Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(47)

Langkah cepat begitu gadis itu lalui seraya membawa sebuah binder dalam genggamannya. Kerap kali gadis itu menabrak seseorang di depannya lantaran pandangannya sedang tidak fokus pada jalan melainkan pada daftar kegiatan dalam catatannya itu.

Langkah gadis itu berhenti pada sebuah undakan anak tangga. Ia bersandar lantas memperhatikan waktu pada jam di pergelangan tangannya.

Ini sudah hampir waktunya yang ditunggu datang, membicarakan tentang sponsor dan guest star yang akan diundang. Namun pemuda itu belum juga datang.

Gadis itu mengendus kesal dan menutup file miliknya. Ini bukan hal biasa yang dilakukan pemuda itu, ini aneh! Ia tahu pemuda itu dengan baik, lalu kenapa bahkan untuk datang saja dia hampir terlambat? Ini acara penting!

"[St/n]-chan."

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara cempreng terkait. Matanya langsung melihat sosok seorang gadis de gan rambit pirang ikalnya, Emilly.

"Apa kau sekarang akan mengakuinya?" tanya [St/n] dengan langsung.

"Apa kau akan terus seperti ini? Berdiri di atas seolah hal kotor yang kau lakukan tidak pernah terjadi?"

"Hal kotor, ya?" Pandangan [St/n] meredup, tapi ia tetap tersenyum. "Mungkin saja."

"Kau ini benar-benar busuk, [St/n]. Aku tidak mengerti kenapa Seijuuro-san sangat menyukaimu...."

[St/n] mengendus dan tersenyum miring. Ia menatap lurus Emi. "Aku juga tidak mengerti. Lalu bagaimana denganmu? Kau masih—"

"Iya, aku masih menginginkannya," tuntas Emilly. "Seandainya dia masih bisa melihatku, kejadian itu tidak akan pernah terjadi. Dan juga kau...."

[St/n] bergeming, diam. Lalu gadis pirang itu meneruskan, "... seandainya kau yang mati saat itu, aku pasti akan mendapatkan semuanya."

"Aku menyesali hal itu." Hanya kata-kata itu yang terucap dari mulut manis [St/n]. Ia tidak akan menyangkalnya kalau yang membunuh sahabatnya itu dirinya sendiri.

Emilly yang melihat reaksi kepasrahan [St/n] dan seakan gadis itu membiarkan fakta itu tersebar begitu saja, tetiba menarik kerah baju [St/n].

"Aku tidak mengerti denganmu. Kenapa kau bisa setenang ini? Dan...."

Mata [St/n] mengkilat seketika. Dagunya sedikit diturunkannya sebelum akhirnya ia menepis kedua tangan Emilly dari bajunya.

Gadis itu membalas, "kalau aku mengatakannya? Apa kau akan mengaku?"

Emilly mengendus dan memutar-mutar wajahnya kesegala arah. Ia tetiba tertawa kecil sendiri.

"Mengaku? Aku tidak mengerti, kau menuduhku melakukan sesuatu?"

"Iya."

"Kau gila."

"Aku hanya ingin tahu, apa yang kau bicarakan dengan Hanami saat itu?" [St/n] balik bertanya. "Kenapa kau memintanya bertemu di atap? Kenapa kau bisa mendorongnya? Apa yang sebenarnya kau bicarakan?"

"Kau mau tahu?"

Emilly pun menarik pergelangan tangan [St/n] dengan kasar, tapi baru tiga langkah terlewati gadis itu langsung menahannya dan memberikan tatapan menuntut penjelasan.

Gadis pirang itu pun langsung mengatakan, "kalau begitu aku akan mengatakan semuanya di depan Seijuuro-san."

Dahi [St/n] mengkerut. "Ini tidak ada hubungannya dengan Seijuuro-kun. Kau tidak perlu membuatnya ikut campur masalah kita."

"Kau yang tidak mengerti karena selalu berada di atas, [St/n]. Aku yakin kau sudah tahu dari awal kalau Seijuuro-san juga ada hubungannya, 'kan?"

Walaupun begitu, [St/n] tetap tidak ingin membuat Akashi masuk dalam masalahnya.

Ya, itu tidak pelak lagi kalau Akashi memang masih ada hubungannya. Tapi hanya karena itu, makannya [St/n] tidak ingin menyangkut pautkan pemuda itu.

Emilly kembali menarik tangan [St/n], tapi gadis itu selalu menepisnya. Ketika Emilly sekali lagi menahan tangan sang gadis untuk dibawanya dan [St/n] sekali lagi menepisnya, gadis itu malah tergelincir.

Akashi yang baru saja sampai tepat di belakang Emilly, langsung menarik tangan [St/n] dan membekapnya. Namun pemuda itu juga ikut terguling.

[St/n] yang sadar kala Akashi melindunginya, segera bangkit dan sedikit mengguncangkan tubuh pemuda itu.

"Sei! Sei! Bangunlah, Sei!"

Teriak dengan memanggil namanya pun tak ada gunanya, pemuda itu tidak juga bangun. [St/n] mulai kalap bahkan ia sampai-sampai tidak menyadari sekitarnya sudah sesak penuh orang-orang mengelilinginya.

Dengan cepat gadis itu segera menghubungi nomor sekretaris Akashi dengan ponselnya.

👑

Pusat Medis [L/n]

Akashi terbaring dengan matanya yang masih tertutup sementara perawat di sampingnya sibuk mengatur intensitas cairan melalui selang infus.

Disisi lain, tepat di ruang tunggu utama rumah sakit, [St/n] mulai resah sampai-sampai ia berkali-kali duduk dan bangkit seraya menggigit ujung ibu jarinya.

Ia kembali duduk dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, berharap ini bukan hal serius seperti dalam pikirannya. Pasalnya saat jatuh tadi, tidak ada luka fisik sedikit pun di tubuh Akashi. Lantas bagaimana pemuda itu bisa pingsan? Ini benar-benar membuatnya khawatir.

"[St/n]chi, kau baik-baik saja?"

[St/n] menurunkan kedua telapak tangannya dan menatap lurus Kise yang duduk di sebelahnya. "Iya...."

Begitu mata [St/n] mendapati sosok Midorima dengan dua orang dokter di belakangnya mengikuti, gadis itu langsung mendekati pemuda berambut hijau lumut itu.

Lalu tanpa perlu diminta, Midorima menjelaskan, "karena trauma di kepala dan benturan itu cukup keras, Akashi kehilangan kesadarannya untuk sementara. Tapi tidak ada yang serius, kau tenang saja. Hanya gegar otak ringan."

Midorima menutup penjelasan singkatnya dengan membenarkan posisi kacamata hitamnya.

"Syukurlah, itu melegakan." Kalimat itu diucapkan [St/n] sambil tersenyum tipis, namun sorot matanya melukiskan kekhawatiran yang mendalam.

"Bagaimana dengan Takahashi-san?" giliran Kuroko bertanya polos dengan wajah senantiasa datar miliknya.

"Presdir Akashi memintanya datang ke kantornya," jawab Midorima. "Kalau ia sungguh berbicara dengan presdir, aku tidak tahu apa yang akan benar-benar terjadi...."

Sebetulnya [St/n] sendiri tidak ingin mengatakan semua ini pada Otousamanya, tapi pecahan masalah yang terjadi terpaksa membuatnya harus membuka mulut.

Karena gadis itu tahu, itu sama saja dia mengadukan semua masalah pribadinya pada orang-orang di sekitarnya.

"Apa yang kau bicarakan, Midorima?" Aomine akhirnya buka mulut.

Midorima menaikkan kepalanya, dia pun menjawab sambil menatap [St/n] lurus, "tentang rahasia Takahashi Emilly-nanodayo."

👑

"Aku mengerti, terimakasih."

"Maaf, bagaimana keadaan Seijuuro-san?"

"Mereka bilang dia baik-baik saja."

Emilly menghela nafas lega. Gadis itu sedikit tersenyum simpul mendengar kabar baik itu. "Syukurlah...."

"Jangan khawatir, dia baik-baik saja terlebih dengan [St/n] disampingnya."

"Maaf?"

"Lebih dari itu Emilly-san. Aku sudah mendengar tingkah lakumu di kampus. Seberapa banyak kebohongan yang sudah kau lakukan dalam waktu sesingkat itu?"

Masaomi memojokkan gadis di depannya ini. Ume Obaa-sama dan istri ke duanya pun yang ikut mendengarkan, hanya diam sambil duduk di depan dua sofa di hadapan Emilly.

"Apa itu upaya untuk menggunakan Seijuuro? Atau, untuk bergabung dengan Akashi Corporation?"

👑

"Takahashi benar-benar perusahaan besar dengan taraf internasional, tapi mereka kesulitan ekonomi."

Kiseki no Sedai serempak tercekat mendengarnya. Tenggorokkan mereka seperti tertahan sesuatu.

[St/n] selesai berkata seperti itu, langsung meneguk minuman dingin bertuliskan namanya di sana.

"Dia berbohong... dalam beberapa hal."

"Tentang bagaimana dia dekat dengan Akashi-kun? Lalu, bagaimana dengan masalahmu dengannya?"

"Aku akan menjawab pertanyaan pertama. Ini mungkin terdengar bodoh, tapi dia ingin meningkatkan daya tarik keluarganya khususnya untuk kakaknya presiden saat ini, Lawless-san."

Kiseki no Sedai sekali lagi tercekat. Mereka menarik nafas panjang seketika. Hanya itu? Sungguh, sesaat mereka berpikir juga kalau itu memang hal bodoh.

"Bisa dibilang Emi-chan haus akan pengakuan. Apalagi menyangkut kakaknya."

"Apa mungkin...."

"Iya. Emi-chan menganggap Hanami itu seperti kakaknya. Tapi sudah kukatakn bukan kalau Hanami memihakku?"

"Bagaimana pun, saat ini. Perusahaan Takahashi dalam keadaan tidak stabil dan dengan ambisi seperti itu, dia mendekati Akashi-kun," timpal Takao.

"Mungkin pepatah 'sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui' itu gambaran jelasnya."

Menjatuhkan [St/n] dari takhtanya dan mengambil alih mahkotanya.

👑

"Faktanya bahwa Takahashi kehilangan kredit dari investor mereka, itu menjadi perhatian mereka. Dan dengan mengandalkan dukungan finansial, mereka mendekati Akashi Corporation yang terhubung langsung dengan [L/n] Group."

"Melalui pernikahan, ya?" Shinju berkata sendiri.

"Namun hal itu sudah tidak mungkin. Tapi kalau Takahashi bisa menjatuhkan eksistensi [L/n], mereka bisa saja berhasil."

"Maksud Ibu soal gosip itu?"

Ume Obaa-sama menghela singkat setelah selesai meneguk bergamount tea miliknya.

Wanita tua itu mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan putri di depannya.

"Kau lah yang hanya memikirkan tentang dirimu sendiri dan membohongi orang-orang di sekitarmu." Masaomi berdiri dari kursi kerjanya, lantas laki-laki yang menjadi Presidir Akashi saat ini berjalan mendekati sofa di depannya. "... menarik orang-orang ke dalam rencanamu dan mengotori nama baik [L/n] Group terlebih pada calon menantuku dengan gosip tak mendasar begitu."

Tubuh Takahashi Emilly menegang. Kakinya mulai berat dan rasanya sulit untuk bernafas.

Lalu, Masaomi melanjutkan, "tindakan seperti itu, hanya mempermalukan nama keluargamu dan kerja keras kakakmu."

"Mulai sekarang, Akashi tidak akan bekerja sama dengan Takahashi dalam hal apa pun." Ucapan Shinju menutup pembicaraan menegangkan ini.

👑

Emilly menatap jauh, menerawang. Langit gelap penuh gemintang di pinggir danau begitu tenang, tapi berbeda dengan keadaan hatinya.

Ia bingung, sekaligus bimbang. Gadis itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi, semuanya sudah berantakan.

Kembali? Ia terlalu takut atau, meminta maaf pada [St/n]? Ia terlalu gengsi untuk melakukan itu.

"Emi-chan...."

Emilly memutar tubuhnya ke belakang, tepat di sana [St/n] sudah berdiri tegak dengan masih menggunakan pakaian yang sama seperti terakhir kali ia melihatnya di kampus, menandakan gadis itu bahkan belum kembali.

"[St/n]-chan...."

Gadis berambut [h/c] itu melangkah perlahan menuruni tangga, mendekati gadis pirang di depannya.

Emilly kembali memutar tubuhnya dan menatap air tenang di depannya. [St/n] lalu berdiri di sampingnya, ikut menikmati angin malam ini.

"Perusahaan jatuh pada masa-masa sulit dan aku tidak sengaja mendengar Onii-sama berbicara tentang hal itu. Aku juga sudah meneliti semua tentang itu."

Emilly memutar lehernya, menatap lurus [St/n] yang menatap datar dirinya. Gadis di depannya menyimak tanpa berkata apa pun bahkan untuk bertanya.

"Dan aku menemukan putra keluarga Akashi bersekolah di Universitas Tokyo... juga dengan dirimu."

Emilly mendengus dan tersenyum miring dan kembali membuang wajahnya. "Awalnya aku memutuskan untuk mendekatinya, tapi begitu berita pertunanganmu dengannya diumumkan, rasanya itu hampir mustahil."

[St/n] merogoh tasnya dan mengambil sebotol minuman dari dalam. Gadis itu membuka tutupnya dan langsung meminumnya.

"Semuanya untuk pengakuan dan kakakmu, 'kan?"

"Itu tidak benar," Emilly menyanggah. Ia memutar kepalanya dan menatap gusar gadis di depannya. "Itu semua untukku. Karena aku memang menyukai Seijuuro-san sejak SMP, tapi kau menghalangiku. Kau terus bersinar dan diakui, sementara aku? Kau tahu apa yang mereka katakan saat melihatku?"

[St/n] masih diam. Sementara suara Emilly sudah naik satu oktaf. Lalu gadis berambut pirang itu melanjutkan, "mereka bilang 'ah, temannya [St/n]-chan, ya?'. Temanmu? Tidak bisakah mereka mengenalku atau yang lainnya tanpa embel-embel seperti itu?"

"Emi-chan, jangan membuat alasan seperti itu. Kau hanya membutuhkan kakakmu," [St/n] berucap tenang.

"Kau tidak akan mengerti, [St/n]-chan."

"Kau hanya butuh pengakuan kakaku. Aku yakin dia akan mendengarmu, karena kau keluarganya...."

"Justru karena aku keluarganya, tidak ada yang bisa kulakukan!" Suara Emilly kembali naik satu oktaf. "Sudah tidak ada yang bisa kulakukan. Tadi juga Presdir Akashi sudah memutuskan hubungan Akashi Corporation dengan Takahashi."

Emilly mendekati [St/n] hingga tersisa beberapa langkah. Lantas gadis itu mengakhirnya, "semuanya sudah berakhir, ini kemenangan telak untukmu. Kau puas?"

Gadis itu memutar tubuhnya dan pergi dengan tatapan kosong. Sorot mata putus asa dan pikiran runyam memenuhi dirinya.

👑

"Bagaimana keadaannya?"

Kiseki no Sedai serempak menoleh ke arah pintu yang berderit dan suara yang langsung menyapa di sana.

Sosok gadis itu melangkah masuk dan mendekati ranjang dimana Akashi muda terbaring di sana dengan selang infus yang menusuk kulitnya.

"Akashi masih belum sadar-nanodayo," jawab Midorima.

"[St/n]...."

Sang empunya nama memutar lehernya ke samping. Tepatnya, ke arah Takao yang mengulurkan shopping bag hitam bertuliskan Dior di sana.

[St/n] menerima shopping bag terkait, lantas melihat isinya. Gadis itu pun bertanya, "untuk apa?"

"Kau seharian ini menggantikan tugas Akashi-kun seorang diri, 'kan? Lihat saja dirimu, kau bahkan belum sempat mengganti pakaianmu."

Ah, Takao benar. Kadang perhatian yang diberikan sepupunya itu selalu menyelamatkannya. Ia bersyukur akan itu, tapi tidak dengan dirinya yang selalu memiliki rencana jahil dalam otaknya.

[St/n] mendengus dan tersenyum kecil. "Terimakasih, Takao."

Selesai mengatakan itu, gadis itu kembali keluar dari ruang rawat Akashi menuju penthouse miliknya yang kebetulan tak jauh dari rumah sakit tempat Akashi di rawat.

Selepas kepergian [St/n], anggota Kiseki no Sedai serempak menghela nafas lega bahkan Takao sendiri. Mereka yang awalnya begitu tampak tegang, sekarang menjadi lebih rileks.

"Akashi, apa tidak masalah melakuman ini pada tunanganmu sendiri-nano ka?"

"Aku yakin dia mengerti." Akashi membuka matanya, lantas ia bangkit dari posisi terbaringnya dan duduk di atas kasurnya. "Bagaimana pun, [St/n] jangan sampai mengetahui hal ini."

"Kau tetap ingin membantu gadis itu setelah semua yang dia lakukan pada [St/n] dan dirimu?" Takao keberatan.

"Dia hanya ingin pengakuan, bukan? Kalau begitu, berikan semua pengakuan yang diinginkannya," Akashi bersikeras.

"Apa kau yakin kalau [St/n] tidak akan pernah disakiti seperti ini lagi, Akashi-kun?"






















Chapter 47 selesai! Heu! Gajadi toh, Akasei malah kecelakaan disini XD wkwkwk

GWS yak Akasei :""" semua menanti dirimu, Nak '-' jangan berikan harapan paslu pada mereka (lageh) :'v

Chapter 48 review! Eh... saia lupa gimana ceritanya BTW :v kalo gak salah (berarti bener, ya XD) masih lanjut ini lah pokoknya :v gitu... yaudah.

Vomentnya, ya 👌
Terimakasih

xoxo,
Kajeh-san-san

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro