenti sampai kau mati karena menjilati sepatuku."

Bukankah itu ungkapan yang sedikit kasar, Dazai-san? [Name] hanya tersenyum kaku melihat ini.

Bukan hal yang mengejutkan kalau melihat kedua orang ini sering kali bertengkar.

Entah kapan—mungkin dari awal mereka kenal—tapi yang jelas, mereka selalu seperti ini sejak 5 tahun yang lalu.

Saling mengejek, tidak ingin kalah bahkan kejahilan Dazai pada Chuuya tidak pernah ada habisnya.

Entah Dazai yang memasang bom pada motornya atau diam-diam membakar koleksi topi Chuuya.

Keteraluan, memang. Namun Chuuya tidak pernah membalas perlakuan seenaknya Dazai itu.

"Hei, kalian berdua—"

"HAH!?"

"—bisa berhenti sekarang?"

"Kau di—" "jangan ikut—" "—am saja!" "—campur, [Name]-chan!"

Kenapa aku yang menjadi korban disini, Oi!? [Name] berdehem lalu menundukkan kepalanya seraya menahan nafas singkat sebelum akhirnya mengenduskannya.

Mendengar ucapan kedua orang ini cukup untuk memancing amarahnya. Alhasil, ketika [Name] mengangkat kepalanya, walaupun nampak tersenyum tapi itu senyuman yang mematikan.

"Heee... tadi kalian bilang apa? Aku tidak mendengarnya."

"Hmm...."

PLAK! PLAK!

Sebuah pukulan dari pemukul baseball berhasil mengenai kepala Dazai dan Chuuya dengan sempurna.

[Name] mengehentakkan pemukul yang dibuatnya itu pada lantai sambil bertolak pinggang dengan sebelah tangannya yang terbebas.

"Dengar, ya! Kalau kalian membentakku seperti tadi, selanjutnya kepala kalian yang akan menghilang!"

Chuuya bersweatdrop-ria seraya menyentuh tengkuk kepalanya, sementara Dazai mengeluarkan aura aneh yang terlukis pada kedua matanya.

"Kalau begitu, bagaimana kalau—"

"—tidak untukmu, Dazai-san!" [Name] memotong ucapan Dazai. "Aku akan menyebarkan alamatmu ke semua wanita yang pernah kau tinggalkan sampai menangis!"

Dazai tertawa kecil lalu berkata, "kalau soal itu... bisa kau tidak melakukannya?"

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai bertemu lagi, Chuuya-boya," [Name] menyapa dengan sedikit godaan diakhir kalimat.

Sambil mengambil tas sekolahnya yang ia letakkan begitu saja lalu berbalik, [Name] keluar dari bangunan yang hampir bobrok itu diikuti Dazai dengan beberapa orang detektif dan polisi yang mulai ikut memasuki gedung.

"Oi, kau belum menjawab pertanyaanku!" kata Chuuya setengah berteriak.

[Name] menoleh dengan tatapan polos ketika Dazai tengah dimintai keterangan oleh salah seorang detektif.

"Jawabannya ketika kita bertemu lagi."

🔰

Hoaaam~!

[Name] mengucek sudut matanya yang mengeluarkan air mata. Tugasnya hari ini cukup berat, tapi dia tak bisa mengeluhkannya karena memang kesalahannya malah melakukannya seorang diri.

Disisi lain, Dazai terus memperhatikannya. [Name] tentu saja tahu akan hal itu, tapi dia tidak menggubrisnya sama sekali, toh Dazai juga tak mengatakan apa pun.

Walaupun begitu, tetap saja hal seperti ini membuatnya risih. Jadi dia pun akhirnya membuka suara lebih dulu dengan berkata, "Dazai-san, ada apa? Kenapa kau terus menatapku seperti itu?"

"Tidak ada."

"Kau yakin? Sepertinya suasana hatimu sekarang sedang buruk, ya?"

Dazai terdiam sesaat sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan yang sebelumnya sempat tertahan di mulutnya, "apa yang kau bicarakan dengan Chuuya? Dia menanyakan apa?"

[Name] mendadak mengehentikan langkahnya dan menatap Dazai polos. "Karena itu suasana hatimu buruk?"

"Iya."

Hening. Bagaimana pun, [Name] menghargai kejujuran Dazai seperti saat ini. Mungkin tidak sopan kalau tetiba saja gadis itu tertawa hanya karena berpikir ini masalah yang sepele seperti kala itu.

Namun bagaimana pun, [Name] memang tidak bisa menahannya! Lihat saja, wajah gadis itu memerah karena menahan tawa seraya menutup mulutnya sebelum akhirnya dia berdehem untuk mengatur dirinya lalu tersenyum.

Dazai yang melihat itu, hanya hanya menghela pelan sambil menyentuh tengkuknya dan mengedarkan pandangannya.

"Soal itu...." [Name] tersenyum, Dazai refleks mengembalikan eksistensinya pada gadis di sampingnya. "... Chuuya-kun hanya mengajakku berkencan, terus aku berkata akan kujawab kalau kita bertemu lagi."

Dada Dazai serasa tertusuk dari belakang. Panggilannya pada mantan partnernya itu bahkan... mengajaknya berkencan!?

Tak kunjung merespons, akhirnya [Name] melanjutkan perjalanannya usai berkata, "ayo, cepat kembali!"

"Tunggu, [Name]-chan! Yang barusan itu benar?"

"Nggak, kok."

🔰

"[Name], kalau kau sudah selesai membuat laporan itu, kau bisa kembali."

"Soal kasus kali ini, Kunikida-san... bagaimana menurutmu?"

Pria berkacamata itu terdiam sejenak, menatap [Name] lebih dalam. Tidak biasanya dia bertanya seperti ini.

Namun bagaimana pun, mungkin ini memang menjadi kasus paling buruk untuknya terlebih ketika ia baru saja bergabung dalam organisasi ini.

"Aku tidak tahu, tapi...," Kunikida mulai menjelaskan, [Name] mengedarkan pandangannya pada pria itu. "Yang jelas kasus ini tidak berhenti sampai orang itu tertangkap."

[Name] mendesah pelan, membuat dirinya sedikit lebih rileks. "Soal itu, akan kucari informasi lainnya."

"Kutunggu hasilnya."

Usai berkata demikian, Kunikida melenggang pergi. Jadwal Kunikida yang rampung memang selalu bisa membuatnya tepat waktu.

Seketika [Name] teringat sesuatu, bagaimana bisa orang seperti Kunikida menjadi guru?

Ah, pasti rasanya menyebalkan ketika seorang guru terlalu cepat masuk ke kelas dan memulai pelajaran apalagi ketika sedang masa-masa ujian dan dia malah menjadi pengawa saat itu.

[Name] menggeleng, tidak baik berpikir seperti itu. Lantas dia menepuk kedua pipinya dan kembali memutar kursinya hingga berhadapan dengan meja.

🔰

Hoa~m!

Dazai mengucek sudut matanya yang sedikit mengeluarkan air mata, lalu kembali meregangkan tubuhnya.

Begitu bangun dan mengambil jasnya, laki-laki perban itu mulai melangkah hendak keluar.

Sesaat ia tersadar, sepertinya Kunikida kembali meninggalkannya tertidur di kantor dan tak membangunkannya ketika jam kerja sudah usai.

Dazai menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal lalu tertawa kecil. "Ah... yare, yare. Apa aku harus menginap di sini lagi? Atau, kembali membobol kunci Agensi?"

Pilihan kedua sepertinya hanya membuatnya dalam masalah. Terakhir dia melakukan itu, Kunikida menuliskan uang ganti ruginya ke dalam catatan hutang miliknya.

Namun saat melihat sebuah cahaya di depannya, alis laki-laki itu terangkat sebelah dan menelusuri sumber cahaya terkait.

Ia tersenyum mengetahui siapa yang masih belum kembali di waktu seperti ini. [Full Name].

Gadis itu tengah tertidur di depan layar laptopnya yang menyala terang dengan beralaskan lipatan kedua tangannya di meja.

Deru nafasnya teratur terlebih terlihat begitu tenang, membuat Dazai mengurungkan niatnya untuk membangunkan gadis terkait.

Bagaimana ini?

Jika terus memperhatikannya seperti ini, bisa-bisa jiwa laki-lakinya keluar begitu saja. Itu gawat!

"Aku penasaran, kenapa dari dulu dia selalu bisa tertidur seperti ini?"

Kalau Dazai ingat kembali, pernah sekali [Name] kecil bersamanya seharian. Seandainya dia tidak bertemu dengan Dazai saat tengah membunuh orang lain lagi, anak itu pasti tidak akan memaksanya untuk berkeliling mencicipi berbagai makanan sampai perutnya penuh.

Saat lelah dan merasa kekuatan kaki kecilnya sudah diambang batas, Dazai menawarkan [Name] untuk rehat sebentar di dekat taman.

Alih-alih hanya beristirahat, saat Dazai sedang berbicara mengenai rasa takutnya, gadis kecil itu malah tertidur sampai menjatuhkan kepalanya tepat pada lengan Dazai.

Dazai memang sedikit kecewa karena tidak didengarkan, tapi melihat wajah polos dan tenang gadis itu, semuanya termaafkan.

"Ya, hal seperti ini memang sering terjadi." Dazai lantas tersenyum sambil melepas jas panjang yang membalut tubuhnya dan menyampirkannya pada [Name].

🔰

「 London bridge is falling down... Falling down... Falling down...
London bridge is falling down... My fair lady
Build it up with sticks and stones... sticks and stones... sticks and stones...
Build it up with sticks and stone... My fair lady 」

"Ternyata benar itu kau."

Dua bola mata besarnya menatap laki-laki di depannya polos sebelum akhirnya gadis kecil itu melempar senyuman lebar dan menyapa, "konnichiwa, Dazai-san, Chuuya-boya mo."

"Berhenti memanggilku begitu, Anak Kecil! Lagi juga, apa yang kaulakukan di sini?"

"Menunggu seseorang," jawab [Name] singkat sambil mengalihkan pandangannya ke arah belakang Dazai. "Ah, itu dia!"

[Name] berdiri tegak lantas berlari mendekati pria berjas lengkap bahkan dengan topi yang melingkari kepalanya.

Begitu sampai di depan laki-laki itu, sambil tersenyum dan dengan polosnya, gadis itu bertanya, "Ne, Ojii-san. Kau yang merakit bom pada bank itu, bukan? Lalu ingin mengebom gudang penyimpanan Port Mafia, ya?"

Awalnya laki-laki itu terdiam, terlihat air keringatnya yang meluncur turun melewati pelipisnya.

"Ojou-chan, kenapa kau mengatakan hal itu? Siapa yang memberitahumu?"

[Name] terdiam, masih dengan senyuman ala anak-anak pada umumnya. Itu pandangan orang lain jika seandainya ada orang lain selain Dazai dan Chuuya yang melihatnya.

Sayangnya, tempat kini [Name] berada hanya tempat yang sepi dan jauh dari keramaian.

Merasa aneh melihat [Name] menatapnya diam, laki-laki itu mengusap tengkuk belakangnya dan menghela nafas.

[Name] tetiba mengeluarkan selembar foto dari balik sakunya dan menunjukkannya pada laki-laki itu.

"Ojii-san, ini kau, 'kan? Aku sudah mencaritahunya." [Name] masih tersenyum. Semakin melihat senyum itu, semakin laki-laki itu merasa terpojok. "Kau hanya mengulur waktu, ya? Membuatku untuk tak curiga?"

Laki-laki itu berusaha tersenyum. "Bagaimana kau bisa tahu?"

[Name] menarik kembali tangannya dan memasukkan kembali fotonya ke dalam saku. Senyum itu sedikit menyusut. "Habisnya, kau tetiba bertanya seperti itu. Itu artinya kau ingin membuatku tidak berpikir begitu, lalu kau membuat gestur itu dan menghela nafas."

Laki-laki itu tetiba mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam saku jasnya dan mengarahkannya pada leher [Name].

BANG! TING!

Namun, tetiba laki-laki itu berhenti bergerak dengan raut wajahnya yang begitu tercekat.

Dia tersungkur ke belakang dengan tangannya yang berdarah, sementara [Name] masih berdiri dengan tatapan polosnya.

"Dazai-san ...?"

Laki-laki itu langsung berlari seraya memegang sebelah tangannya yang mengeluarkan darah. Sepertinya tangan itu sudah hampir tak bisa digunakan kembali.

"Oi...." Chuuya menyahut dingin. "Aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini, tapi bagaimana pun niatmu mengganggu Port Mafia sudah cukup membuatku marah."

"Ap—!"

BRAK!

Chuuya menendang kuat laki-laki itu hingga terpental dan menubruk kontainer di belakangnya.

"Nice team work!"

"Sejak kapan kau di sana, Oi!?"

🔰

"Maaf menunggu lama, aku harus menjelaskan situasinya pada polisi."

Dazai hanya melempar senyuman tipis lalu memberikan sekaleng minuman pada [Name].

Gadis itu menerimanya dengan senang hati, duduk di samping Dazai seraya menikmati minuman dinginnya.

"Arigatou, Dazai-san, Chuuya-kun mo."

Angin berhembus di tengah siang ini, menggoyangkan dedaunan di atas kepala dan membelai lembut kulit tipis [Name].

"Kenapa kau melakukan ini?"

[Name] mendongak dan menatap Chuuya dengan kedua bola matanya yang bulat lalu menjawab, "hanya membantu."

"Hanya membantu ...ya?"

"Umm...."

"Kuroneko-chan, kau tahu bukan kalau bertemu kembali dengan kami akan bagaimana?"

"Aku tahu, tapi kalian yang menemuiku bukan aku."

Dazai terdiam, gadis ini memang benar. Seandainya Dazai tidak mendengar suara lantunan nyanyian yang halus itu, dia tidak akan menemui [Name].

"Bagaimana pun alasannya, itu tak terelak lagi," Chuuya menambahkan.

[Name] menurunkan tangannya dan menatap cahaya mentari di atas kepalanya yang melewati daun di atas sana.

"Begitu, ya?" [Name] lalu tersenyum dan tertawa kecil. "Ah, aku mengerti! Baiklah. Tapi apa boleh aku meminta sesuatu?"

"Apa?"

"Asobi mashou."




🔜 To Be Continued 🔜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro