(28)
♠♠♠
"Seijuro-kun, selanjutnya kau kugantikan." [St/n] menatap Akashi datar kemudian langsung beralih pada Midorima. "Quarter 3 nanti kau digantikan…."
Akashi bergeming diam. Dirinya sedikit terkejut. Bahkan ia sempat berpikir seakan-akan [St/n] mengatakan Akashi tidak akan berguna dan lebih berkemungkinan ia akan kalah sebelum pertandingan berakhir.
Walaupun selama pertandingan pada quarter kedua tadi tim Kisedai sempat mendapatkan dua shoot free ball. Akashi tentunya yang melempar bola itu dan mendapatkan pointnya.
Sebelum [St/n] sempat ingin melanjutkan kalimatnya, Akashi membuka suara tiba-tiba. "Kenapa kau menggantikanku?" tanyanya polos. "Apa kau tidak percaya—"
"Aku percaya padamu…." [St/n] menundukkan kepalanya. "Aku percaya kau akan menuruti permintaanku kali ini, aku tidak ingin membuat ruang demi kemenangan sementara fakta kemenangan itu busuk."
Akashi bersedekap. [St/n] menaikkan kepalanya, pandangannya menyendu menatap Akashi. Suasana menjadi tegang, bahkan Kisedai tidak bisa melerai ini, bingung harus membantu mengatakan apa.
"Aku tidak akan membiarkanmu lebih dari ini."
Akashi menghela nafas. "Aku tidak akan melakukan ini kalau bukan karenamu."
"Oh, iya. Te–he," ucap [St/n], tersenyum ceria kemudian.
Moodnya cepat sekali kembali, batin Kisedai termasuk Kagami bersamaan.
"Makannya aku ingin kau digantikan. Kuroko kali ini kau bermain, kau mengerti maksudku, bukan?" [St/n] berucap sembari tersenyum menoleh pada Kuroko.
Kuroko mengangguk, mengerti. Peluit panjang kembali terdengar, permainan kembali dimulai. Kini [St/n] tengah berdiri di depan bench bangku timnya. Dengan melipatkan kedua tangannya dan tersenyum santai, sangat percaya dengan prediksinya.
"Apa yang kau rencanakan, [St/n]?" Akashi bertanya polos. [St/n] memutar tubuhnya kemudian menatap Akashi biasa.
[St/n] menjawab, "tentu saja membuat mereka repot mencari target baru. Kuroko akan secara acak mempass bolanya, tentunya dengan hawa keberadaannya ia juga diuntungkan walaupun dijadikan target."
"Bagaimana dengan Aomine dan Kise, terlebih lagi Murasakibara?"
[St/n] kembali mengembangkan senyumannya. "Gerakan mereka lebih cepat dari mereka, mereka tidak mungkin menyamainya. Mungkin Murasakibara akan selalu jauh dari bola, karena Kuroko akan selalu mempass bola jauh."
Akashi mengangguk, mengerti. [St/n] meneruskan, "dan kau,—Seijuro-kun, akan kembali bermain setelah melihat ini."
Permainan terus berjalan. Kisedai bahkan tidak memberikan celah untuk tim lawan bahkan jarak tim lawan hanya bisa sampai setengah dari lapangan.
Terlebih lagi begitu Aomine mendapatkan bola, tidak ada yang bisa mengejarnya. Bahkan kontak fisik pun tidak mereka lakukan lagi. Karena [St/n] sadar, Aomine berhasil melewati zone bersamaan dengan Kise. [St/n] menyeringai puas.
Lima menit terlewati. Jarak skor semakin melebar, nyaris dua kali lipatnya. Tim lawan sudah kualahan. Mereka sadar, tidaklah lagi bisa mengejar skor sejauh itu. Namun pertahanan mereka semakin kuat. Bahkan tidak jarang Aomine dan Kise terjatuh karena dorongan yang jelas disengaja itu.
Namun seringaian [St/n] tidak terhapus. Begitu pria tinggi yang memintanya pindah ke Universitas Kyoto melihat gadis ini menyeringai, ia menggertakkan gigi-giginya, geram. Sesuai yang [St/n] prediksikan, defense mereka yang terkenal tidak bisa dilewati yang mengandalkan tubuh besar mereka dan kekuatan mereka, runtuh. Dan sesuai dengan permintaan sang gadis, bahkan kurang dari enam puluh detik saja, Kisedai bisa mendapatkan point.
Walaupun Kuroko sempat dijaga dua orang, namun kesempatan yang memungkinkan dirinya bisa mempass bola tidak terlewat. Matanya selalu bisa mengambil celah yang kecil sekalipun.
Pluit kembali terdengar. Quarter ketiga berakhir dengan kekuasaan Kisedai. Skor terakhir : 142–65
👑
Kisedai kembali menduduki bench, dengan cepat meneguk air yang sudah [St/n] siapkan dengan handuknya juga.
"Seijuro-kun, apa kau masih ingin bermain? Mungkin kau akan kembali dijadikan target mereka, sejujurnya aku juga—"
"Ya, aku yang akan bermain."
Tak lama kemudian, peluit kembali terdengar. Quarter keempat kembali dimulai.
"Oi, Chiwa." [St/n] menoleh cepat, namun malah dirinyalah disapa lemparan handuk dari sang empu yang memanggilnya. Belum sempat [St/n] menggeram marah, namun terbatalkan.
[St/n] mengangkat handuk itu kemudian menyentakkannya kebawah tanpa melepas handuk itu dan menatap Akashi yang sudah setengah jalan ketengah Gym.
"Tuan Muda, kau jangan mengacaukannya!" teriaknya. Akashi menoleh, acuh. Tanpa [St/n] sadari, pria bermanik heterocromia ini tersenyum simpul.
Akashi membatin, tentu saja tidak, dan tidak apa menuruti permintaannya sesekali.
"Bagaimana? Apa kau mau?" Oreshi terdiam, menatap Bokushi tajam.
"Alasanmu?" tanya Bokushi akhirnya.
Oreshi tersenyum. "Karena aku tidak ingin dia pergi, kau juga begitu, bukan?"
Sekali lagi Bokushi terdiam.
"Kau… menyukainya?" tanya Oreshi kembali. Ia melanjutkan, "aku juga, jadi aku tidak ingin kehilangan dirinya… seperti waktu itu." kalimat terakhir lebih terdengar seperti gumaman.
"Bagaimana dengan wanita itu? Kau meninggalkannya?"
Oreshi sedikit menundukkan kepalanya. "Mungkin saja, tapi aku yakin ia mengerti situasi ini dan alasanku saat itu."
Bokushi berdiri dari tempatnya, berjalan lurus menuju cahaya. Selangkah di belakang Oreshi, Bokushi mengucapkan, "mungkin mulai dari saat ini, kita akan bisa bekerja sama."
Oreshi tersenyum, ia bergumam, "tentu saja, karena gadis itu selalu mengatakan…."
Kalian itu sama ; kalian itu satu ; tidak perlu bertanya kala waktu itu datang aku harus memilih siapa, jawaban itu selalu sama walaupun di dengar oleh sosok yang berbeda.
Gadis yang polos, sebenarnya. Sejahat apapun yang kulakukan padanya, ia selalu berbicara lembut dan jujur, batin Bokushi.
Quarter keempat dimulai. Akashi mendrible bola dengan sebelah tangannya dan menghadap pria tinggi di depannya.
Akashi melakukan fake kemudian berhasil melewati pria tinggi di hadapannya. Namun itu belum berakhir, begitu melewati pria tinggi tadi, kali ini seorang pria dengan tubuh besar menyambar dirinya, berusaha merebut bola.
Sayangnya pria itu tidak berhasil merebutnya, Akashi mundur selangkah dan menggunakan kemampuan angkle break miliknya. Pria itu terjatuh, Akashi lewat kemudian menshoot bola dan mencetak triple point.
Akashi memberikan playmaking yang sempurna. Kisedai terus memimpin, walaupun tim lawan kerap kali membalas.
Pria tinggi itu menggertakkan giginya untuk kesekian kali. Namun, bulu kuduknya bergidik ngeri, merasakan hawa hewan buas tengah berada di depannya. Menyadari Akashi, Kise, dan Aomine memasuki zone—pria tinggi itu diam. Sudah cukup sampai disini.
Penonton bersorak-sorai terkejut, terlebih pada kemampuan Akashi yang berada pada posisi point guard. Luar biasa, memang.
Permainan sudah berjalan hampir enam menit, salah seorang tim lawan memiliki bola, ia mengoper pada rekannya.
Begitu dirinya memutar tubuhnya berniat untuk mendrible, Akashi menjaganya. Pria bertubuh besar itu berusaha menjauhkan bola dari jangkauan Akashi.
Namun, dengan emperor eye milik Akashi, bola itu terlempar lewat dari tangannya yang langsung direbut Kise menuju ring basket tim lawan tanpa penjagaan karena mereka tidak menduga serangan itu. Kisedai kembali mencetak skor dua point.
Akashi menjadi lebih bebas bergerak dari pada saat quarter sebelumnya. Dengan leluasa ia menggunakan kemampuan angkle break miliknya untuk membuat lawan terjatuh.
Waktu tersisa dua puluh satu detik lagi, walaupun Kisedai memimpin tetapi mereka tetap tidak bisa menghindari serangan kontak fisik yang jelas disengaja itu.
Bisa saja mereka santai sekarang, namun bagaimana jika hal itu dimanfaatkan tim lawan? Mereka bisa aja leluasa memasukkan tiga point setiap waktu.
Tanpa Kisedai yang saat ini berada di tengah Gym sadari. [St/n] tersenyum. Dirinya sudah puas melihat setidaknya timnya bisa bermain serius walaupun hanya sekadar latih tanding. Paling tidak ini cukup memuaskan dirinya. Bukti latihannya tidak sia-sia. Dan tentunya setelah melihat tiga orang memasuki zone, itu bahkan sudah lebih dari cukup.
Pluit kembali dibunyikan sebanyak tiga kali. Permainan berakhir. Kiseki no Sedai memenangkan pertandingan. Sorak-sorai penonton dari berbagai jurusan dan grade ; dari dua universitas berbeda ramai menyoraki dalam Gym.
Pria tinggi itu berjalan ketengah lapang, menghadap Akashi untuk memberikan selamat. Namun, Akashi menatap pria tinggi itu dingin.
"Tuan Mudaaaaaaaa!!!" sebelum Akashi berbalik sempurna, [St/n] sudah menerjukan dirinya sambil berteriak-teriak—tentu menuju Akashi, untungnya Akashi tidak benar-benar terjatuh karena tunangannya itu.
"Aku tahu kau pasti menang!"
"Yah, maafkan mereka berdua-ssu. Mereka memang selalu seperti itu, oh, tadi permainan yang menegangkan walaupun kalian curang," ucap Kise menyahuti pria tinggi itu.
Pria itu tertawa renyah. "Kalian memang luar biasa walaupun kami melawanmu dengan curang dan sepertinya…." pria tinggi itu menoleh pada [St/n] dan Akashi yang entah sedang bertengkar atau apa, Akashi sesungguhnya hampir tidak peduli. "Gadis itu sepertinya memiliki sesuatu."
"Oh, kau tidak mengenalnya-ssu ka?" pria itu menoleh pada Kise. "Dia [F/n] dan tentunya pria yang sekilas terlihat seperti psikopat itu, tunangannya-ssu."
"Eh? Namanya siapa?"
Kise menatap pria itu datar. "Etto, [F/n]. Putri dari Perusahaan [L/n] Group, memangnya kenapa-ssu ka?"
"Tunggu! Jangan bilang kalau tunangannya itu… Seijuro Akashi itu!?"
Kise mengangguk. "Ah, umn. Makannya, lalu kenapa-ssu ka?"
"Akasaki Hiroshi-san," panggil [St/n]. Pria tinggi itu menoleh, netranya mendapati [St/n] tersenyum padanya. "Katakan apa yang ingin kau katakan, aku yakin sekarang ayahmu akan mendengarkannya."
Manik pria bernama Hiroshi itu membulat sempurna. Rumor itu benar, [L/n] Group memang luar biasa seperti perkataan orang. Hiroshi tertawa getir. "Kau benar, mungkin ayahku selalu melebih-lebihkan diriku dan memanjakanku. Seberapa banyak uang yang ia punya, tapi tidak selalu membereskan semuanya."
[St/n] mengangguk kemudian tersenyum. Setelah percakapan kecil ini, semua saling bersalam-salaman dan kembali. Langit diluar sana sudah menampakkan warna keemasannya.
👑
"[St/n]cchi, sebenarnya apa maksudnya tadi-ssu ka?" Kise bertanya polos.
[St/n] yang masih meneguk [f/d] melalui sedotan miliknya, melirikkan ekor matanya pada Kise. Menatap pria blonde itu datar. Ia melepasnya kemudian. Ia menjelaskan, "dia anak yang manja, selalu mendapatkan apapun yang ia inginkannya. Namun, orang tuanya tidak pernah sekalipun bersama dengannya terutama ayahnya yang ia banggakan."
"Lalu? Maksudmu percakapan tadi itu apa-ssu ka?"
[St/n] menghelakan nafasnya. Belum selesai ia menjelaskan Kise sudah menanyakan hal lainnya. Ia melanjutkan, "ia selalu mencari perhatian ayahnya entah itu apa, tapi ayahnya tetap saja diam. Banyak yang ia ingin bicarakan pada ayahnya, namun terus tertahan. Entah apa alasannya."
Kise mengangguk, mengerti. Tidaklah heran jika gadis ini tahu, bahkan Kisedai dan Kagami sudah tidak perlu menanyakan lagi darimana informasi yang ia dapat.
Apapun yang [St/n] lihat, ia selalu menyimpulkannya dengan mudah, membaca gerakan lawan baginya itu hal biasa.
Hanya dengan mendengar dan melihat, informasi sekecil apapun baginya seketika menjadi sangat berharga. Kemampuan psikologinya memang bisa dibilang lumayan.
Bahkan Kisedai harus berhati-hati saat memberikan alasan, apalagi jikalau berdebat dengannya.
[St/n] selalu memiliki jawaban logis namun terdengar beralasan, memang sejatinya ia tidak ingin kalah.
Namun toh, namanya juga manusia, nafsu akan kemenangan… siapa yang tidak punya? Jika ia berkata tidak, itu hanya spekulasi mengenai dirinya sendiri, namun bagaimana pendapat orang lain? Ya, [St/n] sangat mengerti itu, karena baginya orang yang bisa menilainya sesungguhnya adalah orang lain—teman-teman disekitarnya.
[St/n] selalu berpikir sederhana, ia juga tahu orang yang berkata 'tidak memiliki perasaan ingin menang' adalah orang yang lemah, sesungguhnya. Toh, itu sama artinya ia memberikan segalanya dan terus mengalah. Orang yang seperti itu, menurut [St/n], tidak akan pernah maju.
Sama halnya seperti berjudi, begitulah.
Selesai makan malam di Maji Burger yang tak jauh dari kampusnya, [St/n] dan Kisedai sepakat untuk pulang. Sesaat berada di depan Maji Burger, hanya menyisahkan [St/n] dengan Akashi. Yang lainnya? Tentu masing-masing dari mereka pulang dengan berjalan kaki.
Sementara Akashi dan [St/n] harus sabar menunggu jemputan mereka. Toh sudah malam, tidak baik bagi seorang gadis jalan-jalan terlebih lagi dalam keadaan semalam ini.
Lalu Takao? Yap! Dengan—sangat baik hati—dirinya tega meninggalkan sepupunya itu.
[St/n] menghela nafas, punggungnya bersandar pada tembok yang tepat berada di belakangnya. Akashi pula hanya mengikutinya.
"[St/n]," panggil Akashi.
Sang empu yang merasa dirinya terpanggil menolehkan pandangannya, mendongakkan sedikit kepalanya ke atas. Seketika dirinya disambut dengan kecupan singkat tepat di pipinya.
"Aku terima hadiahku," ucapnya kembali.
[St/n] mengenduskan nafasnya. "Seharusnya kau meminta, bukan mengambilnya Akashi-kun."
"Akashi? Padahal kau sendiri Akashi," balasnya.
Eh!?
Sejujurnya, [St/n] tidak mengerti. Sungguh. Ia sangat mengenal pandangan matanya itu. Itu bukan 'Seijuro', melainkan 'Tuan Muda Akashi'. Pria bermanik heterocromia dengan cara bicaranya yang selalu menceletuk dingin.
[St/n] bertopang dagu, dahinya saling bertautan, jelas ia berpikir keras maksud dari 'Tuan Muda'-nya ini.
"Kalau begitu aku yang akan menjelaskannya, dia juga sudah terlanjur membuatmu penasaran."
[St/n] menoleh cepat. Kali ini netranya mendapati Akashi tengah tersenyum padanya, manik dwi warna bukan lagi yang ia lihat. Kedua manik crimson, merah.
"Sejak kapan… kau?" tanya [St/n] terbata-bata.
Akashi terkekeh kecil. "Hal itu sering aku lakukan, sudahlah aku akan menjelaskannya padamu maksud dia tadi."
[St/n] lamat-lamat memandang Akashi, meminta penjelasan lengkap tanpa kebohongan sedikit pun. Akashi menjelaskan, selesai dengan penjelasan itu manik [e/c] [St/n] membulat sempurna seketika.
"USO!?"
Chapter 28 owari! Yeay! :3 masalah ini kelar 😋 tinggal selanjutnya '3' chapter ini saiah bikin biasa aja soalnya udah keabisan ide desu :'3 saiah anggep juga ini chapter 'G A J E'! Kseep!
Next Chapter review! \:v/ wah! Mikajeh bikin akhir chapter ini gantung wkwkwk :v kira-kira Akashi bilang apa hayo <(") terus kenapa Reader-tach jadi tinggal serumah sama Akashi hayo <(") hayo hayo kenapa :v~ ? Sudahlah tidak perlu Reader-tachi pikirkeun '3' tunggu aja yak chapter 29 :v wkwkwk
Tolong tinggalkan votenya yak :3 kritik dan sarannya di kolom komentar lho~ ^^
Terima Kasih _(:3 J )_
Neko Kurosaki
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro