
(31)
♠♠♠
Malam hari.
[St/n] yang telah pulang ke mansion [L/n], melepas ikat rambutnya, melepaskan kacamata berbingkai hitamnya, pula menanggalkan setelan hitam dan menggantinya dengan dress terusan berwarna merah polos yang terlihat lebih feminim.
Saat ini, dia bukanlah seorang gadis kantoran yang bekerja dengan jabatan wakil direktur—tepatnya hanya duduk di balik mejanya sambil mengetik sesuatu pada laptopnya.
[St/n] saat ini adalah seorang Tuan Putri Keluarga [L/n]. Bersama tunangannya, ia kembali ke kediaman keluarganya.
Malam hari adalah waktu yang berharga baginya, karena dia bisa melupakan sebentar pekerjaannya sebagai wakil direktur, dan bisa bertindak seperti biasa apa yang hendak ingin dilakukannya.
Ya, walaupun sebenarnya saat di mansion pun ia masih sibuk dengan tugasnya yang lain. Workaholic. Mungkin itu sebutan untuk dirinya, seperti tunangannnya pula. Akashi Seijuro.
"Produk Charles Krug Winery, Krug, tahun 1928."
Nanase menunjukkan label anggur putih mewah kepada [St/n] yang tengah duduk bersantai di atas sofa sambil memainkan gamenya. Ia melirikkan ekor matanya sekilas kemudian mengangguk.
Nanase melepaskan segel tutupnya menggunakan pisau sommelier dengan telaten, dan membuka cork botol. Sebelum wanita ini menuangkan anggur putih itu, sesaat ia mencium aroma wine itu—memastikan kala aroma anggurnya benar-benar mengeluarkan aroma yang sensual, pula untuk memastikan kala tidak ada aroma mencurigakan seperti aroma racun.
Cairan bening anggur putih itu dituangkan ke dalam gelas anggur yang sudah dilap hingga mengkilap, tidak meninggalkan sedikit pun noda, maupun aroma-aroma aneh—kala bisa saja seseorang mengoleskan sesuatu dalam gelas anggurnya.
Serangkaian kegiatan yang dilakukan Nanase benar-benar tanpa celah, sangat berhati-hati, pula sangat rapih kerjaannya.
Sebagai catatan, wine dengan merk Krug tahun 1928 ini adalah hadiah dari sang ayah, ucapan maaf entah maaf untuk apa, dan sebagai tanda kerja kerasnya.
Begitulah, [St/n] memang tidak akan meminta, terlebih lagi dengan harga 2.5 juta. Ya, lagi pula sudah dibelikan, tidak baik jikalau disia-siakan. Jadi, dia memilih meminumnya saja.
Di saat hendak mengambil gelas anggur itu dan meminumnya, tetiba saja terhenti. Yap! Takao lebih dulu mengambil gelas yang berisi setengah wine anggur putih miliknya itu kemudian meminumnya.
Sepupunya itu langsung duduk bersandar tanpa merasa bersalah sedikit pun dan menikmati minumannya sendiri. Sementara [St/n] hanya melirikkan manik [e/c] tajam.
"Yah, ternyata rasanya benar-benar enak dari yang sudah kuduga," ucap Takao dengan santainya.
[St/n] kembali memundurkan tubuhnya kemudian bersandar pada sofa empuknya itu sembari menghelakan nafasnya. Tak lama kemudian, Nanase kembali menunangkan anggur putih miliknya dan tentu saja kali ini untuknya.
Sementara Kise, Aomine, Kagami bahkan Midorima hanya duduk meringkuk seperti orang kacau. Entah ada apa kala dengan mereka. [St/n] sebenarnya pun kurang peduli.
"Tapi nyatanya, kita harus bertahan beberapa hari lagi di mansion ini-ssu."
Mendengar gumaman Kise yang terkesan pasrah, si Tuan Putri [L/n], [St/n], langsung mengadahkan game di depannya. Menatap Kise penuh tanda tanya.
"Ada apa Kise-kun? Memangnya kau melihat apa?"
Kise yang biasanya paling cerewet dan berisik dengan semangat tidak berguna itu, untuk saat seperti ini saja menunjukkan ekspresi pasrah, takut akan sesuatu dan… entahlah apa lagi. Bahkan bukan hanya dia. Temannya : Kagami, Midorima dan Aomine pun sama.
"Mansionmu ini berhantu, [St/n]cchi!" seru Kise tiba-tiba.
"Bahkan aku bertemu hantu pembunuh itu," timpal Aomine.
"Dan boneka itu. Entah aku waktu itu melihatnya, atau sebenarnya boneka itu berjalan sendiri," bahkan Kagami.
Sambil melihat Kise dan yang lain seperti itu, [St/n] akhirnya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh kemudian meletakkan ponselnya pada meja di depannya—mimik wajahnya seakan-akan berkata, 'yang benar saja Kise-kun!', lalu ia mengangkat gelas anggur ke mulutnya kemudian diminumnya anggur itu. Rasa manis yang lembut seperti nektar buah-buahan memenuhi ruang dalam mulutnya.
"Baiklah, akan aku ceritakan padamu-ssu!" Kise akhirnya memilih untuk menceritakan kejadian kemarin malam, walaupun sejujurnya [St/n] sedikit takut memikirkan bilama posisinya saat itu berada di posisi Kise. "Kemarin malam, tepat pukul 10 malam, Kagamicchi melihat boneka di dapur, namun saat kembali boneka itu sudah hilang…."
[St/n] mulai membenarkan posisi duduknya, menyimak cerita Kise yang dia anggap sangat serius kali ini. Terlebih lagi kejadiannya pula ada di mansionnya.
"Disusul olehku yang melihat sosok bergaun putih dengan darah di sekujur tubuhnya. Sosok itu memanggil diriku dan berteriak, 'Kise-kun, tolong aku', begitulah…."
[St/n] bersungut-sungut.
"Aominecchi melihat hantu seperti seorang pembunuh dengan mata yang terlihat bercahaya dan Midorimacchi mendengar suara seekor kucing namun tidak ada sosoknya, hanya ada sepasang mata heterocromia yang bercahaya dalam gelap…."
[St/n] menoleh pada Akashi, menatapnya lamat-lamat meminta penjelasan. Namun Akashi malah balik menatapnya sambil menaikkan kedua bahunya sedikit. Oke, [St/n] mengerti dengan pandangan itu.
Akashi pun tidak tahu-menahu soal hal itu.
"Aku sudah mengerti," ucap [St/n]. Gadis ini menyusun poin permasalahannya menurut pandangannya. "Dengan kata lain, kalian serempak melihat sosok itu dengan jarak waktu yang tidak terlalu jauh?"
Kise mengangguk.
Setelah mendengar cerita singkat dan menyimpulkannya, [St/n] kembali bersandar kemudian meneguk sedikit demi sedikit anggur dalam gelasnya. Ia menghelakan nafasnya pelan
"Lalu soal pembunuh itu, hanya seperti bayangan gelap saja?" tanya [St/n]. Dibalas anggukan Aomine. [St/n] kembali menghelakan nafasnya perlahan kemudian kembali pula meneguk winenya.
Hening.
Kisedai menatap [St/n] lamat-lamat. Sementara gadis yang dimaksud hanya meneguk wine miliknya kemudian kembali pada dunianya sendiri—bermain game, apa lagi?
[St/n], gadis itu merasa diperhatikan, dia pun menolehkan pandangannya—gelas wine masih tepat berada di depan bibir mungilnya—ia menatap Kisedai bingung, namun mengerti maksud tatapan itu.
"Ada apa?" tanya [St/n] memastikan.
"Dilihat dari bagaimana responsmu, sepertinya kau tahu sesuatu, [St/n]," ucap Takao.
[St/n] meletakkan gelas wine miliknya di atas meja sampai menghasilkan bunyi dentingan kecil. Ia yang berniat ingin kembali ke dunianya, terurungkan.
"Begitulah," jawabnya akhirnya.
Hening kembali.
[St/n] masih menatap Kisedai beberapa saat.
"Kalian berharap aku memecahkan kasus ini?" tanya [St/n]. Kisedai membalasnya dengan anggukkan bersama. Gadis ini kembali menghelakan nafasnya kemudian ia mengucapkan, "pelakunya adalah…."
Kisedai menatap lamat. Lebih lamat dari sebelumnya.
"…aku."
Jawaban singkat. Sangat singkat. Kagami, Kise, Aomine, dan Midorima mengerjap-ngerjapkan maniknya beberapa kali.
Bingung, sesungguhnya. Iya, mereka tidak salah dengar. [St/n] mengucapkan kalau pelakunya adalah dia sendiri. Ya, gadis ini.
[St/n] menghelakan nafas malasnya untuk kesekian kalinya, gelas winenya pun sudah kembali terisi setengah.
"Sebagai catatan Seijuro-kun juga ada dalam kasus ini," lanjutnya kembali.
"Eh? Apa maksudmu-ssu ka? Akashicchi juga ada-ssu!?" seru Kise setengah percaya.
"Aku hanya akan menceritakannya sekali, jadi dengarkan baik-baik!"
Kisedai menatap [St/n], mereka sudah siap mendengar penjelasan atas kasus ini. Membuka telinga mereka lebar-lebar.
"Malam itu, sebelum Kagami menuju dapur. Akulah yang pertama kali menuju ke sana untuk mengambil minuman dan beberapa camilan."
"Lalu kenapa ada boneka itu? Maksudku… kau tahu… Annabelle," ucap Kagami, sedikit berbisik.
"Ah, soal itu." [St/n] menolehkan pandangannya pada Nanase yang berdiri tepat di sampingnya. "Nanase-san, apa sudah selesai?"
Nanase mengangguk. "Saya sudah menyelesaikannya, Tuan Putri. Apa perlu saya ambil?" tanyanya kemudian. [St/n] mengangguk.
Nanase pergi sesaat. Mengambil 'barang' yang [St/n] maksud. Tak lama kemudian Nanase kembali dengan membawa boneka bergaun putih dengan rambut kepang dua. Annabelle. Boneka dengan tinggi 50 centi itu dibawanya. Tampak gaun putih yang menyelimuti tubuh boneka itu sangat bersih.
Nanase menyodorkan boneka itu pada [St/n], kemudian gadis ini menerimanya. Sementara Kagami bergidik takut dengan apa yang [St/n] bawa.
Tidak percayalah dirinya kala [St/n] cukup mengerikan memiliki boneka terkutuk itu. Ya, walaupun faktanya Annabelle yang asli tidak seperti ini rupanya. Jauh lebih lucu dari yang ada di filmnya.
"Aku membawanya saat malam itu, meletakkannya duduk di atas bangku di dapur. Bonekaku, Annabelle. Saat pertama kali aku menontonnya, aku meminta Otousan untuk membuatkan duplikatnya, dan ternyata sampai semirip di filmnya. Boneka ini cukup terkenal, gadis-gadis seusiaku atau pencinta film horror banyak yang membelinya. Namun sayangnya boneka ini hanya diproduksi perusahaan mainan [L/n] Group beberapa saja."
"Tunggu dulu, [St/n]! Tapi saat itu aku tidak melihatmu!" sanggah Kagami.
[St/n] mengangguk. "Aku memang tidak ada saat itu, karena aku pergi ke belakang dapur. Mengambil beberapa buah-buahan yang baru Nanase-san petik tadi sore di kebun."
"Ano, [St/n]-san. Tapi kenapa saat aku mencoba melihatnya boneka itu tidak ada?" kali ini Kuroko bertanya.
"Oh, karena saat itu aku mendengar suara pecahan kaca. Aku segera kembali dan mengambil bonekaku. Aku berpikir kala itu sangat berbahaya jikalau pecahan kaca itu tidak segera dibersihkan, jadi aku langsung pergi mengambil sapu kecil."
Kagami dan Kuroko mengangguk. Mereka mengerti sekarang. Kala itu [St/n] benar-benar datang, namun tidak ada waktu berpapasan karena [St/n] pergi, sementara Kagami datang ; [St/n] kembali, sementara Kagami pergi. Itu juga yang menjadi alasan kenapa gadis ini tidak bertemu dengan Kuroko saat itu.
"Lalu siapa sosok hantu—seseorang bergaun putih dengan darah ditubuhnya-ssu!?"
[St/n] menoleh pada Kise. "Itu juga aku. Saat aku tengah membersihkan pecahan kaca itu, aku tidak sengaja menginjak salah satu pecahannya, alhasil kakiku berdarah. Pecahan kaca yang kuinjak cukup besar, darahnya pula terus-menerus keluar dan terasa sakit. Aku berpikir pecahan kecil itu tertinggal di dalam, jadi aku memencet luka sobek itu yang justru malah membuat darahku lebih banyak keluar."
"Lalu kenapa kau berteriak tolong saat itu-ssu ka?" tanya Kise. Agak khawatir sebenarnya.
"Aku sebenarnya tidak terlalu tahan melihat darahku sendiri, terlebih lagi darahku sudah banyak yang keluar. Tanganku juga tidak sengaja menyentuh piyamaku saat itu, makannya kenapa piyamaku jadi memerah pula. Karena kupikir aku harus kembali dan meminta Nanase membantuku, aku justru bertemu denganmu, Kise-kun. Saat itu pula rasanya aku sudah mulai pingsan, jadi sedikit pusing rasanya. Aku mencoba berteriak agar kau memanggil Nanase di ruangannya, justru membuatku mual. Namun aku berhasil memanggilmu saat itu, hanya saja kau pergi. Tidak kusangka akan menakutimu seperti itu, maafkan aku, Kise-kun."
Kise menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Aku yang seharusnya minta maaf-ssu, karena tidak bisa menolongmu-ssu. Gomenasaissu!" balasnya kemudian.
[St/n] terkekeh. "Ya, tidak masalah," ucapnya.
"Baiklah, itu jelas kau. Lalu bagaimana dengan kasusku?" kali ini Aomine membuka suara.
"Itu, aku." Akashi kali ini membuka suaranya. "Karena kupikir [St/n] tidak kembali, jadi aku mencarinya."
[St/n] tersentak. Sejujurnya cukup tertegun kala Akashi tahu dia keluar malam itu. Tunggu! Tapi bagaimana dia tahu? Dia tidak mungkin tidak tertidur 'kan malam itu? Terlebih lagi sampai mencoba mengintip, yap! Itu paling tidak mungkin.
Tapi bagaimana? [St/n] membatin dalam gemercik pikirannya.
"Suara pintu." Akashi menoleh pada [St/n]. "Saat kau keluar, suara pintumu cukup keras saat terbuka dan tertutup. Aku hanya mendengarkannya sekali saja, walaupun pintu itu ditutup perlahan, pasti masih meninggalkan sedikit suara walaupun samar terdengar. Jadi kupikir kau masih belum kembali."
[St/n] mengangguk-angguk mengerti. Diikuti anggota Kisedai termasuk Kagami. Sementara Takao yang ikut menyimak kasus simpel ini hanya tertawa-tawa kecil. Namun ada sedikit rasa aneh pula kala itu. Khawatir. Yap! Dia yakin itu—Takao khawatir dengan sepupunya yang baru saja ia dengar kala sepupunya pingsan malam itu.
"Aku berpikir dia pasti pergi ke dapur. Karena kalau ke kamar mandi itu paling tidak mungkin, toh di ruangannya sendiri pula pasti ada kamar mandi pribadi, 'kan? Biasanya juga malam hari di jam-jam itu orang normal pasti mulai kembali merasa lapar atau haus namun tidak ingin makan makanan berat. Namun, saat aku sampai dekat dengan dapur. Ia tergeletak pingsan dengan darah di bajunya."
[St/n] mengedipkan maniknya beberapa kali. Dia ingat dengan baik kejadian setelah itu, dan memang benar kala Akashi saat itu memang melihatnya pingsan dan langsung menggendong dirinya sampai ruangan pribadinya.
Akashi kembali menjelaskan, "aku menggendongnya sampai ruangannya, dan dia memintaku untuk membersihkan pecahan kaca karena khawatir pada kalian akan juga menginjaknya. Tentu aku menurutinya dan kembali dengan membawa kotak obat."
"Lalu suara itu… apa kau juga? Maksudku suara seperti menajamkan sesuatu," Aomine kembali bertanya.
"Oh, soal itu. Saat itu aku memang memegang gunting dan mencoba ketajamannya."
Aomine bersweatdrop. Astaga! Kau ini…, batinnya kemudian.
"Soal Midorima itu? Kau juga?" Aomine kembali bertanya.
"Ie, aku yakin itu bukan Akashi-nanodayo. Tidak mungkin dia bisa selincah itu juga," tambah Midorima.
"Oh, soal Midorima-kun. Itu… kucingku. Kuro," jawab [St/n]. "Kucingku itu odd-eyed cat. Makannya sekilas seperti Seijuro-kun apalagi kalau terkena flashlight."
[St/n] menoleh-nolehkan pandangannya, kemudian seekor kucing putih berjenis chinchilla persian cat. Ras kucing domestik berbulu panjang dengan karakter wajah bulat dan moncong pendek. Tubuh yang gemuk, besar, dan tambun. Persia hidung pesek, lebih tepatnya.
Si Putih gembuk tambun itu mendekati tuan kesayangannya, bolak-balik di depan tubuh [St/n]—mengelus-ngelus tubuh tuannya, sayang. [St/n] membalas elusan dari kucingnya dengan mengelus pucuk kepalanya. Si Putih terduduk dipangkuan [St/n].
"Ya, seperti dia," ucap [St/n] sembari menunjukkan wajah si Putih.
"Tapi, dia tidak terlihat. Bagaimana bisa-nanodayo?" tanya Midorima tidak percaya.
"Iya, itu Kuro…," balas [St/n] menggantungkan kalimatnya. "Ah, itu." gadis ini menunjuk ke arah Akashi. Lebih tepatnya kucing yang bersandar tepat di sampingnya dengan nyaman.
Kisedai terkejut, tidak menyadari keberadaan kucing gemuk berbulu lebat itu. Sementara Akashi sudah nyaman pula berada di dekat kucing itu.
Seketika kucing itu terbangun. Menarik tubuh gemuknya ke atas sambil menguap lebar—taring-taring putih diperlihatkannya. Begitu matanya terbuka, Kisedai cukup dibuat terperangah kala memiliki warna yang berbeda. Manik dwi warna kuning–biru. Sementara Si Putih, biru–kuning.
Kucing persia itu melompat, berjalan kecil melewati meja di depannya menuju tuannya. Sesampainya pada tuannya—Si Hitam berdiri tegap, memandang Kisedai dan Kagami seakan-akan tengah memantau mereka.
Kemudian pandangan Si Hitam berakhir pada Midorima, melihat sang empu seakan-akan tengah melihat boneka wortel besar seperti milik tuannya.
[St/n] mengelus pucuk kepala Si Hitam, Si Hitam pun membalas dengan mengelus lembut telapak tangan sampai punggung tangan tuannya.
"Mereka kembar identik dengan mata yang sama," sahut [St/n] sembari tersenyum. Ia pun melanjutkan, "inilah fakta dibalik kejadian malam itu."
Kagami dan Kise menghelakan nafasnya lega bersamaan ; Aomine sudah tidak peduli ; Midorima membenarkan posisi kacamata berbingkai hitamnya itu.
"Efek kupu-kupu¹ yang luar biasa, [St/n]!" seru Takao disela tawa kecilnya
👑
Misteri setelah makan malam itu berakhir. Kisedai bersama Kagami bersama sepupunya kembali melanjutkan materi pelajaran yang mereka butuhkan untuk persiapan ujian musim panas nanti.
Sementara [St/n] berdiri tepat di depan jendela besar yang disinari cahaya rembulan biru ditemani Si Hitam dan Si Putih yang tidur akur bersamaan di atas meja dengan ranjang khusus hewan di atasnya.
Tak lama, [St/n] melangkahkan kakinya ke taman mawar yang berada di sudut halaman rumahnya yang besar. Sudah lama ia tidak kesana.
Namun tampaknya, keadaan baik-baik saja—ia mengukir seulas senyuman, ingat akan mulai besok ia bisa kembali merawat tamannya itu kala housekeepers di rumahnya sudah ambil waktu libur kerja di mansion [L/n] kecuali Nanase.
Halaman rumah di kediaman mansion keluarga [L/n] amat dibanggakan, bahkan saking luasnya para ahli taman pun bisa saja dibuat tersesat di dalamnya. Satu kotak taman mawar luasnya tidak biasa. Ah, tapi tentu mungkin lebih tidak biasa lagi dengan taman di mansion keluarga Akashi.
Memasuki awal musim panas, kuncup-kuncup mawar sudah mulai banyak yang bermunculan—mengingat hal itu, [St/n] lebih mengembangkan senyumannya—tak lama lagi, taman mawar yang luas ini akan diselimuti warna-warni yang menyilaukan dengan aroma khas mawar yang menyengat. Tidak sabarlah gadis ini menunggu hari itu datang.
"[St/n], bagaimana keadaanmu?" [St/n] menoleh kebelakang, mendapati sosok tunangannya yang menatapnya dengan pandangan khawatir.
[St/n] tersenyum kemudian menjawab, "sudah tidak apa, tidak perlu khawatir."
Akashi masih tetap khawatir. [St/n] pun menggenggam tangan Akashi sambil menatap tangannya yang besar itu. Ia tersenyum. "Arigatou, karena sudah menolongku. Arigatou," ucapnya kemudian.
Akashi sedikit terperangah.
👑
"[St/n] mengeratkan pegangannya pada Akashi, tubuhnya sudah sangat lemas sebenarnya. Namun, ia tetap bersikeras untuk tetap sadar.
"Sei, tolong bersihkan darah dan pecahan kaca itu. Aku mohon," ucapnya terengah, pandangannya sedikit buyar melihat Akashi.
"Setelah aku membawamu dalam ruanganmu." Akashi tetap berjalan sambil menggendong gadisnya itu. Tak lama ia pun sampai.
Perlahan ia meletakkan tubuh mungil tunangannya, [St/n]. Menidurkan dirinya di atas kasurnya yang empuk. Namun, [St/n] malah mencoba untuk duduk di atas kasurnya. Akashi tahu memang, bagaimana keras kepala tunangannya ini.
Darah pada kaki tunangannya memang sudah mulai tidak keluar, namun rasa sakitnya tetap terasa menyakitkan.
"Bertahanlah sebentar, [St/n]. Aku akan kembali." Akashi pun pergi, bergegas mengambil kotak obat-obatan.
[St/n] memberitahukan dirinya, kotak yang lumayan besar berwarna putih, tertempel di dinding di samping lemari es dekat dapur dengan pintu kaca. Lengkap terletak disana peralatan pengobatan mulai dari perban, plester, gunting, betadine, bahkan sampai obat-obatan dalam.
Sebelum mengambil semua yang ia butuhkan, Akashi membersihkan terlebih dahulu pecahan kaca itu. Mengelap bekas-bekas darah [St/n] yang berceceran. Terakhir dibuanglah pecahan kaca itu. Selepasnya, ia mengambil obat-obatan yang ia butuhkan.
Akashi kembali, mendapati tunangannya yang terduduk di atas kasur dengan wajah pucat.
Ia masih tetap menahan dirinya, 'kah? Akashi membatin.
Dengan sekali sergap dan gerakan yang terlihat sudah terbiasa. Akashi membersihkan bekas darah dengan air hangat, mengoleskan perlahan betadine di atas luka gadisnya itu—[St/n] sedikit meringis. Mendengarnya, Akashi menahan gerakannya sebentar kemudian melanjutkannya—terakhir ia menempelkan plester luka di atasnya.
Akashi membereskan peralatannya, memisahkan sisa bahan yang tadi ia gunakan untuk dibuangnya. Ia berdiri kemudian membantu [St/n] untuk menidurkan tubuhnya.
"[St/n]—kau ini…." Akashi sesungguhnya ingin marah. Bukan hanya karena kecerobohan [St/n], namun kala dirinya juga yang masih sempat memikirkan orang lain. Yap! Akashi tahu itu, alasan [St/n] memintanya membersihkan pecahan kaca itu.
[St/n] tertidur membelakangi Akashi. Sementara Akashi masih berdiri tepat di belakangnya—menatap tunangannya khawatir.
"Gomen, dan… bisakah kau pergi, Sei? Aku ingin istirahat," sahut gadis itu kemudian.
Akashi masih berdiri. "Kenapa kau sangat takut? Siapa yang kau khawatirkan?" tanyanya beruntun.
[St/n] terdiam.
"Takao, 'kah? Atau… yang lain?"
[St/n] tertegun mendengarnya. Tepat! Memang benar ia khawatir jikalau Takao mengkhawatirkan dirinya. Terlebih bilamana orang lain juga khawatir dengan dirinya, itulah alasan ia selalu terlihat merasa senang dan menyembunyikan segalanya walaupun disela-sela cerita jujurnya tentang masalahnya ia tetap tersenyum bahkan tertawa. Ia berpikir, lebih baik dialah yang mengkhawatirkan orang lain bukan orang lain yang mengkhawatirkan dirinya.
Terlebih pada Akashi. Tunangannya itu.
Terasa kasur sang gadis sedikit merendah, [St/n] pun dengan cepat menolehkan keplanya kebelakang. Netranya mendapati Akashi tertidur dengan bertopang pada sebelah tangannya tepat di belakang kepalanya. Pria itu menyembunyikan iris matanya.
[St/n] hanya memutar kepalanya kebelakang. "Seijuro-kun, sudah kukatakan—"
"Tidurlah, bukankah kau bilang ingin beristirahat?" Akashi meletakkan sebelah tangannya tepat di atas tubuh mungil [St/n]. Gadis itu spontan kembali menolehkan pandangannya. Tetap membelakangi Akashi.
"Iya, tapi aku juga—"
"Jangan menyembunyikan itu, [St/n]." Akashi menampakkan iris matanya. Manik crimson miliknya menatap manik [e/c] [St/n]. Ia melanjutkan, "biarkan aku melihatmu yang seperti ini, tidak perlu menyembunyikannya. Tidak masalah membuatku khawatir, selama kau tidak menyembunyikan itu."
[St/n] tetap terdiam.
"Jangan pernah juga menyembunyikan perasaanmu yang sebenarnya, [St/n]. Aku memohon padamu."
Tangan besar yang memeluk tubuh [St/n] dari belakang berhasil menyalurkan rasa hangat baginya. [St/n] menggenggam tangan Akashi dengan kedua tangan mungilnya, dia tersenyum.
"Arigatou."
👑
"Arigatou, karena sudah mengatakan hal itu. Arigatou, karena sudah mengkhawatirkanku, dan gomen juga karena membuatmu khawatir." [St/n] masih tersenyum.
Sudut bibir Akashi membentuk kurva. Ia menarik tubuh mungil gadisnya itu, memeluknya lembut. Menyentuh pucuk kepalanya dan mengelusnya kemudian. [St/n] pun membalas pelukan itu.
"Hei! Bagaimana? Sudah kau ambil?" suara bisik-bisik terdengar.
"Dikit lagi-ssu!" sebuah gambar terambil. "Sudah-ssu!"
"Hei! Geser dikit, aku juga ingin memotretnya!"
"Takao, kau tidak perlu seribut itu-nanodayo. Apa kau ingin terkena rajaman pisau [St/n]-nanodayo?"
"Ano, Kagami-kun. Kau tidak apa? Apa kau merasa tidak enak? Kau jadi murung, lho."
"Aku tidak apa-apa, Kuroko. Hanya saja…."
"Akachin benar-benar bebas melakukannya, ya. Kuharap ia tidak melakukan hal-hal aneh dengan [St/n]chin."
"Oi, Murasakibara. Jangan mengucapkan seauatu yang aneh-nanodayo," seru pria ini sembari membenarkan sedikit posisi kacamatanya.
"Ya, kalaupun mereka 'melakukannya'. Sepertinya tidak masalah, mereka juga sebentar lagi menikah."
Chapter 31 owari! Yeay! \:v/ panjang, 'kah chapter ini? Woah! Panjang ternyata 😂😂🔫 3200 word(s)~ wkwkwk~ sip! Ini kelebihan dari target biasanya :'v anggep aja bonus deh 😆
Gimana chapter ini? Ngerti, 'kan ama kasusnya :v wkwkwk~ apa pemikiran Reader-tachi sama dengan saiah—Mikajeh? Yang sama angkat tangan! 🙋
BTW hapibesdey tu mi! :v awokokok~ jadi gini, gan '-' karena hari spesial saia :3 so, 2 sampe 3 hari kedepan kita bakal update terus~ tergantung dari banyak vote dan komen di chapter ini sih :3 kalo banyak mungkin bisa triple update 😆😆😆
Next chapter review! 🙌 bakal ada acara olahraga bersama, latihan basket, sampe ngeliat Reader-tachi… ah, itu rahasia :v kalo muat atau saya sedang jadi orang baik hati, tidak sombong, rajin menabung (LOL) bakal kasih bonus kek gini :v wkwkwk~
Silahkan tinggalkan vote dan komennta di kolom komentar yak :3 krisarnya? Silahkan~ ^^ saiah tunggu! :3 wkwkwk~ dede suka seneng deh baca komenan sama balesin komen kalyan :v oh! Enjoy-enjoy aja sama Mikajeh yak :3 saiah menyenangkan kok rangnya :v
Terima Kasih _(:3 J )_
Neko Kurosaki
Efek Kupu-Kupu¹ satu kejadian yang menimbulkan kejadian yang lainnya ; perubahan kecil pada satu tempat dalam suatu sistem taklinear dapat mengakibatkan perbedaan besar dalam keadaan kemudian ; kepakan sayap kupu-kupu yang dapat menimbulkan tornado dikemudian hari.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro