Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(33)

♠♠♠

Pagi hari yang sama. Di waktu yang sama. Di tempat yang sama. Namun, dengan suasana yang berbeda. Suasana lebih mencengkam. The Jerk dan Generation of Miracles saling beradu tatap.

[St/n] muncul diantara gangnya. Sambil mengemut permen rasa kesukaannya. Style baju masih sama seperti kemarin, hanya berbeda sedikit pada model bajunya. Ia mengenakan potongan yang sama. Namun, bagian lengan bajunya dijahit berpola kotak-kotak merah. Bajunya bertuliskan 'BASTARDS' dengan modern gothic font style berwarna abu-abu yang di-bold. Kali ini ia mengenakan coker.

"Aturannya seperti permainan pada umumnya."

👑

"Dia anak dari CEO Shimada Corporation, perusahaan pemilik perhotelan berbintang lima di lima kota besar di Jepang dan cabang-cabangnya di dunia."

[St/n] menyeruput secangkir bergamot tea yang baru saja Nanase buat dalam ruangannya—teh yang berasal dari daun jeruk yang tumbuh di Italia selatan. Tentunya dibawa langsung dari sana. Ah, bahkan dalam ruangan ini lengkap pula peralatan membuat teh.

Ia kembali menjelaskan, "Hideo Shimada, putra tunggal Direktur Hideki Shimada, tunangan Maru. Putri pertama Watanabe Corporation."

👑

"Two–on–Two, satu quarter. Bagaimana?"

Kisedai mengangguk begitu mendengar Hide menjelaskan permainannya. Satu quarter? Mereka hanya perlu bermain selama 10 menit, itu sudah cukup.

"Aku akan bermain dengan Hime-sama. Kau—pilihlah siapa pun temanmu." Hideo menaikkan sebelah sudut bibirnya. Menatap Kisedai sinis.

Akashi menahan dirinya. Aomine berbalik, menatap gadis di belakangnya. Ia menaikkan tangannya kemudian sedikit melambaikan. "Hei! Apa ada yang bisa bermain basket diantara kalian?" teriaknya.

Seorang gadis berpakaian jumpsuit mengangkat tangan kemudian maju. Mendekati Aomine.

👑

"Semejak kematian tunangannya, dia menjadi sangat liar. Bermabuk-mabukan, berganti-ganti kekasih bahkan sampai tidur bersama mereka. Direktur Shimada khawatir dengan hal itu, terlebih sudah menjadi rumor buruk tentang putranya itu," [St/n] melanjutkan.

"Lalu, hubungannya denganmu? Pekerjaanmu?" Takao bertanya. Pertanyaan yang sama selama beberapa hari ini ia tanyakan.

[St/n] menghela nafas pelan, gadis ini meletakkan cangkir tehnya perlahan di atas alas keramik yang memang sepasang dengan cangkir tehnya.

Ia terpaksa menjelaskan, "Shimada Corporation tidak ingin menandatangani kerjasamanya dengan kita. Otousan berencana membangun hotel dan apartemen di Prefektur Kanagawa, tepatnya Yokohama. Dan Shimada Corporation memiliki pengaruh luas di sana.

"Alasan ia tidak ingin menandatanganinya karena putranya. Walaupun aku memegang rahasia soal pertunangan dan putranya, dia tetap keras kepala," ia melanjutkan.

Akashi kali ini meletakkan cangkir tehnya, menyandarkan punggungnya pada sofa dibelakangnya. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lalu kau membuat perjanjian jika kau bisa mengembalikan putranya, ia akan menandatangani perjanjian itu?" tebak Akashi

[St/n] mengangguk, memberikan jawaban. Takao kembali bertanya, "rencanamu? Pasti kau memiliki alasan kenapa mendekatinya, 'kan?"

[St/n] kembali mengangguk. "Ini ada hubungannya dengan pertunangan dirinya. Alasan ia menjadi seliar ini," jelasnya.

Akashi dan Takao menatap [St/n] lamat-lamat. Menunggu penjelasan lanjutan [St/n]. Gadis itu membuka mulutnya, mulai menjelaskan.

Gadis yang ia cintai. Bukan, tapi gadis yang seharusnya menjadi tunangannya—meninggal dalam kecelakaan dan aku ingin membuatnya sadar akan hal itu.

👑

Quarter pertama dimulai, seorang gadis membawa bola dan berjalan sampai tengah lapangan. Sesampainya ditengah ia memberikan aba-aba dan melempar bola ke atas. Bola orange itu melambung di udara.

Hide berhasil merebut bola pertama dan langsung mengopernya pada [St/n], gadis itu pun menerimanya dengan baik.

Gadis sadistic itu lincah mendrible bola, melakukan fake, kemudian melakukan lay up dan mencetak point pertama. Aomine berdecih sebal. Permainan kembali dimulai.

👑

"Hideo mengira gadis yang meninggal adalah gadis yang selama ini selalu berbicara dengannya lewat surat. Tapi salah, itu adiknya," [St/n] mulai bercerita.

"Maksudmu? Yang meninggal itu kakaknya. Maru?" Takao kembali bertanya.

"Iya, itu kakaknya, dan adiknya, Mari. Mereka tidak kembar identik, hanya lahir di tanggal dan bulan yang sama. Namun, umur mereka berbeda dua tahun. Ia sebenarnya sudah jauh mengenal satu-sama lain melalui rasa penasaran mereka, jadi mereka akrab karena surat yang selama ini mereka kirimkan. Dan surat yang Hideo terima adalah surat balasan dari Mari."

Takao sedikit bingung. Ia berpikir-pikir, mecoba mencerna penjelasan sepupunya ini. Sementara Akashi santai sambil menyimak penjelasan [St/n], tunangannya itu.

"Saat Hideo bertemu dengan putri dari keluarga Watanabe, ia mengira yang selama ini membalas suratnya adalah Maru, bukan Mari. Selang seminggu mereka kenal dekat, Maru mencintai Hideo. Sementara Hideo merasa aneh dengan Maru yang sangat berbeda."

"Tentu saja, karena mereka dua orang yang berbeda," tuntas Takao. Akhirnya ia mengerti.

[St/n] kembali melanjutkan, "Maru yang tahu ia yang terpilih ditunangkan dengan Hideo, merasa bahagia. Mari pun menerima kenyataan itu dan tetap senang. Namun tidak dengan Hideo, ia mulai tidak yakin dengan dirinya dan gadis yang ditunangkan dengannya. Sebulan sebelum pernikahan mereka, Maru meninggal karena kecelakaan mobil."

Takao kembali bersedekap. Ia sedikit terkejut dengan cerita dari sepupunya. Berpikir bagaimana [St/n] tahu hal ini, pastinya ada hubungannya dengan [St/n] yang mengurung dirinya dalam basement. Yap! Takao sadar dengan hal itu. Namun entah dari siapa ia mendapatkan informasi ini.

"Kematian Maru nyaris membuat kerjasama perusahaan batal, sementara Hideo merasa bersalah karena tidak sempat menanyakan banyak hal tentang Maru termasuk soal pesan itu. Ia depresi karena tidak menemukan gadis yang membuatnya nyaman, kerjasama perusahaannya pun hancur, dan seorang gadis mati karena dirinya pula."

Akashi kali ini membuka suara, "lalu apa selanjutnya, [St/n]?"

Aku ingin berbicara dengannya.

👑

Permainan sudah berjalan hampir empat menit. Point sama-sama unggul, saling merebut point satu sama lain. Permainan dihentikan sementar, Time Out. Kisedai dengan The Jerk duduk di tempatnya masing-masing, membuat strategi baru.

"Aku akan bermain selanjutnya," ucap Akashi dengan nada dingin mengintimidasi.

Kisedai terkejut Akashi berkata dengan nada suara dan wajah menyeramkan itu. Mereka kompak berpikir Akashi melakukan switch dengan dirinya yang lain. Namun Kuroko sadar, itu benar-benar Akashi yang lama ia kenal. Bukan dirinya yang lain.

Sementara Takao merasa aneh, memang mungkin hanya perasaannya atau baru kali ini merasa Akashi marah, sebal, entah apa itu.

Permainan kembali dimulai, Kisedai setuju membiarkan Akashi bermain. Kali ini pasangan bermainnya diganti. Namun tetap saja yang dipilih seorang gadis, melihat itu sebercik rasa sakit seperti jarum yang amat tipis serasa menusuk hati [St/n]. Namun merasakan hal itu, ia bergeming diam. Lebih kearah menyatakan jikalau [St/n] kebingungan.

Belum sampai satu menit, kali ini Akashi dengan pasangannya menguasai quarter kedua dengan memasukkan triple point. Permainan dilanjutkan, [St/n] kali ini berhadapan dengan gadis di depannya. Dengan gerakannya yang lincah, ia melakukan fake dengan sempurna. Begitu melewati lawan di depannya, tanpa [St/n] sadari—gadis itu melakukan kecurangan dengan menjatuhkan [St/n].

[St/n] yang tersungkur, langsung dibantu Hide untuk bangkit. Pria itu sigap berjongkok dan membantu [St/n] berdiri—mengangkat sang gadis perlahan.

"Kau tidak apa, Hime-sama?" tanyanya khawatir.

[St/n] menggeleng, dia menoleh menatap Hideo. Gadis ini terkejut, tatapan yang Hideo berikan sangat berbeda—tatapan seakan-akan takut ia kehilangan sesuatu yang berharga.

"Hideo… ada apa denganmu? Tatapanmu?" tanya [St/n] langsung.

Hideo tersadar dari lamunanya. "Iie, maaf jika ini mengganggumu. Kupikir kau mirip dengannya," jawabnya dengan nada rendah.

[St/n] tersenyum simpul. Ia berdiri dengan lebih baik sambil melepaskan pegangannya pada Hide. Ia menatap Hide lembut kemudian mengucapkan, "arigatou, mungkin seharusnya kau tidak pergi." Dari balik maskernya.

Permainan kembali dilanjutkan. Waktu tersisa tiga menit lagi. Point saling mendahului. Bola di-drible Akashi—manik crimson pria ini menatap Hideo tajam dan dingin.

Akashi melakukan angkle break, pria di depannya terjatuh. Begitu sampai dihadapan [St/n]. Akashi membeku, nyaris saja bola pada genggamannya ia lepaskan. Ia sadar seketika dan langsung melakukan fake disusul dengan lay up.

Akashi sesungguhnya geram, rasanya ia tidak suka melihat [St/n] dengan Hide. Ingin rasanya seketika ia menarik [St/n] yang tengah bersama Hideo atau bahkan merajam Hideo langsung.

Waktu tersisa 40 detik. Gadis yang bersama Akashi kembali melakukan foul dengan berusaha menjatuhkan [St/n]. Sesaat [St/n] ingin melakukan jump shoot, dari arah belakang—gadis itu sengaja melakukan kontak fisik dengan mendorong [St/n].

[St/n] terjatuh, namun tubuh mungilnya serasa melayang. Saat ia membuka manik [e/c]nya—ia mendapati Akashi melindungi dirinya—ia memeluk [St/n]. Tubuhnya terduduk menyandar pada tiang basket di belakangnya.

[St/n] membulatkan matanya sempurna. Kalau saja Akashi tidak melindunginya, mungkin kepalanya sudah terbentur keras dengan tiang basket di depannya.

[St/n] yang sadar masih dipeluk Akashi, segera memundurkan dirinya sambil mengangkat kedua tangannya dan meletakkannya di atas kedua bahu Akashi. Ia menggoncang-goncangkan tubuh Akashi.

"Sei! Seijuro-kun! Bangunlah! SEI—"

"aku mendengarnya, [St/n]." Akashi menenangkan tunangannya, ia tersenyum simpul. Sebelah tangannya ia letakkan tepat di salah satu pipi chubby [St/n]. "Sepertinya… gagal," ucapnya kemudian.

[St/n] terkejut. Ia duduk tegap di depan Akashi. Ah, astaga! Hancur sudah pekerjaannya, rencananya! Kalau saja gadis sialan itu tidak mendorongnya, Akashi tidak akan melindunginya dan pekerjaannya pun—

Eh!?

—tunggu dulu….

"Sei…." [St/n] menatap Akashi tajam. Ia berucap menyelidik, "kau… yang merencanakan ini, ya?"

Akashi terkekeh kemudian tersenyum penuh kemenangan. Sementara gadisnya itu, membungkam mulutnya sebal.

[St/n] berdiri—masih dengan mimik yang sama—sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Akashi menatap tunangannya, berharap ia dengan senang hati membantu dirinya berdiri.

Namun, [St/n] menatap jengkel. "Apa!? Kakimu masih utuh, 'kan? Bangun sendiri atau peluk saja tiang di belakangmu itu!" ketusnya sarkas.

Akashi tersenyum miring. "Ah, Tuan Putri ternyata kejam, ya." Sembari berucap seperti itu, Akashi bangkit dari posisinya menghadap [St/n].

"Hime-sama… kau—siapa kau sebenarnya?" tanyanya gugup.

[St/n] memutar tubuhnya dengan tatapan mata yang datar dan dari belakang Akashi melepaskan masker dan topinya mendadak, membuat paras cantiknya terlihat sempurna.

"Dia tunanganku. [F/n], putri tunggal perusahaan [L/n] Group," jawab Akashi menjelaskan.

Kisedai terkejut melihatnya, tidak menyangka jikalau yang mereka lihat adalah manajer tim basketnya. Yap! [St/n]—manajer mereka. Sementara Kuroko menatap datar. Biasa.

👑

"Begitu, 'kah?" Takao mengerti.

[St/n] menatap pria di deoannya heran. "Kuroko-kun, sampai kapan kau akan diam saja? Kau dari tadi hanya menyimak, lho," ucapnya kemudian.

Takao terlonjak terkejut mendapati Kuroko sedari tadi berada di depannya. Astaga hawa keberadaannya itu menyebalkan sekali, kalau saja Takao itu kakek tua dengan penyakit jantung. Mungkin saja pria ini sudah kena serangan jantung dadakan.

Sebelum mengakhiri pembicaraan hari ini, [St/n] menutupnya dengan memperingatkan Akashi.

"Sei, jangan sampai kau melakukan hal menyebalkan lagi seperti mengagalkan rencanaku."

👑

"Kau—apa maksudnya ini!?" ucapnya Hideo tidak percaya.

"Hideo." [St/n] berusaha tenang, mengendalikan emosinya agar tidak meluap-luap. Kemudian ia melanjutkan, "kenapa kau tidak bertanya… soal surat itu?"

Hening.

Semuanya terdiam, hanya berbisik-bisik. Sementara Kisedai menatap [St/n] yang mereka tidak duga itu dirinya.

"Apa yang kau—"

"Apa kau akan tetap diam saja?" sela [St/n]. Hideo terdiam, ia kembali berucap, "gadis yang kau cari selama ini selalu berada bersamamu, kau tidak menyadarinya?"

Hideo terperangah. Ia tidak mengerti maksud [St/n]. Ia kemudian bertanya, "kenapa—dari mana kau tahu?" ia masih tidak percaya.

"Karena aku menceritakan semuanya, Hide-kun."

Dengan suara itu, intens pandangan seluruh orang di lapangan tertuju padanya. Tak jauh berdiri tepat di belakang Hideo, berdiri seorang gadis dengan surai kecoklatan yang cocok dengan manik hazelnya. Perawakan manis dengan pakaian yang feminim.

"Mari," Hide bergumam, terkejut.

Gadis bernama Mari itu berjalan, mendekati Hideo. Ia mengeluarkan sepucuk surat yang masih rapi dari kantung dress ungu pastel miliknya, diberikannya surat itu pada Hide.

Hide hanya menatap surat itu kemudian menoleh kembali pada Mari. "Ini dari… Nee-sama," ucap Mari sedikit ragu.

Hide membuka perlahan isi surat itu. Begitu netranya mendapati deretan tulisan tangan yang baru pertama kali ia lihat, ia menatapnya bingung.

Tapi ia tahu, itu bukan surat dari gadis yang selama ini bertukar surat dengannya.

👑

Untukmu, Hideo Shimada-sama.

Ah, ini pertama kalinya aku menulis surat untukmu. Dan mungkin kau merasa aneh, ya? Maaf, kalau ini memang mengganggumu. Kau ini orang yang jahat! Bodoh, dungu, bego! Oke, itu sedikit kasar, memang. Namun aku jujur. Ah! Lega rasanya aku bisa mengungkapkannya.

Aku pertama kali melihatmu saat pertemuan keluarga itu. Dan itu saat keluargaku denganmu membuat perjanjian dengan menunangkanmu denganku. Ya, jujur saja aku tidak tahu itu. Tapi aku senang setelah mengenalmu dengan dekat.

Apa kau ingat saat itu kau memintaku bertukar surat dan aku hanya mengiakan saja? Aku memang membalasnya. Maksudku, Mari yang membalasnya dengan menggunakan namaku, tentu saja.

Tapi aku sadar saat kita bertemu dan bermain bersama lagi, kau merasa aneh bersama denganku walaupun kau ikut bersenang-senang saja. Oh, dan saat aku melihatmu dengan Mari, jujur saja aku senang. Entah kenapa. Aku bersyukur kau bisa cepat akur dengannya, ya, mungkin karena dia adikku.

Aku begitu gembira saat tahu bahwa kita ditunangkan. Bagamana aku mengekspresikannya saat tahu? Um… aku bercerita dengan Mari. Ia senang mendengarnya, sangat. Bahkan ia memelukku dengan sangat hangat.

Tapi pada akhirnya, aku tetap kalah, ya? Karena kau tidak pernah merasakan perasaan yang sama denganku. Itu jelas terukir diwajahmu, sehingga itu tidak ada celah untukku memasukinya.

Dan aku punya rahasia….

Aku pernah masuk rumah sakit dan butuh perawatan berkala, namun aku menolaknya dengan langsung mengatakan hal itu pada dokter. Aku juga meminta hal ini dirahasiakan dari keluargaku.

Selang tiga minggu aku mengenalmu lebih baik, aku jatuh pingsan dan harus keluar masuk rumah sakit. Mari tahu itu dan akupun menceritakan semuanya. Mendengarnya, ia sedih.

"Kau harus segera menikah dengannya, Nee-sama. Waktumu—" aku meletakkan telunjukku tepat di depan bibirnya, matanya terlihat memerah karena tangisan itu. Lucu rasanya melihat dia seperti ini. Entah kenapa rasanya senang dia mengkhawatirkanku.

Waktu yang kuperlukan di rumah sakit semakin panjang, orang tuaku mulai curiga. Namun berkat Mari, aku tetap bisa menyembunyikannya. Aku tahu kalau kondisiku sangat buruk.

Aku sering melakukan hal yang kusuka. Melakukan hal yang ingin kulakukan bersama Mari. Berlomba memakan banyak kue manis dengannya. Bermain game dan banyak lagi. Bahkan aku sering keluar diam-diam (menyelinap sih lebih tepatnya, hehe) dengan Mari. Melakukan hal yang dilarang keluargaku, dan juga… melanggar semua aturannya.

Sayap-sayap kecil dipunggunggu aku kembangkan, bebas rasanya.

Aku teringat dengan malam itu. Mari berteriak dengan lantang, "aku tidak akan menggantikanmu, Nee-sama!"

Ah, aku tahu itu.

"Kau menyukainya, 'kan? Lalu kenapa kau—"

"Karena aku tahu dia menyukaimu dan kau menyukainya juga, Mari." Akhirnya aku mengatakannya. Kalau ditanya darimana aku mengetahuinya, ya, aku tahu… aku sadar… saat kau berbicara dengannya. Kalian selalu mengerti satu sama lain.

Apa yang kau ketahui soal isi surat itu, Mari selalu mengerti. Apa itu yang membuatmu merasa tidak cocok denganku? Oh, atau mungkin karena kau menyukai Gadis Pengirim Surat itu? Ya, itu bukan aku. Maaf… mengecewakanmu dan tidak mengatakannya.

Ah, selain melakukan hal yang kusuka. Aku juga berbohong satu hal. Berbohong kalau Maru Watanabe tidak pernah menyukaimu, kebohongan itu mengantarkan Mari padamu.

Ia gadis baik, selalu memikirkan kebahagiaan orang lain, tidak bisa membela diri, selalu harus dilindungi. Ya, aku tahu. Karena aku kakaknya. Dan aku selalu melindunginya.

Yap! Mari akhirnya menerima perjanjian itu. Dan aku bahagia melihat kalian tersenyum, bercanda-tawa. Bersama, tentunya. Namun, apa yang terjadi pada tubuhku yang lemah ini… akhirnya diketahui orang tuaku.

Mereka juga kecewa denganku, namun Mari melindungiku. Aku akhirnya mengatakan hal yang paling berat untuk aku lakukan, "berikan posisiku pada Mari." Sakit, memang. Namun aku yakin ini yang terbaik.

Aku sebenarnya berjanji pada Mari agar tidak mengatakan hal ini, namun aku memang harus melakukannya.

Kebohongan yang mengatarkan Mari padamu, berbeda dari yang kubayangkan. Kau terkadang terlihat suram dan sedikit possesive dari yang kukira. Keras kepala dan tidak sabaran. Namun dibalik dirimu yang seperti itu, aku merasakan kelembutan. Kelembutan itu membuat aku sadar bahwa adikku yang rapuh lebih membutuhkanmu.

Apa kau ingat saat kita melihat kembang api bersama malam itu? Desiran lembut angin malam terasa dingin dan nyaman.

Saat mendengar permainan piano Mari, rasanya terbawa suasana. Sampai aku berpikir… aku berharap bisa hidup sehari lebih lama.

Rasanya aneh hal-hal sederhana yang aku rasakan, menjadi ingatan yang selalu kukenang.

Hideo Shimada-kun, jagalah adikku.

Maaf aku tidak jujur padahal aku sudah tahu dari awal.
Maaf karena sering membuatmu harus selalu membawaku.
Maaf karena banyak meminta hal-hal merepotkan.

Aku benar-benar minta maaf atas semuanya.

Arigatou.

👑

"Lalu kenapa dia kecelakaan?" Hide terdiam. Dia menggenggam surat itu dengan kedua tangannya.

"Karena itu memang yang dia rencanakan." Mari tidak menepati janjinya. Yap! Janji kakaknya untuknya: membuat alibi soal kematian kakaknya.

Kematian Maru yang sebenarnya adalah demi perjanjian perusahaannya dengan keluarga Shimada juga. Maru tahu, kalau keluarga Shimada mendengar soal kematian anak pertama keluarga Watanabe karena penyakit. Perjanjian bisa dibatalkan.

Kedua orang tua Maru tidak peduli dengan hal itu, asalkan putri pertamanya selamat. Namun karena keinginan Maru lebih kuat, bahkan seorang diri pun ia bisa melakukan rencananya. Yang bahkan adiknya tidak sadari kala dirinya dimanfaatkan pula dalam rencananya.

Kebohongan Maru berikutnya adalah tentang seseorang yang mengikutinya. Saat kejadian kecelakaan itu, ia menancap pedal gasnya kuat-kuat. Ia sempat menghububgi Mari, berbohong kala dirinya sedang dikejar. Hal yang ia prediksikan pun terjadi, penyakitnya datang tiba-tiba membuat mobil yang ia kendarai terguling saat menikung.

Mari yang mendengar itu langsung menghubungi orang tuanya dan pergi ke TKP. Namun terlambat, Maru sudah dinyatakan tewas di tempat akibat kecelakaan.

"Maaf karena membuatmu merasa bersalah, dan terimakasih karena memberikan ingatan yang indah untuknya," ucap Mari terisak. Hideo merengkuhnya, ia mengelus lembut pucuk kepala sang gadis.

"Dia benar-benar merepotkan," gumamnya kemudian.

Mari mendongakkan kepalanya kemudian berkata, "Hide-kun, pulanglah."

Sebelum Hide menjawab, ia memutar kepalanya menatap [St/n]. Sementara yang ditatap hanya memberikan wajah datarnya.

"Aku akan menjawabnya," Hideo berteriak pada gadis sadistic itu, ia melanjutkan, "karena aku takut apa yang kuharapkan tidak terjadi."

[St/n] terkekeh. Ia membalas, "paling tidak setelah rasa penasaranmu menghilang, kau masih tetap bisa mencarinya, 'kan?" sambil tersenyum miring.

Hideo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kembali membelakangi [St/n]. Ia berjalan kemudian sambil bergandengan tangan dengan Mari. Sebelah tangannya ia lambaikan dan kembali berteriak, "ya, ya, terserah kau saja Hime-sama."

[St/n] kembali terkekeh. Ucapannya yang tajam itu selalu membuat orang tidak bisa membalasnya. Sederhana namun menyakitkan, begitulah tepatnya.

"Jadi… kenapa dia memanggilmu begitu?" Akashi kembali risih setelah mendengar Hideo menyebutnya begitu.

[St/n] tersenyum jahil. "Kau cemburu, ya?" ucapnya kemudian.

"Itu tidak menjawab pertanyaanku, [St/n]."

[St/n] mendengus kesal. Ah, Akashi tidak bisa diajak bercanda. "Karena saat aku one-on-one dengannya dan dia kalah, perjanjianku dengannya adalah aku diizinkan bergabung dengan gangnya, sementara perjanjian dia denganku adalah dia memanggilku dengan sebutan 'Hime-sama'," jelasnya akhirnya.

Akashi memandangnya tajam. [St/n] menghela nafas kemudian meyakinkan Akashi, "aku tidak berbohong…." Akashi menatapnya makin tajam. Ia kembali melanjutkan, "dan jangan berpikir kalau aku yang memintanya, seakan-akan meminta dia untuk menggodaku."

Akashi menurunkan dirinya, dan tiba-tiba apa yang dia lakukan? [St/n] tidak menyangka dirinya akan diangkat Akashi dengan gaya bridal style. Sementara gadis yang terkejut itu, wajahnya sudah semerah tomat.

Semua warga lapangan berteriak histeris, bahkan beberapa dari mereka sudah siap dengan kamera ponselnya masing-masing. Entah untuk memfoto atau video. Terserah mereka, lah! Lagipula baik [St/n] maupun Akashi sendiri sudah biasa.

"Seijuro-kun, turunkan aku!" titah sang gadis.

"Tidak dan kau harus kuhukum," balas Akashi santai.

[St/n] mengerjap-ngerjapkan maniknya beberapa kali. Ah, ia ingat! Ini bukan hukuman pertama kali untuknya.

Tapi yang menjadi pertanyaan dalam benaknya adalah… kenapa Akashi menjadi lebih cemburuan dari sebelumnya?

Waktu pertama kali dirinya dihukum juga begitu, 'kan?

"Oke! Oke! Aku menyerah, apa pun hukumanmu tapi tolong turunkan aku sekarang!" [St/n] kembali memerintah.

Akashi menurut. Eh!? Akashi menurut? [St/n] membatin. Tidak percaya Akashi akan semenurut itu padanya. Bahkan Kisedai termasuk Kagami mematung, terkejut. Tentu saja.

[St/n] berbalik, berniat ingin kembali ke mansionnya. Namun Akashi tiba-tiba menarik salah satu pergelangan tangannya, tubuh mungil sang gadis terjatuh dalam rengkuhannya, dan tanpa [St/n] sadari. Akashi sudah melumat bibir mungilnya itu, lagi-lagi di tempat umum. Ya, tempat umum!

[St/n] mendorong kuat-kuat dada bidang Akashi, begitu terlepas—gadis ini menutupi bibirnya dengan punggung tangannya sementara wajahnya sudah seperti kepiting rebus.

"A-apa yang kau—!"

"Tentu saja memberikanmu hukuman, apalagi?" ucap Akashi santai.

"Tapi tidak sekarang."

"Kau hanya memintaku untuk menurunkanmu, bukan memintaku agar tidak menghukummu di depan umum," jelasnya simpel.

Oke! Siap, kali ini [St/n] kalah. Ia bungkam. Tidak berkata apapun lagi. Baru kali ini ia kalah dalam hal berargumentasi atau berdebat kekanak-kanakan.

[St/n] memutar bola matanya kemudian beranjak pergi. Tugasnya kali ini sudah selesai dan dia juga sudah tidak ada masalah apapun lagi.

Oh, ada. Masalah tentang Akashi. Akashi yang menjadi cemburuan tiba-tiba. Itu masalah baginya.

Memikirkan hal itu membuatnya pusing. Ia pun berpikir, semakin lama waktu berjalan, ia pun akan semakin tahu jawaban atas pertanyaan itu.












Chapter 33 owari! Gimana? Paham, 'kan? :v wkwkwk pahamlah udah 😂😂🔫 egile gw maksa banget :v (LOL)

Next Chapter Review! Kabar buruk untuk Reader-tachi, ah… gimana, ya? Gini, lho… apa namanya… jadi orang tua Reader-tachi ceritanya (ceritanya loh ya) kecelakaan, dan Reader-tachi tau dari Akashi. So, Akashi nganterin Reader-tachi langsung ke bandara terus naek helikopter pribadinya buat ke Singapura (lho?! Kenapa ke Singapura dah!?), intinya apa yang kalyan-kalyan pertanyakeun akan ada besok :v

Sempatkan vote, kritik dan sarannya di kolom komentar ya '-'/

Terima Kasih _(:3 J    )_

Neko Kurosaki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro