Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(37)

♠♠♠

Waktu menunjukkan pukul lima sore hari. Langit sudah tampak kemilau keemasan, tanda mentari akan segera menenggelamkan dirinya di ufuk barat.

Sementara seorang gadis tengah duduk—mengenakan bath robe pada tubuh mungilnya dan bath towel yang melilit rambutnya yang basah—dirinya tengah diterapi dengan mengoleskan aromateraphy oil disekujur tubuhnya.

Botol-botol kaca yang diterpa cahaya sore yang menyusup masuk melalui celah jendela beranda—membuat nuansa klasik dalam cabin begitu terasa.

Dengan lembutnya, maid itu mengoleskan lembut tengkuk leher dan menjalar sampai bagian depan dada. Bath robe yang sedikit terbuka itu—memperlihatkan lembutnya kulit mulus milik [St/n].

[St/n] hanya berdiam diri—menikmati sentuhan lembut itu. Cahaya mentari yang menerpa dirinya, menggambarkan Venus yang memancarkan keindahannya.

"Aromanya seperti bunga mawar, ya," ucap gadis itu lembut disertai senyuman menawannya.

"Tuan Putri, ini minyak bunga mawar dari Bulgaria asli. Bila dibalurkan dengan ini, rasa letih pun akan menghilang. Membuat Tuan Putri merasa lebih rileks."

[St/n] mengangguk sembari tersenyum kemudian mengucapkan terima kasih. Selesai berucap itu, maid itu mulai mengoleskan aromateraphy oil itu di kakinya.

"Tuan Putri, ini Lavender Tea untuk menenangkan diri Anda, silahkan." Seorang maid lainnya datang sembari membawakan secangkir teh. [St/n] pun menerimanya dengan senang hati.

[St/n] menyesap aroma lavendernya—benar-benar terasa aroma manis dan menenangkannya—kemudian menyeruput perlahan teh hangatnya.

Tak lama kemudian, seorang maid yang lainnya datang membawakan kudapan manis untuk camilan [St/n].

Gadis itu pun mencicipinya beberapa. Pada gigitan pertama, ia menolehkan pandangannya pada maid yang membawakannya macaroon itu dan tersenyum sembari mengangguk ceria.

"Ini enak sekali, terima kasih," ucap [St/n] kemudian membersihkan remahan macaroon di sudut bibirnya.

"Harusnya saya yang berterima kasih, Tuan Putri," balas maid itu, ia menautkan kedua alisnya dan tersenyum kemudian beranjak pergi menyetel lagu klasik untuk menambah kenyamanan Tuan Putrinya itu.

Sejam berlalu, [St/n] sudah berdiri dan berbaris para maid di depannya lalu membungkuk sopan, [St/n] membalas sembari tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Sesaat setelah para maid itu pergi, Akashi memasuki ruangan dan gadisnya itu langsung membalikkan tubuhnya—membenarkan posisi bath robe miliknya yang sedikit terbuka.

"Sudah selesai?" Akashi bertanya di balik tubuh gadis itu.

Sementara [St/n] masih sibuk menaikkan sedikit bath robe pada bahunya kemudian beralih pada bath towel yang ia kenakan.

"Umm...," jawab gadis itu. "Sei, seharusnya kau—"

Chu~

Sensasi dingin menyapa tengkuk belakang [St/n]. Gadis itu dengan cekatan begitu merasakan sensasi dingin itu segera menyentuh tengkuknya dan berbalik.

Manik [e/c]nya membulat sempurna—menatap Akashi tidak percaya—astaga! Untung saja para maid yang tadi sudah pergi, bagaimana kalau tidak? Bisa gila ia menjadi tontonan hanya karena Akashi mencium belakang lehernya.

"Sei!" [St/n] melotot tidak percaya.

"Memangnya geli, ya?" tanya Akashi polos, ia tersenyum miring.

"Bukannya begitu, tapi—sudahlah, aku tidak ingin berdebat denganmu!" sarkas gadis itu. Ia melanjutkan dengan sedikit tenang, "kenapa? Apa yang kau inginkan?"

Akashi mengangkat sebelah alisnya, bingung. Kemudian bertanya, "memangnya kenapa? Apa karena orang yang kau harapkan datang itu tidak datang?"

[St/n] memutar bola matanya, malas. Ia mengenduskan nafasnya kemudian. "Aku hanya bertanya, memang apa bedanya dia denganmu?" ucapnya ketus.

Akashi terkekeh. "Bukankah kau memang seperti biasa membedakanku dengannya?" Akashi tidak mau kalah.

"Tuan Muda... kau tahu, itu tidak menjawab pertanyaanku sebelumnya." [St/n] menatap Akashi malas.

"Hanya ingin melihatmu. Puas?"

[St/n] tertawa renyah mendengar jawaban itu dari Tuan Mudanya. Tentu saja ia tidak percaya! Bagaimana mungkin seorang Tuan–Muda–Maha–Absolut dengan tatapan mengintimidasi dan dingin itu bisa mengucapkan hal seperti tadi.

[St/n] menarik nafasnya dan tersenyum. "Terima kasih karena sudah melakukan hal merepotkan itu, Tuan Muda. Saya sungguh merasa sangaaaaat terhormat," balasnya.

Akashi mendekatkan ujung bibirnya tepat disamping telinga gadis di depannya. Kemudian berucap, "Dan kau… jangan menggodaku dengan berpakaian seperti itu, Chiwa." Dengan nada yang mampu membuat siapa pun merona hebat sampai ubun-ubun kepalanya terasa panas.

[St/n] membulatkan kembali bola matanya sempurna. Ia menaikkan tangannya—berniat menarik telinga Akashi.

Namun, gerakannya terhenti. Akashi dengan timing yang tepat menangkap tangannya itu, menggenggamnya erat—ia memundurkan sedikit kepalanya dan menyeringai jahil menatap tunangannya.

Ia mendekatkan punggung tangan [St/n] yang digenggamnya tepat di samping wajahnya. Kemudian berucap dengan nada yang sama, "dan aroma ini... menjadi aroma yang benar-benar aku sukai." Lalu mengecup punggung tangan gadisnya itu.

[St/n] bungkam, wajahnya sudah merona semerah bunga mawar. Ia benar-benar tidak bisa berucap apa pun lagi.

Ia menoleh-nolehkan pandangannya kesembarang arah, mengatur deru nafasnya yang semakin menjadi tidak teratur. Kemudian pandangannya terhenti kembali menatap Akashi. "Jadi, apa maumu, Tuan Muda?" tanyanya kemudian.

Ah, degupan jantung ini…, pikir gadis itu. Sangat tidak sehat!

"Bagaimana dengan... dirimu?"

[St/n] kembali melayangkan pukulannya dengan tangannya yang lain. Namun, Akashi berhasil pula menahannya dan menariknya.

Dan selanjutnya—

Chu~!

—kejadian tak terduga terjadi!

Akashi mencium bibir mungil tunangannya itu. Sementara gadisnya itu mematung sempurna, tidak berontak atau menolaknya.

Entah memang perasaannya semata atau apapun itu—bibirnya merasakan sensasi aneh—sensasi yang sepertinya pernah ia rasakan.

Dan ciuman itu terasa...

Hangat.

Dirinya benar-benar tidak menduga Akashi, Tuan–Muda–Maha–Absolut ini, melakukan hal itu. Tak lama kemudian, Akashi melepaskan ciumannya itu lalu berucap, "kenapa? Segitu terkejutnya dirimu?"

[St/n] tidak menatap Akashi. Rona tipis terlukis sempurna dikedua pipinya. "Tidak... hanya saja—rasanya...." [St/n] tidak melanjutkan kalimatnya.

Akashi melirik jam tangannya, kemudian berdecih. "Aku tidak suka mengatakan ini, tapi aku harus meninggalkanmu. Kau bersiaplah untuk makan malam nanti," ucapnya kemudian beranjak pergi.

"Ah—umm...." [St/n] masih tidak menatap Akashi.

Begitu Akashi keluar dari pintu depan. Gadis sadistic ini menaikkan kepalanya kemudian ia pejamkan manik [e/c] itu.

Gadis itu menutup wajahnya dan terjatuh tepat di atas sofa di belakangnya. Ia bersandar lalu mulai menggigit-gigit kecil ibu jarinya. Berpikir.

Ia yakin itu bukan hanya sekedar perasaannya saja. Rasa saat Akashi mengecup bibirnya itu—

—selintas pernah ia rasakan.

Sensasi aneh itu, ia benar-benar yakin. Pernah ia rasakan sebelumnya.

Tapi... kapan?!

👑

Dalam sebuah ruangan luas. [St/n] kini terduduk berhadapan langsung dengan cermin, sementara dibelakangnya seorang stylish yang Akashi tunjuk tengah memilih beberapa deretan gaun yang entah berapa itu harganya.

Wanita yang hanya terpaut berbeda beberapa tahun lebih tua dari [St/n], menjejerkan dress merah berbagai model di atas kasur—membiarkan [St/n] untuk memilihnya sendiri.

[St/n] sesaat melihat deretan dress yang baginya terlihat sama itu dengan tatapan bingung kemudian berpikir, memangnya acara makan malamnya sebesar itu ya sampai aku harus mengenakan pakaian seformal ini?

Sesaat setelah menatap deretan dress merah itu sepersekian menit, wanita di depannya menyapa, "bagaimana, Tuan Putri? Yang mana yang Anda pilih?"

[St/n] kembali melihat deretan dress itu lagi dan mengambil dress merah panjang. Bagian bawahnya membelah dan menampilkan pola bunga mawar di dalamnya dengan potongan siluet X.

Terlihat simpel. Namun, menawan.

"Mungkin, ini saja," ucapnya sambil tersenyum dan membawa dress itu.

Wanita itu mengangguk sopan, ia menyunggingkan senyumannya. Tak lama kemudian, [St/n] memasuki ruang ganti untuk mengenakan dressnya itu.

Begitu [St/n] tengah berganti pakaian, wanita barusan pergi menyiapkan peralatan kecantikan lainnya.

Setelah beberapa menit kemudian, Akashi memasuki ruangan dan menyapa wanita itu, "sudah selesai?"

"Tuan Putri masih berganti pakaian, Tuan Muda."

Mendengar jawaban itu, Akashi memasuki ruang ganti dan mendapati tunangannya yang tengah sedikit merapihkan pakaiannya.

Rambutnya yang sempat tergerai tadi, ia jepit dengan asal.

Akashi mendekati gadisnya itu kemudian menyentuh kedua bahunya—menatap dirinya melalui cermin dengan tersenyum miring.

"Aku tahu kau akan memilih pakaian ini," ucapnya Akashi. Sementara gadisnya itu tidak memberikan respons. Ia melanjutkan, "aku yakin ini juga pasti akan sangat cocok denganmu."

[St/n] menaikkan sedikit sebelah kepalanya, bingung. Namun, tak lama kemudian Akashi mengeluarkan sebuah kotak sedang berbahan beludru berwarna merah.

Akashi membuka kotak itu dan mengambil benda di dalamnya. Sebuah kalung dengan liontin permata merah berukuran besar.

Akashi memakaikan kalung itu tepat di leher [St/n]—mengaitkannya dan kembali menggenggam kedua bahu gadisnya itu.

Pria bermanik heterocromia ini tersenyum miring dan berucap, "sudah kuduga, ini benar-benar cocok denganmu."

[St/n] menyentuh permata pada kalungnya itu. Sesaat kemudian ia tersadar, warna merah ruby burma itu sama dengan cincin yang Akashi berikan saat itu.

Dan cincin itu, masih ia kenakan sampai saat ini.

Tak lama kemudian, Akashi keluar dengan tunangannya dari ruang ganti. [St/n] segera duduk di depan cermin dan mulai untuk di rias.

Beberapa menit berlalu, make up pada wajahnya sudah selesai. Sekarang waktunya menata rambut.

Ding!

Akashi yang sempat duduk sembari membuka tablet kala menunggu tunangannya. Segera beranjak menuju pintu begitu mendengar suara bel berbunyi.

Dari balik pintu itu, seorang gadis dengan surai gulali panjang bergelombang tengah sedikit merapihkan dress sepanjang atas dengkul kakinya berwarna hijau tosca cerah. Bagian atas ditutupi cardigan rajut berwarna putih.

Ia tersenyum-senyum, berharap orang yang membukakan pintu adalah orang yang sangat ia inginkan untuk bertemu setelah hampir setahun terakhir.

Pintu terbuka, senyuman di wajahnya tambah ia kembangkan begitu orang itu membukakan pintu.

"Ohisashiburi, Sei. Ternyata benar itu kau," sapa gadis itu.

Akashi menghela nafas. "Apa?" ucapnya dingin. Ia keluar dari ruangannya dan kembali menutup pintu.

Momoi Satsuki. Yap, kekasih Akashi itu—tersentak mendengar ucapan dingin dari Akashi.

"Apa kau bersama seseorang?" tanya gadis itu penasaran dengan intonasi yang jelas gugup.

"Ya," Akashi menjawab singkat.

"Siapa?"

"Kau tidak tahu dia."

"Gadis seperti apa… dia itu?" Momoi memalingkan pandangannya dari Akashi. Namun, ia kembali menatap sang empu kembali.

Akashi menghela nafas, malas meladeni. Ia berjalan selangkah dua langkah mendekati Momoi dan memberikan tatapan dingin.

"Apa kau masih mengharapkan dirinya jika aku katakan dia sudah tidak menyukaimu lagi?"

"Itu karena dirimu." Momoi menautkan kedua alisnya.

Akashi menaikkan sebelah sudut bibirnya. "Oh, jadi kau sudah menyerah untuk mencoba menghilangkanku?" balasnya.

Momoi mulai menatap Akashi berkaca-kaca. Seandainya dia bisa 'menidurkan' diri Akashi yang lain. Ia yakin, ia tidak akan pernah diperlakukan seperti ini.

Ia yakin, dirinya akan mendapatkan Akashi seutuhnya.

Segala cara untuk membuat diri Akashi yang lain tertidur gagal. Bahkan ia pernah malah nyaris membunuh Akashi yang ia cintai itu.

"Ini tidak ada hubungannya denganmu. So, mind your own business."

Akashi berbalik kembali memasuki ruangan. Sementara Momoi, mematung.

Ia sangat ingin menumpahkan semuanya. Namun, itu tertahankan. Ia mencoba menahannya sekuat mungkin.

Kepalan tangannya ia kuatkan sampai membuat kuku-kuku pada jari-jemarinya memutih. Ia menghelakan nafasnya, mengatur emosinya sebaik mungkin.

Sesaat setelah Akashi memasuki ruangan. Gadisnya itu sudah hampir siap dengan dirinya.

Surai [h/c]nya yang panjang, dikepang melingkari kepalanya bak bahkota dan bagian belakangnya ditambahkan greenery decorations bunga mawar merah.

Begitu [St/n] memutar tubuhnya menatap Akashi. Sementara Akashi sendiri, sudah tersenyum miring menatap gadisnya itu.

Akashi berjalan mendekat sembari melihat [St/n] dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tampak semuanya sudah hampir siap.

"Hanya tinggal itu, ya?" Akashi menolehkan pandangannya. Menilik deretan sepatu heels yang entah ada berapa banyak itu.

Berbagai macam dan bentuk, serta berbagai macam design dengan nama terkenal terjejer rapih.

[St/n] menghela nafas panjang. Apa aku akan menggunakan itu? Ia membatin.

Apa harus? Oke, baginya ini berlebihan. Setelah pakaian, kalung permata, sekarang sepatu dengan merk ternama.

Sungguh, ini berlebihan.

Akashi mengambil salah satu sepatu angkle strap heels berwarna merah dan menunjukkan pada gadisnya sembari tersenyum miring.

Akashi membungkuk dan meletakkan sepasang sepatu itu tepat di depannya. Perlahan Akashi meraih jenjang kaki kecil tunangannya dan memakaikan sepatu itu. Selepasnya, Akashi kembali berdiri.

"All done, Princess."

👑

Dalam sebuah ruangan ball room yang luas—kini sebagian ruangan itu terisi meja bundar dan kursi yang memenuhi ruangan.

Sementara setengah bagiannya yang lain, tampak disana bagian sisi kanan dan kirinya terdapat dua grand piano berwarna putih. Dan bagain tengahnya dibuat seakan-akan panggung dengan karpet merah.

"Aku tidak menyangka akan di undang ke sini-ssu!" ucap Kise semangat.

"Tiba-tiba kita di culik dan dibawa ke sini. Benar-benar sebuah kejutan-nanodayo," timpal Midorima.

"Apa makanan disini enak, ya?" seperti biasa, Murasakibara, memikirkan makanan lebih dulu.

"Aomine-kun kemana?" tanya Kuroko polos.

"Mungkin saja ia ketiduran, Kuroko."

"Oh, kalian sudah siap?" Takao muncul dibalik Kisedai dan Kagami. Serempak mereka pun menolehkan pandangannya, menatap Takao.

Takao berjalan mendekat sembari memasukkan salah satu tangannya dalam saku kemeja sementara tangannya yang lain memegang gelas berisi minuman.

"Ayo, akan kuantar ke meja kalian." Takao berjalan menyela lebih dulu. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sudah sampai di meja bundar yang tak jauh dari meja keluarga [L/n] dan Akashi berada.

Sesaat setelah mereka duduk, Kagami membuka suara lebih dulu, "sepertinya ini sudah kau rencanakan dengan baik, Takao."

"Sebenarnya tidak, belum lama setelah kalian mulai menginap, aku terpikirkan rencana ini. Dan Akashi-kun ikut menyetujuinya."

"Dengan membohongi [St/n]-san? Itu tidak baik, lho, Takao-kun," ucap Kuroko.

"Habisnya, iblis kecil itu tidak akan mau datang kalau aku tidak bohongi," sergah Takao. "Ngomong-ngomong, dimana Aaomine-kun?"

"Oh, iya. Dia tidak ada-ssu. Apa ada yang tahu sesuatu-ssu ka?"

"Aku juga tadi menanyakannya."

"Dia itu terlalu malas untuk ini-nanodayo."

"Mungkin saja."

Tiba-tiba ruangan ball room ini penuh dimeriahkan oleh tepukan tangan. Dan lampu sorot, jauh disana menyoroti tengah panggung.

Takao sangat tahu siapa orang-orang di depan sana. Yap! Kedua orang tua sepupunya dan kedua orang tunangannya.

Namun, Takao mengernyitkan dahinya. Matanya terpaku pada sesosok seorang gadis.

Gadis dengan surai hitam panjang, bagian ujung rambutnya sedikit ia gelombangkan. Nampak perawakannya tak jauh dari dirinya, mungkin seumuran.

Takao berpikir—

siapa dia?






























Chapter 37 owari! Yeay! Bagaimana dengan yang satu ini? Oh, Momoi udah keluar, ya? :v wkwkwk~ tenang aja belom mulai kok dia jadi nyebelin '-' Aomine kemana? Ya, taulah pasti ._.

Next chapter review! 😋 semua bakal kuungkapkan sebenernya ini apa '-' then, kalyan—Reader-tachi—bakal sedikit berbincang-bincang ama mertua Akashi 😝 mamakenya doank sih '-' bapakenya tyduck .-. Oh, sebelumnya kalyan juga bakal dikasih tantangan sama nih cewek 😑 apa tantangannya? Ya, tunggu aja. Tapi saia gajamin bakalan ada 😅 kali aja khilap jadi banyakan basa basi sampe bagian itu lupa 😃

Tinggalkan vote dan komentarnya, ya! Semangatin Mikajeh kali aja bisa double update kek kemaren :v wkwkwk~

Terima Kasih


Neko Kurosaki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro