Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(49)

Akashi Sky House.

Kediaman keluarga Akashi berarsitektur yang didesain berdasarkan alam, begitu natural dan sangat nyaman.

Rumah mewah dengan arsitektur supermodern dan masuk ke dalam 100 karya arsitektur modern terbaik di dunia.

Tempat yang sangat aman dan tidak ada orang luar yang bisa masuk ke tempat ini dengan mudah tanpa izin khusus dan tanda pengenal.

Semua fasilitas terlengkap dengan teknologi paling mutakhir ada di sini. Bukan hanya milik Akashi Electronics, tapi juga [L/n] Electronics pun ada.

Beberapa perlengakapan di sana begitu familiar bagi [St/n] karena gadis itu tahu kalau di mansionnya pun ada.

Tapi berbeda dengan dirinya saat di mansion, jadwal superketat mengharuskan dirinya dipaksa untuk melakukan berbagai macam kegiatan yang sebetulnya tidak pernah dilakukannya.

Seperti pagi ini. Begitu alarm pukul 6 berdering, secara otomatis gorden di samping ranjang milik gadis itu bergeser serta merta lampu ruangan menyala dengan terang.

Dari balik selimut tebal dan lembutnya, ia tertidur lelap dengan terpaan cahaya matahari lembut menyapu kelopaknya.

"Tuan Putri!"

Matanya tetiba terbuka lebar dan sosoknya langsung terbangun dari posisinya.

Untuk sesaat ia mencerna pagi indahnya yang begitu cepat lenyap, lantas melirikkan ekor matanya ke arah wanita yang kurang kerjaan membangunkannya dengan berteriak seperti itu tepat di telinganya.

"Ohayou gozaimasu, [St/n]-hime."

"Shima-san... tidak bisakah kau membangunkan aku lebih normal?" gadis itu bertanya dengan matanya yang masih setengah tertutup.

"Mohon maaf, [St/n]-hime. Tapi Anda sungguh sulit untuk dibangunkan, saya tidak punya cara lain," wanita yang disapa Shima-san itu menjawab dengan formal.

[St/n] yang malas mendengar alasan itu, kembali menarik selimutnya dan tertidur.

Namun Shima-san segera menyibak selimut itu hingga selimut itu terjatuh ke atas lantai.

"Itu sungguh bukan sikap yang anggun, [St/n]-hime."

"Ah~! Aku masih mengantuk! 5 menit lagi, ya?" gerutu gadis itu.

"Kali ini tidak ada dispensasi lagi, Tuan Putri."

Gadis itu mengembungkan pipinya sebal. Ia pun menangkup dirinya di atas kasur tak bergerak sedikit pun.

Tak lama ia segera berdiri dan sedikit melompat dari atas kasur, kemudian pergi ke kamar mandi dalan ruangannya yang luas.

"Aku akan mandi, setelah itu sarapan!" Teriak [St/n] dari dalamnya, takut Shima-san dan dua orang pelayannya tidak mendengar.

"Saya sungguh minta maaf, [St/n]. Sekarang ini hari Minggu, Anda tidak berpikir untuk pergi kampus, 'kan?"

Pintu geser kamar mandi tetiba terbuka kasar. Shima-san yang sudah berdiri di hadapan [St/n] hanya menatap putri calon menantu majikannya datar.

Perempatan di dahi gadis itu muncul. "Shima-san... kenapa tidak bilang dari tadi?"

"Saya selalu berdoa dan melakukan yang terbaik agar Anda menjadi istri yang baik untuk Tuan Muda Seijuuro yang sadar atas kesalahan Anda sendiri."

Penjelasan penuh alasan dan bertele-tele, tapi ucapannya begitu menusuk dada [St/n].

Sejenak ia berpikir kalau keinginan orang tuanya akhirnya tercapai. Ya, soal semangat belajar menjadi istri yang baik.

Shima-san memutar paksa tubuh [St/n] dan mendorong gadis itu kembali memasuki kamar mandi, lalu berujar, "bila Anda tidak ada rencana lain, mari kita lanjutkan belajar tata krama."

👑

[St/n] menjatuhkan kepalanya di atas meja dan melirik ke arah gelas cantik berwarna putih bernuansa bunga yang tengah mekar.

Shima-san menuangkan teh beraroma manis yang berasal dari Singapura asli dengan sangat telaten menggunakan teko Famille Rose Melon.

Aromanya begitu menyeruak hingga hidung gadis itu, tapi [St/n] suka dengan aroma manis dan menenangkannya.

Begitu Shima-san menyuguhkan teh itu di hadapan [St/n], gadis itu cepat menarik kepalanya kembali dan langsung mengangkat gelas putih itu-berniat langsung meminumnya.

Namun gerakannya terhenti di udara begitu Shima-san menahan tangan gadis itu. [St/n] bersweatdrop dan tersenyum kaku, namun ia tetap mengembalikan gelas itu ke atas alasnya.

"Kita mulai dari sini." Shima-san yang berdiri di samping [St/n], mengambil gelas kosong dan alasnya. Lantas ia memulai, "lengan di perpanjang dan siku keluar."

[St/n] memperhatikan, tapi tidak bersungguh-sungguh. Namun ia tetap melakukan seperti yang diperagakan oleh Shima-san walaupun dengan setengah hati.

Gadis cantik itu mengangkat gelasnya dengan satu tangan menggunakan tiga jarinya. Bagian atas tangannya sedikit ia naikkan dengan siku yang terlihat jelas.

"Tetapkan isi tehmu, kurangkan sedikit. Jangan mengeluarkan suara."

[St/n] sedikit menghela nafas. Ia mendekatkan ujung bibirnya dengan gelasnya, lalu meminum sedikit teh terkait dan membaui aroma manisnya.

"Lakukan dengan anggun," Shima-san menambahkan.

[St/n] meletakkan gelas itu dengan kedua tangannya dengan hati-hati. Ia menoleh ke samping dan menatap Shima-san yang masih berdiri, lalu berkata, "Shima-san, apa ini penting?"

"[St/n]-hime, Anda pasti akan sering keluar kota bahkan negeri untuk urusan bisnis. Pertemuan politik di negara-negara untuk berinvestasi dengan presiden bahkan raja sekali pun," jelasnya.

Itu hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Toh ia sendiri selalu bergerak di belakang layar, hanya memberi dukungan dan sedikit dorongan.

Namun ia bersyukur menanyakan hal ini. Ia jadi mengerti kenapa orang tuanya selalu pergi dengan mendadak dan baru kembali seminggu dua minggu kemudian.

Selagi ia tengah melamun, sebuah suara merdu menyapa indra pendengarannya. Seperti suara... biola.

Nada yang dimainkannya begitu indah bahkan sangat sempurna tanpa ada kesalahan nada sedikit pun.

"Sudah lama kita tidak mendengar nada merdu ini, 'kan, Shima-san?" ujar pelayan di belakang [St/n].

Shima-san hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan bawahannya langsung. Wanita itu bahkan mengakui hal itu.

[St/n] perlahan bangun dari posisinya dan melangkah menuju suara merdu itu. Suara yang menarik hatinya dan berdesir dalam jiwanya.

Tak lama, matanya menangkap sosok siluet seorang pemuda bersurai red pinkish yang tengah menikmati alunan musiknya di beranda.

Untuk waktu yang cukup lama, [St/n] merasa terpukau dengan sosoknya. Begitu berkarisma dan sangat....

"Tuan Putri, terpikat dengan tunangannya sendiri?" Ucap pemuda itu sambil menurunkan biolanya dan memutar tubuhnya.

Alis [St/n] naik sebelah. Gadis itu mendengus dan tersenyum miring. "Bagaimana kalau aku katakan 'suara musikmu itu mengganggu', Sei?"

Akashi muda tertawa kecil. "Big fat liar."

Pemuda itu meletakkan biola dalam tasnya, kemudian beralih pada busurnya. Akashi memasukkan sebelah tangannya dalam saku dan tangannya yang lain ia naikkan ke atas-memberikan isyarat-kemudian kembali ia turunkan.

[St/n] melangkah sambil bersedekap dengan senyuman yang belum hilang dari wajahnya, pun dengan Akashi.

Akashi mengulurkan sesuatu tepat di depan wajah [St/n], lalu tetiba saja ia menjatuhkan sesuatu seperti kalung dengan bandul kunci.

"Kau masih ingat, 'kan?" tanya pemuda itu.

"Kunci kotak biola yang dulu kau berikan, ya? Aku tidak tahu kau masih menyimpannya...."

"Dan alat itu masih tersimpan baik," sambungnya. "Tidak ada yang pernah memainkannya lagi semejak kau mengembalikannya padaku."

"Lalu, kau ingin aku memainkannya? Duet denganmu?"

Akashi menarik kedua sudut bibirnya, memberikan respons sederhana itu sebagai jawaban.

[St/n] menghela singkat dan menggeleng. "Sudah kukatakan bukan kalau aku lupa memainkan itu?"

"Tapi aku tetap ingin mendengarnya," pemuda itu memaksa.

[St/n] sebetulnya ragu, tapi ia juga ingin. Tidak apa bukan bernostalgia kembali setelah lima tahun gadis itu tidak memainkan alat musik kesukaannya dan kembali berduet dengan Akashi?

Akhirnya [St/n] memutuskannya. Ia menerima kunci itu, sementara Akashi menunjuk ke arah sebuah meja dengan di atasnya terdapat kotak hitam berukuran besar yang terkunci.

Gadis itu membuka kotak hitam terkait dengan kunci yang diberikan Akashi. Setelah gadis itu membukanya, matanya mendapati sebuah biola yang tampak mengkilap kecoklatan dengan busurnya yang berkilauan keperakan.

[St/n] menyentuh biola itu dan meraih busurnya. Seketika ia sadar, walaupun Akashi mengatakan tidak ada yang pernah memainkannya lagi, tapi biola itu tidak kotor terkena debu. Bahkan rambut ekor kuda pada busurnya tampak baik-baik saja seperti baru.

Setelah mengingat-ingat kembali kuncinya, gadis itu menaikkan kedua tangannya dan menyanggul rambutnya asal.

Akashi melihat itu hanya mendengus dan tersenyum miring. "Kau mencoba menggodaku seperti itu?" tanyanya menggoda.

"Kau ini, ya-! Jadi kau ingin aku memainkannya atau tidak?" [St/n] berujar ketus.

"Aku hanya bercanda, Tuan Putri." Akashi tertawa ringan. Ia kembali bertanya, "jadi bagaimana? Kau bisa?"

"Sedikit. Tapi mungkin akan banyak yang salah, maksudku... aku masih mengingat-ingat kembali kuncinya."

"Tidak masalah, kau bisa mengikutiku saja."

Akashi melangkah mendekati stand partitur yang menghadap lapangan hijau luas di depannya seraya meraih kembali biolanya.

[St/n] mengikuti, lalu berdiri di samping pemuda itu. Ia melihat partitur musik itu sekilas, membaca not balok yang tertulis di sana.

Tak lama, matanya bergerak ke atas dan membaca judul musik yang akan ia mainkan dengan Akashi.

"Bach, Concerto ...?" Gumamnya. "Kau ingin aku memainkan nada rumit ini?"

"Ya, kau bisa, 'kan?"

[St/n] menghela nafas singkat dan meletakkan biolanya tepat di rahangnya dan sedikit di bawah telinga lalu menyempurnakan posisi tangannya.

"Aku akan mencobanya."

Akashi tersenyum tipis dan ikut menyempurnakan posisi tangannya, lantas ia memulai lebih dulu dan disusul cepat oleh [St/n].

Sementara kedua sejoli ini fokus memainkan alat musiknya, di belakang mereka pelayan yang bekerja di Sky House menyembulkan kepalanya masing-masing-penasaran dengan kedekatan pasangan ini.

Suara bisik-bisik dan tawa kecil pun tak luput keluar dari mulut mereka. Shima-san pun berdiri dengan sedikit memiringkan tubuhnya di belakang pilar sambil tersenyum.

"Bagaimana?"

Suara seorang laki-laki tetiba menyapa indra pendengaran Shima-san. Wanita itu menoleh dan membungkuk sopan lalu kembali bangun.

Ia tersenyum kecil dan menjawab, "seperti yang Anda lihat, Masaomi-sama. Sejauh ini mereka memang tidak ada masalah."

Masaomi mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum puas. Matanya menggerling dan melihat lurus ke arah Akashi dan [St/n] yang begitu terlihat selaras.

Tetiba ingatannya melayang pada saat itu. Ingatan tentang kedua orang yang kini sudah menjadi dewasa, selalu memainkan alat musik yang sama atau berbeda di depan sosok seorang wanita yang duduk sambil merajut sesuatu di atas sofanya.

Sekilas, hal sederhana itu begitu mengenangnya. Namun senyumannya seketika menghilang begitu Masaomi mengingat hal lain menyangkut wanita itu, putranya dan [St/n].

Rasa bersalah begitu memukulnya, tapi ia seketika tersadar begitu sebuah tangan kecil menggamit lengannya yang terbebas.

"Kau tidak apa, Anata?" tanya wanita itu lembut.

Masaomi menggeleng. "Tidak, hanya saja... mereka membuatku teringat."

"Kalau itu menyakitkan, kau tidak perlu mengingatnya."

"Bagaimana kau tahu kalau itu menyakitkan untukku?"

"Wajahmu. Wajahmu menggambarkan semuanya, Masaomi."

Masaomi sedikit merasa tersentak. Ditengah alunan duet musik antara [St/n] dan Akashi muda, terjadi keheningan di antara mereka.

Shinju benar, laki-laki itu merasakan sakit. Ia sebetulnya merasa bersalah pada Akashi muda karena menyembunyikan fakta ketika pemuda itu ada di tahun ke limanya sekolah dasar.

Namun, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Jauh sebelum [St/n] pergi untuk waktu yang lama, gadis itu melihat semuanya dari balik pintu.

"Mungkin ada baiknya kalau gadis itu melupakan apa yang dilihatnya," Masaomi bergumam, tapi Shinju bisa mendengarnya dengan jelas.

👑

Semakin dekat hari pernikahannya, semakin ketat pula jadwal latihan rumah tangganya. Atau, haruskah dia mulai menyebutnya "semangat berlatih menjadi istri Tuan Muda Seijuuro yang baik"?

Universitasnya memberikan dispensasi padanya dan Akashi dengan alasan keperluan : persiapan pernikahan.

Hanya satu kata sederhana itu, yayasan universitas dengan mudah menandatangi surat perizinan itu.

Paginya kembali dimulai dengan latihan tata krama tentang cara berjalan yang baik dan anggun pun menunjukkan seberapa tinggi kharisma sang gadis.

Awalnya [St/n] menolak dengan tegas latihan sepele ini karena baginya ini lebih tidak penting lagi, tapi kata-kata Shima-san yang bermulut tajam itu berhasil memojokkannya dan merubah pikirannya.

Ia tidak pernah berpikir, ada kalanya suatu saat seorang pelayan akan mengatakan itu padanya. Terlebih bukan pelayan mansionnya atau pribadinya, tapi pelayan latihnya.

Shima-san dengan wajah datar dan terkesan tegas itu dengan mudah mengatakan, "cara berjalan [St/n]-hime itu aneh. Tubuh Anda juga terlihat sangat bungkuk."

Gadis yang merasa dilecehkan seperti itu, lalu langsung menerima tantangan dari Shima-san dengan menunjukkan bahwa ucapannya itu salah.

Walaupun dengan dirinya yang seperti itu, ia masih bisa berlagak seolah ia wanita berkharisma tinggi.

Namun, hal itu tidak seperti bayangannya. Ini tidak mudah!

Ia harus berjalan menggunakan heels dengan tinggi 8 senti, berjalan tegak dengan satu buku berhardcover merah yang tebal diletakkan di atas kepalanya pun di atas buku itu diletakkan sebuah apel.

Berkali-kali gagal, semakin banyak apel yang rusak dan jadi tidak bisa dimakan. Lantas [St/n] merasa bersalah dengan para pekerja perkebunan karena ia sudah menyia-nyiakan buah yang mereka tanam sepenuh hati.

Karena kejadian itu, gadis cantik dan sadis itu menjadi lebih bersemangat agar Shima-san mengakui dirinya sebagai gadis yang tidak seperti ucapannya. Ia membuktikan semuanya dengan aksinya.

Dan kurang dari tiga hari, akhirnya [St/n] bisa berjalan tegak dengan susunan buku dan apel di atas kepalanya tanpa terjatuh. Bahkan tanpa perlu menyeimbangkan tubuhnya dengan bantuan kedua tangan, ia sudah bisa.

Di atas karpet merah, tepatnya dalam ballroom Akashi Sky House, [St/n] berlenggak bak supermodel.

Tubuhnya memang ramping dan sangat kencang, menjadikan dirinya benar-benar seperti seorang supermodel.

"...7 ...8 ...sekali lagi," Shima-san memberikan aba-aba seraya menepuk tangan, memberikan ritmen yang tepat untuk [St/n] berjalan. "...1 ...2 ...3 ...4 ...5 ...6 ...7 ...8 ...1 ...2 ...3 ...4 ...5 ...6 ...7 ...8."

Namun latihannya masih belum berhenti. Di tempat yang sama, gadis itu harus latihan berdansa. Khususnya waltz.

[St/n] masih tidak mengerti kenapa semua hal-hal yang tidak pernah ia pikirkan harus dijalaninya.

Kali ini alasan Shima-san agar [St/n] mau ikut latihan adalah keikutsertaan keluarga Akashi pada Cocktail Party di luar negeri.

Gadis itu tentu saja harus berpikir dua kali untuk menolak latihan ini. Tidak mungkin bukan saat pesta nantinya ia hanya duduk atau bersandar pada tembok sambil memegang segelas wine atau champagne. Seolah dalam keramaian ia terlihat sendiri.

Selama dua hari latihan, [St/n] sudah bisa melancarkan semuanya. H-2 pernikahannya, jadwal superketat miliknya berakhir.

Gadis cantik berambut panjang yang ditutupi handuk off-white besar itu melangkah sedikit agak pincang menuju kasurnya.

Begitu sampai, ia menangkupkan dirinya dan melihat ke arah kakinya yang seperti membengkak. Bahkan luka lecet pun tak pelak lagi.

Ia menghela nafas singkat. Namun tetiba saja sebuah tangan besar dan kekar menarik kakinya dan mengusap lembut kakinya dengan handuk yang dibasahkan dengan air dingin.

"Sei, kau tidak perlu melakukan itu. Lagi juga pasti akan membaik dengan sendirinya."

"Kau pikir seperti itu?" Balas pemuda itu dingin sambil melirik ke arah gadis di depannya sekilas.

Gadis itu tidak berkata lagi. Mungkin kalau dia membalasnya lagi, pasti hanya akna jadi perang mulut dengan pemuda bermanik dwi warna ini.

"Dia kemana?" tanya [St/n] akhirnya, mengalihkan arah pembicaraan.

"Seperti dirimu. Kelelahan, begitulah. Jadi aku mengambil tempatnya."

Entah kenapa mendengarnya membuat [St/n] mendengus dan tertawa kecil sendiri.

Apa Tuan Muda Maha Absolut ini termasuk mengambil kesempatan dalam kesempitan? Atau, ada hal lainnya?

"Kenapa kau tertawa, Chiwa?" ketus pemuda itu.

"Hei, jangan panggil aku seperti itu lagi, dong," keluh [St/n]. "Aku 'kan hanya-ittai!!"

[St/n] meringis sambil refleks menahan tangan Akashi. Ditatapnya pemuda itu lekat dan pemuda itu menatap gadisnya gusar.

"Kau cerewet, ya?" ujar Akashi.

"Ya, dan kau gila!" Balas [St/n] tak mau kalah. "Jelas kau sengaja melakukan itu, 'kan?"

"Kenapa? Aku hanya membantumu meredakan bengkak pada kakimu."

"Ya, tapi jangan tiba-tiba menarik jariku seperti-itta!! Sakit! Sudah hentikan!"

Akashi menghentikan gerakannya sambil menatap lurus gadisnya. Pemuda itu mendengus dan tersenyum miring melihat reaksi [St/n].

Mimik wajah yang diberikannya begitu lucu, membuat Akashi semakin ingin menggodanya terus.

"Apa?" sahut gadis itu mulai tak nyaman.

Akashi muda tertawa kecil. "Aku tidak akan melakukannya lagi. Kau santai saja."

"Janji, ya?" Akashi memberikan anggukkan kecil sebagai jawaban.

Lantas [St/n] mundur perlahan sambil tetap mengawasi pemuda itu, takut-takut pemuda itu kembali melakukan hal-hal aneh pada kakinya seperti tadi.

[St/n] menyandarkan punggungnya sambil terus memperhatikan ketelatenan Akashi sedikit memijit kakinya yang bengkak.

Begitu sudah lama, rasa kantuk yang menyerangnya sudah tidak bisa gadis itu tahan lagi, lantas ia pun tertidur.

Akashi yang menyadari hal itu, meletakkan kaki gadis itu perlahan dan bangkit dari posisinya.

Pemuda dengan manik dwi warna merah-emas itu mengangkat tubuh [St/n] dan membaringkannya, lalu menyelimuti tubuh gadis itu.

Ia menyibak perlahan helaian rambut [St/n] yang menutupi sedikit wajahnya dan menatap lekat wajah yang tampak pulas itu.

Akashi tersenyum seraya menggenggam sebelah tangan [St/n], kemudian pemuda itu memejamkan matanya.

"Ternyata kau benar-benar terjatuh, ya?" Ujar Oreshi sambil tersenyum miring.

Bokushi terdiam sesaat. Ah, benar juga. Sebelumnya sosok asli di belakangnya ini pernah mengatakan hal itu juga.

"Terjatuh... ya?" ucapnya sendiri. Ia mengakui itu dan tersenyum di baliknya.

"Aku melihat semuanya dari sini."

"Ya, aku tahu. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, aku tidak akan melakukan apa pun pada [St/n]."

"Karena kau jatuh hati padanya?"

Bokushi terdiam seribu bahasa. Jatuh hati? Itu ungkapan yang sedikit berat untuk mengartikan semua tindakan yang ia lakukan.

"Bukankah... jatuh cinta?"

"Kalau begitu, artinya kau menyukainya karena nafsumu...."

Ah, benar. Itu sama artinya kalau ia tidak sungguh-sungguh menyukai [St/n]. Menyukai gadis itu karena hawa nafsunya? Ia tidak merasa seperti itu.

Bukankah sama saja ia menganggap [St/n] sebagai boneka?

"Kesampingkan hal itu," Bokushi menginterupsi, mengambil alih arah percakapannya. "Sebaiknya kau mengkhawatirkan dirimu."

Kini Oreshi yang terdiam. Saat ini ia jadi bimbang, bingung. Perkataan Bokushi mendapat sepuluh poin.

Bokushi yang melihat Oreshi lama bereaksi pun bangun dari duduknya dan berjalan ke arah cahaya.

"Kau harus segera memutuskannya. Hanya tinggal dirimu, kau sudah tahu keputusanku sendiri, bukan?"

"Kau memilihnya, 'kan? [St/n]...."

Bokushi tersenyum tipis, lantas ia krmbali melangkah dan keluar dari cahaya.

Bokushi kembali mengisi tubuh kosong Akashi itu. Ia membuka matanya, menampilkan kemilau mata dengan dua warna berbeda.

Akashi muda bergerak mendekati wajah [St/n]. Kepala pemuda itu sedikit dimiringkannya kemudian mengecup bibir gadis itu singkat sebelum akhirnya ia keluar dari ruangan gadisnya.
















Chapter 49 selesai!! Huek~! Ini chapter panjang bener yak 😂 acu tercengang 😃 dan BTW, Mikajeh ingin berterimakasih dengan teman-teman wattpad 🤧 karena....

Berkat dukungan kalyan, work gaje ini bisa dapet peringkat yang Mikajeh sampe sekarang saia sendiri gak ngerti sistemnya gimana 😂😂👌 (yang ini serius, lho 🙃)

Dan terimakasih kepada pihak wattpad atas fitur yang berfaedah ini 🙂 (lebay deh gue 😂😂🔪)

Dan BOOYEAH! Mikajeh punya pengumuman :333 Jadi acu tuh punya work baru (WOY! WORKS LU YANG LAEN BANYAK BELOM KELAR *TRIGGERED*), mingdep (kalo gk lupa) kan Mikajeh beritahu apa work baru itu 🙂 ceritanya tentang apa? Fanfiction (lagi) Kurobas XD Genrenya apa? Dibilang romance, kagak. Misteri juga, kagak XD oke, sekian dari Mikajeh :3 saia menunggu antusiasme para kekasih-plak!-Reader-tachi que terthayang~!

Sekian pidato unfaedah ini 😄 Next! Review! Akhirnya upacara pernikahan 😍👌 dan BTW Reader-tachi upcara pernikahannya ampe dua kali? Wat! Dua kali?! Yep, dua kali. Gimana ceritanya dan kenapa bisa ampe dua kali....

Tunggu aja XD

Mari tinggalkan jejak votenya, monggo juga buat yang pengen ngasih krisarnya di kolom komentar :333 acu tunggu~!
Terimakasih

xoxo,
Kajeh-san-san

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro