Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10 - Everything Was Gone...

💀💀💀

"Kau ingin mendengarnya, Atsushi-kun?"

[Name] melontarkan pertanyaan polos di selingi dengan senyuman yang polos juga. Tampak semuanya khususnya Dazai dan Chuuya terkejut mendengar pertanyaan iru pada Atsushi.

"Kalau gitu semuanya...," akupun mengangkat sebelah tanganku masih dengan senyuman.

Ability : Alpha Stigma -Girl in The Dark-

Seketika lantai tempat mereka berpijak di kelilingi cahaya, lalu mereka segera berpindah tempat. Tampak memasuki sebuah ruangan teater yang besar, tempat gadis itu duduk di tengah.

Ruang teater dengan lima sofa panjang, masing-masing dari mereka mendudukinya satu, dan [Name] berada di tengah. Tampak semuanya terkejut yang tiba-tiba saja dipindahkan ke ruangan imajinasinya sendiri. "Kemampuan apa ini, [Name]-chan?"

"Kalau begitu aku mulai...," [Name] berdiri lalu membalikkan tubuhnya, "selamat datang di bioskop hasil proyeksi pikiranku. Tempat ini biasanya aku gunakan untuk memberikan gambaran menyeramkan tentang kehidupan yang tidak banyak orang inginkan"

"Lalu kenapa kau menggunakannya pada kami?" tanya Dazai.

"Tenang saja Dazai-san, kali ini aku akan menggunakannya pada diriku sendiri," jawabnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya pelan dan tersenyum dengan menaikkan kedua alisnya, "kalau gitu kita mulai."

3

2

1

Layar memutih

Selamat datang di teater [Full Name]

Hidup ini adalah mimpi. Atau, mimpi ini adalah hidup. Dimensi manusia begitu biasa sehingga kita amat bebas untuk berharap. Yang mana saja yang kamu sukai, percayailah itu adalah hidupmu.

Mimpiku selama ini adalah masa laluku sendiri, sebuah lorong yang dipenuhi darah dan penuh tangan tak terlihat yang menyiksaku dan berteriak dalam kegelapan mimpi terburukku. Sedangkan bumi yang saat ini aku tempati, kehidupan keseharian dengan senyuman yang kujalani adalah Wonderland yang indah yang tak pernah bisa kujalani dengan ketenangan.

Lalu, apa yang kulakukan dengan kedua hal yang bertolak belakang ini? Tentunya aku melakukan banyak hal, hanya terus mejalaninya, berusaha yang terbaik, menjadi seseorang yang diinginkan orang lain, dan mencari sosok yang bisa menerimaku bagaimana pun aku yang sebenarnya.

Ada dua hal dalam diriku yang berbeda yaitu aku dan diriku. Diriku biasanya tidak melakukan apapun. Hanya duduk manis di teater yang sunyi, kemudian menonton kehidupan keseharianku sendiri. Cukup memakan pop corn dan tertawa di setiap adegan, baik adegan bahagia maupun sedih, karena diriku senang terlihat bahagia.

Hmmm... Sudahlah. Bagaimana jika mimpi indah ini kita lewatkan juga dalam teater ini? Pasti akan menyeangkan. Ayo ikuti aku!

Setelah memilih ingatan tentang kehidupanku yang bahagia, aku memutarnya lalu memproyeksikannya dalam layar lebar. Ayo, silahkan duduk dengan posisi yang senyaman mungkin. Jika ada adegan yang tidak kalian mengerti, aku akan menjelaskannya. Nikmati saja.


Scene 1

Sebuah rumah besar bergaya Eropa berdiri tegak dalam kemilau malam yang diterangi lentera-lentera yang bercahaya remang di tamannya. Tetiba terdengar suara pukulan yang terdengar jelas dari dalam rumah dengan langit-langit tinggi, bahkan suara bentakkan dan tangis berkumpul sayup-sayup.

"KENAPA KAU TIDAK JUGA MENGERTI?!"

hanya ada seorang gadis belia berumur 12 tahun yang terlihat terbaring lemah dengan luka lecet kecil pada pipinya. Seorang laki-laki tinggi tegap, bermata sipit, berambut hitam, dan berkulit putih kekuningan seperti orang Jepang pada umumnya. Memukul anak perempuannya. Anak itu tersungkur. Matanya sudah tidak bisa menunjukkan ketakutan.

Sudah habis emosiku. Kekerasan yang di lakukan orang tuaku sejak setahun yang lalu. Kebahagian yang dulunya pernah kurasakan, sudah tidak terasa apapun lagi bagiku.

Aku ingat kata-kata yang pernah aku baca :

To hate something
that you used to love
Is such a painful feeling

Kata-kata itu terjadi bahkan memasuki hidupku, sakit yang kurasakan sudah tidak bisa di sembuhkan. Aku ditarik paksa memasuki gudang yang hampir benar-benar bobrok di tengah hutan. Yang terakhir aku dengar saat itu hanya suara pintu, yang terakhir aku lihat saat itu... Air mata laki-laki itu dari kejauhan.

Scene 1 Closing


Ya! Itulah awal kehidupanku yang bahagia. Keluarga yang sangat hangat... dulu saat aku rasakan.



Scene 2

Sekolah, tentunya masih menjadi aktifitas keseharianku karena hanya saat itu aku bisa merasakan kebebasan. Sebuah kafe di pinggir jalan yang lenggang. Sederhana, tidak jauh dari sekolahku di Yokohama. Jika tidak benar-benar mencarinya dalam jajaran toko kue di sekelilingnya, kamu tidak akan menemukannya. Cat tembok bagian luar dan dalamnya di dominasi dengan warna pastel yang cerah.

"Maaf membuatmu menunggu," celoteh pria yang baru datang menghampiriku. Berpotongan wajah oval, struktur tubuh, dan wajahnya jelas orang Jepang

"Iee... Iee... Aku juga baru sampai"

Cuaca hari ini sangat cerah, panas, namun rasanya bagiku menghangatkan. Aku menemukanmu... orang yang mau menerima ku saat banyak orang yang justru menjauhiku.

Aku cukup sering berbicara dengannya saat di sekolah, dia senpai ku yang dua tahun lebih tua dariku. Orang yang baik, sering kali membuat orang lain tersenyum saat dekat dengannya.

....

Scene 2 Closing


Scene 3

Jam 2 siang. Dua orang yang sama. Ditempat yang sama. Waktu yang sama dan di hari yang berbeda.

"Kamu kenapa [N/n]-chan?" tanya pria di depanku lembut dengan memegangi wajahku yang sedikit biru di pipiku. Tampak jelas raut wajahnya sangat cemas.

"Ahh... Ada temanku yang melemparkan batu, katanya aku aneh"

"Kenapa dia bilang begitu?"

"Entahlah"

"Siapa yang melemparimu dengan batu?!" remaja laki-laki didepanku bangkit. Aku hanya menghela nafas pelan, memutar mata, lalu tersenyum. "[N/n]-chan, aku tidak akan pergi sampai kau menjawabnya dan kamu...," aku tidak tahan menahan tawa geliku yang sedikit lemah, "aku kenapa?"

Pria itu pasrah dengan pertanyaanku yang barusan dan kembali duduk di kursi yang tepat di depanku.

Scene 3 Closing


Scene 4

Terdengar keras suara mobil yang menabrak seseorang. Tepat di depanku. Aku terpaku melihatnya. Darahnya... tidak mau berhenti.

Sampai di rumah sakit. Terlihat pria yang terbaring koma dengan keadaannya. Aku menatapnya sedih bercampur khawatir. Sesekali aku memasuki ruangannya dan berbicara dengannya. Layaknya seorang anak yang sedang bermain boneka, aku berbicara sendiri.

Beberapa hari setelahnya. Aku datang kembali. Tangannya lebih dingin dari kemarin. Kulitnya lebih pucat dari kemarin. Degupan jantungnya lebih lemah dari kemarin. Aku masih berbicara dengannya sambil tersenyum, sesekali bercerita tentang serangkaian peristiwa yang terjadi padaku hari ini di sekolah.

Dewa berkehendak lain.

Biip... Biip... Biip...

Suara yang tidak kuharapkan muncul. Semua orang di sekitar ruangan ini menangis, isaknya sudah tidak tertahankan lagi. Di berikannya aku surat oleh salah seorang dari keluarganya. Dengan cepat aku membuka segel surat itu dan membaca isinya.



Teruntuk [Name].

Bagaimana kabarmu? Ahh... Mungkin kau sedang bersedih lagi karena keadaanmu, kan? Entahlah rasanya perasaanku saja atau memang aku merindukanmu.Saat ini aku sedang berjalan-jalan di sekitar Sapporo, suasananya menyenangkan.

Kuharap, aku bisa mengajakmu ke sini. Tapi aku tahu itu tidak mungkin... Ahh hahaha... Entah ini berguna atau tidak, aku saat ini ingin melihatmu tersenyum.

Sejak kapan ya? Aku merasakan perasaan ini?! Ahh... Aku ingat, sejak aku melihatmu yang begitu kuat rasanya seperti melihat adik kecilku dulu.

Ohh yaa ada satu hal lain yang ingin kuberi tahukan padamu. Mungin saat kau membacanya aku hanya berdiri di sampingmu, menatap kesedihanmu. Mungkin aneh rasanya jika aku katakan aku bisa merasakan kematianku yang sudah dekat yaa, kan? Dan aku juga tahu... Kau memiliki kemampuan dalam dirimu, itu alasanmu kan tidak pernah berniat untuk membalaskan dendam apapun seperti melawan balik atau sejenisnya karena kau pasti akan membunuh mereka jadinya.

Terima kasih atas semua kebahagiaan yang kamu berikan selama bersamaku, senyumanmu, kehangatanmu.

Aku juga merasakan kehampaan, tapi kau berhasil mewarnainya dengan warnamu. Semuanya akan aku simpan terus dalam hati.

Sampai kapan pun

Mungkin aku belum bisa mewarnai hidupmu, tapi satu hal... Aku sangat menyayangimu, teruslah tersenyum, dan tertawa. Berikan kebahagian kepada orang lain dengan kemampuanmu. Lindungilah yang lemah... karena tanganmu yang kecil untuk itu.

Dengan cinta



Rintihan kecil air mata terjun dari mataku, isak tangisku semakin jelas terdengar. Hatiku sakit.

Segala sesuatu yang baik, selalu pergi dengan cepat. Aku belum bisa merasakan kehangatan yang laki-laki itu berikan lama-lama karena kecelakaan itu, dia meninggalkanku dengan sangat medadak tanpa membuka matanya sedikitpun.

Pengkhianat!

Dia sama saja dengan orang-orang di keluargaku. Baik padaku, perhatian padaku, membuatku-untuk pertama kalinya-setelah sekian lama-merasa nyaman, lalu akhirnya pergi begitu saja. Pergi selamanya.

Aku tersenyum, kemudian tertawa. Dia menginginkan ini, kan? Kalau begitu akan aku berikan.

Scene 4 Closing


Scene 5

Aku kembali. Ke ruangan itu. Gelap, tidak ada yang bisa kurasakan di dalam. Tampak aku melipat diriku, memeluk diriku sendiri kala diriku takut dalam kegelapan yang saat ini menyelimutiku. Harapan akan seseorang yang datang membebaskanku, selalu kuucapkan dalam lirihku.

Tiba-tiba saja pintu yang menghalangiku hancur. Pria dengan surai silver, tapannya yang tajam, memegang katana, dengan mengenakan kimono pria berwarna hijau. "[L/n], kau tidak apa?" tanya bibiku yang sudah memasuki ruanganku.

"Otousan to okasan... Dimana?"

Raut wajah bibi dan pamanku berubah. Mereka menundukkan wajahnya. Aku bisa menebak semuanya. Dengan cepat aku berlari menuju ruang utama rumahku, namun bibiku menghentiknku. Tapi dia tidak berhasil.

Aku terus berlari, membuka pintu mendadak, dan mendapati... banyak... darah.

Bau aneh yang kucium, warna ruangan berubah merah. Aku berjalan lurus, tidak menentu arah. Rasanya aku menginjak sesuatu... tangan.

Mayat di bawah kakiku, ayah dan ibuku. Wajah mereka... aku yakin itu mereka. "Maafkan obaa-san [L/n], karena tidak sempat datang menyelamatkan orang tuamu"

Aku terdiam, menyetuh darah yang masih mengalir dan terasa hangat itu. Aku memang membenci mereka, tapi bukan ini yang aku inginkan! Aku belum sama sekali meminta maaf pada mereka, belum pernah lagi mencium pipi lembut mereka, dan itu...

Once something is truely gone,
That once can
Never get it back
Again.

Akupun kembali menitihkan air mata itu. Aku mendekati pria ber-kimono hijau itu, melihat ke arahnya polos, "tolong bantu aku," lirihku padanya.

Scene 5 Closing


Scene 6

Aku kembali ke keseharianku. Sekolah, belajar, pergi bermain di taman sambil membaca buku. Atau sesekali aku membantu polisi menyelesaikan kasus mereka.

Sudah setahun sejak kejadian itu, aku yang menjadi murid bimbingan Fukuzawa-sensei tentunya dihormati juga. Khususnya karena di usiaku yang masih muda aku bisa menyelesaikan kasus yang terbilang cukup sulit. Sampai bertemu mereka.

Port Mafia, organisasi bawah tanah terbesar dan cukup terkenal. Bertemu dengan mereka, membuat hidupku yang membosankan ini sedikit berwarna.

Dari banyak game misteri yang kumainkan, banyaknya kasus yang aku selesaikan. Tapi saat melihat mereka berdua, membuat jantungku berdegup. Rasa yang belum pernah kurasakan dan bersama mereka, membuat keberadaanku lebih berarti.

Aku memberanikan diriku mendekati mereka, berbicara dengan mereka, mencoba akrab. Tentu semua itu berhasil.

Cukup sering aku bertemu dengan mereka, melihat pekerjaan mereka secara langsung, dan cukup sering juga aku membantu mereka mencarikan informasi berharga yang berkaitan dengan tugas mereka. Hari itu...

Jam pulang sekolah, awal semester dua. Tidak tahu kenapa semakin banyak orang yang melihatku aneh, aku memang tidak mempedulikannya juga tapi rasanya... Menyebalkan!

dipukul, ditendang, bahkan tidak heran jika aku mendapatkan luka memar di tangan bahkan pipiku, tapi kali ini. Ada seseorang... seseorang... yang menolongku

aku membuka manikku lebar. Mendapati seseorang yang mengenakan jas hitam, lengkap dengan perban di kedua tangan, leher, bahkan matanya. "Dazai... -san?" ucapkku, namun tidak mengeluarkan suara.

Dazai-san tersenyum lalu berbalik kembali, kemudian mengatakan sesuatu pada gadis yang mengeroyoki diriku tadi, membantuku berdiri, dan berjalan di sampingnya.

Kami pergi ke kafe terdekat dan berbincang sebentar. Dazai-san menanyakan beberapa pertanyaan kenapa aku tidak menyerang mereka balik atau berusaha bertahan, akupun menjawabnya dengan jujur. Tentu, aku tidak ingin membohongi orang yang ada di depanku. Karena aku tahu dia percaya padaku, dan aku tidak ingin kehilangan seseorang yang menerimaku karena kebohonganku.

Setelah beberapa bulan kejadian ini, sesuai yang Dazai-san perkirakan. Aku meninggalkan Yokohama, meninggalkan kenangan pahitku, meninggalkan darah yang tidak pernah kumengerti untuk apa di korbankan.

Juga kasus itu, menjadi kasus yang paling berarti untukku. Kasus terakhir... sebelum aku meninggalkan Yokohama selama hampir 4 tahun.

Dazai-san dan Chuuya-kun pernah bilang :

Jika kau tak mampu terbang, larilah
Hari ini kita akan bertahan hidup

Jika kau tak mampu berlari, berjalanlah
Hari ini kita akan bertahan hidup

Jika kau tak mampu berjalan, merangkaklah
Bergerak maju dengan merangkak, setidaknya

JIka kau mampu lakukanlah

Todongkan pistolmu! Siap! tembaklah!

Scene 6 Closing


...

Bahkan dalam mimpi selalu ada orang yang sangat dibenci sepenuh hati. Bagi [Name], itu adalah dirinya sendiri. Dirinya yang selalu terlihat lemah, Dirinya yang selalu menutupi kelemahannya dengan keberadaan dirinya yang lain, dan dirinya yang selalu berbohong. Mulai saat itu, [Name] menerima dirinya bagaimanapun dan berani melakukannya tanpa ragu.

Film telah usai dan teater kini gelap tanpa suara. [Name] kembali mengirimkan mereka ke tempat semula. Mereka masih duduk terdiam dan gadis itu berdiri tepat di depan mereka tidak menatap mereka sedikitpun.

KABOOM!!!

Suara ledakkan yang tiba-tiba saja terdengar. Banyak orang langsung pergi menjauhi ledakkan berada, dan dalam ledakkan itu dua orang pria berjalan di tengahnya. Empat pria yang sedari tadi duduk di belakangnya langsung bangkit bersiap melawan dua orang merepotkan itu dan menyelamatkan warga yang terkena dampak serangan. 

"Rasanya film tadi cukup menarik," sahut Chuuya sambil merenggangkan ototnya dan berdiri di sebelah kiri.

"Kali ini aku setuju denganmu, Chuuya," lanjut Dazai berdiri di sisi lainnya.


































Agak rumit bagian sini :'3 ampe buyar saya mikir kalimatnya :" /huekk/

Dazai : K-san dapet ae kata-katanya

Chuuya : sugoi sugoi ~

K-san : ha'i ha'i arigatou gozaimasu :3 susah lho nyarinya /boong banget/

[Y/n] : BeTeWe kenapa videonya BTS

K-san : itu... terinspirasi dari situ ceritanye XD

Dazai : Wut?! Bahasa Korea cuk lagunya :v

Chuuya : Njer :v

K-san : dah tutup dah

Dazai/Chuuya/[Y/n] : tolong vote, komen, krisar, dan pencerahannya minna~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro