(60)
Orang lain bisa mengatakan hal itu karena dia tidak ada diposisinya. Entah apa kelak mereka akan berubah pikiran setelah berada diposisinya.
Memang yang [Name] lakukan sangat berlebihan dan terkesan bodoh. Namun mau bagaimana lagi?
Statusnya dengan Akashi muda saat ini bukan menjadi tunangannya apalagi kekasihnya, tapi istrinya.
Yang bisa [Name] lakukan hanya melindungi Akashi dan keluarga ini. Dia tidak bisa sembarangan memutuskan hubungannya dengan Akashi terlebih di dalam keadaan seperti ini.
Setelah semua yang terjadi, mungkin banyak orang akan berpikir agar [Name] berpisah dengan laki-laki itu.
Namun sayangnya, dia tidak pernah sekali pun memikirkan hal itu. Alasannya sederhana, karena masih ada kepercayaannya pada Akashi diujung hatinya.
Dia percaya, Akashi kelak pasti akan mengerti dan setidaknya bisa mendengarkannya.
Dia percaya, jika Akashi pasti akan selalu memilihnya dalam keadaan apa pun. Makanya hari ini, dia berani menatap ke bawah dimana Akashi—suaminya itu—tengah berbicara dengan Momoi Satsuki.
"Sepertinya jadi pembicaraan yang serius, ya?"
[Name] mengulum senyuman kecil di bibirnya. Tanpa menoleh siapa yang menyapanya, [Name] tahu jelas siapa itu.
"Aku masih percaya padanya...," katanya dengan lembut.
"Komunikasi, ya...."
Hanya perlu berbicara, itu sudah cukup. Hanya perlu menjelaskan, itu bisa membuatnya mengerti.
Sejak awal [Name] memang berniat menahan semua sakit itu. Namun akhirnya dia tetap meledakkan semuanya dan menyalahkan dirinya.
Namun begitu, Akashi masih menggenggam tangannya.
"Jangan lakukan itu lagi, [Name]...," kata orang di sampingnya.
[Name] menoleh seraya tersenyum konyol untuk menggodanya lalu berkata, "hee~ aku tidak tahu jika kau masih sekhawatir ini padaku, Takao~"
Takao terdiam. Menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal dan mendengus lalu tersenyum.
"Begitulah. Mana mungkin aku bisa dengan mudah membiarkan gadis yang kusukai seperti ini."
"Aku menghargai kejujuranmu," tutur [Name]. Wanita itu sudah tahu tentang ini dari awal. "Maaf, ya."
"Ah! Jangan meminta maaf seperti itu!" Takao terlihat risau. "Kau jangan mengasihani diriku!"
[Name] tertawa kecil. Hari ini, beban di pungungnya sudah lepas.
👑
"Kukembalikan padamu. Terimakasih untuk segalanya."
Momoi Satsuki memandangi kotak musik yang Akashi berikan padanya. Begitu menerimanya, dia membuka kotak terkait.
Momoi menahan rasa sakit di kerongkongannya begitu melihat apa isi kotak itu.
Semua foto-fotonya dengan Akashi. Sejenak dia berpikir, setelah semua yang terjadi, kenapa berakhir seperti ini?
"Sei, apa kau tahu artinya ini?"
Akashi hanya menghela pelan. Ini sudah menjadi pilihannya, dia tidak bisa bergerak mundur lagi sekarang. Karena begitulah permainannya.
"Itu artinya kau melepaskanku," tuturnya kembali. Dahinya berkerut. "Apa kau yakin?"
"Aku sudah memutuskannya dari awal."
"Sei...."
Akashi tetap diam. Bahkan kata maaf tak keluar dari ujung bibirnya. Laki-laki itu benar-benar sudah membulatkan keputusannya.
Momoi menghela nafas, berusaha lebih tenang padahal kerongkongannya semakin menyakitinya.
"Untuk terakhir kalinya, biarkan aku memelukmu."
Belum Akashi ingin menjawab, wanita itu memeluknya. Perlahan air matanya tumpah juga, tapi dia menahan agar tak mengeluarkan isaknya.
Akan sangat memalukan jika Akashi mendengarnya. Namun begitu, Momoi sendiri tahu jika Akashi mana mungkin tidak tahu jika ia sedang menangis.
👑
"Aku benar-benar tak habis pikir denganmu! Bagaimana ini bisa terjadi!?"
Masaomi melempar berkas itu di atas meja hingga mengeluarkan isinya di depan Akashi.
Mata Akashi membulat sempurna. Siapa yang bisa mendapatkan foto-foto itu dan memberikannya pada Ayahnya?
Walaupun ingin tahu, Akashi tidak bisa menanyakannya langsung. Lagi pula, di hadapan Ayahnya, dia bukan apa-apa saat ini terlebih dia mengakui hal itu.
Sementara [Name] yang berdiri di belakangnya hanya menutup mulutnya rapat dengan kepala yang tertunduk. Wanita itu pun tidak bisa berkata-kata.
Ingin rasanya, kali ini, Akashi mengatakan semuanya. Sambil menguatkan tekatnya, Akashi mengepalkan tangannya kuat.
Hanya kali ini, ini kesempatannya. Harus hari ini dan sekarang!
"Apa Otousan ingin tahu kenapa aku begitu?" Masaomi mengeraskan rahangnya ketika mendengar ucapan anaknya itu. Sementara Akashi melanjutkan, "ini semua karena salahmu!"
"Tutup mulutmu!"
"Karena kau tidak mengatakan apa pun soal Okaasan padaku dan karena dengan mudahnya kau menggantikan posisinya!"
"Akashi Seijuuro!"
"Asal Otousan tahu, aku tidak pernah bisa menerima hal itu!"
Saat Masaomi mengangkat tangannya dan hendak memukul Akashi, Shinju yang ada di sampingnya langsung menahannya.
Lalu [Name] yang sejak tadi diam langsung menarik mundur Akashi dari hadapan Ayahnya.
Pertahanan Masaomi yang goyah, membuatnya harus berdiri seraya menahan meja di belakangnya dan menahan sakit di kepalanya.
Shinju yang melihat itu lantas mengambil gelas berisi air dan langsung memberikannya pada Masaomi, tapi laki-laki itu malah menolaknya.
"Sei, dengarkan aku." [Name] memejamkan matanya singkat dan berbisik, "hentikan ini, yang terpenting kau sudah mengatakannya."
"[Name]...." Akashi menggenggam tangan istrinya itu lebih. Benar juga, yang terpenting dia sudah mengatakan semuanya.
Ayah [Name] melangkah mendekati putrinya itu sambil menghela nafas pasrah lalu berkata, "sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini, tapi...."
"Kalian harus saling percaya, [Name] dan Seijuuro-kun juga."
"Dan satu lagi...." Ayah [Name] saling melirik dengan istrinya. Lalu dengan suara yang berat, dia melanjutkan, "... mulai sekarang, kalian harus dipisahkan sampai masalah ini selesai."
👑
Begitulah akhirnya bagaimana [Name] terus berdiam diri di ruangannya—seorang diri.
Padahal ini sudah menjadi kesepakatannya dengan Masaomi, tapi lama-kelamaan dia merasa berat juga.
Namun Masaomi sendiri sudah menerima risikonya. Seperti yang dikatakan [Name] kala itu, Akashi tidak bisa menerima posisi Ibunya yang digantikan bahkan sampai saat ini.
Shinju sendiri pun sudah tahu, tapi wanita itu tidak keberatan dan memahaminya—sangat memahaminya.
Yang jelas saat ini, hanya membayar keinginan Tuan Muda itu. Namun bagaimana cara [Name] membayarnya?
Wanita itu menghela nafas lalu bergumam, "Dasar Tuan Muda, sebenarnya apa yang dia inginkan dari ini?"
Tak lama dari itu, dentingan yang bersumber dari ponselnya berbunyi. Sebuah bilah notifikasi pesan menyembul dari layar ponselnya dengan nomor tak diketahui
「Keluarlah. Aku akan menunjukkan jalannya
-Akashi Seijuuro」
Alis [Name] berkerut. Dia ingin percaya, tapi ragu juga. Apa benar ini dari Sei?
Saat berusaha mengabaikan pesan itu, tetiba suara pesan itu kembali terdengar. [Name] melirik ponselnya.
「Aku tahu kau tidak akan percaya. Tapi ini sungguh aku
-Akashi Seijuuro」
Sepertinya memang dia....
Selalu tahu apa yang dipikirkan [Name] layaknya esper, begitulah Akashi Seijuuro. Bahkan ketika mereka tidak bertemu pun, Akashi masih tahu apa yang dipikirkannya.
[Name] pun memberanikan diri untuk keluar dari ruangannya diam-diam tanpa membuat curiga.
Tepat seperti yang Akashi beritahu, di paviliun yang jauh dari bangunan utama mansionnya, ada pintu rahasia di dalam tempat penyimpanan barang-barang di Green House.
Begitu [Name] memasuki pintu itu dan menelusuri lorong yang hanya cukup untuk satu orang, akhirnya dia sampai di tempat yang tidak diketahuinya.
Pelan-pelan [Name] keluar dari dalam pohon dengan hati-hati. Begitu sempurna keluar, seseorang menutup mulutnya dari belakang.
[Name] melawan. Wanita itu menginjak kaki orang di belakangnya dan menyikutnya hingga dia meringis.
Begitu terlepas, [Name] langsung dalam posisi siaga jika sewaktu-waktu orang itu tetap keras kepala untuk membawanya.
"Jangan bermain-main—Sei!?" Mata [Name] membola mengetahui siapa orang itu.
"Ternyata istriku ini orang yang berbahaya, ya? Setidaknya aku lega karena itu."
[Name] membungkam mulutnya langsung dengan rona merah di pipi. Begitu Akashi berdiri sambil menyentuh sisi perutnya, dengan hati-hati [Name] berkata, "itu... memangnya sakit, ya?"
Akashi mendengus dan tertawa kecil. "Iya, sangat sakit."
"Ah... aku minta maaf. Kukira kau orang lain." [Name] menyentuh Akashi dengan hati-hati. "Lagi juga untuk apa kau tiba-tiba melakukan itu?"
"Untuk ini—!"
Akashi tetiba menarik tangan [Name] hingga mendekati wajahnya dan menahan tubuh istrinya yang hampir terjatuh itu dengan meletakkan tangannya di pinggul.
[Name] yang refleks karena tetiba Akashi melakukan itu hanya bisa berpegangan pada bahu Akashi dengan mata yang membulat sempurna.
Sambil tersenyum puas, Akashi berkata, "akan kuambil hatimu—!"
Dengan wajah berkerut, [Name] menarik gemas pipi Akashi dan berkata, "itu tidak lucu. Kau kira dirimu itu The Phantom?"
Namun sepersekian detik kemudian, wajah [Name] melembut. Dia menarik tangannya dari Akashi dan menyentuh rahang laki-laki itu.
"Tapi aku senang karena kau ternyata bisa senekat ini," kata [Name], wanita itu lantas mengecup singkat bibir Akashi.
Akashi tersenyum tipis dan berkata, "sebelummya kita harus menjauh dari sini sebelum penjaga menemukan kita."
"Ah, ngomong-ngomong soal itu, bagaimana kau bisa tahu—"
"—sshu! Itu rahasiaku." Akashi menjauhkan telunjuknya dari ujung bibirnya. "Kau juga punya sesuatu yang belum dibayar, 'kan?"
[Name] mengalihkan pandangannya. Tuan Muda, kenapa kau mengatakannya!?
"Dia ingin memintanya hari ini," kata Akashi kembali. Dia memejamkan matanya.
Eh? "Tuan Muda—"
"Jadi sekarang kita akan kemana dulu?"
Kenapa dia cepat sekali bertukar tempat!? Melihat Akashi menyeringai padanya, membuat sekujur tubuh [Name] bergidik.
"Harusnya aku yang bertanya, Tuan Muda," kata [Name] akhirnya. Dia bersweatdrop-ria.
"Tempat yang kau suka."
"Tempat yang kusuka, ya?" [Name] berpikir sejenak. Tapi kalau di tempat semacam itu, pasti dia dan Akashi akan segera ditemukan.
Seolah tahu apa yang sedang [Name] pikirkan, laki-laki bermanik heterochromia itu berkata, "soal itu tenang saja."
👑
[Name] menaikkan topi yang hampir menutupi seluruh dahinya sementara Akashi merapihkan sedikit jas yang digunakannya.
"Tuan Muda, memangnya tidak masalah seperti ini?" tanya gadis itu.
"Tenang saja, sekarang ada acara besar di sini. Menggunakan kostum seperti ini pun tidak akan ada yang menyadarinya."
"Kalau begitu, kenapa aku harus menjadi Ciel Phantomhive, huh? Ini kostumnya juga merepotkan, aku tidak suka!"
"Tapi kau seperti itu jadi terlihat lebih manis."
[Name] melipat kedua tangannya di depan dada dengan tidak suka. Mana bisa menikmati acara jika harus berkeliling sambil memggunakan gaun?
"Jadi, Nona. Anda ingin mencoba wahana apa dulu?"
Ingin rasanya [Name] membentur kepalanya ke lantai berkonblok di bawahnya. Tuan Muda benar-benar menyebalkan.
Namun [Name] tetap menuruti semua permintaan Akashi di taman bermain itu. Jika melihat [Name] sekilas, orang-orang tidak akan menyangka jika dia wanita yang sudah menikah.
Didukung tubuhnya yang kecil itu, [Name] saat ini benar-benar terlihat seperti anak-anak pada umumnya.
"Jangan curang, Tuan Muda! Tidak boleh mengganggu begitu!"
"Aku tidak mengganggumu."
"Diam! Sekarang aku sedang fokus, oke?"
[Name] sudah siap dengan telunjuknya yang menyentuh prlatuk pada senapan karet ditangannya.
Begitu dia yakin, dia pun menekannya. Namun tembakannya melesat tatkala tetiba Akashi dengan sengaja menabrak dirinya.
Perempatan di dahi [Name] muncul. Perlahan dia menoleh ke arah Akashi dengan senyuman yang mengerikan.
"Tuan Muda...."
"Oh, maaf, yang tadi itu sengaja. Sungguh."
[Name] mendesis. Namun Akashi yang melihat reaksi lucu [Name] malah tertawa. "Kau ini—"
"Kau ingin ini, 'kan? Sudah kudapatkan dari tadi." Dengan mata yang membola, [Name] menerima boneka sapi berkepala besar yang disodorkan Akashi itu. "Asal kau tahu, mendapatkannya itu ternyata sulit."
"Tapi kau dapat juga, 'kan? Terimakasih. Bonekanya lucu," kata [Name] sambil memainkan moncong bonekanya.
"Hadiah untukku mana?"
"Eh? Apa?" [Name] menaikkan sebelah alisnya dengan wajah bingung. "Memangnya kau mau apa?"
Akashi menghela pelan seraya memasukkan kedua tangannya dalam saku.
"Apa aku harus mengatakannya?" tanya Akashi sambil menyeringai. Akashi pun mendekati telinga [Name] dan berbisik, "satu ciuman darimu sudah cukup."
Saat Akashi menjauhi wajahnya dari [Name]. Wanita itu malah memukul Akashi dengan boneka sapinya lalu berkata, "sudah, 'kan?"
Akashi menurunkan boneka itu dari wajahnya dengan wajah masam. "Aku bilang darimu."
"Anggap saja boneka itu diriku."
"Tidak akan cukup!"
[Name] kemudian tersenyum seala kadarnya dan berkata, "tidak." Tanpa mengatakan apa pun, wanita itu pergi begitu saja.
Mendapat reaksi dingin seperti itu, Akashi hanya menoleh ke arah [Name] dan tersenyum miring.
Kalau [Name] boleh mengatakannya dengan jujur, dia tidak masalah melakukan itu jika seandainya ini bukan tempat umum.
Iya, itu jika seandainya.
👑
[Name] memandang pemandangan di depannya. Langit malam berbintang memenuhi penglihatannya.
"[Name], ada yang ingin kukatakan padamu."
Wanita itu menoleh ke samping dan melihat Akashi tidak melihat ke arahnya sama sekali. Pandangannya terus menatap langit di sana.
Akashi saat ini sedang menampakkan senyumannya. Menandakan suasana hatinya sedang begitu baik.
Namun berbeda dari kata-katanya tadi, suaranya terdengar serius. Ada apa dengannya?
"Terimakasih untuk hari ini."
"...." Tidak biasanya Akashi seperti ini. "Harusnya aku yang mengatakan itu."
Akashi tertawa ringan. "Kalau tidak mengatakannya sekarang, tidak akan ada kesempatan lainnya."
"Maksudmu?"
Akashi akhirnya menoleh dan wajahnya terlihat lebih lembut daripada yang biasanya Tuan Muda itu berikan. Lalu ia berkata, "aku akan pergi sekarang."
Mata [Name] membulat sempurna. Apa maksudnya? Kenapa tiba-tiba— "ada apa, Sei?"
"Sei ...?" Akashi tersenyum lebih. "Senang kau memanggilku begitu."
"Jawab aku!"
"Kau harus memilih salah satu diantara kami, [Name]...." tubuh [Name] mendadak menegang ketika Tuan Muda berkata demikian. "... tapi aku tahu kau tidak akan bisa."
"Aku...."
"Aku yang seharusnya tidak ada, jadi aku yang akan pergi. Terimakasih untuk semuanya, [Name]."
"Jangan—!" [Name] langsung melingkarkan tangannya di leher Akashi saat itu. "Jangan lanjutkan! Jangan pergi!"
"Hanya kau satu-satunya yang menerimaku ketika seluruh dunia menjadikanku musuh. Terimakasih."
"Kumohon...."
Akashi melepaskan [Name] darinya dan menatapnya lurus. Laki-laki itu bisa melihat [Name] mencoba menahan sesuatu.
Saat Akashi mengembangkan senyumannya, dia menarik leher [Name] dan wajah mereka mulai bersatu.
Begitu [Name] memejamkan matanya. Air matanya mulai ia rasakan keluar dari tempat yang sedari tadi ia tahan.
Untuk waktu yang lama, Akashi bisa merasakan kehangatan di bibir [Name]. Namun setelah residu dalam paru-parunya habis, dia menjauhi wajahnya.
"[Name] ...?"
Sang empunya nama membuka matanya dan langsung menatap lurus manik crimson di depannya.
Air matanya pecah saat itu juga, seluruh rasa sakitnya ia keluarkan di depan Akashi.
[Name] menyesal karena belum mengatakan apa pun. Bahkan dia tidak sempat mengucapkan terimakasih untuknya.
Padahal Tuan Muda yang selama ini melindunginya ketika Akashi terus-menerus menoreh luka di hatinya.
Bahkan dia juga belum mengatakannya jika sosoknya adalah "Okaasama" yang selama ini Akashi Seijuuro cari dan yang menjadi alasan keberadaannya.
"[Name]...." Melihat wanitanya menangis, Akashi langsung memeluknya dengan kuat. "... itu keinginannya."
"Dia meninggalkanku! Dasar Penjahat! Menyebalkan! Iblis!"
"Astaga! Kau bahkan sempat mengatakan hal itu saat dia pergi."
"Aku tidak peduli! Dia memang Iblis! Tiba-tiba bilang sayang lalu mendadak menghilang!"
DONE! CHAPTER 60 HAS PUBLISHED!
Maap keun Mikajeh karena sudah menghilang S A N G A T lama :'D Kapan terakhir acu publish ini? Pokoknya itu deh :v iyak, jadi alesan saia menghilang seperti biasa, jadi warga sok sibuk <(") TC selesai, tugas bikin pilem dan drama musikal sebelum PAS pun menyusul :'33333 yep! Setelah ini acu bisa mendadak ilang lagi ditelan bumi X'D
BTW pada tau Comic Frontier alias Comifuro kan yak :v ??? Tau lah, masa gatau <(") Nah! Ceritanya... acu bakal dateng tuh pas D-1 ☺☺👌🏻 gampang kok nemuin Mikajeh, soalnya acu bakal kosple di sana 😗😗😗
Kosple apa? Nanti juga tau :vvv yaudah itu sadja dari saia, terimakasih! Jangan lupa di vote dan sekali lagi maap keun acu~ :'vvvvvv
SEE YEAH!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro