Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(9)

♠♠♠

Pintu putih terbuka dan [St/n] memasuki ruangan pribadinya yang tidak terlalu besar. Gadis sadistic itu menutupnya kemudian dengan dorongan pelan oleh kaki kanannya sehingga menimbulkan suara yang tidak terlalu keras.

Dia berjalan kemudian, semakin memasuki ruangannya. Sesampainya di dalam, gadis itu melepaskan shoping bag dan tas ransel kecilnya kemudian meletakkannya di atas meja belajarnya yang berada di depan kasurnya.

[St/n] kembali melangkahkan kakinya, mendekat ke arah almari pakaian tiga pintu miliknya. Gadis itu menggeser pintu almari tengah, mendapati jejeran pakaian gantung dan di atasnya. Gadis itu meraih piyama miliknya.

Dia mengganti pakaiannya. Pakaian yang sebelumnya ia letakkan ke dalam ranjang yang terletak di samping pintu kamar mandinya, bermaksud agar jika maid rumah tangganya masuk. Maid itu akan mengambil pakaian kotor itu kemudian langsung mencucinya.

Gadis itu kembali lagi menelusuri ruangannya, menuju meja belajarnya. [St/n] membuka sleting ranselnya kemudian merogoh ponsel di dalamnya. Tak lama, gadis itu kembali berjalan dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk nan halus miliknya.

Dengan kemalasannya. [St/n] meraih headphone berwarna [fv/c] yang terletak tak jauh di atas meja kecil tepat di samping kasur miliknya. Dia merebahkan tubuhnya kemudian, mengambil posisi senyaman mungkin. Sesaat kemudian gadis itu menghubungan headphone dengan audio ponselnya menggunakan bluetooth device.

Sang gadis kemudian meaktifkan ponselnya dengan menekan tombol homescreen. Manik [e/c] gadis itu terbelalak, melihat mail masuk dengan nama kontak yang aneh. Bahkan dia tidak ingat jika dia memberikan ID Contact Name seperti itu.

Gadis itu men-slide layar ponselnya, kemudian menampilkan layar meng-input pin untuk membuka layar kunci pada ponselnya. Dengan cepat, gadis itu memasukkan angka sebanyak 7 digit, dan kunci layar terbuka langsung membuka mail yang dia maksudkan tadi.

[St/n] membaca mail itu sedikit bingung.

To : [Full Name]
From : Perfect Fiance.
Subject : Got you!

Aku tadi melihatmu dan aku juga tahu kau pasti akan ke Uniqlo. Kau harus memakainya besok!

Lengkap.

Gadis itu sedikit mem-pout-kan bibir mungilnya, bingung. Namun dia lebih penasaran lagi siapa nama kontak yang Takao ubah ini.

Yup! Takao yang pastinya sudah mengubah seluruh nama kontak di ponselnya. Tentunya dengan nama-nama yang aneh dan membacanya, membuat gadis sadistic itu sedikit terkekeh.

Mulai dari...

Carrot Man

Casper, The Friendly Ghost

Mr. Marine Blue

Purple Tower

Red Giant

Yellow Banana

Beberapa kontak bisa gadis itu ketahui siapa. Namun, yang lainnya? Tidak bisa dia prediksikan secara pasti. Dari sekian banyak kontak dengan nama aneh, hanya kontak yang mengiriminya mail itu yang membuatnya risih.

[St/n] mulai menebak-nebak sendiri. Namun pikirannya terhenti pada satu nama. Gadis itu membuka sedikit mulutnya kemudian mengenduskan nafasnya pelan, berharap jawaban dalam pikirannya ini salah.

Jikalau jawaban dalam pikirannya benar dan juga pria itu yang kala akan menjadi tunangan resminya. Gadis itu akan mudah mengatakan 'ya'. Toh, dia memang ingat pernah membuat suatu janji. Namun yang membuatnya menolak adalah...

...karena dalam dirinya, dia tidak mengenal pandangan pria itu.

👑

Seorang gadis terduduk di depan cermin dalam ruangannya yang tidak terlalu luas. Di belakangnya, berdiri seorang penata rias yang sedari tadi mendadani dirinya mulai dari make up sampai hair do.

Selesainya [St/n] di make over. Penata rias itu berjalan ke ambang pintu kemudian membungkuk lalu berpamitan untuk pergi. Sementara gadis yang berdiri membeku itu melangkahkan kakinya, lalu berhenti di depan jendela kaca dalam ruangannya.

Terdengar bunyi pintu yang bergeser. [St/n] yang seketika sadar memutarkan kepalanya empat puluh lima derajat, maniknya [e/c]nya mendapati sosok yang ia tahu adalah ibunya.

Tampak ibunya sendiri sudah siap dengan pakaiannya. Dress panjang memang cocok untuk dirinya, begitulah yang terlintas seketika ketika melihat sosok ibunya.

Gadis itu tersenyum lembut. Ibunya melangkahkan kakinya mendekati putri kecilnya itu. [St/n] pun memutar posisi tubuhnya agar berhadapan dengan ibu tercintanya itu. Masih dengan senyuman lembut merekah di paras manis gadis belia itu.

"[St/n], sudah saatnya pergi," ucap sang ibu.

Senyuman pada gadis itu luntur perlahan. Kepalanya ia tundukkan, maniknya ia bergilir kemana saja. Entah apa yang gadis itu pikirkan. Namun yang bisa ibunya mengerti adalah kalau putri kecilnya ini tidak bisa menerima semua ini.

"okaasan, apa aku... harus secepat ini?"

Ibu [St/n] menarik kedua telapak tangannya kemudian menyentuhnya lembut. Maniknya sesekali menatap telapak tangan gadis kecilnya yang mulus, namun kembali lagi menatap putri di depannya.

"[St/n], okaasan akan memberitahumu," ucap kembali ibunya, "walaupun kau tidak ingin pergi hari ini, tapi suatu saat kau juga pasti... akan pergi meninggalkan okaasan."

Ibu gadis itu berusaha meyakinkan putrinya. Perkataan ibunya memang selalu benar, intonasi suaranya selalu terdengar lembut, dan... ibunya lah yang selalu mendukungnya, walaupun kadang kala dia juga yang selalu menjatuhkan gadisnya lebih dulu.

Namun bagaimana pun, dia tetap menyayangi ibunya. Juga selalu percaya akan kata-katanya, walaupun terkadang sulit baginya untuk menurutinya. Namun ia selalu berusaha, entah ibunya sadar atau tidak. Tapi gadis itu selalu berusaha.

Sang ibu tersenyum lembut. "Nyamankanlah dirimu. Jangan khawatir. Okaasan yakin, kau akan merasa lebih baik," lanjut kembali ibunya sembari menyentuh pucuk kepala putri kecilnya dan tersenyum ceria.

Melihat senyuman di wajah ibunya itu, membuat [St/n] ikut tersenyum. Tak lama gadis manis itu memeluk ibu tercintanya dan mengucapkan, "arigatou, okaasan."

Waktu semakin berlalu. [St/n] dan ibunya melangkahkan kakinya keluar rumahnya, menuju mobil yang sudah siap.

Gadis itu menoleh ke arah jam tangannya—pukul 15.30 di Tokyo. Sementara gadis itu dan keluarganya akan menghabiskan waktu lima setengah jam dalam perjalanan—kala mereka akan pergi ke Kyoto. Tepat menuju rumah besar calon tunangan dari [St/n].

👑

[St/n] berdiri di depan dua pintu besar. Berdiri di depannya kedua orang tuanya dan tak lama kemudian pintu terbuka.

Begitu gadis itu melangkahkan kakinya memasuki dalam ruangan dengan meja panjang besar dengan makanan mewah yang sudah tersedia di atasnya, maniknya mengunci sosok pria bersurai red pinkish.

Akashi menatap [St/n] se-detail mungkin, mulai dari bawah sampai atas. Dress merah yang panjangnya hampir selutut dengan bagian belakangnya yang lebih panjang dari depannya.

Surai [h/c]nya yang sudah tertata sangat rapi. Akashi terperangah kembali melihat tunangannya yang ia tahu memiliki jiwa seorang lelaki atau singkatnya wanita yang 'tomboy', mengenakan dress wanita seperti itu. Walaupun dia sudah melihat sisi lain tunangannya yang mengenakan dress lolita bak seorang gadis kecil, namun tidak di sangka…

… tunangannya ini benar-benar memiliki banyak sisi yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

Dan hal itu membuatnya semakin tertarik.

[St/n] menoleh ke arah Akashi kemudian tersenyum lembut. "Domo, Seijuro-san."

Akashi sedikit menundukkan kepalanya sambil tersenyum simpul.

"Ohisashiburi, Masaomi," ucap ayah [St/n] sambil menyodorkan tangannya untuk di jabat.

Masaomi Akashi pun menerima jabatan tangan itu lalu tersenyum.

"Ohisashiburi."

Sesaat setelah saling bersapa-sapa dengan kawan lama keluarga [L/n]. Kedua keluarga itu pun mengambil posisi duduk di atas kursi masing-masing. Lalu di tengahnya, duduk sesosok anggota keluarga tertua Akashi. Sementara [St/n] duduk tepat di hadapan Seijuro Akashi.

Acara makan malam bersama pun di mulai. Makan malam dengan di selingi percakapan kecil mengenai anak mereka masing-masing. Jujur saja itu cukup membuat telinga [St/n] kepanasan, bahkan tadinya gadis itu ingin pergi ke luar agar tidak bisa mendengar pembicaraan tentang dirinya.

Bagaimana tidak gadis itu berpikir seperti itu—kala ibundanya berkata jika gadis itu lebih sering mengurung diri di kamar, sulit bersosialisasi, terkadang malas, dan juga sangat keras kepala. Walaupun ibunya memang bilang juga kalau putri kecilnya itu memang gadis yang terlalu pendiam dan tidak suka banyak berbicara hal yang tidak penting.

Tapi baiknya, Masaomi hanya tertawa-tawa mendengar cerita kecil itu. Toh, memang gadis ini masih belum berubah. Masih seceria dan se-energik seperti dulu.

"Ohh yaa [St/n], terimakasih sudah menerimanya. Sekarang kau bisa pergi berkeliling, aku akan berbicara dengan kedua orang tuamu," jelas Masaomi.

"wakarimashita, Akashi-sama," balas gadis itu sambil membungkuk hormat dan tersenyum ramah.

"Panggil saja aku 'otousama', karena kau masih aku anggap seperti putri kecilku dulu," sahut kembali Masaomi, "dan Sei, kau pergilah dengan [St/n]."

"Ha'i otousama."

"Ha'i… otousan."

👑

Dua pintu coklat besar kembali tertutup. [St/n] yang berdiri di depan pintu itu hanya bisa berharap cemas agar kedua orang tuanya segera mengakhiri urusan mereka.

Gadis itu menghela nafas pelan kemudian maniknya menatap sedikit tajam pada pria bermanik crimson di sampingnya. Sementara pria itu hanya tersenyum melihat tingkah tunangannya.

"Apa?" Tanya gadis itu dingin.

Akashi terdiam, kemudian menghela nafas kecil. "Tidak ada apa-apa."

Walaupun Akashi masih ragu dengan perasaannya sendiri—kala setengah dirinya juga masih mencintai gadis yang jauh di sana. Namun seiring berjalannya waktu, suatu saat ia tahu. Kalau ia akan menemukan dirinya yang lain pada gadis di depannya.

Lagipula jika dia tidak menemukannya, dia akan dengan mudah membatalkan kembali pertunangannya sebelum pernikahannya nanti. Sama seperti yang ia lakukan pada calon-calon sevelumnya. Tapi dia tahu hal itu pasti akan sulit. Pasti.

"Ikut denganku!" Perintah Akashi, dia langsung menarik tangan tunangannya itu dengan paksa.

[St/n] pun hanya mengikuti langkah Akashi dari belakang. Memang dia risih di tarik paksa seperti ini, tapi dari pada gadis itu berteriak-teriak atau memberontak yang akan menimbulkan masalah. Pilihannya tidak salah. Toh, dia hanya harus mengikuti Akashi. Itu pun selama pria itu tidak melakukan hal-hal yang aneh pada dirinya

Selama tidak melakukan hal-hal yang aneh.

Akashi melepaskan pegangannya pada [St/n] dan sedikit menghempaskan pelan gadis itu, memasukkannya dalam sebuah ruangan.

Gadis itu terperanjat. Matanya tampak berbinar-binar menilik ruangan di sekitarnya, dia tersenyum. Ruangan yang masih sama. Bentuk, aroma, bagaimana semuanya di tata rapi. Masih sama.

Ruangan yang sering ia gunakan dengan Akashi untuk bermain. Entah itu membaca, gambar, bercerita, melukis, atau yang lainnya.

[St/n] kembali melangkahkan kaki kecilnya ke pojok ruangan. Tangan dengan jari-jemari lentiknya terangkat, menyentuh bagian bahu kursi merah yang masih sama. Terletak di sudut ruangan itu.

Senyumannya tampak merekah. Inilah tempat dimana seorang ibu yang sangat menyayangi putranya itu selalu memperhatikan dirinya dengan putranya bermain dan disinilah, gadis itu...

... membuat janji itu.

"Apa kau masih mengingatnya, [St/n]?" Akashi membuka topik pembicaraan.

Gadis itu mengangguk. Tentu saja dia masih mengingatnya. Dia kembali melangkahkan kaki jenjangnya ke depan jendela, jari-jarinya menyentuh jendela di depannya. Namun tak lama kemudian dia menolehkan pandangannya ke belakang, menatap Akashi dengan senyuman.

"Tentu saja aku mengingatnya… Sei."

Janji akan selalu bersama dengan pria ini, tidak mungkin gadis itu lupa.

Janji akan selalu menjaga pria ini, tidak mungkin gadis itu akan mengecewakan 'okaasama'-nya.

Dan janji akan selalu...

... menyembuhkan luka dalam dirinya.

Tapi entah kenapa rasanya gadis itu ragu. Ia tidak mengerti dengan pria di depannya ini. Gadis itu yakin.

Akashi berbeda, matanya...

👑

Tuan muda Akashi dan tunangannya berkeliling kecil sekitar mansion besarnya.

Masing-masing dari mereka mulai bernostalgia saat mereka masih bersama. Pikiran gadis itu hanya ada satu saat ini, mengikuti alur yang tunangannya inginkan saat ini. Walaupun dia masih sering kali memikirkan pandangan Akashi yang berbeda.

Akashi membawa [St/n] ke atap mansion-nya dan sekali lagi manik [e/c] gadis itu di buat berbinar-binar. Tampak senyuman ceria menghiasi paras gadis manis itu.

[St/n] melangkahkan kakinya perlahan di tengah taman yang indah, disinar cahaya rembulan dan lampu remang-remang yang ikut menghiasinya.

Gadis itu mengambil setangkai bunga mawar. Dirinya tidak sadar meninggalkan Akashi di belakang dan berdiri di tengah taman sambil menggenggam bunga mawar merah dan mendongakkan kepalanya. Bahkan gadis itu tidak sadar, bahwa terdapat goresan kecil di sela jarinya akibat dari duri mawar yang ia pegang. Maniknya menatap langit yang dihiasi bintang-bintang. Kerlipan cahaya yang memukau itu, membuat senyumannya semakin mengembang, dan membuat… luka yang ia rasakan—tidak terasa.

Akashi yang menatap gadis itu yang tersenyum, memotretnya dalam diam. Kemudian menyimpannya, tentu saja.

"Arigatou, Sei," ucap gadis itu. Dia tersenyum kemudian, "sudah menunjukkan semua ini."

Akashi ikut tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya, ikut senang. Namun senyuman itu tidak bertahan lama—kala dirinya mengingat saat gadis di depannya ini selagi bersama dengan pria lain.

Walaupun Akashi sendiri tahu kalau itu hanya sepupunya tapi tetap saja…

Akashi berdehem pelan, membuat [St/n] spontan menatapnya bingung.

"Jadi... sudah jelas 'kah hubungan kita?" Ucap pria bermanik crimson itu, dengan nada sedikit menggoda.

[St/n] ber-sweatdrop. "Ehh?... ahh... sono... umm... teman, 'kan?" balas gadis itu gugup. Manik [e/c]nya ia gerak-gerakkan kesana kemari, kemudian kembali terfokus pada pria di depannya sambil memberikan senyuman ceria khas miliknya.

Tuk!

"Itta!" [St/n] menjerit kesakitan pelan, kemudian dia menyentuh dahinya yang mungkin sedikit memerah karena terkena sentilan dari Akashi. Lagi.

Akashi menghela nafas pelan, kemudian dia tersenyum. "Apa aku yang harus mengatakannya?" Ucapnya, masih dengan nada yang menggoda.

[St/n] menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "iee... iee... aku... pikiran dan perasaannku sudah mengerti... dan menerimanya," gadis itu langsung membukam mulutnya.

Bodoh! Apa yang baru saja gadis itu katakan? Astaga! Setidaknya cobalah untuk berbohong atau mengelak demi dirimu! Kau terlalu jujur [St/n]!

"Syukurlah."

Akashi seketika tersenyum. Senyuman lembut, ramah, bersahabat, dan sangat... menghangatkan. Ya, senyumannya berhasil membuat gadis di depannya mengeluarkan semburat merah merona yang entah apa Akashi menyadarinya atau tidak.

[St/n] masih terdiam—mematung—maniknya menatap Akashi penuh kejutan. Sementara Akashi sendiri, merogoh sesuatu dalam saku celananya.

Pria itu mengeluarkan sekotak hitam kecil, kemudian dia membukanya. Masih tampak senyuman yang menghiasi wajahnya. Tangan kirinya meraih tangan kanan sang gadis, kemudian memakaikan cincin emas yang entah berapa karat itu pada jari manis nan lentik milik tunangannya itu.

[St/n] berdiam diri. Sementara jarinya sudah selesai berhias cincin. Tangannya terangkat, maniknya menatap cincin yang tampak sederhana namun terkesan mewah itu.

[St/n] mem-pout-kan sedikit bibirnya. "Arigatou, Sei. Kau tahu... kau terlalu banyak memberikanku hadiah, dan seharusnya kau ingat kalau aku tidak menyukai hal-hal semacam ini, 'kan?"

"Ahh... soal pakaianmu dan yang lain? Bukan aku yang memberikannya, mungkin saja itu dia."

[St/n] menurunkan tangannya kemudian. Maniknya bertatapan dengan manik crimson milik tunangannya yang sudah resmi itu. Tampak gadis belia itu berpikir—janggal rasanya—namun pikirannya masih belum mengerti.

Akashi menarik tangan kiri [St/n], memperlihatkan jam tangan stainless stell berwarna silver, dengan kristal kecil yang menghiasi pinggiran jamnya.

Detik semakin berjalan, sementara Akashi dan [St/n] menatap detik yang semakin berlalu itu. Sampai...

... tik!

"Tanggal 7 Juli 2017, pukul 10 malam. Aku resmi bertunangan dengan teman masa kecilku dengan cincin emas yang melingkar di jarinya, kuberikan padanya."

[St/n] tersenyum. Dia mengenduskan nafasnya kemudian menutupnya dengan tangan kanannya kemudian. Terdengar jelas gelak tawa entah senang, bahagia, atau gadis itu menganggapnya lelucon dari [St/n].

"Ahh...," [St/n] mengatur nafasnya kemudian menatap Akashi sambil tersenyum.

Manik [e/c] milik sang gadis kembali bertemu dengan manik crimson milik Akashi. Dua orang yang berbeda ini terikat.

Bukan karena perjanjian.

Tetapi harapan dari dalam diri mereka saling terikat.




















Chapter 9 selesai~ '3' akhirnya kalian tercintah sudah bersatu :""" walaupun reader masih jelas bingung~ <(") huehuehue :'3 nanti juga paham kok sedikit-sedikit.

Next chapter ~ kembali ke kegiatan sekolah kalian '3' Reader ngapain coba bikin Akashi begitu :v ?! Tragedi apa lagi antara reader dengan bokushi :'3 semoga gak perang yee :v

Terimakasih _(:3 J     )_

Neko Kurosaki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro