Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(39)

♠♠♠

"Maaf sebelumnya. Tapi apa Okaasama jarang berbicara dengan Seijuro-kun?"

Begitu pertanyaan yang polos dan diucapkan dengan amat datar itu meluncur keluar-Shinju tidak langsung menjawabnya.

Wanita tiga puluhan tahun itu menimbang-nimbang, antara menjawab jujur atau tidak.

"Sepertinya begitu, ya?" [St/n] tersenyum lembut. Kemudian ia kembali berucap, "Seijuro itu...."

Ia membalikkan tubuhnya. Menatap pesona lautan malam diterpa angin lautnya yang menyapu lembut.

Deru nafasnya teratur, dirinya jelas menikmati suasana malam ini. Shinju yang penasaran dengan lanjutan kalimat calon menantunya itu, mendekat.

"Orang yang paling peduli pada orang lain ketimbang dirinya, keyakinannya kuat, terlebih mental pemenangnya itu." [St/n] terkekeh. Seketika pandangannya melembut. "Namun, ia sedikit rapuh. Selalu ragu untuk memulai apa yang ia inginkan, karena itu ia sangat menyayangi ibunya. Karena hanya beliau yang selalu mendorongnya melakukan apa yang ingin ia lakukan."

[St/n] menatap Shinju lamat-lamat. Senyuman lembutnya kembali ia rekahkan lebih lebar. Dan berucap dengan yakin, "mungkin aku sedikit tidak sopan soal ini. Tapi, kalau tidak ada yang memulainya lebih dulu. Lalu siapa lagi?"

"Entah bagaimana kau tahu aku sedikit ragu menitipkan putraku padamu. Tapi, aku bisa mulai percaya padamu." Shinju menundukkan kepalanya. Pandangannya sedikit sendu. "Arigatou, [St/n]-san."

[St/n] tersenyum penuh arti.

👑

Suara hembusan nafas yang terdengar sangat malas berulang kali terdengar. Panas matahari yang menusuk lautan, benar-benar terasa panas.

[St/n] menghembuskan nafasnya untuk kesekian kalinya. "Kenapa panas sekali di sini?" ucapnya.

Sementara Akashi duduk tenang di sampingnya sembari membaca buku. Lalu gadisnya itu? Saking malasnya ia hanya menopangkan dagunya tepat di penyandar kursi di belakangnya sembari menatap kotak taman mawar di sana.

"Itu alasanmu untuk tidak ikut atau apa, [St/n]?"

[St/n] menggeram. Berpikir jawaban yang sedikit logis. Yap! Memang sejujurnya ia tidak ingin melakukan hal ini kalau tidak di paksa.

Dan ini masih pagi!

Tepat di bawah pohon besar, di dalam hutan buatan di atas kapal pesiar mewah ini. Disitulah [St/n] dan Akashi berada.

Juga beberapa juru foto dan maid yang menyuguhkannya entah itu kudapan manis atau hanya melaporkan untuk segera mengambil tempat untuk foto.

"Lagi juga, kenapa sekarang?" tanyanya kembali.

"Lebih cepat lebih baik, [St/n]. Para orang tua akan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, termasuk kau dan aku."

[St/n] menggeram kembali. Houl! Kenapa Akashi selalu memiliki jawaban atas pertanyaannya?! Rasanya menyebalkan.

"Kan bisa formal, di dalam ruangan gitu misalnya."

"Karena kita ada di luar. Konsep outdoor akan bagus, banyak spot menarik yang bisa dimanfaatkan, [St/n]."

Lagi-lagi Akashi menjawabnya. Bahkan tanpa menoleh ke arah tunangannya-ralat, calon istrinya itu-sedikit pun.

Sekali lagi, [St/n] menggeram. Ia tidak mau kalah. Kembali ia berpikir pertanyaan lain. Namun, Ah! Sudahlah! Ia menyerah. Tidak ada pertanyaan lain yang bisa ia pikirkan.

[St/n] pun begeming, diam. Tangannya iseng entah membuat apa dari bunga-bunga itu. Dan tanpa sadar, dirinya membuat sebuah flower crown bunga mawar.

Ia tersenyum simpul kemudian mendekatkan dirinya pada Akashi. Akashi pun menoleh dan hanya diam saja melihat kelakuan tuanangannya itu.

Begitu selesai memakaikan flower crown tepat di atas kepala Akashi, [St/n] tersenyum senang. "Oh, cocok denganmu," ucapnya bahagia.

Akashi menutup bukunya kemudian menatap [St/n] lamat-lamat. Semakin lama ia tatap gadisnya itu, entah kenapa semakin menggoda dirinya.

Rasanya begitu senang melihatnya tersenyum seperti itu. Begitu berharga senyumannya itu. Begitu ingin terus dirinya melihat senyuman itu.

Cekrek!

"Oke, bagus. [St/n]-san." seorang juru foto wanita berucap senang. "Ini jadi foto candid yang bagus."

"[St/n]-san, waktunya berganti pakaian!" teriak seorang wanita lain.

[St/n] mengembungkan pipinya yang chubby. Malas rasanya ia beranjak dari tempatnya sekarang. Sejujurnya, begitulah.

[St/n] berjalan menuju ruang ganti pakaian dengan langkah malasnya. Dress sepanjang atas lutut yang ia kenakan, kini sebentar lagi akan berganti dengan sebuah gaun.

Padahal pernikahan mereka masih hampir tiga minggu lagi. Namun, pengambilan foto Pre-Wedding mereka hari ini.

Benar-benar keluarga Akashi itu, selalu siap dengan semuanya bahkan disaat-saat mendadak seperti ini. Namun, ibundanya pun tidak heran dan malah mendukungnya mempercepat persiapannya.

Apa akan sebesar itu acara pernikahannya? Apa akan ada banyak wartawan atau reporter yang kelak akan meliput pernikahannya? Kenapa harus semerepotkan ini persiapannya? Begitulah segilintir pertanyaan dalam benak gadis itu.

Tak lama setelah berganti pakaian dan riasan wajah, [St/n] keluar dengan mengenakan ball gown dress berwarna putih.

Begitu berbagai pandangan dari orang-orang di sekitarnya melihat dirinya, mereka terperangah. Benar-benar sosok seorang Tuan Putri.

Setelah perusahaan Kuraudia Corp. bekerja sama dengan Disney untuk membuat koleksi gaun pengantin berwarna-warni seperti dalam dongeng.

Kini bekerja sama dengan [L/n] Group dan Akashi Corp. untuk persiapan pernikahan putra dan putrinya ini.

[St/n] mengenakan gaun khas Putri Cinderella berwarna putih yang saat [St/n] tanya harganya sekitar US$3.600. Gila? Memang! Apalagi ini hanya sekali pakai untuk foto Pre-Wedding.

Begitu [St/n] mulai melangkah, beberapa orang di depannya membuka jalan. Lalu apa di depannya? Tepat, Akashi berdiri membelakangi sang gadis.

Akashi membalikkan tubuhnya. Netra sang gadis kini menatap Akashi dalam balutan tuksedo Prince Charming berwarna putih.

Surai red pinkish yang biasanya bisa menutupi hampir matanya itu, kini disisir menyamping.

Akashi maju beberapa langkah, kini dirinya berhadapan langsung dengan sosok sejati seorang Tuan Putri dari negeri dongeng.

Akashi mengulurkan tangannya dan gadisnya itu menerima uluran tangannya itu. Tanpa diduga, Akashi mengecup punggung tangan nan mulus milik calon istrinya itu.

Ia kemudian berucap, "you're so beautiful, Princess."

[St/n] tertawa kecil. "Thank you, Mr. Akashi."

Tanpa mereka sadari, beberapa juru foto disekitar mereka telak mengambil foto sang gadis dengan calon tunangannya.

Foto candid yang benar-benar bagus.

Waktu pengambilan foto di mulai kembali. Berbagai macam gaya pasangan sejoli ini tampilkan.

Entah saat Akashi menggendong Tuan Putrinya itu dengan gaya bridal style, bergandengan tangan turun dari tangga, atau tengah berdansa di tengah hutan mereka berikan.

Bukan hanya gaya-gaya romantis, bahkan saat memberikan gaya yang sama seperti menyilangkan tangannya maaing-masing, tengah berhadapan di atas meja, atau barang kali mungkin [St/n] tengah duduk dan Akashi berjongkok di hadapannya.

Semua yang mereka tampilkan begitu banyak memberikan pemandangan yang berhasil membuat banyak pria dan wanita terkagum-kagum bahkan iri.

Tak heran mungkin berhasil membuat banyak wanita yang berpikir ingin cepat menikah. Sementara para prianya berharap mendapatkan wanita seperti [St/n]. Lebih tepatnya, ideal seperti dirinya.

Setelah larut dalam pengambilan foto. Akhirnya [St/n] mencapai batasnya. Saat tengah beristirahat, justru gadis ini malah tertidur pulas.

Akashi menolehkan pandangannya. Netranya mendapati tunangannya itu tengah tertidur dengan tangan yang ia silangkan di atas penyandar kursi yang tidak terlalu tinggi dan ditopangkannya kepalanya di sana.

Surai [h/c]nya yang sudah berubah model, kini tergerai. Menutupi sebagian kecil wajahnya. Deru nafasnya begitu teratur, wajahnya benar-benar terlihat alami seperti tidak menggunakan make up yang tebal.

Atau memang faktanya seperti itu?

Akashi melepaskan jas hitamnya-yang beberapa saat lalu sudah ia ganti untuk pemotretan lain-ia lingkarkan jasnya itu di belakang tunangannya.

Selepasnya, ia singkirkan helaian rambut yang menutupi kelopak mata lembutnya itu dengan lembut.

Akashi ikut menyilangkan kedua tangannya di atas penyandar kursi, kini ia mematung-menatap tunangannya dengan segala kelembutannya.

Beberapa kali ia terkekeh kemudian menyentuh lembut pipi chubby [St/n]. Lalu pria ini bergumam, "seandainya dia benar-benar mencintaimu, aku tidak akan melakukan ini demi senyumanmu itu, [St/n]."

Sebaiknya kubuat dia tertidur selamanya daripada mengetahui nantinya dia menyakitimu, [St/n].

👑

Acara pemotretan sudah usai sejam yang lalu. Kini digantikan dengan waktu free time. Begitu pula dengan [St/n].

Gadis ini hanya menghabiskan waktunya dengan mengambil beberapa foto close up entah itu anak kecil atau orang tua yang tengah menikmati pemandangan taman buatan ini.

Kini pakaiannya telah berganti dengan pakaian yang begitu santai. Hanya mengenakan kemeja merah panjang ditambah celana balon pendek. Jenjang kaki putihnya berbalut kaus kaki panjang berwarna hitam ditambah sepatu cone heels merah. Bahkan tidak lupa ia mengenakan topi segi delapannya yang senada dengan bajunya itu.

Gadis itu benar-benar mirip seperti anak kecil. Berlari kesana kemari mengambil gambar melalui lensa kameranya, tidak jarang pula ia ikut kerumuman anak-anak kecil bahkan ikut bercanda ria.

Kisedai dan Kagami yang melihatnya terheran-heran. Benar-benar sebuah kejutan melihat manajer mereka yang begitu berbeda.

Sementara Akashi berdiam diri menatap calon istrinya dari kejauhan. Ia pula sudah berganti dengan pakaian santai. Hanya kemeja dengan rompi abu-abu.

"[St/n]!" panggil Takao, atau lebih tepatnya berteriak memanggil sepupunya.

Begitu netra sang gadis menatap Takao, dengan timing yang tepat, Takao berhasil mengambil foto candid dirinya.

Begitu selesai, Takao, sepupunya itu menilik hasilnya. "Yang ini bagus, lho, [St/n]," ucapnya bangga.

"Kau benar, nanti kirim fotonya untukku," timpal [St/n] menatap layar kamera Takao.

"Ayo, foto denganku, [St/n]."

[St/n] menatap Takao dan menyeringai jahil. "Wah, tidak biasanya kau memintaku berfoto bersama, Kazunari-san," godanya.

"Ayolah, sudah lama 'kan, terakhir kita berfoto bersama?"

[St/n] terkekeh. "Baiklah, baiklah."

Takao membalik lensa kamera mirrorless miliknya, kemudian mulai memposisikannya sedikit tinggi mengarah ke padanya dan sepupunya.

Pose-pose awkward mereka berikan. Entah [St/n] yang menyeringai dan Takao yang melirikkan ekor matanya tajam atau saling memberikan muka bodoh.

"Kalian hanya asyik foto berdua saja-ssu!" teriak Kise tidak terima.

Takao dan [St/n] saling tatap kemudian mereka tertawa kecil. "Kise-kun kalau mau katakan saja. Oh, aku juga belum pernah berfoto denganmu," sahut [St/n].

"Silahkan saja-ssu!" jawab Kise cepat.

"Wah, sepertinya akan banyak yang iri karena aku berfoto dengan model tampan." [St/n] berjalan mendekati Kise. Kise pun sudah siap dengan posisi tampan super modelnya itu.

Masih menggunakan kamera yang sama-hanya saja pemiliknya yang berbeda-Kise mengangkat tinggi kamera mirrorless itu dan mengarahkan lensanya pada dirinya dan manajernya itu.

Oh, yang benar saja! Senyuman model itu benar-benar [St/n] sukai. Ya, dalam hal ini hanya didefinisikan sebagai suka karena kagum. Tidak lebih.

"Oi, Kise! Jangan ambil start lebih dulu!" Kagami berteriak tidak terima.

Kini Kise, Takao, dan [St/n] tertawa kecil sembari melambaikan tangannya. Berteriak mengajak mereka untuk bergabung.

Kecuali Akashi, tentunya. Ia lebih memilih melihat bagaimana teman-temannya bersenang-senang. Toh, dirinya sudah cukup untuk hari ini.

Paling tidak ini bisa saja menjadi hari terakhir [St/n] bisa bersenang-senang sebebas ini bersama sepupu dan kawan-kawannya. Toh, sebenar lagi mereka menikah dan pastinya Akashi lebih memiliki waktu yang banyak berdua.

Dan mengingat masalah yang ia buat. Ia harus segera menyelesaikannya.

Tanpa pria bermanik crimson ini sadari, Aomine ternyata belum pergi dari sampingnya.

Aomine menatapnya biasa kemudian berucap, "kau tidak ikut?"

Akashi hanya menggelebg sebagai balasan, tak lama Aomine berlari kecil mengikuti koloni narsis yang tengah berfoto-foto bersama.

Akashi menghela nafas. Paling tidak ini cukup membuatnya senang selama [St/n] dan kawan-kawannya senang. Itu saja.

"Sei."

Suara seseorang menyapa di belakangnya. Refleks Akashi berbalik lalu pada saat itu juga, sebuah jari menunjuk ujung bibirnya.

"Satsuki."

Momoi, kekasih Akashi itu. Tersenyum lembut sembari memejamkan maniknya sesaat kemudian ia buka kembali.

Jari yang ia letakkan di depan bibir Akashi, segera ia turunkan kemudian berucap, "syukurlah itu kau."

Akashi hanya mengangguk, tidak menimpali dengan apapun. Kini pandangannya berbalik kembali menatap teman-temannya dan calon iatrinya yang tengah bercanda tawa ria.

"Selamat, ya, atas pernikahanmu." Momoi berusaha tersenyum. Namun, tebersit rasa sakit menyerang hatinya saat berucap.

Akashi tidak menjawab. Hanya bergeming, diam. Momoi kemudian melanjutkan, "sepertinya dia gadis yang baik. Dia sepertinya menyukainya juga."

Akashi hanya tersenyum. Masih menatap calon istrinya itu. Jauh di sana, gadis itu tertawa lepas bersama kawan-kawan pelanginya.

"Tapi, Sei...." Momoi menatap Akashi, seakan-akan berharap sesuatu. Kemudian melanjutkan, "apa kau juga benar-benar menyukainya?"

Tidak, tidak tahu. Akashi tahu itu jawaban yang tidak jelas. Ia memang menyukai [St/n]. Namun, disisi lain. Ia juga menyukai Momoi dalam artian istimewa.

Ironis? Memang. Ia menyukai dua orang di waktu yang bersamaan. Dan kedua orang itu... kini-

-berada di hadapannya.

Sebagian dari dirinya mengharapkan sesuatu dari [St/n]. Namun, sebagian lainnya-tertinggal dalam diri Momoi.

Satu hal yang Akashi ketahui. Dirinya yang lain jelas benar-benar menyukai [St/n]. Namun, entah kenapa ia merasa dirinya yang lain itu membenci Momoi.

Sebagian ingatan dari dirinya yang lain, ia tahu. Namun, entah kenapa rasanya ada yang disembunyikannya. Dan satu hal yang ia tahu, Momoi mengetahui alasan ini.

Untuk sesaat, saat menatap Momoi. Akashi melihat pandangan gadis bersurai gulali itu lamat-lamat sedikit takut. Mengkhawatirkan sesuatu.

Tapi apa?

"Sei."

Chu!

Akashi yang baru saja ingin menoleh tiba-tiba saja langsung diberikan kecupan hangat yang mendadak dari Momoi.

Kecupan itu begitu singkat. Selepas Momoi mengecupnya, ia berucap, "apa kau masih menungguku, Sei?"

Pandangannya begitu terlihat rapuh, senyumannya mengartikan mengharapkan suatu hal yang ia tahu pasti jawabannya.

Akashi-tidak tahu pasti-apa ia menunggunya atau apa?

Disisi lain, begitu [St/n] selesai tertawa lepas, ia teringat sesuatu. Yap! Calon suaminya itu-Akashi-hampir saja sosok itu ia lupakan.

"Aku panggil Seijuro dulu-"

"Eiiits, tunggu dulu, Tuan Putri!" Takao sigap menghentikan langkah sepupunya itu. Tangannya ia angkat dan diletakkannya di atas kedua bahu tunangannya.

Takao memutar tubuh mungil [St/n] dan mendorongnya pelan, menjauh. Takao sedikit mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga [St/n].

Ia berucap seakan berbisik namun masih terdengar jelas, "ada tempat yang harus kau datangi."

[St/n] menaikkan sebelah alisnya, bingung. Takao yang mebgetahui reaksi itu segera melanjutkan, "tempat yang kau suka"

Manik [e/c] sang gadis berbinar-binar. Dia menatap Takao penuh harap agar segeranya sang empu mengantarnya ke sana.

Dengan merangkul [St/n], sepupunya itu, Takao melangkah semangat. Kemudian ia berteriak menyerukan seperti anak kecil, "yosh! Pemberhentian berikutnya Taman Mawar!"

"Hey! Kalian seperti anak kecil saja-nanodayo," goda Midorima diselingi membenarkan posisi kacamatanya itu.

Tak lama kemudian, Kisedai bersama Kagami berjalan mengikuti kedua orang bak sodara kembar ini.

Aomine yang sedikit terheran mematung. Entah apa memang perasaannya saja atau sepertinya Takao berusaha menyembunyikan sesuatu, mungkin lebih seperti mengalihkan perhatian sepupunya itu.

Apa mungkin-!

"Aomine-kun, kau ikut atau tidak?" Kuroko bertanya polos, memastikan Aomine sadar agar tidak tertinggal langkah.

Tanpa menjawab apapun, Aomine melangkah-menyamakan langkahnya dengan Kuroko.

Begitu sampai tepat di samping bayangannya itu. Kuroko tetiba bertanya dengan wajah datar khasnya itu, "Aomine-kun, belakangan ini kau sering melamun. Ada apa?"

Aomine menghelakan nafasnya. Sudah saatnya ia menjelaskan apa yang waktu itu ingin ia jelaskan.

"Kuroko, seharusnya aku sudah menceritakan hal ini dari dulu...." Aomine menahan kalimatnya sesaat. Meyakinkan dirinya untuk bercerita. Begitu yakin, ia melanjutkan, "ini soal... Satsuki."

👑

Saat Takao dan [St/n] tengah bercanda ria. Tiba-tiba saja sesosok gadis menghampiri mereka. Sosok yang mereka kenal, Kurumizawa Senri, sepupu Akashi.

"Ano, [St/n]-san, aku minta maaf."

Eh!?

[St/n] terperanjat. Ia sedari tadi menghentikan langkahnya menunggu Senri mengucapkan sesuatu. Namun, dirinya tidak menyangka malah kata maaf yang keluar dari mulut gadis itu.

"Apa kau memaafkanku karena kelancanganku saat itu?" ucapnya kembali.

Waktu itu? Oh, saat ia hendak memukul sang gadis. [St/n] ingat, tapi dia tidak terlalu mempedulikannya atau mempermasalahkannya sedikit pun.

Lagi pula gadis itu belum benar-benar memukulnya, kan? Lalu untuk apa ia minta maaf?

Senri yang sedikit gugup tiba-tiba saja menjulurkan tangannya untuk di jabat. [St/n] pun menjabat tangan gadis itu hangat dan tersenyum.

Ia akhirnya menjawab, "aku tidak terlalu mempermasalahkannya, jadi lupakan saja."

Senri terpaku, sedikit terkejut. Berbeda dari gadis yang biasanya kalau tunangannya di goda atau ganggu atau juga bahkan dirinya di remehkan akan marah. Justru gadis ini-

-tidak benar-benar marah.

"Maafkan aku karena mengambil sepupumu."

Senri tertawa kecil. Dengan tangan yang masih saling menjabat itu. Dia tersenyum pada [St/n]. Rasanya ternyata [St/n] benar-benar menyebalkan, tapi yang diucapkannya memabg benar.

Sesaat setelah saling melepas jabatan, [St/n] menawarkan Senri untuk ikut dengan koloninya-bergabung untuk pergi ke Taman Mawar yang Takao beritahukan.

Namun, Senri menolak dengan sopan. "Maaf, aku ada urusan. Terima kasih karena sudah menawarkanku, [St/n]. Aku permisi dulu." Selepas berkata seperti itu, Senri pergi.

Terkadang orang meminta maaf bukan untuk mengharapkan bahwa dirinya dimaafkan, melainkan dipandang dari sisi yang lain itu hanya untuk keegoisan diri mereka agar mereka merasa lega.

Namun, disisi lainnya. Orang itu hanya tidak ingin hubungan yang mereka sudah buat dengan baik tiba-tiba terputus hanya karena hal sepele.

Makannya kenapa [St/n] jarang sekali memikirkan kesalahan orang lain padanya. Ia lebih monoton memikirkan kesalahan dirinya. Toh, selama ia membungkuk maaf bisa memperbaiki hubungannya dengan orang lain, itu sudah cukup menjadi alasan egoisnya sendiri.

"Dia aneh," sahut Takao tetiba.

"Kenapa?"

"Kemarin ia menatapmu tidak suka. Dan sekarang meminta maaf padamu. Dia benar-benar aneh. Aku yang tidak mengerti dirinya atau aku yang memang tidak mengerti wanita?"

[St/n] terkekeh mendengar alasan klise Takao. "Ya, mungkin hanya karena sebenarnya dia tidak terima Sei ditunangkan denganku bukan dirinya."

"Kau tahu dari mana dia menyukai Akashi-kun-sepupunya sendiri?"

"Anggap saja...." [St/n] menoleh asal sembari tersenyum entah apa, yang jelas Takao tidak mengerti. Ia kemudian melanjutkan, "intuisi wanita. Ayo, pergi."

Selama perjalanan menuju Taman Mawar, [St/n] tersenyum-senyum. Memikirkan betapa bodohnya Takao itu.

Takao yang mematung tidak mengerti, akhirnya memilih mengabaikan kelakuan aneh-senyuman aneh-sepupunya itu.

👑

Deru nafas tak beraturan terdengar aangat jelas. Seorang pria tampak sangat frustasi. Rambutnya berantakan dan wajahnya terlihat sangat kusut-cemas.

Takao mebghentikan langkahnya di tempat yang sudah di tentukan. Tempat berkumpul. Begitu beberapa teman pelanginya berkumpul, ia segera bertanya, "apa ada yang menemukannya?" Dengan sangat cemas.

"Aku tidak menemukannya-nanodayo."

"Beberapa petugas juga tidak ada yang melihatnya-ssu!"

"Orang-orang yang baru saja keluar taman juga tidak ada yang tahu. Aomine-kun juga belum kembali?"

"Aku tidak menemukan [St/n]chin. Dan soal Minechin, ia tadi bilang tidak menemukannya juga. Lalu ia pergi karena ada urusan," jelas Murasakibara.

Kagami juga hanya menggeleng-geleng dengan nafasnya yang tersenggal.

Takao berdecih, kesal. Sudah selama hampir dua jam mereka berkeliling taman. Namun, sosok yang mereka cari tidak kunjung mereka temui atau barang kali paling tidak diketahui keberadaannya.

Tak lama Akashi kembali. Wajahnya terlihat lebih kusut dari Takao, rambutnya yang tertata rapih kini tidak beraturan.

Akashi yang kembali paling Akhir langsung bertanya, meminta konfirmasi, "aku tidak menemukannya, bagaimana yang lain?"

Serempak Kisedai termasuk Kagami dan Takao menggeleng. Mereka juga tidak menemukan sosok gadis itu.

Akashi mengacak rambutnya frustasi. Berkali-kali surai red pinkish itu ia sisir dengan tangannya dengan gerakan dari depan ke belakang.

Bodoh! Bodoh! Bodoh! Seandainya ia tidak menerima usulan kala sang gadis meminta agar semuanya mencari benda itu berpencar.

Seandainya ia mau menemai gadisnya itu atau membujuknya lebih agar sebaiknya lain kali untuk mencari. Atau mungkin biaa mengumumkannya kepada seluruh awak cabin untuk mencarinya

Sekali lagi Akashi menyisir rambutnya frustasi dengan gerakan yang sama. Ia mencoba berpikir kemungkinan dimana calon iatrinya itu.

Dimana kau, [St/n]?













Chapter 39 selesai! Yeay! Udah jauh kuy :3 udah kan paham maksud pertanyaan Reader-tachi di chapter sebelumnya '-' gak usah Mikajeh jelasin yak :3 Nah, disini Oreshi tetiba muncul, 'kan '-' kenapa? Jawabannya kalyan udah tau pastilah :3

Next chapter review! Waktunya ekspedisi mencari Reader-tachi \:v/ oke! Kita kembali bermain game '-' jadi topik utama game kali ini adalah...

Ja! Ja! Ja! Jaaaaa!

Yap! Apa benda yang Reader-tachi cari?

Nah '-' silahkan jawab di kolom komentar yak :3 cluenya adalah... ada, namun jarang dipaparkan. Benda yang penting '-' untuk yang jawab nanti bener ato salah, saia gak bakal kasih tau :v wkwkwk~ jadi, jawabannya bakal di chapter selanjutnya '3'

Silahkan tunggu minggu depan! Yeay! \:v/

Tolong votenya yak biar kubisa update chapter selanjutnya gece :v wkwkwk~

Terima Kasih

Neko Kurosaki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro