Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(38)

♠♠♠

Dalam ruangan yang sama, Akashi menatap tunangannya lamat-lamat. Sungguh, rasanya ingin sesering mungkin seperti ini.

"Tuan Muda, siapa tadi?"

Glek! Pertanyaan polos itu. Akashi menghela nafas, ia tidak ingin menjawabnya. Namun, kalau pun tidak ia jawab, gadis ini pasti akan mencaritahunya sendiri.

"Itu tidak penting, yang penting sekarang…." Akashi mengangkat sebelah tangan [St/n], menatap jam yang melingkar di tangannya itu, kemudian berucap, "tepat tanggal 24 Juni 2018, pukul 7 malam. Aku bisa berlama-lama dengan orang yang aku cintai."

Ucapan itu! Astaga! Mendengarnya benar-benar membuat degup jantung [St/n] tidak beraturan. Ini tidak baik! Ini tidak sehat untuk jantungnya!

Walaupun ia merasakan belum benar-benar menyukai Akashi dalam artian yang 'istimewa'. Namun, tetap saja! Ungkapan seperti itu bisa membuatnya jadi tidak karuan seperti ini.

[St/n] menoleh-nolehkan pandangannya kesegala arah kemudian menghelakan nafasnya panjang. Dan kembali menatap Akashi.

Gadis ini tersenyum dan berucap, "entah kenapa rasanya kau pernah mengucapkan hal yang sama, Tuan Muda."

"Mungkin saja, mungkin juga tidak. Dan jangan panggil aku 'Tuan Muda' lagi, [St/n]."

"Oh, kau benar. Maaf aku kebiasaan." [St/n] mendengus dan tertawa kecil. "Sepertinya kebiasaan itu sudah mendarah daging, Tuan Muda."

Akashi tersenyum miring dan mengulurkan tangan kanannya dan [St/n] menerima uluran tangan itu kemudian membalas senyumannya.

Akashi berjalan sembari menggandengkan tangan tunangannya di sebelah kanannya. Pertunjukkan dimulai. Dua sejoli ini menuju ball room di tengah kapal pesiar mewah ini.

👑

Siapa gadis itu?

Hanya itulah hal yang terpikirkan oleh Takao begitu mendapati sosoknya berdiri di tengah panggung, tepat berdekatan dengan Keluarga Akashi.

Sementara, Akashi dan [St/n] baru saja mendekati ball room. Sebuah cahaya tepat di depan mereka menyusup masuk.

Mereka terus berjalan memasuki ruangan dan tepat mereka memasuki ruangan suasana masih ramai dengan berbagai tepukan tangan.

Dari atas, [St/n] melihat keramaian di bawah sana. Gadis ini menatap bingung sembari berjalan.

Begitu netranya mendapati kedua keluarga sejoli ini berada di tengah panggung, ia menaikkan sebelah alisnya.

Tanpa [St/n] sadari, dirinya dan Akashi ditatap pihak keluarganya masing-masing.

Dan gadis itu—

—menatapnya tidak suka.

Tepukan meriah seketika terhenti, digantikan dengan ucapan-ucapan yang sama.

"Ada apa?"

"Apa yang terjadi?"

"Itu pewaris tunggal Akashi dan [L/n]!"

"Ah, itu mereka."

Mendengarnya, [St/n] tiba-tiba bertanya dan menghentikan langkahnya, "apa ini, Sei?! Apa yang kita lakukan?!"

"Tentu saja pesta pertunangan," jawab Akashi enteng.

"Heh!? Siapa?" kejut [St/n]. Akashi kembali melangkahkan kakinya diikuti gadisnya itu.

"Apa?"

Beberapa langkah terlewati. [St/n] seketika sadar. Yap! Tidak salah lagi, ini pesta pertunangannya dengan Akashi! Tapi untuk apa? Itu sudah setahun yang lalu.

"Jangan bilang kalau ini…."

"Ya."

"Ini berbeda dari apa yang kau bilang!"

"Aku atau dia?"

"Siapapun! Oh, astaga! Tidak ada yang mengatakan apapun soal ini, Sei!" [St/n] mulai cemas.

"Mungkin, tapi ini sepertinya hanya sedikit berbeda dari yang dikatakannya."

Sepasang sejoli imi semakin mendekati panggung utama. [St/n] menghentikan langkahnya dan menahan tangan Akashi. Menolak hadir di acara ini.

"Aku tidak bisa."

"Kita bisa."

"Oh, ayolah, Sei! Aku tidak suka ini. Sebaiknya aku kembali!"

"Kita membuat orang-orang menunggu, ayo."

[St/n] menahan Akashi lebih kuat, kekeh menolak ajakan Akashi. Ia berucap kemudian, "aku akan kembali sendiri."

"Geez." Akashi membungkuk cepat dan mengangkat [St/n] dengan gaya bridal style. Refleks [St/n] pun melingkarkan tangannya di sekitar leher Akashi. "Ayo."

Sementara Akashi berjalan semakin mendekati panggung, [St/n] memukul-mukul pelan dada bidang Akashi.

"Apa yang kau lakukan!? Turunkan aku, sekarang!" perintah sang gadis.

Akashi tidak mendengarkan, ia tetap berjalan. Semakin mendekati panggung sementara gadis itu menjadi semakin risau.

Berkali-kali [St/n] memukul dada bidang tunangannya itu. Namun, sang empu hanya mengabaikannya bak angin lalu.

Sesampainya di depan kedua keluarganya. Ibu [St/n] tersenyum bahagia entah apa sembari sedikit mengguncangkan tubuh suaminya.

Sementara ibunda Akashi menatap Akashi sedikit terkejut dengan perlakuannya, suaminya pun hanya tersenyum simpul.

Paling tidak ia tahu, dari sudut pandangnya, putra tunggalnya itu menerima pertunangan ini dengan sangat baik.

Akashi menurunkan tunangannya perlahan, sementara gadis yang tadinya berdiri tepat dibelakang ibu tiri Akashi itu tiba-tiba melangkah maju. Menatap [St/n] tidak suka.

"Maafkan aku karena terlambat, Otousan," ucapnya sembari tersenyum. Sementara [St/n] mencoba untuk tersenyum sebaik mungkin.

"Sepertinya kau berhasil membawanya lagi, Seijuro-kun. Terima Kasih," ucap ibunda [St/n], sementara Akashi hanya hanya membalasnya dengan senyuman.

👑

Acara table manner¹ dimulai. Sebelumnya, mereka sudah mengumumkan pernikahan Akashi Seijuro dengan [F/n] secara resmi dan sangat terbuka. Meriah? Tentu, sangat meriah.

Setelah Masaomi mengumumkan [St/n] sebagai calon istri Akashi Muda begitu pula dengan Akashi muda sebagai calon suami [St/n], pengumuman ditutup.

Kini hanya ada percakapan antar dua keluarga pengusaha terbesar di Jepang. Percakapan-percakapan kecil itu ditemani kudapan manis dan dessert menyertai mereka. Hanya pembicaraan ringan mengenai kedua pihak.

Termasuk saat mereka tengah menginap di mansion keluarga [L/n].

"Aku senang melihat kalian masih seperti dulu. Rasanya seperti muda lagi," sahut Masaomi senang.

"Ya, dan [St/n] juga masih sering mengambil foto-foto. Entah berapa banyak album yang ia punya." [Ft/n] tertawa setelah mengucapkan itu.

"Apa kau merasa tidak enak, [St/n]," ibunda sang gadis bertanya lembut. "Kalau merasa tidak enak, bilang saja. Seijuro-kun akan mengantarmu."

[St/n] menggeleng lemah kemudian tersenyum dan menatap ibunda tercintanya itu. "Tidak apa, aku baik-baik saja."

Akashi menggenggam tangan tunangannya. Rasanya hangat, sejujurnya. Dan Akashi menyadari sesuatu.

Tunangannya jelas berbohong.

Sebenarnya Akashi tahu jikalau [St/n] merasa tidak enak, sangat malah. Ia benar-benar ingin pergi dari sini sesegera mungkin.

"Oh, Shinju-san. Siapa gadis itu?"

Ibunda tiri Akashi menyentuh bahu gadis di sampingnya. "Ia keponakanku," jawabnya sembari tersenyum.

"Ia putri dari putra pertamaku. Perkenalkan namamu Senri-chan," timpal Ume Obaa-sama.

"Hajimemashite, watashi wa Kurumizawa Senri desu," ucap gadia itu sopan.

Ibunda [St/n] tersenyum sopan dan mengangguk. Kemudian, Ume Obaa-sama kembali berbicara, "dia cukup dekat dengan Sei-chan. Biasanya saat Senri-chan datang, mereka selalu berkolaborasi musik. Itu menjadi kesenangan tersendiri bagiku."

[Mt/n] ber-'oh' ria sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menatap Senri yang kebetulan gadis itu tengah berucap, "seperti yang didengar, Keluarga Akashi selalu unggul dalam semua bidang. Aku senang bisa menyamakan nada violinku dengan nada piano Sei-kun." Senri menatap [St/n] dengan menaikkan sebelah sudut bibir dan alisnya, jelas ia meremehkan ditambahlagi dengan keangkuhan menaikkan dagunya. "Pastinya tunangannya juga bisa melakukan sesuatu, 'kan?"

[Mt/n] tertawa garing. "Dia sedikit buruk di musik, hanya menjadi orang yang pasif soal itu," ucapnya.

"Terakhir padahal kau bisa memainkan piano, gitar, flute, dan violin, 'kan, [St/n]?" timpal sang ayah.

[St/n] tersenyum. "Sudah lima tahun yang lalu," ucapnya.

"Ah, sayang sekali." Senri bertopang dagu. Menatap [St/n] semakin remeh. "Sepertinya Sei-kun akan bosan denganmu."

Uh-oh! Itu kata-kata yang tajam dan tepat sasaran. Tapi, toh [St/n] hanya mengabaikannya saja. Daripada kesulitan untuk membungkam mulut gadis ular itu, sebaiknya [St/n] sendiri menutup telinganya. Itu lebih mudah dilakukan, bukan?

Takao berdecih sebal. Ia bersandar pada sandaran kursi di belakangnya dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Tiba-tiba Midorima bertanya, "ada apa, Takao?"

Takao tidak menghiraukan pertanyaan itu. Dia berdiri dan berjalan ke tengah panggung. Sesampainya di sana, ia mengambil mic.

"Etto… karena pengumumannya sudah jelas, jadi aku ingin memeriahkan acara ini."

Suara Takao terdengar keras dari pengeras suara. Membuat seluruh pandangan kini tertuju padanya termasuk keluarga sepupunya dan Akashi sendiri.

Takao melanjutkan, "bagaimana jika—[St/n]—kau menarilah!"

[St/n] tersenyum kaku sembari menautkan kedua alisnya. Ia menggelengkan kepalanya cepat, menolak usulan Takao.

Takao yang melihat respons [St/n] kembali angkat bicara, "ayolah, aku tahu kau bisa!"

[St/n] menatap ibundanya, ia pun mengangguk. Kemudian berganti menatap Akashi sembari tersenyum sedikit bingung, Akashi pun ikut mendorongnya—memberikan dukungannya.

Sejujurnya, [St/n] sangat suka menari. Bahkan diam-diam di Modern Town di mansionnya, dia memainkan game sejenis tarian seperti Dance Base Game.

[St/n] berdiri dari tempat duduknya dan mengambil bagian di panggung. Tepukan tangan kembali memeriahkan suasana begitu sang gadis mengambil posisinya.

Untung saja gaun merah yang ia kenakan tidak benar-benar panjang sampai menyentuh lantai, jadi dia bisa bergerak bebas paling tidak untuk menari.

Lampu di padamkan sesaat, lampu yang kini menjadi penerangan satu-satunya hanyalah lampu yang menyorot ke panggung.

[St/n] mengambil posisinya, menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Begitu alunan musik terdengar, ia mulai menggerakan tubuhnya.

(Silahkan lihat di media yak :3 seperti itulah kalyan—Reader-tachi—nari 😍 ada yang nonton atau baca buku seputar potongan film tadi?)

Ia menari dengan sangat baik. Netra berbagai pandangan pria di seluruh ruangan tertuju padanya, walaupun dalam kegelapan, Akashi tetap tahu.

Bukan hanya itu saja, bahkan beberapa di antara mereka membicarakan gadisnya itu. Pria bermanik heterocromia ini beranjak dari tempatnya tiba-tiba.

Alunan musik masih terdengar, [St/n] masih tetap menggerakan tubuhnya dengan sangat gemulai.

Sesekali ia tersenyum dan memandang para penonton di depannya. Tiba-tiba sebuah suara dari alat musik lain terdengar.

Akashi sudah duduk di atas salah satu grand piano di tengah panggung. Begitu [St/n] sesaat menghentikan gerakannya dan menatap Akashi, lampu sorot memberikan penerangan pada Akashi.

[St/n] tersenyum lembut dan kembali menari. Gerakannya menjadi lebih lincah, lebih terlihat gemulai mengikuti alunan musik yang Akashi mainkan.

Suara bass, gitar, violin, dan saxophone mengikuti alunan musik Akashi pula, membuat sebuah musik yang jauh lebih indah.

Sesekali [St/n] menatap Akashi yang memainkan piano tak jauh di sampingnya. Akashi pun begitu.

Beberapa kali tatapan mereka saling bertemu. Entah kenapa, rasanya menyenangkan melihat gadisnya itu tersenyum lebar seperti itu. Benar-benar senyuman hangat seperti bunga matahari.

Tanpa sadar Akashi terus tersenyum sepanjang ia memainkan pianonya. Gadis yang jauh terduduk di tempatnya itu—Senri—mengeraskan rahangnya.

Wajahnya seketika menjadi masam melihat [St/n] bisa melakukan sesuatu yang tak terduga. Bahkan orang tua dari [St/n] sendiri tercengang seolah baru pertama kalinya ia melihat anaknya sendiri begitu.

Ia kesal karena [St/n] ternyata membalasnya seperti ini, memberikan penampilan yang bahkan lebih dari yang bisa ia pikirkan.

Ucapan-ucapan kekaguman keluar bahkan dari mulut Masaomi dan Ume-obaa sama sendiri. Baginya, ini sudah sangat menjatuhkan dirinya dari langit sampai jalan besar.

Ia bahkan berucap, "ternyata tidak salah mereka ditunangkan. Aku senang Sei-chan bisa tersenyum seperti itu."

Putrinya—Shinju—menatap ibundanya itu sembari tersenyum. Ia sependapat dengan hal itu.

"Apa kau masih belum bisa berbicara dengannya?" tanya Ume Obaa-sama pada Shinju.

Shinju sesaat bergeming diam. Ia kemudian menjawab, "begitulah." Sembari mencoba tersenyum. Namun, jelas. Kilatan kesedihan terlukis diparasnya. 

Suara tepukan tangan terdengar lebih meriah. Akashi naik ke tengah panggung bersama tunangannya itu.

Mereka membungkuk sopan dan tersenyum. [St/n] mengucapkan terima kasih karena sudah menyaksikan penampilannya dan memberikan applause.

[St/n] berjalan, mendekat Takao dan memeluk sepupunya itu senang. Tak lama, gadis ini melepaskannya.

"Arigatou, Takao. Kau selalu menjadi penyelamatku," ucap gadis itu senang.

"Tentu saja! Sepupumu yang tampan ini pasti akan selalu menolongmu," balas Takao percaya diri.

[St/n] tertawa pelan. "Terserah kau saja, Bakao." ia menoleh-nolehakan pandangannya, mencari segerombolan koloni Kisedai. "Kemana yang lain?" tanyanya kemudian.

"Kau mau bertemu? Ayo!" ajak Takao.

Takao berjalan lebih dulu, dibelakangnya diikuti [St/n] dan Akashi yang tengah bergandengan tangan. Sesampainya di sana, [St/n] menyapa hangat.

"Tadi kau keren sekali [St/n]cchi!" ucap Kise semangat.

"Arigatou, Kise-kun. Maaf membuat kalian jadi harus ikut acara ini, sepertinya kalian juga diculik, ya?"

"Kau benar. Tiba-tiba Takao membangunkan kami dan mempercepat kami untuk pergi," jelas Kagami.

"Dan tetiba saja helikopter yang kami taiki berhenti di atas kapal ini," timpal Kuroko.

Sisa waktu dalam ball room ini hanya ia habiskan dengan pembicaraan-pembicaraan santai. Sementara Senri, sudah bungkam. Ia lebih sering berdiam diri, tidak berbicara apapun lagi.

Bahkan saat diajak berbicara, gadis ular itu hanya menyahutinya sekenanya saja.

Sesaat kemudian, [St/n] berucap permisi—sopan—meninggalkan meja tempatnya berada.

Ia berjalan menelusuri pinggir ball room, mengambil segelas minuman berkarbonasi. Toh, ia tidak ingin mabuk.

Karena ia tahu, entah apa yang akan terjadi bila dirinya mabuk. Anggap saja misalnya ada seseorang yang memanfaatkan keadaan itu.

Licik, memang.

"Tadi itu indah, Tuan Putri. Seperti burung murai," ucap Akashi menggoda.

[St/n] menjauhkan bibir gelasnya. Kemudian tertawa renyah. "Lucu sekali kau mengatakannya, Sei. Ya, paling tidak, kuanggap itu pujian."

Akashi terkekeh. Lalu tiba-tiba [St/n] meluncurkan sebuah pertanyaan, "masih belum kembali?"

Akashi sedikit melirikkan ekor matanya. Ia mengambil gelas yang tak jauh darinya dan meminumnya sedikit.

"Menghindar, pergi, tertidur. Entahlah, aku tidak bisa mengatakannya dengan baik."

[St/n] ber-'eh' panjang. Ia sejenak berpikir, apa Sei sedang dalam masalah? Kenapa ia menghindar?

Tapi kalau dia menghindar karena ingin memiliki tempat sendiri, ya, tidak masalah dengan Tuan Mudanya. Toh, bagi [St/n] keduanya sama saja. Hanya berbeda bagaimana cara pandang mereka terhadap dirinya. 

"[St/n], aku pergi sebentar ada urusan." sekilas Akashi mengecup pipi lembut tunangannya itu.

Sebenarnya alasan [St/n] memisahkan diri adalah karena sudah tidak kuat dengan keramaian yang menyesakkan ini dan tidak inginnya dia ditatap seolah gadis ular itu mengeluarkan laser dari matanya seperti superman.

👑

[St/n] berjalan keluar menikmati angin malam tengah laut di bagian Oceanview Cabin di depan bagian ball room.

Ia menyilangkan kedua tangannya di pinggir pembatas. Hembusan angin menggerakkan anak rambutnya kesana kemari. Menerpa kulitnya dengan lembut.

Tiba-tiba ia merasakan seseorang melingkarkan tangannya di pinggulnya dari belakang dan mengecup pucuk kepalanya.

Refleks gadis itu memutar tubuhnya cepat dan netranya langsung bertatapan dengan manik heterochromia iridium merah–emas.

"Tadi benar-benar penampilan yang memukau, aku bahkan tidak lupa sedetik yang kau gunakan untuk menggerakkan tubuhmu itu," ucapnya kemudian.

[St/n] tersenyum lebar dan berucap, "harus berapa kali kau memujiku, Sei? Itu berlebihan, lho."

"Sampai semua bunga mawar yang aku kirimkan padamu layu. Bagaimana?"

[St/n] terkekeh mendengarnya. Entah kenapa rasanya Tuan Mudanya ini benar-benar berbeda dari biasanya.

Ya, paling tidak selama ia terhibur tidak masalah. "Memangnya kau mengirimkan bunga apa?"

"Nanti kau lihat saja."

"Sei-kun!"

Akashi memutar tubuhnya kebelakang bersamaan dengan [St/n] yang menoleh ke arah sumber suara itu, netra mereka mendapati Senri menatap mereka beruda tidak suka.

"Kenapa kau menerimanya? Apa kau benar-benar menyukainya? Memangnya apa istimewanya gadis biasa itu?"

Akashi menghela nafas malas. Ia menatap sepupunya itu dingin. "Kalau aku katakan 'ya, aku menyukainya, bahkan sangat mencintainya' bagaimana? Apa kau percaya? Kau tidak tahu apapun soalnya, jadi enyahlah!" ucapnya sarkas.

Senri mulai berkaca-kaca. Ia berjalan mantap menuju arah [St/n]. Tangannya yang sedari tadi ia kepalkan kini terangkat dengan terbuka lebar—

—berniat memukul wajah mulus gadis itu.

Namun, Akashi menghentikannya. Tangannya berhasil ia tahan dan melemparkannya begitu saja.

Senri yang tidak percaya Akashi melakukan hal itu padanya, hanya mematung. Air matanya itu benar-benar nyaris tumpah.

"Sei-kun," ucapnya lirih. Ia menambahkan, "apa kau benar-benar menerima pertunangan ini?"

"Apa? Oh, kau masih menanyakan hal yang sama." Akashi menatap gadis itu dingin. "Akan kukembalikan padamu, apa istimewanya dirimu?"

"Tentu saja aku lebih menarik! Dilihat dari mana pun, aku lebih unggul. Aku cantik, menarik, semua orang menginginkanku," ucapnya percaya diri.

Kini [St/n] memberikan wajah entah apa. Wah! Wah! Wah! Baru kali ini aku mendengar seseorang memuji dirinya sendiri, batinnya.

"Akan kukatakan dengan singkat…." Akashi mendekati gadis itu dua langkah di depannya. Kemudian melanjutkan, "pertama, ia lebih tahu siapa aku. Kedua, aku mencintainya. Dan ketiga, aku tidak akan pernah bosan dengan kejutan dalam dirinya. Apa itu cukup?"

Gadis itu kembali mengeraskan rahangnya. Ia segera pergi, menyembunyikan pilunya.

Kata-kata itu—membuatnya terkejut—itu bukan Akashi yang ia suka! Ini tidak benar! Begitulah yang ia pikirkan selama ia berjalan pergi.

Akashi tidak pernah mengatakan sesuatu yang dingin seperti itu, mengatakan sesuatu yang kasar dan menyakiti hatinya seperti itu.

Dia bukan Sei-kun! Aku yakin, dia bukan Sei-kun yang kukenal, pikirnya seraya pergi. Gadis iblis itu… mengubah Sei-kun yang lembut.

"Sei, kau tidak harus melakukan itu. Mungkin suatu saat ia akan kembali lagi, lho," ucap tunangannya santai.

"Kenapa kau diperlakukan seperti ini hanya berdiam diri saja, [St/n]!?" nada Akashi berbicara semakin tinggi.

[St/n] menghela nafas. "Paling tidak kalau dia melakukannya, dia akan puas. Aku juga tidak tahu bagaimana rasanya, tapi aku sedikit mengerti bagaimana perasaannya melalui pukulannya itu," jelas [St/n] dengan wajah datarnya.

Akashi membuang wajahnya. "Memangnya kau masokis?" ucapnya kemudian.

"Hey! Jangan katakan hal seperti itu. Tentu saja tidak," balas [St/n] sembari merucutkan mulut mungilnya.

"Aku ambil minum dulu."

[St/n] menghela nafas singkat dan mengangguk, sementara Akashi beranjak pergi. Gadis itu kembali kekegiatannya yang sempat tertunda: menikmati angin malam ditempatnya berdiri saat ini.

"Omong-omong, bunga apa yang dikirimkannya?" Ucapnya entah pada siapa. "Jadi tadi dia pergi karena itu...."

Beberapa waktu berlalu, begitu ia membuka matanya dan berniat menyusul Akashi—gadis itu malah didatangi sosok wanita yang mengenakan mermaid gown berwarna merah. [St/n] tersenyum melihatnya dan menyapa sopan.

Wanita itu—Shinju Akashi —ibu tiri Akashi mendekati dirinya. Ia kemudian berucap, "boleh aku menanyakan beberapa hal padamu?"

Sesaat [St/n] merasa heran. Tapi ia kembali mengembangkan senyumannya dan mempersilahkan calon mertuanya itu.

"Tentu saja, apapun itu."

"Apa kau benar-benar menyukai Seijuro?" pertanyaan yang simpel, sangat malah.

[St/n] sedikit berpikir. Kemudian tersenyum ragu dan menjawab, "aku tidak yakin…." ia mengantungkan kalimatnya beberapa saat. Kemudian melanjutkan dengan yakin, "tapi aku yakin, aku pasti tahu jawabannya."

Ibu tiri Akashi terperangah mendengar jawabannya. Mungkin memang terdengar beralasan. Namun, ia tahu. Nada suaranya terdengar tulus dan yakin akan hal itu.

Ia tersenyum simpul. Hal itu benar juga, waktulah yang akan menjawabnya. Sama seperti dirinya saat sebelum menikahi Masaomi. Waktulah yang menjawab perasaannya yang dipenuhi keraguan.

"Ano… boleh aku memanggil Anda 'Okaasama'," tanyanya kemudian.

Shinju terkekeh. "Silahkan saja, tidak perlu terlalu formal padaku. Tidak masalah," balasnya.

"Maaf sebelumnya. Tapi apa Okaasama jarang berbicara dengan Seijuro-kun?"
























Chapter 38 owari! Oho! Mikajeh yakin kalyan bertanya-tanya kenapakah gerangan Oreshi menghilang? Kenapa Bokushi jadi baek ampe bilang tjintah sama kalyan—Reader-tachi? Apa maksud pertanyaan kalyan?

Agak suspens yak '-' jadi gini, gan ._. Dari beberapa pertanyaan di atas, itu ada yang gak bakal ke jawab :v kenapa? Jawabannya di chapter lempengan Reader-tachi nikah sama Akasei 😍

Uhuhuhu~ saya spoiler, lho '-' tapi sayang masih lama :v jadi anggep aja pertanyaan tadi itu tenggelem, oke?

Next chapter review '-' ada acara pemotretan! Yeay! Selain ngejawab pertanyaan Reader-tachi di akhir cerita '-' bakal ada acara pemotretan Pre-Wedding (persiapan aja, sih '-' lebih cepat lebih baik :v) lalu, Reader-tachi tiba-tiba ilang :v (nah, lho!) sama, mamake Akasei bakal akrab (bangedh) sama Reader-tachi :3 setelah ambil hati bapakenya, mamakenya pun dapat 🙌 yeay!

Silahkan vote dan komennya ya :3 bikin seneng saia lah~ :v biar kesambed double or triple update, kuy 😋

Terima Kasih



Neko Kurosaki

Tabble Manner¹ etika jamuan makan ; tata cara atau sikap saat berada di meja makan yang umumnya diterapkan eksekutif atau pejabat saat jamuan makan formal di meja makan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro