Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(42)

♠♠♠

Kali ini apa yang akan kau lakukan padaku, Sei?

Pintu masuk berputar dilewati, Akashi dan gadisnya tepat sudah sampai di dalam butik. Begitu sampai di dalam, dua sejoli ini sudah dihadapkan dengan deretan pelayan.

Akashi tidak melanjutkan langkahnya, ia tetap mematung di depan pintu masuk. Tak lama kemudian, seorang wanita dengan pakaian formal—berbeda dengan pelayan yang berbaris itu—berjalan mendekat.

Wanita itu tersenyum ramah, begitu sampai di hadapan dua sejoli ini. Dia membungkuk sopan. "Selamat datang, Akashi-san," sapa wanita itu. "Semua yang terbaik dari butik kami, sudah kami siapkan."

Wanita itu jalan mendahuli, memberikan arah. Begitu Akashi dan calon istrinya melewati barisan wanita dihadapan mereka. Para pelayan itu membungkuk dan mengikuti dari belakang.

[St/n] mendongakkan kepalanya. Tampak langit-langit butik yang tinggi dengan cahaya dari chandelier yang bersinar remang.

"Sepertinya Anda tertarik, Tuan Putri," sahut Akashi, menggoda.

Gadisnya hanya menyimak. Selang beberapa langkah ia balas menyahuti, "Sei, memangnya kau tidak terlambat?"

"Apa?" Akashi berpikir sejenak kemudian melanjutkan, "oh, soal rapat itu? Tidak."

[St/n] menghentikan langkahnya seketika dan memutar kepalanya melihat pada Akashi dengan perempatan di dahinya.

Akashi memberikan tatapan penuh tanya. Ia kemudian tersenyum miring begitu sadar mimik wajah yang diberikan gadisnya. "Apa?" ucapnya kemudian.

"Jangan bilang kau—"

"Sudahlah, Tuan Putri." Akashi mengabaikan. Ia kembali mendorong tubuh mungil gadisnya itu. Diangkatnya kedua tangannya itu dan diletakkan di atas bahu calon istrinya, ia kemudian setengah berbisik, "anggap saja ini bayaranku karena sudah menemanimu bermain dan saat aku menang waktu itu."

Menang? Waktu itu? [St/n] membatin. Ia berpikir. Oh! Ya, dia ingat! Saat itu—

"Hadiahmu. Saat kau menang nanti."

—saat melawan pemain dari Universitas Kyoto.

Eh? Bukannya Tuan Muda sudah menerima hadiahnya, ya? [St/n] membatin kembali. Wajahnya kini jelas lebih berpikir-pikir—terlihat dari kerutan di dahinya itu.

"Aku belum menerimanya, jadi aku ambil hari ini," jelas Akashi seakan-akan mengerti isi pikiran gadisnya itu.

[St/n] mengembungkan pipi chubbynya. Matanya jelas terlihatan kilatan tidak suka. "Ya, ya, terserah Anda saja, Tuan Muda Seijuro," godanya.

Akashi tertawa kecil.

👑

Setelah mulai mencoba beberapa pakaian yang disiapkan, belum ada satu pakaian pun yang cocok untuk gadisnya.

Sudah hampir lebih dari 30 menit dan [St/n] hanya bolak balik berganti pakaian. Sementara Akashi? Pria itu hanya duduk di sofa tunggu sembari membuka sesuatu dalam tabletnya.

Selang beberapa menit kemudian, Akashi bangkit dari tempatnya—mendatangi Tuan Putrinya itu.

"Bagaimana?" tanya Akashi pada wanita tadi.

Wanita tadi sedikit mengerutkan dahinya dan mencoba tersenyum. "Tuan Putri sudah mencoba banyak pakaian, tapi dirasanya tidak ada yang cocok," jelasnya.

Sreet!

Tirai bergeser. Tapakan kaki yang berasal dari sepatu heels terdengar jelas. Seorang gadis baru saja keluar dari balik tirai merah itu.

Akashi memandang gadisnya itu dari bawah ke atas. Sepatu stiletto heels hitam dan dress formal bergaya victoria berwarna hitam dengan lengan sepanjang atas sikutnya.

Surai [h/c] yang di jepit asal, membuat dirinya terkesan sexy. Akashi tersenyum miring. Ia melangkah beberapa langkah mendekati [St/n], gadisnya itu.

Akashi kembali meneliti tiap inch tubuh gadis itu. [St/n] kembali mengerutkan dahinya, gadis itu mengangkat tangannya dan melambaikannya tepat di depan wajah Akashi.

"Ne, Tuan Muda Seijuro, aku tahu ini tidak sesuai yang kau pikirkan. Tapi, aku lebih nyaman seperti ini."

"Simple is the best," ucap Akashi entah pada siapa.

"Hah?"

"Oke, selanjutnya."

👑

"HAAAH!? KE—"

Akashi mengabaikan tolakkan [St/n], pria itu tetap berbicara pada wanita pemilik salon di depannya. Begitu selesai, pria itu langsung menoleh pada gadisnya itu.

"Apa?" ucapnya polos.

[St/n] memutar bola matanya. "Oh, ayolah, Sei. Tidak perlu melakukan hal merepotkan ini. Bukankah pekerjaanmu lebih penting?" balasnya.

Akashi menaikkan sebelah alisnya. Ia menghela nafas singkat kemudian menjelaskan, "kau akan ikut denganku, aku membutuhkanmu di sana."

[St/n] mendengus. "Aku bisa memberikanmu alat penyadap dan memberikan instruksi dari jauh, kau tidak perlu repot seperti ini," sanggahnya. "Sudahlah, aku akan pergi saja."

Belum sempat [St/n] melangkahkan kakinya keluar, Akashi kembali menahan tubuh kecilnya. Ia menatap lamat-lamat manik [e/c] [St/n].

Gadis itu menatap Akashi datar, biasa. "Sekali ini saja, [St/n]," ucap Akashi, meyakinkan.

[St/n] menghela nafas singkat dan memejamkan matanya sesaat. Ia beikir sejenak tanpa menoleh pada Akashi.

Setelah yakin dengan pilihannya, ia kembali menatap calon suaminya itu dan menjawab, "baiklah, aku akan menuruti permintaanmu kali ini. Puas?"

Akashi tersenyum miring.

👑

[St/n] kembali melangkah keluar. Gadis itu menoleh-nolehkan pandangannya mencari sosok Akashi.

Namun, tanpa disadarinya. Akashi—dari tempatnya duduk—pria itu menaikkan sebelah sudut bibirnya.

Ia bangun dan mulai melangkah. Begitu gadisnya melihat sosok Akashi yang mendekat, gadis itu pula ikut mendekat.

Kini [St/n] dan Akashi saling berhadapan. Gadis itu tersenyum dan dengan jahilnya berucap, "kenapa? Apa segitu berbedanya aku seperti ini, Tuan Muda Seijuro?"

Akashi terkekeh. "Ya, Anda begitu cantik, Tuan Putri," balas Akashi menggodanya. [St/n] memukul pelan dada bidang Akashi. "Sepertinya hampir selesai."

[St/n] menaikkan sudut bibirnya. Tak lama, Akashi memakaikan sesuatu dari balik punggungnya. Perlahan pria itu menyampirkan jas merah yang sepasang dengannya.

"Selesai," timpalnya begitu selesai. Akashi menaikkan sebelah tangannya untuk diraih, kemudian ia berucap, "ayo, Tuan Putri."

[St/n] tertawa kecil sampai menunjukkan deretan gigi putihnya. Ia menerima uluran tangan itu dan mengangguk.

👑

Akashi menatap calon istrinya dari samping. Ia cantik—bahkan sangat cantik! Akashi tersenyum kecil sembari sedikit mengangkat jas yang hanya tersampir begitu saja di bahunya kemudian merangkul gadisnya itu.

Akashi tersenyum-senyum sementara gadisnya bertaut bingung. Namun, [St/n] mengabaikan hal itu—mengabaikan Akashi yang ia tangkap basah tersenyum-senyum sendiri.

Sementara sang empu sebenarnya sadar kala calon istrinya mencuri-curi pandang darinya. Akashi pun tidak pernah melepaskan pandangannya dari gadisnya itu—terlebih tidak rela pula lelaki lain selain dirinya melihat kecantikan gadisnya itu.

Begitu sampai di depan pintu yang dituju, seorang sudah berdiri di sana—menyambut setiap orang yang bersangkutan dengan rapat ini.

"Selamat siang, Tuan Muda Akashi, Tuan Putri [L/n]," sapanya. [St/n] membalas dengan tersenyum dan membungkuk sopan.

Pelayan itu membuka pintu ruangan menuju ruang rapat. Pelayan yang terlihat hanya sekitar berumur 30-an tahun itu tak henti-hentinya tersenyum sembari menatap [St/n].

Akashi yang sadar akan hal itu segera merapatkan rangkulannya dari Tuan Putrinya itu kemudian menatap pelayan itu penuh ancaman.

Pelayan itu seketika menelan salivanya kasar—gugup hanya dengan melihat mata Akashi yang memancarkan kilatan penuh intimidasi.

Begitu sepasang sejoli ini menjauh dari pintu masuk, [St/n] membatin, bahkan disaat semua orang menganggap ini liburan, dia malah sibuk bekerja.

"Selamat siang, Akashi-kun," sapa pria paruh baya padanya. Pria itu menepuk bahu Akashi kemudian bersalaman dengannya.

Akashi membalas, "selamat siang, Miyazono-san. Sepertinya sudah lama kita tidak bertemu, ya?" dan tersenyum.

Pria yang dipanggil Miyazono terkekeh. "Sudah 5 tahun, ya? Oh, dan wanita di sampingmu ini…." Miyazono menoleh pada [St/n] dan tersenyum ramah, bersahabat.

"Hajimemashite, watashi wa [F/n]," balas [St/n] memperkenalkan.

"Ah! Calon istrimu itu." pria itu terkekeh bersamaan dengan Akashi yang tertawa kecil sembari merangkul gadisnya lebih erat—tidak ingin dirinya tiba-tiba gadis itu menghilang apalagi lepas lagi dari pandangannya. "Baiklah, ayo kita mulai."

Pria itu berbalik dan pintu besar yang tepat di depannya terbuka otomatis. Dalam keheningan sebelum sampai pada tempatnya, [St/n] kembali bertanya, "apa yang akan kulakukan selama kau rapat?" dengan nada setengah berbisik.

"Duduk dan perhatikan." Itu dijawab dengan sangat singkat, jelas, dan padat—tidak lupa dengan nada suara yang terkesan datar dan dingin.

Gadis itu mengangkat sebelah alisnya dan menghelakan nafasnya kemudian membatin, pasti akan jadi sangat membosankan.

[St/n] tersentak kaget begitu sadar kala dirinya sudah di dalam ruang rapat yang terisi sekitar dua puluh dua orang laki-laki berjas rapi duduk mengelilingi meja besar.

Gadis itu kembali menghela nafasnya pelan sembari asal menoleh selain memandang deretan laki-laki di hadapannya.

Ia menyesali keputusannya untuk pasrah dan tetap ikut pada Akashi—seharunya ia lebih tegas untuk menolaknya—dan kini dirinya menjadi pusat perhatian.

Akashi duduk tepat di tengah dan memberikan isyarat pada [St/n] agar duduk tepat di sampingnya. Gadis itu pun menurut.

Rapat dimulai, seorang pria kini berdiri dan memulai presentasinya.

Awalnya [St/n] berusaha mendengarkan dan kemudian langsung merasa bosan dengan masalah pokok diskusi itu.

[St/n] menghela nafas singkat dan mulai memainkan kuku-kuku jari tangan kananya, sementara tangan kirinya ia buat untuk menopangkan dagunya.

Gadis itu membatin, masalah ini lagi?

Jenuh rasanya mendengar diskusi yang hanya berisi dengan keuntungan mereka masing-masing. Lahan seluas hampir satu hektare itu hanya akan dimanfaatkan untuk keuntunngan mereka saja?

Astaga! Mereka sudah punya tahta, kemudian harta. Apa itu bekum cukup? Apa tidak sebaiknya lahan itu dimanfaatkan untuk hal yang lebih baik bukan hanya untuk mereka tapi orang lain?

"Bagaimana? Dengan begitu—"

"Dengan begitu pengeluaran akan semakin bertambah, setiap perusahaan yang bergabung pula harus terus menyalurkan dana mereka. Kalau pun pembangunan dibatalakan karena kurangnya dukungan, apa Anda yakin untuk mengembalikan dana itu?"

Semua laki-laki dalam ruangan itu membenarkan posisi mereka duduk dan menarik nafas dalam-dalam.

Kesimpulan itu diucapkan dengan sangat mudah, terdengar datar dan cuek. Bahkan saking terlihat tidak pedulinya, saat kalimat itu terlontar—[St/n] masih sibuk memainkan kuku-kukunya.

Akashi tersenyum tipis. Tak lama presentasi kembali dimulai—kali ini oleh orang yang berbeda.

Setelah kejadian yang tadi, kini banyak pria yang mencoba curi-curi pandang pada gadisnya itu. Sementara saat Akashi melirik gadisnya itu, [St/n] tengah memperhatikan presentasi dengan pose yang sama dengannya.

"Kalau seperti ini—"

"Kalau seperti itu sudah sangat biasa. Lagi pula tempat perbelanjaan seperti itu sudah banyak, 'kan?"

Kalimat yang di utarakan sama lagi. Kali ini semua pria di dalam ruang rapat tertawa kecil, sementara pria yang tengah memaparkan hasil presentasinya menunduk.

"Tapi sepertinya ada yang lebih bagus…."

👑

Rapat pun akhirnya selesai. [St/n] dan Akashi berdiri dan saling bersalam-salaman dan melempar senyuman ramah.

"Tuan Putri, ide yang Anda buat dalam waktu sesingkat itu benar-benar luar biasa. Saya tidak pernah berpikir akan menggabungkan semua ide itu," ucap pria paruh baya tadi, Miyazono.

[St/n] terkekeh. "Ya, saya sendiri pun sebenarnya hanya berpikiran sederhana," balasnya.

"Kalau begitu, saya mohon kerjasamanya." Miyazono menjabat tangan [St/n] dan tersenyum, gadis itu pun membalasnya.

Setelah semua pria berjas rapih itu keluar, kini menyisahkan sepasang sejoli ini—Akashi dan [St/n].

Akashi merangkul gadisnya itu dan mengelusnya lembut. Tanpa menoleh ke arah sang empunya, [St/n] berucap, "kau membawaku untuk ini, Sei?"

Akashi menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum. "Menurutmu?" balasnya bertanya.

"Permainan yang bagus Tuan Muda, Anda bermain dengan sangat mulus."

"Terima kasih, Tuan Putri." Akashi balas menggodanya. "Ini juga permintaan orang tua Anda, Tuan Putri [St/n]."

[St/n] menghela nafasnya pelan. "Ya, aku yakin setelah mendengar penolakanku dengan alasan kau tidak mengizinkanku keluar kecuali bersama denganmu, mereka pasti meminta langsung padamu saat itu, 'kan?" simpulnya.

Akashi tertawa pelan sembari sedikit mendorong tubuh mungil calon istrinya itu untuk keluar ruangan. Ia kemudian menyahuti, "itu kesimpulan yang luar biasa, Tuan Putri. Saya kagum dengan kemampuan Anda." Dengan menggodanya.

👑

Kegiatan Akashi tidak sampai di sini. Kini tanpa [St/n] sadari, dirinya terus dibawa kemana pun kaki Akashi melangkah.

Begitu sampai di sebuah restoran mewah, tepat di depan pintu restoran itu—bodyguard yang menjaga kedua sejoli ini segera berbaris di depan pintu.

Sebelum dua sejoli ini memasuki ruangan, Tanaka, pelayan baruh baya yang sudah bekerja lama di keluarga Akashi keluar.

"Selamat siang, Tuan Muda Akashi dan Tuan Putri [L/n]," pria itu menyapa dengan senyuman di wajah berkerutnya. "Tuan Besar dengan yang lain sudah menunggu."

Akashi mengangguk dan balas tersenyum. Sementara, [St/n] yang tidak mengerti apapun hanya mengerutkan dahinya.

Gadis itu berbisik, "tunggu! Jangan bilang ini—"

"Pertemuan keluarga," sela Akashi cepat.

Setelah menyela seperti itu, Akashi mulai melangkah masuk. Pintu restoran yang terbuka otomatis itu seketika menampakkan pemandangan restoran mewah.

Restoran mewah di atas kapal pesiar mewah. Langit-langit tinggi restoran yang berhiaskan cahaya indah dari chandelier baccarat mewah menerangi ruangan.

Alas restoran yang berlapis karpet merah lembut berpola simetris. Sejauh mata memandang, semua meja hampir terisi penuh.

Ruangan tidak terlalu sepi, sesekali suara canda tawa dari pengunjung restoran terdengar saling bersahut-sahutan di sana sini.

Begitu sepasang sejoli ini sampai tepat di meja tengah restoran, keduanya membungkuk sopan. Kemudian Akashi menyapa, "maaf aku terlambat, Otousan."

Tuan Besar Akashi, Masaomi, mengangguk sembari menyunggingkan senyuman tipisnya. Ia kemudian mempersilahkan keduanya untuk duduk.

Dengan gentlenya, Akashi menarik salah satu kursi tepat di mana gadisnya itu akan duduk. Gadis itu pun hanya mengikuti alurnya saja, tetap dengan senyuman terpampang di wajahnya.

"Bagaimana hasilnya, Seijuro?" tanya sang ayah, Masaomi.

"Semuanya sesuai yang Otousan inginkan," Akashi menjawab.

Masaomi mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagus, dengan begitu kita akan mudah mengendalikan mereka," ucapnya kembali. Ia kemudian menolah pada [St/n], calon menantunya itu. "Sesuai yang kuharapkan dari gadis belia keluarga sahabatku."

[St/n] tersenyum simpul. Begitulah keluarga Akashi dan [L/n]. Manajemen bisnis yang mereka lakukan sangat mulus dan berhasil tanpa diduga.

Kalau keluarga [L/n] dengan menggenggam rahasia setiap perusahaan, menyudutkannya kemudian menyerangnya langsung. Berbeda dengan keluarga Akashi yang selalu bermain halus.

Mereka hanya duduk tenang, memberikan penawaran yang menarik kemudian mengambil alihnya dari dalam—mengendalikannya langsung tanpa diduga.

"Oh, bagaimana soal proposal rencana keuangan itu?"

"Aku memilih perusahaan-perusahaan dari pelanggan [L/n] Group dan Akashi Corporation, semuanya memberikan respon yang baik."

"Aku senang mendengarnya dan itu proposal yang mengesankan," puji Masaomi sembari melemparkan senyumannya.

[L/n] balas tersenyum dan mengucapkan, "arigatou gozaimasu." Kemudian sedikit menundukkan kepalanya.

"Pastikan ini selesai sebelum hari pernikahanmu dan Seijuro," tambah Masaomi.

"Otousan tidak perlu khawatir. Aku juga akan membantunya, pasti."

👑

Cabin Akashi Suite kini tampak gelap, hanya seberkas cahaya kebiruan rembulan yang menyusup melalui celah jendela beranda besar.

Tepat di atas kasur berukuran king size—tepat dimana [St/n] dan Akashi tidur bersama—yap! Tidur. Bersama.

Namun, ada yang aneh!

Akashi menghelakan nafasnya untuk kesekian kalinya. "Kalau seperti ini sama saja, 'kan?" sahutnya.

"Karena persyaratan keduamu aku tidak boleh tidur di sofa, jadi anggap saja ini pisau keduaku," balas gadis di sebrangnya.

Di sebrangnya? Ya, tidak salah jika Akashi menganggap gadis itu kini di sebrangnya walaupun berada di atas kasur yang sama.

Akashi menyembulkan kepalanya melalui susunan bantal yang menengahi dirinya dan [St/n]. Ia kemudian berucap, "tapi tidak sampai seperti ini juga, [St/n]."

Gadis itu ikut menyembulkan kepalanya, tubuhnya setengah tengkurap di atas kasur. "Tidak sampai kita menikah," tuntasnya.

[St/n] kembali terbaring, membelakangi Akashi. Sementara sang empunya melemparkan tubuhnya begitu saja di atas kasur sembari menghelakan nafasnya kembali.

Sebenarnya bisa saja ia menyingkirkan bantal-bantal itu diam-diam. Namun, saat gadisnya tiba-tiba terbangun tengah malam—pasti dia akan langsung pindah ke sofa.

"Baiklah, aku tidak akan menyinkirkannya. Tapi, kau harus berjanji tidak akan pindah. Oke?"

[St/n] menggeram sebagai jawaban.

Akashi menyeringai tanpa [St/n] sadari. Tentu saja Akashi akan melakukan apapun untuk menyingkirkan bantal-bantal itu hanya untuk melihat wajah pagi calon istrinya.

Akashi kembali menyembulkan kepalanya. "[St/n]," panggilnya lembut.

Perlahan [St/n] membuka maniknya yang nyaris terpejam itu, ia sedikit menoleh kemudian pada Akashi.

Tiba-tiba Akashi mengecup singkat bibir tipisnya itu dan tersenyum kemudian berucap, "oyasumi no kissu."

[St/n] tersenyum tipis dan kembali memutar kepalanya kemudian tertidur. "Oyasumi, Sei. Sebaiknya kau cepat tidur juga, besok pagi kita sampai dan langsung kembali ke Jepang," balasnya.

Akashi kembali pada posisinya dan mulai memejamkan matanya.
















Chapter 42 owari! Booyeah! Ini last day di kapal pesiar :3 setelah itu kita langsung kembaleh ke Jepang~

Bagaimana dengan chapter ini? Ada kritik dan sarannya? Silahkan di kolom komentar saja yak 😋

Heuheuheu~ sepertinya saia menghilang terlalu lama, ya, gaes 😂 maap keun, maap keun. Jadi Kajeh-kun punya kebijakan baru 😐 saia bakal update cerita ini kalo yang baca udah nembus 100 orang (di chapter terbaru dan khusus book ini) 🙂 dah gitu aja 😂😂😂

Next chapter review! Naaah! Karena dua minggu lagi Reader-tachi dan Akasei menikah. So, Reader-tachi bakal pinda rumah~ ke mana? Rumah besar Akashi di Tokyo :3 dan bakal ada beberapa trouble yang saia buat ;3 naaah! Dan troublenya itu bakal ngejelasin tentang masa lalu Reader-tachi yang mungkin Reader-tachi gak sadarin selama baca cerita ini padahal udah jelas, lho ;3

And then, mungkin bakal banyak tambahan OC '3' nah, OC-nya itu diposisiin sebagai sahabat Reader-tachi, yak! 😋

Tolong tinggalkan jejaknya, kawaaaand~

Terima Kasih

Neko Kurosaki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro