Chapter 1 - Back to Yokohama
Satu bulan sebelumnya.
[.... perhatikan barang bawaan Anda dan hati-hati melangkah.]
"Ahh... akhirnya sampai juga."
Gadis itu mereganggan tubuhnya setelah keluar dari stasiun Yokohama. Perjalanan melalui jalur Keihin Tohoku memang tidak terlalu jauh dan waktu tempuh terbilang singkat.
Saat tengah memandang Kota Pelabuhan ini untuk mengingat bagaimana kota ini lima tahun yang lalu, gadis itu tetiba menubruk tubuh seseorang hingga jatuh tersungkur.
"Itte!"
"Maaf, Nona. Kau tidak apa-apa? Ada yang terluka?"
Gadis itu refleks mendongakkan kepalanya begitu mendengar suara yang sedikit familiar di indranya.
Matanya sedikit membulat dengan bibirnya yang sedikit terbuka menandakan ia begitu terkejut dengan siapa yang kini berdiri di depannya.
"Dazai... -san—!?"
Laki-laki itu tersenyum dengan tangan yang terulur. "Ahh... senangnya ada seorang gadis cantik yang mengingatku dengan baik," katanya.
Gadis itu menerima uluran tangan Dazai dan berdiri seraya menggenggam gagang pada kopernya. Dia tersenyum simpul.
"Jadi... apa yang sedang kau lakukan disini? Sudah menemukan metode bunuh diri yang baru?" tanya gadis itu jenaka.
Dazai balas dengan senyuman cerianya yang tampak konyol di mata gadis itu. "Sudah! Tapi harus dilakukan oleh dua orang. Bagaimana kalau [Name]-chan menjadi sukarelawan untukku?"
"Terimakasih, Dazai-san. Masih ada hal yang harus kulakukan sebelum aku mati," katanya.
"Ahh... jadi aku tertolak, ya?"
[Name] tertawa kaku. Jadi terdengar menyedihkan, ya? "Jadi apa yang sedang kau lakukan?"
"Seperti yang kau lihat!" Dazai menunjukkan dirinya dengan berdiri tegak dengan dada yang membusung ke depan. "Bagaimana menurutmu?"
"Bagaimana?" Mata [Name] bergulir, menilik Dazai dari bawah sampai ke atas. "Tidak ada yang berbeda, kok."
"Aku sedang bekerja, [Name]-chan!"
[Name] hanya ber-oh-ria. Dia sebetulnya masih tidak mengerti dengan kata-kata laki-laki dengan perban ini.
Satu hal yang dilakukan Dazai terakhir kali dia bersamanya adalah Dazai yang selalu membawa orang-orang berjas hitam di belakangnya dengan persenjataan lengkap.
Wajahnya sarat akan kegelapan dan matanya yang terlihat selalu jatuh pun tanpa senyuman terlukis di wajahnya yang ia akui tampan itu.
Namun kini... laki-laki itu sedikit berbeda.
Jangan bilang, Dazai-san... kau— "pekerjaan sejenis apa?" tanya [Name] akhirnya.
"Tentunya... seorang detektif," jawab Dazai percaya diri seraya membentuk tanda centang di bawah dagunya. Dia menurunkannya segera.
Begitu... ya? "Ada kasus apa?" tanya [Name] sambil melangkah pergi, diikuti Dazai di sampingnya.
"Untuk saat ini... tidak. Sachou memintaku untuk menjemput seorang gadis, tapi dia lupa memberitahuku namanya."
[Name] merasa cukup tahu. Pantas Dazai terlihat begitu bergembira dan bersemangatnya, toh seorang gadis yang akan ditemuinya.
"Tentu saja aku langsung bersemangat dan menerimanya tanpa basa-basi."
Benar, 'kan? [Name] menghela singkat.
Hal lain yang tak berubah dari Dazai: selalu bersemangat ketika segala sesuatu berhubungan dengan wanita.
Pernah hanya karena seorang wanita berhasil mengalahkan eksistensi Dazai dan membuat [Name] yang saat itu baru berumur 13 tahun hampir tertabrak sebuah mobil, untungnya Chuuya langsung menyelamatkannya.
"Namanya? ...soudesuka? ...ha'i, wakatta." Dazai menutup ponselnya dan memasukkannya dalam saku, wajahnya terlihat lebih berseri-seri dari sebelumnya.
Ehh... Fukuzawa-sensei juga belum menghubungiku, apa aku langsung ke Agensi saja, ya?
Selesai menilik arloji pada pergelangan tangannya, [Name] melirik ke arah Dazai yang kini wajahnya terlihat semakin bodoh.
"Dazai-san, kau kenapa?"
"Ya... bagaimana, ya? Pekerjaanku ternyata selesai lebih awal."
"Begitu?" kata [Name]. Sambil tersenyum, gadis itu melanjutkan, "kau kembalilah ke kantormu, mungkin aku masih akan menunggu disini."
"Meninggalkan seorang gadis muda sendiri itu tidak baik, [Name]-chan. Bagaimana kalau kau kutemani berkeliling? Hm?" pintanya.
"Tidak perlu, terimakasih. Fukuzawa-sensei bilang kalau aku jangan sampai pergi dari stasiun sampai orang dari agensinya datang."
"Sudahlah, tidak masalah. Ayo!"
🔰
Bukan bermaksud menuruti, tapi Dazai yang memaksanya. Sekali pun [Name] akan tetap menunggu, Dazai akan ikut menemaninya sampai orang yang gurunya maksud itu datang.
Setelah akhirnya letih dan merasa perut sudah cukup terisi dengan berbagai jenis jajanan, akhirnya [Name] meminta Dazai untuk beristirahat sebentar di Taman Yamashita.
Seraya menikmati embusan angin laut di depannya, [Name] menyandarkan punggungnya pada kursi yang ditempatinya dengan Dazai—berdua.
"Ano... Dazai-san. Mungkin ini terdengar tidak menyenangkan, bagaimana dengan pekerjaan lamamu?"
"Aku keluar," Dazai menjawab ringan.
[Name] refleks memutar lehernya ke arah laki-laki itu. Dengan sangat ringannya seperti membalik telapak tangan, Dazai menjawab mudah.
"Sekarang aku seorang detektif swasta," katanya kembali. "Kalau bukan karena sahabatku itu, mungkin aku yang sekarang tidak akan pernah ada."
[Name] diam, menyimak. Ini percakapan yang sedikit sensitif mengingat Dazai dulu terkenal dengan kekejamannya sebagai seorang anggota eksekutif termuda sepanjang sejarah Port Mafia dan kini membelot dari Mafia dan menjadi seorang detektif swasta.
"Aku jadi tidak enak hati denganmu, Dazai-san. Maaf."
Dazai tersenyum lembut. "Tidak masalah. Lalu soal pekerjaanku...." Dazai kembali dengan wajah konyolnya dan melanjutkan, "... aku diminta untuk menjemputmu."
[Name] berkedip beberapa kali, mencerna kalimat yang baru saja lemparkan padanya.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"EEEEEH—!?"
🔰
"Sachou, aku sudah membawa [Name]."
"Masuk."
[Name] memutar knop pintu ruangan di depannya. Matanya langsung disuguhkan dengan pemandangan ruangan yang tampak biasa di depannya tapi cukup nyaman untuk ditempati.
Setelah melepas kopernya dan meletakkannya di dekat pintu masuk ruangan Fukuzawa Yukichi, [Name] kembali melangkah lebih dekat dengan gurunya itu.
Namun di ruangan ini, [Name] tidak berdua, ada seorang laki-laki yang tidak dikenalnya berdiri di samping sang guru.
"Jadi dia [Full Name] yang pernah Anda bicarakan, Sachou?" katanya. Laki-laki itu membenarkan posisi kacamatanya.
"Ohisashiburi, Fukuzawa-sensei. Terimakasih sudah kembali menerimaku kembali," sapa [Name] sambil tersenyum ramah.
"Bagaimana kabar Bibi dan Pamanmu di Tokyo?" tanya Fukuzawa.
"Mereka baik."
"Kudengar kau sudah mendengar soal insiden itu, ya?"
[Name] terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, "begitulah... menyakitkan kalau diingat kembali, aku bahkan selalu memikirkan hal-hal buruk tentang mereka."
"Sudah enam tahun, ya?"
[Name] tersenyum getir, gadis itu menggigit bibir dan menahan degupan dadanya yang semakin menggebu sakit.
"Aku sudah menyiapkan satu asrama untukmu," kata Fukuzawa kembali.
[Name] menunduk sedalamnya. Bukan hanya untuk kesopanannya, tapi menyembunyikan bagaimana wajahnya saat ini.
"Terimakasih, Sensei."
🔰
"Ini ruanganmu. Kau akan satu ruangan dengan Kyouka-chan, [Last Name]-san."
[Name] menyembulkan kepalanya ke dalam ruangangan bertatami di depannya.
Ruangan yang sederhana, tampak nyaman dan setidaknya cukup untuk ditempati bagi dua orang.
"Ahh... kenapa [Name]-chan tidak satu asrama denganku saja? Kau ingat, waktu itu Atsushi-kun satu asrama dengan Kyouka-chan padahal bisa saja dia tinggal di tempat Yosano-sensei?"
"Itu karena kita memiliki beberapa alasan, Dasar Bodoh!" sanggah laki-laki berkacamata di sampingnya.
"Kuletakkan barangmu disini, ya?"
"Ahh... terimakasih, Kenji-kun. Maaf karena sudah nerepotkanmu."
"Iie."
Begitu meninggalkan [Name] dengan Izumi Kyouka di dalam ruangan, gadis muda itu menuntunnya untuk sedikit berkeliling sebelum akhirnya [Name] mulai merapihkan beberapa barang bawaannya.
Awalnya terjadi keheningan yang membuat [Name] semakin jengkel. Pasalnya, gadis muda di depannya sangat irit kata-kata.
Sekalinya diajak berbicara, hanya ada anggukan dan gelengan kepala atau setidaknya menjelaskan apa pun dengan sangat singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami.
"[Last Name]-san... ano... kudengar kau sebelumnya pernah tinggal di sini. Kenapa kembali?"
[Name] mendongak ke arah gadis muda itu setelah menutup kembali kopernya, wajahnya sedikit bertanya-tanya.
"Kenapa kau kembali ke Yokohama?" tanya kembali gadis itu.
"Kenapa... ya?" [Name] menggidikkan bahunya seolah tidak tahu apa pun. "Entahlah, anggap saja sebagai pembuktian."
"Pembuktian?"
[Name] mengalihkan kembali pandangannya, dilihatnya kedua tangannya yang ia letakkan di atas koper kosong di depannya.
Ia tersenyum tipis. "Pembuktian kalau aku ini benar-benar orang yang jahat," tuturnya halus.
Berkebalikan dengan arti ucapannya, wajah [Name] terlihat seolah memendam sesuatu yang menyakitkan walaupun tengah tersenyum.
"Ngomong-ngomong, karena besok hari pertamaku bekerja, jadi mohon bantuannya, Kyouka-chan."
🔰
Alarm pagi berbunyi. [Name] segera keluar dari futonnya dan beranjak pergi untuk membersihkan diri.
Selesai dengan kegiatan rutinitas paginya, [Name] segera keluar dari asramanya dan pergi untuk sekolah.
Kota baru, suasana baru dan tempat baru. Gadis itu seketika merasa harus segera membuat dirinya senyaman mungkin mulai hari ini.
Sejak awal [Name] sudah memutuskan untuk putus sekolah sejak pindah ke Yokohama, tapi Paman dan Bibinya menolak dengan tegas.
Keduanya memberikan semuanya. Namun tidak semua gadis itu terima, salah satunya biaya apartemen dan hidupnya.
Setidaknya [Name] sadar diri. Ini keinginannya untuk kembali ke Yokohama, dia tidak ingin membebani Paman dan Bibinya setelah 6 tahun terakhir.
Tak lama setelah sampai di Ruang Guru, [Name] dipandu oleh salah seorang guru untuk sampai di kelas.
Di depan kelas, Sensei yang menjadi wali kelas [Name] tengah sibuk menuliskan namanya dengan huruf hiragana.
"Kau boleh memperkenalkan dirimu," ujar Sensei setengah berbisik pada [Name].
Gadis itu mengangguk tanda mengerti. "Hajimemashite, watashi wa [Full Name] desu. Yoroshiku onegaishimasu," ujar [Name] seraya membungkuk.
Setelah Sensei memberitahu bangku yang akan [Name] tempati, gadis itu kembali mengangguk dan mengucapkan terimakasih.
Bangku gadis itu berada paling ujung dengan jendela yang berada di sebelah kirinya.
[Name] sangat mengerti dengan baik arti dari tatapan yang diberikan siswa di kelasnya. Namun dia tidak peduli.
Mungkin ada sedikit perbedaan antara Tokyo dan Yokohama, tapi apa segitu menariknya sampai gadis itu dijadikan bahan tontonan?
Seolah teringat akan sesuatu, sambil melihat ke arah luar jendela, [Name] berkata, "ahh... benar juga. Ini hari pertamaku bekerja di Agensi, ya?"
🔰
Hanya dengan berjalan kaki menuju Kantor Agensi Detektif Bersenjata, [Name] akhirnya sampai di tempat terkait.
Begitu keluar dari elevator, [Name] sudah berdiri di depan pintu coklat bertuliskan "Armed Detective Agency" di depannya.
Saat tangannya terangkat hendak membuka pintu dan pintu itu terbuka sempurna, sebuah pemandangan yang dirasanya familiar langsung memenuhi pandangannya.
"[Last Name]-san, tolong aku—!"
"Eeeh ...?" [Name] menatap lurus boneka teru teru bozu raksasa di depannya yang tergantung di tengah-tengah kantor. "Apa ini?"
"Dazai-san... mencoba menggantung dirinya di kantor."
"Ya, aku melihatnya. Lalu kenapa dia menggunakan kain putih? Kukira dia boneka penangkal hujan raksasa," katanya seolah pemandangan di depannya bukan apa-apa. "... dan kenapa kau meminta pertolongan padaku?"
"Karena saat aku meminta untuk menurunkan Dazai-san, semuanya malah berkata 'bukankah bagus? Akhirnya dia bisa mati juga' begitu."
Tentu saja.... [Name] menghela nafas pasrah. Saat sebelah tangannya terangkat seolah sedang memegang sebuah pisau, tetiba laki-laki berkacamata keluar dari ruangan Fukuzawa Yukichi.
"Kau abaikan saja Mumi Tukang Kabur itu," kata laki-laki itu sambil mendekati [Name] dan membenarkan posisi kacamatanya.
"Mumi?" [Name] bergumam.
"Kau mendapat tugas pertamamu," tambah laki-laki itu. "Antarkan berkas penting ini, orang yang menerimanya berada di Stasiun Shin-Yokohama, foto dan namanya sudah ada di dalam. Atsushi akan ikut bersamamu."
"Aku?" Atsushi menunjuk dirinya.
"Oi, Nak. Kau kira yang namanya Atsushi di sini ada berapa? Cepat selesaikan pekerjaan kalian sebelum waktu malam!"
"H-ha'i!"
Kunikida kembali membenarkan posisi kacamata berbinkai hitamnya dan berkata, "kalian berhati-hati dengan pria yang membawa koper perak."
"Baik."
🔰
Sambil membawa selebaran dokumen yang dititipkan Kunikida, [Name] dengan Atsushi akhirnya sampai di Stasiun Shin-Yokohama.
[Name] merogoh file coklat yang membungkus berkas itu lantas mengeluarkan sebuah foto dengan deretan tulisan sebuah nama di belakangnya.
Kepalanya berputar, mencari orang yang sekiranya memang yang ada di foto. Saat itu pula, matanya tidak sengaja melihat seorang pria berjaket merah memberikan koper perak kepada seorang gadis.
Merasa curiga, [Name] terus memperhatikannya. "Sial!" umpatnya.
"Ada apa, [Name]-san?"
"Pegang ini, Atsushi-kun!"
"Eh!?"
Gadis itu berlari cepat ke arah gadis kecil dengan rambut sedikit kemerahan yang berlari sambil membawa koper itu.
Saat matanya dengan mata gadis itu saling bertemu, [Name] langsung merampas koper yang dibawa sang gadis dan berlari keluar.
Begitu berada di luar, koper perak itu dilemparnya lalu meledak di udara. Kunikida tidak mengatakannya, tapi setidaknya pesannya sampai padanya.
Ketika [Name] kembali, dia melihat Atsushi sudah jatuh pingsan dan gadis kecil tadi seperti berusaha mengatakan sesuatu.
"Onee-cha—hmph!"
Sepersekian detik kemudian, [Name] memutar lehernya tapi sebelum sempurna melihat siapa yang di belakangnya, tengkuknya sudah dipukul hingga ia jatuh pingsan.
Chapter 1 reupdate! Kenapa update lagi? Ah, itu... karena rasanya masih banyak yang yakin dan gak yakin cerita ini masih sama apa nggak, jadi acu double update untuk book ini. Ya? Kenapa book yang laen? Book ini aja, kok, yang update 😂
Ceritanya sama ama OVA BSD :3 Mikajeh nulis ini pas selesai baca manganya, jadi nggak jauh sebelum OVA-nya rilis~~~~ eh? Ceritanya sama banget? Nggak, kok 😅 kalo sama, sama ama yang pertama rilis, jadi kalo yang sebelumnya udah pernah baca, bakal tau kelanjutannya yeu 😘😘👌
Terimakasih!
xoxo,
Istri SAH Dazai Osamu, Selingkuhannya Chuuya Nakahara, Pacarnya Akashi Seijuuro
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro