Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(54)

"[St/n] ada di mana?"

"Tuan Putri ada di dapur utama, Tuan Muda."

Mendengar itu, Akashi muda segera pergi ke dapur utama. Mata pemuda itu langsung terpaku pada sosok di tengah ruangan.

Tangannya begitu lihai memotong, meletakkan makanan dengan anggun, dan memberikan taburan seperti sihir.

"Belajar jadi istri yang baik, ya?" Akashi menggodanya.

Gadis yang tengah meletakkan daging mentah di atas sukiyaki melirikkan ekor matanya sesaat dan kembali lagi.

Dia menatap lurus Akashi yang sudah duduk di depannya. "Apa yang Tuan Muda inginkan sampai-sampai membawa Anda langsung kemari?" tanya gadis itu datar.

Akashi menaikkan sebelah alisnya. "Penasaran," jawabnya singkat.

Pemuda itu lantas mengambil sumpit dan mengarahkannya pada inarizushi di depannya, tapi tetiba saja [St/n] menghentikannya dengan melayangkan pisau di depan tangannya.

Akashi menarik nafas panjang. Dia bersyukur bukan tangannya yang terpotong. Istrinya memang terkadang kalau sudah gila, tidak setengah-setengah.

"Aku tidak boleh mencobanya?" tanya Akashi polos.

"Bukan begitu!" Kerutan di dahi [St/n] muncul. "Itu... Okaasama memintaku membuat semua makanan ini dengan nori. Lagi juga... aku tidak menjamin rasanya enak."

Akashi bangun, lantas memutari meja makan dan berdiri di samping istrinya. "Kenapa kau tidak mencobanya sendiri?" tanyanya seraya menyodorkan nori maki yang asal pemuda itu ambil.

"Ah...." [St/n] melirikkan ekor matanya ke samping, bertepatan saat para maid yang bekerja disini mencuri pandang dari depan pintu dapur yang terbuat dari kaca.

Gadis itu memberikan tatapan menikam dan saat itu juga para maid itu menelan salivanya kasar kemudian pergi setelah menunduk hormat.

Begitu pandangannya kembali berputar ke arah suaminya, tetiba saja Akashi sudah memasukkan nori maki itu ke mulutnya.

"Kau—"

"Telan dulu baru berbicara," ucapnya dengan senyuman jahil yang terukir di wajahnya.

Gadis itu memberikan tatapan gusar, tapi tetap melakukan yang dikatakan suaminya itu.

Setelah mencernanya, [St/n] sedikit tersipu-sipu sendiri kalau ternyata makanannya tak seburuk yang dipikirnya. "Enak juga," gumamnya.

Lantas ia mencoba tamagoyaki nori buatannya. Rasanya sama, biasa saja dan tak ada yang istimewa tapi cukup enak.

Akashi tersenyum miring dan mengambil sashimi kemudian mencelupkannya. "Ini enak. Kenapa kau pikir tidak enak?" tanya pemuda itu.

"Mungkin kalau makanan sederhana seperti ini tidak masalah untukku. Tapi terakhir aku membuatkan kimchi untuk Takao, dia sampai menangis-nangis memakannya."

Benarkah?

"Ah!" Mata gadis itu seakan mengeluarkan cahaya. Ia teringat sesuatu. "Saat itu aku memang sengaja membuatnya lebih pedas dari biasanya."

Akashi tersenyum kaku. Sudah kuduga..., pikirnya.

Intens pemuda itu tak sengaja terfokus pada potongan tofu di atas nampan. Ia bertanya, "tofu itu... untuk apa?"

[St/n] mengikuti arah pandang Akashi muda. "Oh, itu untuk... sup tahu. Tadi aku ingin membuatnya, tapi karena sudah banyak seperti... ya, sudahlah...."

"Ya, sudah apa?" Akashi tidak puas mendengar jawaban itu.

[St/n] menghela pasrah dan menjawab, "aku tidak jadi membuatnya. Seandajnya tidak enak pun aku akan tetap memakan ini—Sei!"

Mata gadis itu membulat kala tetiba saja Akashi memasukkan nori maki ke dalam mulutnya.

"Kau tidak perlu melakukan ini, aku bisa membuatnya lain kali lagi."

Begitu habis, Akashi menjawab, "tapi aku ingin memakannya sekarang, bagaimana?"

"Bagaimana apa? Yang harusnya kau pertanyakan bagaimana kalau ternyata kau alergi dengan rumput laut?!"

Akashi tidak mendengar, ia tetap menyumpitkan makanan di depannya. Namun [St/n] menghentikan gerakan pemuda itu dengan tiba-tiba memakan makanan yang disumpitkan pemuda itu.

Akashi dibuat terkejut. Pemuda itu tersenyum miring melihat kelakuan istrinya yang mengingatkannya pada satu hal.

Kalau ini, bukan kedua kalinya [St/n] tetiba memakan makanan orang lain seperti itu.

"Kau memangnya punya kecenderungan mencuri makanan orang, ya?" sindir pemuda itu.

"Daripada nantinya kau sakit," final [St/n]. "Sudah jangan memakan ini, biar aku saja."

"Kau yakin?"

"Nggak, dong!" Bahu Akashi turun, dia pasrah. Gadis itu kembali melirik ke arah pintu dan tetiba menyeringai.

Dengan langkah cepat, dia keluar dan langsung berteriak bersemangat, "Shima-san! Aku membutuhkan bantuanmu!"

Mendengar permohonan putri majikannya ini, tubuh Shima-san dan para pelayan di belakangnya sedikit gemetar.

Tapi sebisa mungkin wanita itu tersenyum ramah.

👑

Kurang dari lima belas menit, semua makanan di meja dapur habis oleh Shima-san dan pelayan lainnya.

Begtu dapur kembali bersih dan Akashi muda sudah kembali lagi setelah sebelumnya berganti pakaian, [St/n] kembali memulai kegiatannya.

"Kau sepertinya sudah biasa, ya? Memasak...," tanya pemuda itu selagi [St/n] memasukkan potongan daun bawang.

"Nggak, kok. Aku baru mulai saat msuk kuliah. Itu pun hanya makanan sederhana atau camilan barang kali."

[St/n] menuangkan kuah sup ke dalam mangkuk kecil dan mencobanya. Setelah dirasa pas, dia mengangguk yakin dan mematikan kompor.

Dituangnya sup tahu itu ke dalam mangkuk dengan bagian bibirnya yang melebar berwarna putih.

Akashi mengambil sendok sup dan mencicipinya sesaat. Ia tersenyum sumringah dan berkata, "tidak buruk, kok."

"Tapi sepertinya ada yang kurang...." Gadis itu berpikir seraya menopangkan dagunya.

"Kau membandingkannya dengan masakan Okaasan, ya?" tanya pemuda itu menebak. "Kupikir rasanya sama."

Alis [St/n] naik sebelah. Yang dimaksud "Okaasan" oleh Akashi, tidak lain adalah Akashi Shiori. [St/n] tahu itu.

"Mungkin...," ucapnya ragu. "Okaasan memang punya resep rahasia, ya?"

"Kupikir tidak." Akashi menyendokkan sup tahunya dan memakannya. Setelah berpikir singkat seraya menelan tahu itu, ia melanjutkan, "apa kau tahu, ketika orang sedang jatuh cinta, dengan meminum air putih saja akan terasa manis?"

[St/n] mengerutkan dahinya dan tersenyum kaku. "Penelitian dari mana? Kau mengarang, ya, Sei?"

Akashi tertawa kecil. Gadis ini meragukan ucapannya. Pemuda bermanik crimson itu menyendokkan sup tahunya ke arah [St/n] dan mengisyaratkan agar gadis itu memakannya.

"Apa?" tanya gadis itu tidak peka.

"Kau tidak penasaran? Kenapa tidak mencobanya sendiri?" Balas pemuda itu. [St/n] mengendus kecil. "Hanya tinggal pikirkan saja orang yang kau cintai."

[St/n] memakan sup tahu yang disodori Akashi seraya menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya.

Seraya mengunyahnya, ia berpikir dan merasakan rasanya dalam-dalam. Seraya menunggu reaksi gadis itu, Akashi kembali menyuapi untuk dirinya.

"Bagaimana?" tanya pemuda itu akhirnya.

Gadis itu sedikit tersipu. Walaupun [St/n] menutupi mulutnya dengan sebelah tangannya, tapi Akashi melihatnya.

Lihat saja! Pemuda itu tersenyum miring dengan wajah jahil mengetahui itu.

"Memangnya kau memikirkan siapa sampai-sampai masakan ini kau bilang rasanya sama dengan buatan Okaasama?" [St/n] membelokkan suasana. Mencoba mengambil alih.

"Jadi memang berhasil, ya?"

"Sei, itu tidak menjawab pertanyaanku!"

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Penasaran, ya?" Akashi menggodanya.

"Yang namanya orang bertanya itu berarti penasaran, ingin tahu."

"Ah, Tuan Putri ternyata galak...." Akahsi tersenyum-senyum sendiri seraya mengalihkan pandangannya, lalu kembali pada gadis itu dan berkata, "akan kujawab, kalau kau juga memberitahu."

"Deal!" [St/n] langsung menjawab setuju tanpa menimbang-nimbang dulu.

Melihat gadis itu sudah penasaran setengah mati, pemuda itu tersenyum miring.

"Itu... gadis yang kucintai."

[St/n] menajamkan pendengarannya.

"Yang setiap kali tersenyum, terlihat cantik." Akashi membuat imaji kecil tentang gadis itu dalam kepalanya.

Sementara, [St/n] lebih menajamkan pendengarannya.

"Kalau tertawa, terlihat cantik." Dengan surai [h/c]nya yang bergerak naik turun dengan halus.

[St/n] mulai menatap Akashi intens, berharap nama gadis itu disebutnya.

"Kalau marah pun, terlihat cantik." Dan mata [e/c] yang selalu tajam dan berani melihatnya.

"Ya... namanya?" tanya [St/n] akhirnya. Batas kesabarannya sudah di ujung tanduk.

"Aku harus menjawabnya?"

"Iya, 'kan aku bertanya."

"Tapi setiap pertanyaan tidak harus dijawab, 'kan?"

Gadis itu bungkam. Percuma dia menanti-nanti pemuda itu menyebut nama gadis yang dimaksud.

"Ya, udah... siapa orangnya?"

Akashi tersenyum miring. "Orang yang kini... berada...." Akashi menunjuk ke depannya. "... di depanku."

👑

"Shima-san~! Aku memgantuk!"

[St/n] menjatuhkan kepalanya di atas tumpukkan buku di depannya. Matanya sudah berat dan dia lelah sendiri.

"Tuan Putri, kalau Anda seperti ini terus, pekerjaan rumah tidak akan selesai."

"Habis kau seperti memberikanku obat tidur," keluhnya. "Lihat semua buku ini!"

"Tapi ini perintah dari Milady, Tuan Putri."

[St/n] mengembungkan pipinya, sebal. "Kalau seperti ini, lebih baik langsung ke prakteknya saja."

"Tidak bisa, [St/n]-hime. Materi dasar juga penting sebelum Anda mulai ke praktiknya."

[St/n] merucutkan mulutnya dan kembali meletakkan kepalanya di atas buku yang terbuka di hadapannya.

Matanya sakit, rasanya sebentar lagi akan juling. Bosan, mengantuk, dan segala jenis penyakit malas sudah merajalela.

"Kalau seperti itu terus, kau tidak akan bisa kembali kampus lagi, [St/n]."

Baru saja gadis itu mengangkat kepalanya, tapi tiba-tiba sesuatu seperti bongkahan es besar memukul telak pucuk kepalanya.

Tepatnya, Akashi yang menimpuk pelan kepala istrinya. Namun, [St/n] yang seketika menjadi sensitif lantaran kejengahan dirinya yang melanda, ia menarik kasar kerah pemuda itu dan berteriak, "baka Bakashi! Itu sakit tau!"

Akashi menatap gadisnya datar dan menghela pelan. Ia pasrah. "Padahal aku datang ke sini dengan niat baik." [St/n] menaikkan sebelah alisnya dan melepas kerah pemuda itu. "Tapi sepertinya Nyonya Akashi sudah menolak kebaikan saya, ya?" lanjutnya menggoda. "Kalau begitu, saya pergi. Maaf mengganggu kegiatan Anda."

Merasa tak enak dengan suaminya, [St/n] pun memutari meja dan menahan tangan sang suami.

"Maaf, deh. Jadi, ada apa?"

Akashi melengos. [St/n] yang melihat perlakuan Akashi padanya buru-buru bersikap sok baik dengan merapihkan kemejanya dan berkata, "maaf, ya, Sei? Jadi, ada apa, Sayang?"

"Ini sambutan yang kita dapat begitu kita sampai di sini-ssu ka?"

Gadis itu memutar matanya, mengalihkan pandangannya dari suaminya.

Matanya kini dihadapkan dengan siluet-siluet pria dengan tubuh atletis di depannya.

Kiseki no Sedai.

"Kalian—?!"

"Osu, [St/n]cchi!" sahut Kise. "Bagaimana kabarmu-ssu ka?"

"Kenapa kalian ada disini?"

"Akashi meminta kami datang-nanodayo," jelas Midorima.

"Katanya istrinya kesepian dan mulai bosan," timpal Kuroko.

"Aku juga bawa makanan untuk [St/n]chin. Mau mencobanya~?" lanjut Murasakibara.

"Ini juga penyambutan untuk orang yang baru kembali...," Aomine kembali menimpali. Lalu dari belakangnya, sosok wanita berambut gulali memunculkan dirinya.

Momoi Satsuki.

[St/n] sedikit heran. Namun sebaik mungkin, gadis itu tersenyum dan menunduk sopan.

Tapi Momoi melihat [St/n] yang tengah menggamit tangan Akashi, hanya melengos seolah tidak melihatnya.

"Acaranya kau ingin apa?" tanya [St/n] mencairkan kegugupannya.

"Hanya berkuda bersama," jawab sang suami.

"Ah, begitu, ya?" [St/n] mengangguk-angguk. "Kalau begitu, semangat, ya?"

"Kau harus ikut [St/n]."

Gadis itu mengerjap-ngerjapkan maniknya. Lantas menggeleng kecil dan berkata, "aku... masih ada pelajaran, jadi... lewat aja."

"Kau harus ikut menemani Seijuuro, [St/n]."

Pasangan Akashi muda mengalihkan eksistensinya. Tepat di belakang mereka Akashi Shinju datang dengan sang Ibu, Ume Obaa-sama, datang tiba-tiba dan langsung bertitah.

Orang-orang yang melihat kedatangan kedua orang itu, cepat-cepat menundukkan kepalanya hormat tak terkecuali Kisedai bahkan [St/n] dan Akashi sendiri.

"Maaf, Okaasama, Obaa-sama... tapi...."

"Kau harus menemani Sei-chan, [St/n]-chan," pinta neneknya.

Gadis itu tidak bisa menolak, jadi dia pun pasrah dan menerima permintaan sang nenek.

Alasan gadis itu tidak bisa menolak tentu saja mudah, tidak ingin menyakiti hati neneknya ; dan ketidakingin dirinya ikut juga mudah, ada rasa tidak enak dengan keberadaan Momoi Satsuki disini.

"Shima, antar [St/n] untuk mengganti pakaiannya."

"Baiklah, Milady."

👑

"Takao, kenapa kau tidak datang?"

[Yo, [St/n]. Bagaimana kabarmu? Maaf, ya, tidak datang. Kau tahu... aku sibuk.]

[St/n] mendengus sambil melihat ke arah layar ponselnya. "Dasar orang sok sibuk."

[Maaf, maaf. Aku juga tidak ingin mengganggu kalian berdua juga.]

"Yang lainnya?"

[Oh, iya!] Takao mengalihkan pembicaraan. [Jangan kabur, ya? Dan Akashi-kun sudah datang.]

Gadis itu memutar tubuhnya ke belakang. Tepat seperti kata Takao yang ia hubungi dengan video call, Akashi memang menyusulnya.

Tapi begitu matanya kembali berputar pada layar ponselnya, Takao sudah lebih dulu memutuskan sambungan teleponnya.

Dasar kau, Bakao! Sudah kabur aja!

"Takao?" tanya Akashi memastikan.

Istrinya mengangguk dengan raut wajah sedikit kecewa. "Ada apa?" tanya Akashi sekali lagi.

Gadisnya menggeleng kecil dan berkata, "tidak ada. Hanya... homesick, mungkin."

Akashi muda tersenyum simpul dan mengulurkan tangannya pada [St/n], gadis itu pun segera menerimanya.

"Kalau begitu, sebaiknya kau lebih bersemangat lagi menyelesaikan pekerjaan rumah dan melakukan itu."

"Kau—!"
























Chapter... 54 owari! Njir gw lupa ini chapter berapa kalo nggak scroll up dulu 😂😂😂🔫 alo ha~! Mikajeh kembaleh update cerita ini sesuai janji :3333 kenapa? Lama comebacknya? Ngahahaha~ maap keun :')))) kemaren-kemaren jadi orang sok sibuk tapi sekarang acu udah free~~~~ nggak free amat sih, soalnya bentar lagi ada TC Akbar di sekula, acu harus siap mental :')))

Oke jadi... kenapa Seijuuro di sini sweet beud? Iya, ceritanya ini terinspirasi dari Mamake ._. Kenawhy? Emak kalo lagi gila suka bikin heran ngomongin suami ama anaknya yang masih pubertas sekaligus jomblo akudh :')))) WOEEE!!! ANAKNYA YANG INI BELON LULUS ESEMA :'VVVVVV jadi emak request kalo punya suami yang kebapakan, baek, lemah lembut gitu ama istri terus perhatian :')))) yaudah, gini deh hasilnya :'vvvvv

Udah sampe sini aja seputar asal usul chapter ini :') next chapter review! Rrader-tachi bakal ilang? Akashi kalap nyariin? Momoi mulai melempar godaan mautnya? Apa yang ditemuin Reader-tachi di taman mansion Akashi Akyhouse?

Terimakasih!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro