Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 - Vlad Dracul Case

"Oi, kau yang di sana!"

Seolah merasa dirinya yang dimaksud, [Name] menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

Matanya kini bisa melihat sosok laki-laki berperawakan kecil di depannya, Nakahara Chuuya. Ada apa pagi-pagi seperti ini dia disini?

"Anda memanggilku, Tuan?"

Chuuya menatap [Name] tidak suka. Bukan karena perlakuannya atau kata-katanya yang datar, tapi rasanya aneh saja mendengar gadis itu berbicara layaknya orang yang tak pernah mengenalnya.

"Kenapa kau berbicara seperti itu, Oi?" Chuuya angkat suara.

"Apa yang salah dari ucapanku?"

"Padahal kita sudah saling mengenal, tapi kenapa kau seperti berbicara pada orang lain?"

Hening sesaat.

"Ah... jadi kau ingat, Chuuya-boya?"

"Jangan panggil aku begitu!"

Bahkan sampai sekarang pun, Chuuya masih ingin melempar gadi ini sampai ke luar bumi.

Ah, mungkin terdengar berlebihan. Bagaimana jika menenggelamkannya ke dalam palung mariana bersama Dazai? Pasti mantan partnernya yang satu itu akan sangat bersemangat.

Chuuya menghela dan memejamkan matanya sesaat sebelum akhirnya kembali menjatuhkan pandangannya kembali pada [Name].

Bagaimana pun, dia juga sudah terlihat berbeda, pikirnya.

Namun entah bagaimana, Chuuya tetap melihat sosok [Name] layaknya anak kecil berumur 13 tahun.

Padahal kalau melihatnya kembali, [Name] jelas lebih terlihat dewasa—dan cantik—untuk ukuran seorang remaja.

"Kenapa wajahmu merah seperti itu, Chuuya-boya? Mencurigakan." Mata [Name] terpincing.

Chuuya segera berdehem dan mengatur kembali ekspresi wajahnya. Untuk sejenak dia merasa baru saja membuat wajah yang konyol baginya.

"Hei, jaga ucapanmu!"

"Iya, iya. Kalau memanggilku untuk hal yang tidak penting, aku akan pergi. Ja."

"Tunggu—!" Chuuya menahan bahu [Name] sebelum gadis itu pergi jauh. "Aku ingin kau ikut denganku."

"Heee... apa begitu cara meminta pada seseorang?" Nada suara [Name] terdengar tak suka.

"Aku serius padamu. Mari kita selesaikan baik-baik dan dengan cepat, bagaimana?"

"Ara... Chuuya-boya, kau mengatakan hal sejenis itu seperti baru saja memohon aku untuk menerima perasaanmu." [Name] menatap jijik Chuuya layaknya sebuah cacing di depannya, terlebih dengan senyum itu.

"Oi, jangan salah artikan apa yang baru saja kukatakan."

"Ah, kalau kau memohon sambil tersedu-sedu, mungkin aku akan langsung menerimanya."

"Aku tidak akan melakukan itu dan jangan abaikan kata-kataku, oi!"

"Traktir aku."

"Hah?!"

"Belikan aku sesuatu di Café Mitter Meyer."

🔰

Begitulah kenapa akhirnya Chuuya dan [Name] bisa terdampar di dalam café ini. Anehnya Chuuya menuruti permintaan gadis itu tanpa bertanya lebih.

Kadang kala, memang sisi Chuuya yang seperti inilah menjadi kesukaannya pada laki-laki itu dalam konteks yang lebih sederhana.

Suasana café yang menyenangkan di penghujung gang ini dengan menyedikan berbagai macam permainan sebelum makanan sampai di atas meja untuk mengisi waktu senggang.

Namun, [Name] nampak tak tertarik untuk melakukan permainan kecil itu. Begitu seorang pramusaji datang menghampirinya, dia langsung menyebutkan pesanannya.

"Dua kapuziner dan satu dobos-torte, 'kan?"

"Ha'i."

"Silahkan tunggu sebentar."

Begitu pramusaji itu pergi, [Name] kini mengalihkan eksistensinya pada Chuuya yang menatapnya sambil menyilangkan kedua tangannya.

Sepertinya suasana hati laki-laki ini sedang buruk. Lihat saja kerutan di dahinya dan alisnya yang terlihat aneh!

"Jadi... kenapa kau mencariku?"

"Pekerjaan."

Untuk menculikku atau menjemputku? pikir gadis itu. Bagaimana pun, terasa aneh bilamana Chuuya tetiba membawanya tanpa menjelaskan apa pun.

Itu namanya penculikan, bukan?

Lantas menjemputnya? Kenapa rasanya Chuuya malah seperti kakak laki-laki yang perhatian sampai menjemputnya seperti itu.

Aku bahkan tidak ingin punya kakak sepertinya.

"Alasannya?"

[Name] merasa aneh, kenapa Bos Port Mafia saat ini begitu menginginkannya? Saat itu... bahkan sekarang? Ini bukan candaan, 'kan?

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mengingat kejadian itu... tentang bagaimana akhirnya dia bisa terbebas kembali dengan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah kematian kedua orang tuanya.

[Name] sudah mendengar sendiri dari Fukuzawa Yukichi, kala itu Port Mafia ingin membawanya tapi kedua orang tuanya menghentikan niat itu hingga mereka terbunuh.

Waktu itu Fukuzawa juga berkata kalau orang tuanya begitu ingin melindunginya, namun kata-kata yang keluar dari mulur gadis itu begitu mendengar ucapan itu adalah...

Lalu, kenapa mereka mengurungku layaknya seekor kucing pencuri? 」 

Mungkin terdengar sarkas diucapkan untuk anak yang masih sangat belia, tapi bagaimana pun memang begitu orang tuanya memperlakukannya.

Bahkan sampai sekarang, dia masih tidak tahu jelas apa alasan orang tuanya mengurungnya di dalam sebuah gubuk dengan minim penerangan terlebih dengan pasung yang dipasang pada dirinya.

Jadi... apa arti dari sebuah kasih sayang?

"Kemampuanmu," tutur Chuuya. "... dan karena Ayahmu. Bos dan Ayahmu dulu adalah partner dalam Kedokteran Kemiliteran."

"Aku baru mendengar itu."

Terjadi keheningan yang membuat Chuuya risih. Melihat reaksi [Name] yang nampak biasa, sepertinya gadis ini bahkan tidak peduli sama sekali tentang hal itu.

Yang dikatakan Chuuya benar adanya dan tidak ada kebohongan sama sekali. Namun yang terpenting saat ini, bagaimana membuat gadis ini ikut dengannya tanpa harus menggunakan kekerasan.

Walaupun Dazai bukan partnernya lagi, tapi ucapan pria itu patut dipertimbangkan. Kalau Dazai sudah berkata demikian, itu artinya kemungkinan besar itu akan sungguh terjadi.

"Omatase shimashita. Dua kapuziner dan dobos-torte siap." Pramusaji itu meletakkan pesanan [Name] akhirnya di atas meja, selepasnya dia pergi.

"Dari reaksimu, sepertinya kau sudah tahu, ya?" tanya Chuuya, memastikan.

[Name] diam sejenak lantas menjawab, "iya."

Usai dilanda kecanggungan yang membuatnya diam, Chuuya berpikir tentang topik yang akan dibicarakannya.

Ya, sulit sebetulnya. Toh Chuuya sendiri sudah tahu dia termasuk ke dalam kategori sulit berbicara pada orang lain.

"Ngomong-ngomong, kau tidak pergi sekolah?" tanyanya. Chuuya sebenarnya menyadari kalau ini pembicaraan yang aneh.

[Name] melihatnya dan tersenyum. "Ada apa ini? Setelah pembicaraan serius kau ingin mengetahui latar belakangku? Pengecekan, ya?"

"Aku hanya bertanya, memangnya salah? Kau masih menggunakan seragammu dan berjalan di tengah hari, memangnya tidak masalah?"

"Iie. Aku ini tinggal dengan temanku dan sekolahku meringankan aturan bagi siswa sepertiku, terlebih aku bisa keluar-masuk sekolah dengan alasan melakukan pekerjaan untuk penghidupanku."

Entah kenapa, ada rasa tidak enak hati mendengar penjelasan [Name] barusan. Namun gadis itu tersenyum bangga atas apa yang diucapkannya.

"Bagaimana? Hebat bukan aku ini?"

Chuuya hanya bisa mendengus dan tersenyum tipis. Dia menyukainya. Senyuman lebar dari gadis ini. Selalu menyukainya.

🔰

"Kita sampai."

Perjalanan yang cukup jauh, tapi berkat kehadiran Chuuya semuanya tampak mudah.

Kini di depannya berdiri sebuah bangunan yang hampir bobrok, tak terpakai pun tak terawat.

Namun [Name] masih bisa mendengar suara tetesan air dari keran yang tak terlalu tertutup rapat dengan jelas, menandakan tempat ini tak berpenghuni.

"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Chuuya, terheran. Dia tampak tak menyukai tempat semacam ini.

"Dari yang diberitahu Dazai-san, ini memang tempatnya."

"Kenapa sepi sekali? Kukira akan ada yang menyambut kita."

"Kupikir juga begitu."

[Name] melangkah lebih ke dalam bangunan sampai menaiki undakan anak tangga yang terletak di paling dalam bangunan.

Masih sepi, sejauh ini bahkan tidak ada yang menyerang sama sekali. Ini sedikit mencurigakan.

Begitu kaki [Name] memijak lantai dua, segerombolan orang di depannya sudah menyambutnya dengan berbagai macam senjata.

Dari pakaiannya, [Name] menyadari tatkala mereka rekrutan dari preman jalanan di pinggir kota.

Gadis itu cukup terpukau dengan orang yang bisa membujuk orang-orang semacam ini untuk dijadikan kacung.

"Oi, siapa kau?! Bagaimana kau bisa—"

"Aku ingin menjemput kembali anak-anak yang kalian culik," kata [Name], menyela. "Dimana anak-anak itu?"

Orang-orang itu saling melirik lantas tersenyum dan tertawa, tak lama mereka langsung menodongkan senjata apinya pada [Name].

Namun gerakan mereka terlalu lambat. [Name] dengan cepat menerjang orang terdepan dengan senjata laras panjang lantas menyayat tangannya dengan pisau.

Orang di belakangnya yang terkejut, langsung menembakkan pelurunya ke arah [Name]. Gadis itu langsung menarik langkah mundur dengan cepat.

"Kukira kau tidak membawa senjata," kata Chuuya begitu [Name] berdiri di sampingnya.

Gadis itu menoleh dengan wajah polos dan berkata, "oh, maksudmu pisau ini? Aku baru saja mengambilnya dari saku Chuuya."

"...."

Butuh waktu untuk mencerna ucapan [Name]. Sebelum laki-laki itu sempat memprotes, sebuah tembakan beruntun menyerang mereka yang membuat mereka refleks bergerak terpisah untuk menghindar.

"Oi, kembalikan padaku! Cepat!"

"Aku pinjam dulu! Kau diam saja di sana, Chuuya-boya!"

"Oi—!"

Suara Chuuya menghilang ketika melihat [Name] kembali menerjang cepat. Begitu satu musuh jatuh, dia mengambil pistolnya dan menyerangnya pada yang lain.

Tembakan atau sayatan dari [Name] memang tidak mematikan, tapi cukup untuk melumpuhkan mereka semua.

Sepersekian menit kemudian, akhirnya [Name] selesai dengan urusannya dan kini hanya ada beberapa orang yang terdengar berteriak kesakitan atau pingsan, bahkan sempat [Name] melihat beberapa dari mereka melarikan diri.

Saat [Name] rehat sejenak untuk mengatur nafasnya, tetiba seseorang menodongkan pistolnya tepat di depan dahinya.

[Name] terdiam, mencoba menjadi setenang air seperti yang Fukuzawa Yukichi ajarkan padanya.

"Nona, kulihat tadi kau mengagumkan sekali. Siapa kau sebenarnya, hmm?" laki-laki di depannya bertanya sambil tersenyum sumringah.

[Name] setengah tersenyum. "Entahlah, kita lihat saja dengan ini?"

"Huh?"

"Nouryouku : Stigmata no Noroi—Doppo Ginkaku!"

[Name] langsung mengeluarkan stun gun dengan kemampuan pengcopy miliknya, lalu menembaknya ke arah orang di depannya. Dia menghela nafas lega.

"Ah... kukira kemampuan Kunikida-san sudah tidak bisa kugunakan lagi."

Gadis itu berdiri, merapihkan pakaian miliknya dan membersihkannya dari debu sebelum akhirnya dia mendekati pria yang terakhir menyerangnya.

Sambil tersenyum ramah, [Name] berkata, "sekarang permainan sudah tidak menarik lagi, kutanya padamu... dimana kau sembunyikan anak-anak itu?"

Laki-laki itu terdiam, kemudian mendadak bangun dan duduk dihadapan [Name] seraya menatap gadis itu dalam-dalam.

"Kau tahu, Ojou-chan? Tidak ada yang perlu kukatakan padamu. Di dalam matamu, aku bisa melihat neraka."

[Name] terdiam, suasana hatinya seketika berubah. Bukan, dia jelas mengatakannya bukan karena merasa tersindir melainakan karena merasa... bosan.

"Begitu? Kalau begitu permainan berakhir."

Gadis muda itu langsung menembak habis laki-laki di depannya hingga peluruhnya tak bersisa pada sebelah tangannya yang lain.

"Kalau kau sudah melihat neraka, tidak perlu ada yang kau khawatirkan lagi," tutur [Name] halus.

Ucapannya tadi sungguh halus, sehalus tarian Iblis di tengah api hitam yang konon katanya abadi dan dikatakan sebagai api neraka.

Chuuya yang melihatnya dari kejauhan, hanya bergeming diam. Dia sungguh mirip seperti Dazai bahkan ketika mereka pertama kali bertemu kala itu.

Tatapan matanya jatuh, wajahnya seolah tak menginginkan apa pun lagi di dunia ini bahkan hawa dinginnya sampai bisa menusuk ke dalam tulangnya.

Ketika kata-kata tadi keluar dari mulutnya, terdengar seperti puisi indah masa lalu di telinga Chuuya.

Enam peluru di tembakkan langsung dan mengenai dadanya di satu titik, tentu saja pria itu langsung tewas tanpa mengatakan apa pun lagi.

🔰

Rasanya [Name] ingin mati saja kalau seperti ini. Seandainya ini bukan bangunan tua atau setidaknya elevatornya masih aktif, dia tidak akan menghabiskan energinya dengan percuma seperti ini.

Sudah hampir sampai di bangunan tertinggi gedung, tapi dia tak mendapati apa pun bahkan gedung ini semakin terasa sepi untuknya.

Apa benar-benar tidak berpenghuni lagi?

Begitu pijakan terakhirnya membawa langkah gadis itu sampai di lantai tertinggi, [Name] hanya menembukan satu pintu yang terbuat dari besi dan terlihat terawat.

Merasa curiga dengan ruangan terkait, [Name] memilih membuka pintu itu dan langsung memasuki ruangan.

Tubuhnya membeku ketika melihat pemandangan di dalam ruangan. Rasanya keringat dingin dan sebuah getaran aneh langsung menyerangnya.

「 Sepertinya dia hanya menculik anak usia muda sampai remaja, kau berhati-hatilah, [Name]-chan. Aku tidak mendengar kabar kemana tubuhnya, tapi organnya jelas dijual di pasar gelap. 」

[Name] berusaha mengatur degup jantungnya. Ini bahkan lebih buruk dari yang Port Mafia sudah lakukan.

Untuk apa anak-anak itu? Kenapa hanya organnya? Kemana tubuh mereka?

Di bagian penjara, ditemukan belasan anak-anak yang sedang menunggu sebagai giliran untuk dibunuh.

Mayat seorang gadis yang pucat kehabisan darah tergeletak di atas meja makan, seorang lainnya yang masih hidup namun sekarat ditemukan terikat di tiang dengan kedua urat nadinya disayat hingga meneteskan darah.

"Oi, kau harus lihat ini!"

[Name] menoleh ke arah Chuuya dan langsung mengikuti arah yang dimaksud. Begitu Chuuya membuka pintu di depannya, [Name] hanya bisa terdiam menatap 50 tumpukkan mayat yang hampir terurai.

Bukan hanya itu. Bahkan isi lemari di atasnya hanya terisi oleh tengkorak orang yang sudah dibalsam.

"Sepertinya ini bukan kejahatannya yang pertama kali," turur Chuuya seraya membaca sebuah catatan yang dia ambil di atas nakas.

[Name] ikut membaca. Matanya terbelalak membaca daftar 700 nama gadis yang selama ini dinyatakan hilang selama enam bulan terakhir.

"Untuk apa gadis-gadis ini?"

"Aku juga tidak tahu." [Name] berpikir keras. Gadis muda. Mayat pucat seolah darahnya habis terisap. Seolah menyadari sesuatu, [Name] kembali ke ruangan sebelumnya.

Gadis itu sempat tergelincir tatkala menginjak darah yang mulai membeku, tapi sebelah tangannya berhasil menahan beban tubuhnya di atas meja di tengah dengan mayat yang pucat tanpa kepala di sana.

Begitu sampai pada tempat yang dimaksud, [Name] menyingkap gorden di depannya dan mendapati sebuah bak besar penuh darah di sana.

"One... -chan... tolong aku... aku tidak ingin mati...."

[Name] menoleh ke samping dan melihat seorang anak gadis yang hampir sekarat terikat pada tiang.

[Name] cepat-cepat melepaskan gadis itu dan mengikat lukanya sementara. Begitu selesai dengan urusan pada para gadis ini, [Name] mendengar suara langkah kaki yang banyak dan mendekat ke arahnya.

[Name] berdiri dan melangkah dengan kedua tangannya yang terkepal kuat, tapi langkahnya dihentikan oleh Chuuya.

"Biar aku saja."

"Ini pekerjaanku."

"Dengan dirimu yang seperti ini, kau bisa mati!"

"Aku tidak peduli!"

Chuuya terdiam, tangannya diturunkan. [Name] tampak begitu marah, dia tidak bisa melakukan apa pun untuk menghentikan gadis ini.

"Chuuya-boya, pinjami aku kekuatanmu."

🔰

[Name] akhirnya berhadapan dengan puluhan orang bersenjata, sepertinya orang-orang yang berhasil kabur tadi membawa bantuan.

"Tunjukkan Bos kalian," [Name] bertitah.

"Hei, Nona. Bagaimana kalau kita bermain sebentar? Aku janji, kalau sudah selesai, aku akan mengantarkanmu ke hadapan Bos kami. Bagaimana?"

"Tidak perlu, aku akan menghabisi kalian dengan satu serangan."

[Name] merentangkan sebelah tangannya lantas berkata, "Nouryouku : Stigma no Noroi—Hajimari no Ken!"

Sebilah pedang besar tercipta dan langsung terpasang sempurna di tangannya.

Ketika orang-orang di depannya mulai menembaki [Name], gadis itu cukup merentangan sebelah tangannya yang terbebas dan mengurai gravitasi dari peluru-peluru itu.

Alhasil peluru-peluru itu hanya berhenti sejauh uluran tangannya dan jatuh di atas tanah.

Salah seorang lelaki yang terlihat memimpin pasukan itu berdecih dan mulai berlari menerjang [Name].

Namun [Name] langsung ikut menerjang dengan mengurangi gravitasi pada tubuhnya. Dia terhempas kuat hingga lantai yang dipijaknya hancur.

Laki-laki itu membulatkan mata ketika [Name] sudah sampai di depan matanya dan langsung melemparnya dengan kuat ke belakang hanya dengan sebuah sentuhan kecil di perut.

Tak tinggal diam, [Name] melompat tinggi dan langsung mengibaskan pedang besar ke arah kerumunan preman yang menyerangnya dalam satu tebasan.

Dalam diam, setelah menghilangkan kemampuannya pada dirinya, [Name] menghubungi seseorang dari Agensi Detektif Bersenjata.

"Dazai-san, misi selesai."

🔰

"Oi, kau! Bagaimana kau melakukan tadi? Kau bilang mengcopy kemampuan, 'kan?"

[Name] melirik sekilas ke belakang lalu kembali melihat keadaan gadis terakhir yang harus diperiksanya.

"Seperti yang sudah kau tahu dan ketika aku mengaktifkan kemampuanku, data soal kemampuanmu membanjiri kepalaku, jadi aku mengerti cara menggunakannya," [Name] menjelaskan.

Sambil berdiri, [Name] menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menghela nafas.

Dia baru menyadari kesalahannya. Untung saja dia menghubungi Dazai bukan Kunikida, kalau tidak pasti sekaramg telinganya sudah merah karena mendengar ocehan kunikida yang tak ada putus-putusnya.

Namun tetap saja, kalau bukan hari ini tentu saja besok pasti akan tetap kena. Itu seandainya laki-laki berkacamata itu mengingatnya.

"Oi!"

"Bisa kau berhenti memanggilku dengan panggilan 'Oi' atau 'kau'?" [Name] memincingkan pandangan tak suka pada Chuuya.

"Apa tujuanmu kembali ke Yokohama?"



🔜 To Be Continued 🔜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro