(25)
♠♠♠
Hari-hari semakin gadis itu lewati. Setelah kejadian di dalam Gymnasium beberapa hari yang lalu, desas desus kebohongan Mikaela semakin senyap. Sunyi. Tidaklah lagi orang-orang membicarakan hal itu. Mikaela pun berhenti menggoda Akashi, juga jarang berkumpul dengan koloni kecil Kisedai.
"Bagaimana?"
Gadis yang merasa disapa itu melirikkan ekor matanya, menghela nafas pelan kemudian meletakkan selebaran kertas bertumpuk dengan dua klip di salah sisi selebaran itu. [St/n] tersenyum, membuat gadis blonde di depannya memberikan wajah penasaran.
"Ini lebih baik dari yang kemarin, aku akan merekomendasikannya," jelas [St/n] akhirnya. Ia tersenyum miring.
Mikaela mengerjap-ngerjapkan maniknya beberapa kali, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tunggu! Apa? Merekomendasikannya. [St/n] lebih mengembangkan senyumannya dan mengangguk, meyakinkan.
[St/n] menyuguhkan tangannya untuk dijabat. "Dalam tiga hari ke depan, bersiaplah," jelasnya.
Mikaela menerima jabatan tangan sang gadis kemudian tersenyum, senyuman gembira. "Arigatou, Akashi-san," serunya bergembira.
[St/n] seketika membungkam mulutnya, wajahnya semerah kepiting rebus. Malu. Kemudian dia berteriak, "JANGAN PANGGIL AKU SEPERTI ITU!!!"
Mikaelah terkekeh kecil. "Kenapa? Benar, 'kan?"
👑
Sehari berlalu. [St/n] sibuk berkeliling Kota Tokyo bersama dengan Takao dan Mikaela, mencari referensi design gaun miliknya. Bukan berarti gadis ini, [St/n] menjadi (sok) baik atau apa. Namun paling tidak, [St/n] yang merekomendasikan Mikaela untuk mendapat beasiswa dan pembelajaran khusus design baju di Boston, Amerika. Toh, jadi dialah yang juga mendukung Mikaela dengan memberikan beberapa referensi, pengarahan, kritik dan saran soal gambarnya, bahkan bahannya pula untuk sampel.
Oh, soal Mikaela yang mencoba mendekati Akashi itu sudah tidak gadis blonde itu lakukan, ya, walaupun tanpa sadar sering kali Mikaela datang tak terduga sesaat ketika [St/n] tengah bersama Akashi saja. Mengganggu? Tentu saja tidak, toh Mikaela selalu datang membicarakan spot yang menurutnya bagus dikunjungi untuk referensi gaunnya atau memberikan gambar baru, dan [St/n]? Ah, dia tidak keberatan dengan hal itu, baginya teman adalah nomor satu. Juga memang Mikaela tidak ada niat mengganggu, dia tiba-tiba berlari bersemangat saat melihat [St/n]. Hanya menanyakan hal-hal yang sama sampai ia sadar kala ternyata menurutnya sendiri ia mengganggu.
Toh, Akashi sudah menjadi tunangannya, tidak akan mudah lepas begitu saja, bukan? Lagipula, mereka juga pasti akan menikah.
"Akashi-san, bagaimana dengan ini?" sahut Mikaela senang. [St/n] pun menoleh pada sketchbook binder berukuran A4 yang Mikaela sodorkan itu. "Mungkin dibuat ballgown dengan detail embellishment bunga sakura di beberapa bagian? Bagaimana?"
"Ah!" [St/n] ikut berseru riang. "Dengan warna kain soft pink yang ringan?"
"Ternyata kau juga sepikiran."
[St/n] terkekeh. "Sejujurnya aku tadi sempat berpikir menggunakan gradasi warna kuning dan soft pink, tapi kurasa lebih cocok soft pink saja."
"Arigatou, Akashi-san." Mikaela tersenyum lembut.
[St/n] membalas, kemudian berucap, "tolong berhenti memanggilku begitu." Dengan sopan.
Mikaela tertawa ringan, diikuti Takao yang menyupir mobil di depan. Takao melihat kedua gadis akrab itu melalui back mirror. "Akashi Ojou-chan, marah."
"Dan tolong jangan panggil aku 'ojou-chan', Kazunari-san," balas [St/n] dengan gaya dan nada bicara formal.
"Ha'i, ha'i. Kyabajou¹."
"Kyabajou janai!" ketus [St/n] dengan wajah merah sembari mengembungkan pipinya.
Takao dan Mikaela serempak tertawa geli.
👑
"Bagaimana, Fujisaki-san? Apa dia bisa menjadi partner barumu?"
Suasana disekitar cafe dengan nuansa putih susu lenggang. Hanya dentingan suara peralatan makan di tengah hari, di Kota Tokyo ini. Pria berumur 25 tahun itu tersenyum, sembari menilik lembaran demi lembaran kertas bergambar design baju yang menurutnya menarik.
Pria yang dipanggil Fujisaki itu menutup halaman terakhir sketchbook binder pada genggamannya, kemudian beralih pada sketchbook terakhir berukuran A5. Pria ini kembali tersenyum-senyum sembari melihat gambar yang tergores rapi di atasnya.
Fujisaki menghela nafas kemudian menatap gadis yang lebih muda 5 tahun dihadapannya, tentunya dengan tersenyum. Sementara [St/n], menatap Fujisaki lamat-lamat—menunggu jawaban atas pertanyaannya.
"Kau tahu… ini design yang unik dengan ciri khasnya Kota Tokyo, aku menyukainya," jawabnya akhirnya.
[St/n] tersenyum, kemudian menyandarkan punggngnya pada penyandar kursi di belakangnya sembari menghela nafas lega.
"Lalu?"
"Lalu… aku menerimanya. Kapan aku bisa bertemu designer berbakat ini?"
"Hari ini? Bagaimana?"
"Sesuai yang diharapkan dari gadis pewaris sejati keluarga [L/n], cepat. Aku akan mengurus jadwalnya segera."
[St/n] mengagguk, mengerti sembari memberikan seulas senyuman. Setelah meneguk habis Blue Montain coffee ukuran premium. Gadis manis itu berdiri, urusannya telah usai. Tinggal menunggu kabar baik saja dari Fujisaki.
"Ojou-sama, apa aku benar-benar boleh membawa ini?" tanya Fujisaki sebelum [St/n] benar-benar beranjak dari tempatnya.
[St/n] menggeleng, kembali memberikan senyumannya. "Tidak apa, aku sudah mengatakan padanya mungkin designnya akan dijadikan sampel sementara untuk data hardcopynya," jelas [St/n]. Gadis itu kembali berbalik.
"Oh, dan satu lagi…." Fujisaki kembali berseru, memanggil sang gadis. Gadis itu pun kembali menolehkan pandangannya. "Seperti biasa style berpakaianmu memang yang terbaik, bahkan hanya untuk bertemu denganku walaupun kau katakan itu sudah paling simple."
[St/n] terkekeh kemudian. Gadis itu memang sejujurnya menggunakan pakaian yang simple, tidak mencolok, tentunya nyaman baginya. Ia hanya menggunakan setelan celana bahan berwarna putih gading dengan kemeja bergaris vertikal putih–cream yang serasi dengan coat coklat miliknya sepanjang setengah paha itu. Rambutnya ia biarkan tergerai, hanya ia jepit dengan dua hairclip crab dikedua sisinya. Sepatunya pun, ia hanya mengenakan sepatu putih dengan heals rendah.
[St/n] melambaikan tangannya kemudian mengucapkan, "ya, kau tahu itu dengan baik, arigatou. Ja, matta ashita."
Setelah menatap kepergian [St/n] yang sudah ditunggu Akashi tepat tak jauh dari pintu masuk. Fujisaki tertawa sendiri.
"Ah, dia sempat-sempatnya mengurus orang lain, menambah pekerjaanku. Padahal urusanku dengan Keluarga Akashi bersama orang tuanya belum selesai, dan…."
Sepertinya dia juga tidak tahu.
👑
"Kau jadi sibuk sekali." Akashi membuka suara setelah mobil yang ia kendarai melaju jauh dan berhenti tepat di depan lampu merah perlahan.
[St/n] menoleh, kemudian membalas, "tapi paling tidak waktu aku memintamu menjemputku itu tepat, 'kan? Kau senggang, 'kan? Ya, 'kan?" Dengan pertanyaan beruntun. Gadis itu bertanya antusias sembari tersenyum semangat.
Akashi menghela nafas pelan. "Sudah kuduga," balasnya sembari memincingkan pandangannya dan kembali melihat kedepan.
Pria bermanik crimson itu kembali menginjakkan pedal gas mobilnya. Mobil melaju, kemudian berbelok perlahan. Sementara [St/n], gadis itu mengerjap-ngerjapkan manik [e/c]nya tidak mengerti. Menatap Akashi seakan-akan menunggu jawaban.
"Aku tahu, kau menghacking kamera CCTV perusahaanku, menghubungkannya pada tabletmu itu."
[St/n] bersidekap dengan penjelasan Akashi. Ia bergeming diam, kringat dingin serasa turun perlahan melalui pelipisnya.
"Aku sadar saat kamera itu terlihat bergerak-gerak, pasti ada orang yang mengendalikannya. Aku tahu itu kau, saat kau tadi mematikan layar tabletmu, aku tidak sengaja melirik kau sehabis membuka sesuatu seperti kamera, tapi bukan kamera dari tabletmu. Begitulah."
[St/n] mengalihkan pandangannya pada pemandangan luar jendela kaca mobil di sebelahnya. Jujur saja, ia sedikit malu kala Akashi mengetahui jikalau dirinya seperti menyelidiki Akashi, tunangannya sendiri.
"Oh, dan satu lagi…." kali ini [St/n] menoleh pada Akashi. "Tidak mungkin aku tidak tahu kalau kau itu orang yang bekerja dibalik layar selama ini untuk perusahaanmu, [St/n]."
Astaga! Akashi… kau bahkan… hal yang selama ini gadis itu sembunyikan selama 3 tahun terakhir terbongkar. Ya, bukan rahasia besar pada umumnya, hanya saja dirinya tidak suka kala menjadi sorotan publik. Rahasia yang hanya dia, keluarganya dan Keluarga Kazunari, kemudian saat ini Akashi, tunangannya sendiri sudah tahu.
"Kau yang bekerja dibalik layar, kesuksesan perusahaanmu bukan semata-mata hanya karena usaha dan kerja keras ayahmu. Tapi juga dirimu."
Kebenaran yang seharusnya semua orang tahu, namun gadis ini sembunyikan hanya karena alasan pribadi miliknya.
[St/n] mengembuskan nafasnya kemudian. "Baiklah, baiklah, aku menyerah. Lalu kau ingin ap—"
"Bubar?" itu pertanyaan. Jelas [St/n] itu pertanyaan. "Tidak, aku tidak menginginkan itu. Aku ingin kau belajar, setidaknya."
Ah, selalu saja Akashi berpikir seperti itu. Jujur saja, [St/n] tidak suka saat mendengar Akashi meluncurkan kata 'bubar', entah kenapa kesannya seakan-akan gadis ini keberatan dengan pertunangan ini ; memanfaatkan alasan ini untuk memutus pertunangan? Hey! Sejak awal [St/n] tidak pernah berpikir seperti itu, sampai gadis ini sadar—kala Akashi semakin sering mengucapkan kata-kata itu. Kata terlarang baginya.
Manik [e/c] [St/n] melebar sempurna. Tunggu! Belajar? Hei! Ini bukan materi sekolah pada umumnya. Maksudnya belajar itu… mulai menampakkan diri dalam perusahaan? Astaga! Ini menjadi pembelajaran yang berat. Merepotkan, tentunya.
[St/n] merengek, menolak. Kemudian dia berteriak, "TIDAK! AKU TIDAK MAU! KAU JAHAT SEI! KAU JAHAT!"
Akashi tertawa ringan. "Kau benar-benar lucu, [St/n]. Walaupun umurmu masih 20 tahun, tapi sepertinya sifat kekanak-kanakanmu itu belum hilang."
[St/n] memegang rongga dada bagian kirinya seketika. "Kau… mengejekku!"
Akashi kembali tertawa ringan. Dan selama sisa waktu siangnya, pria besurai red pinkish ini berkeliling kecil menikmati Kota Tokyo bersama tunangannya itu.
👑
"[St/n]cchi, kenapa kau membantu Mikaelacchi? Kau merasa kasihan?"
[St/n] menolehkan pandangannya pada Kise, melepas sedotan yang tadinya sempat masih bertengger dalam mulutnya itu kemudian menjelaskan, "tidak, aku hanya menginginkannya saja. Aku tahu tentang bakat yang ia miliki dan tekadnya itu, mungkin jika dia tidak putus asa saat itu, anak itu tidak akan mendekati Seijuro-kun seperti yang kalian tahu."
Kise ber-'he' ria, panjang. Kemudian pertanyaan dilanjutkan Midorima, "motifnya?" sembari membenarkan posisi kacamata berbingkai hitambya itu.
Kali ini Akashi menjawab, "Midorima, apa kau mendengar kalau ada perusahaan yang dituduh mengendapkan dana?" Midorima mengangguk, tahu akan hal itu. Akashi melanjutkan, "itu perusahaan miliknya."
"Tapi, bukankah itu hanya kebohongan?" timpal Takao.
"Nah…." singkat [St/n]. Maniknya menatap Takao, sementara mulutnya menggigit bagian ujung sedotan hitam di depannya. "Itu bukan kebohongan, aku juga sudah berusaha menghilangkan berita itu dan membersihkan namanya kemudian memanfaatkannya, namun sepertinya percuma," jelas [St/n] kemudian. Bagian kalimat akhirnya gadis itu ucapkan sedikit ragu.
"Percuma ssu-ka?" gumam Kise.
[St/n] dan Akashi saling melirik kemudian.
"Jadi itu bukan kebohongan?"
[St/n] mengangguk, sembari memasukkan sesendok parfraits ice cream rasa kesukaannya ke dalam mulutnya.
[St/n] melepas sendok yang sempat ia emut sesaat kemudian menjelaskan, "kau tahu… sebenarnya itu percuma. Setelah aku mencari tahu lagi, perusahaan itu bisa berdiri karena dana awalnya hasil korupsi. Mungkin Mika-chan tidak tahu, ia mengira semua adalah kerja keras ayahnya. Dan itu benar…."
"… ayahnya melakukan itu demi dirinya?" lanjut Akashi, menebak.
Inilah cara yang di ambil sang gadis. Pegang rahasianya kemudian mengambil posisinya, dan sudutkan. Tentu gadis ini, [St/n] memikirkan risiko dari tindakannya merebut kekuasaan—caranya terus memperbesar [L/n] Group dari dalam bayangan—ia yakin, suatu saat perusahaan yang ia sudutkan akan kembali menyerangnya, mencari-cari rahasia Group miliknya dan meruntuhkan langsung pilar utamanya.
Namun faktanya hal itu tidak terjadi. Toh, sekalipun [St/n] menggunakan 'Kartu As'-nya, ia tidak akan pernah juga menyebarkan 'kebusukan' mereka pada publik jikalau perusahaan itu tidak ingin bergabung. Cukup berbicara baik-baik dan lembut, itu sudah cukup baginya.
Karena ia sadar… di dalam dirinya, ia memiliki sesuatu yang membuat orang bisa membuka semuanya kemudian menerimanya.
Lalu cara gadis ini mendapatkan rahasia busuk setiap perusahaan yang ia targetkan akan bergabung? Atau alasan ia memilih perusahaan itu? Pertanyaan pertama tentu saja mudah, ia mempunyai kolegan seorang cyber, tentu saja mudah. Lalu satu lagi? Tentu keinginan ayahnya, bukan hanya itu, sebenarnya perusahaan yang bergabung dalam [L/n] Group sebagian besar adalah perusahaan yang nyaris bankrupt.
[St/n] kembali mengangguk. Gadis itu menyendokkan kembali parfraits di depannya.
"Dan kau… kenapa memakan parfrait milikku?"
Akashi tersenyum. "Karena kukira kau akan jadi gemuk kalau makan kebanyakan, jadi aku membantumu," jelas Akashi.
[St/n] langsung terdiam seketika, tidak menyangka akan jawaban dari Akashi. Kemudian mengangkat sebelah tangannya dan melihat pergelangan tangannya.
"Apa aku bertambah gemuk?"
Glek! Akashi seketika terkejut dengan pertanyaan yang satu ini. Padahal ia hanya harus menjawab jujur—'iya' atau 'tidak'—ah, tapi menilik dari hasil observasinya mengenai 'jawaban terlarang' yang ia pelajari sejauh ini, para gadis tidak suka jikalau dirinya disebut 'gemuk'.
"Kupikir kau—"
"Kau tahu Seijuro-kun? Aku tidak bertambah gemuk, sedikit pun. Tidak," sela [St/n] sembari melihat kembali pergelangan tangannya. Gadis itu sedikit mempoutkan mulut mungilnya dan menautkan kedua alisnya.
"Coba kau perhatikan ini." [St/n] menyodorkan tangannya kemudian, bermaksud agar Akashi menggenggamnya. Sang empu yang mengerti maksudnya, menggenggam tangan tunangannya itu. "Sekarang kau singkirkan ketiga jarimu."
Akashi menurut.
"Kau lihat, 'kan? Ukuran pergelangan tanganku dilingkarkan dengan telunjuk dan ibu jarimu sampai melewati panjang kuku telunjukmu?"
Akashi mengangguk ragu. Kemudian melepaskan lingkaran jari-jemari pada pergelangan sang gadis.
"Itu artinya aku terlalu kurus Seijuro-kun. Ditambahlagi aku pendek, makannya kenapa aku terlihat seperti anak kecil," jelasnya terlihat tidak suka.
"Bukankah kau seharusnya senang?"
"Ie… ie. Kau salah Seijuro-kun. Aku tidak ideal. Bahkan berat badanku kurang dari 45 kg," jelasnya masih sama. [St/n] menghembuskan nafasnya kemudian mempoutkan kembali bibir mungilnya. "Sebanyak apapun aku makan, aku tidak terlihat gemuk. Pergelangan tanganku juga masih saja seperti berisi tulang saja, hanya terkadang berat badanku yang bertambah. Bahkan ibunya Takao mengatakan kalau aku semakin kurus."
Akashi tertawa lepas. Namun sebisa mungkin menahan tawanya. Ya, tidak disangka. Gadis ini, [St/n] benar-benar berbeda dari gadis pada umumnya yang lebih mengurangi porsi makan demi agar tidak gemuk. Namun apa? Justru gadis ini ingin menjadi gemuk hanya karena menganggap dirinya terlalu kurus. Ya, walaupun memang dia terlihat sangat kurus, namun Akashi tidak masalah dengan itu.
"Kenapa kau tertawa, Seijuro-kun!?"
"Ie… ie. Kupikir kau lucu saja."
[St/n] menarik nafasnya. "Jawaban itu lagi, memangnya semua yang kau lihat dariku itu lucu?" tanya [St/n] sembari mengembungkan pipi chubbynya.
"Iya."
"Aku sedikit kasiahan dengannya-ssu. Ya, walaupun aku juga tetap tidak setuju dengan caranya."
"Kau benar, Kise-kun. Tapi keberadaan [St/n]-san mengubahnya, dia lebih terlihat senang, tekad dan semangatnya juga lebih terlihat," timpal Kuroko.
"Kupikir pilihan [St/n]chin tepat."
[St/n] bertatap bergantian ; menatap Kise, Kuroko, dan Murasakibara. Kemudian menyanggah, "aku tidak mengubahnya, itu karena dirinya sendiri dan kejadian dalam hidupnya. Aku hanya sedikit memberikan dorongan dari belakang, bukan?" ucapnya, kemudian meninggalkan senyuman ramah.
"Lalu… urusanmu sudah selesai dengannya sekarang, [St/n]?"
"Ah, soal itu…."
Besok… dia sudah resmi dipindahkan dari sekolah, menetap di Boston, Amerika. Melanjutkan study fashion dibawah bimbingan putra pertama Keluarga Fujisaki dan tentunya aku sendiri.
👑
Suara mendesis, ramai orang-orang, roda yang bergesekkan di atas lantai terdengar. Suara pengumuman yang dikeluarkan melalui speaker juga terdengar jelas. Seorang gadis bersurai blonde tengah menarik kopernya.
"Mika-chaaaan!!!" suara teriakan tetiba menyapa indranya, membuat refleks tubuhnya berputar menatap orang yang memanggil namanya itu.
"[St/n]-chan, kenapa… kau disini?"
"'Kenapa?'" [St/n] menautkan kedua alisnya sambil tersenyum kaku. "Tentu saja mengantarmu."
Mikaela ber-'oh' ria kemudian menundukkan wajahnya. Wajahnya tampak menyendu. Entah kenapa.
[St/n] yang mengerti pandangan itu, tersenyum senang. "Kau tidak perlu memikirkan hal itu, biarkan saja tetap seperti itu, bukan?"
"Tapi aku merasa—"
"Mika(chin)ela (-cchi|-san)," teriak anggota Kisedai dan kagami kecuali Akashi serempak sambil berlari dan menuju gadis yang mereka panggil.
"Kalian! Kenapa—"
"Kami mendengar semuanya dari [St/n]cchi."
"Apa tidak apa, Mikaela-san?"
Mikaela mengerjap-ngerjapkan maniknya beberapa kali, kemudian menatap [St/n] yang kembali mengembangkan senyumannya sembari sedikit mengangguk. Tak lama kemudian Akashi datang tepat berdiri di belakangnya.
"Aku…." Mikaela tetiba membungkuk. "Maafkan aku atas semua yang sudah aku lakukan. Aku berbohong dan membuat hubungan [St/n]-chan dan Akashi-kun hampir hancur."
[St/n] menggeleng. "Tidak apa, aku tahu dari awal kau sebenarnya teman yang baik hanya saja 'alasan tertentu' itu membuatmu tidak bisa jujur."
Mikaela menaikkan kembali kepalanya, menegakkan tubuhnya. Maniknya menatap tangannya yang ia katupkan di depan dada. "Kau benar, aku terlalu egois, kejam, tapi kemudian aku sadar…." manik violetnya kali ini menatap [St/n] dengan Akashi. "Ayah melakukan banyak hal untukku… menyembunyikan semua masalahnya sendiri dan selalu berbohong."
Mikaela memeluk tubuh mungil [St/n] erat, dibalik tubuh gadis bersurai [h/c] itu. Mikaela tersenyum. "Entah kenapa aku selalu bisa jujur padamu, hanya padamu. Arigatou, [St/n]-chan."
"Ie… seharusnya aku yang berterimakasih. Karena kau juga, ayahmu menerima kontrak bergabung dengan [L/n] Group."
"Bergabung?"
[St/n] mengangguk.
"Apa Anda akan terus menyembunyikan hal ini, dari keluarga Anda?"
Ruangan kepala Perusahaan Yasahiko lenggang seketika. Tidak suara yang terdengar sedikit pun.
"Jangan buat kesalahan yang sama seperti dirimu Yasahiko-san, itu hanya menambah penyesalanmu."
CEO Perusahaan Yasahiko terdiam. Masih bungkam, tidak mengatakan apapun. [St/n] yang sudah jengah membujuk Yasahiko, akhirnya memilih kembali. Gadis ini membalikkan tubuhnya.
Tiga langkah di depan, [St/n] menolehkan kepalanya kebelakang. "Aku tidak akan memaksamu bergabung dan soal berita itu… aku juga tidak akan kembali menyiarkannya. Kalau begitu maaf mengganggu waktumu." Kemudian kembali berbalik dan berjalan.
"Apa anak itu benar-benar melakukannya?" [St/n] berhenti tepat di depan pintu besar di hadapannya, ia tidak menoleh sedikit pun. "Anak itu… aku tahu dia memang seperti itu. Tapi tidak kusangka…." Fujisaki terisak.
"[L/n]-chan, aku belum memberikan jawabannya. Dan… terima kasih. Kau sudah membuat anak itu membuka matanya lebih jauh lagi. Kau benar, aku seharusnya jujur dengan masalahku agar anak itu mengerti."
[St/n] berbalik, kemudian tersenyum lembut. "Kau benar juga…."
Kau belum menandatanganinya.
[St/n] melambaikan sebelah tangannya pada Mikaela. Mikaela pun tak jauh di sana membalas lambaian itu. [St/n] segera berbalik, meninggalkan bandara—kembali pulang bersama Kisedai dan Kagami. Tentunya dengan Takao juga.
👑
Selama dalam perjalanan, dalam mobil hanya terdengar suara sorak-sorai entah itu nyanyian atau canda tawa. Sementara [St/n] hanya menyimak, sesekali ikut nimbrung berbicara ; Lalu Akashi, hanya fokus pada stir mobil di genggamannya. Walaupun terkadang ia juga ikut menyahuti sembari melihat anggota Kisedai dan Kagami yang duduk di belakang melalui back mirror.
"Oh, ya, [St/n]. Kudengar kau mulai pergi ke Perusahaan … besok? Kenapa? Bukankah kau biasanya menolaknya?"
[St/n] langsung membuang muka tepat pada jendela di sampingnya, mengembungkan pipinya. "Ya, karena ada Orang–Paling–Terhormat–Dari–Yang–Paling–Terhormat memintaku belajar," jawabnya kemudian dengan nada entah apalah itu. Menggoda Akashi, tentunya.
"Walaupun sepertinya aku tidak terlalu membutuhkannya," gumam sang gadis. Namun Akashi jelas mendengarnya.
"Tidak juga," balas Akashi bergumam.
"Oh, dan satu lagi, [St/n]. Kita mendapatkan masalah."
Yeay! Chapter 25 finish! Kuy '-' gimana? Kelar kan :v wkwkwk~ ??? Awkward sumpah ini 😂 lupa deh saiah dapet referensi dari mana :')
Next Chapter review! Jadi gini, gan '-' chapter selanjutnya itu bakal muncul berita-berita pertunangan Reader-tachi nih '-' but, Reader-tachi gamau jadi sorotan, so, malah menghindar, menghindar, menghindar, sampe malah dikerjain Akashi 😂😂🔫 nih mahluk bakal jadi kamvred lagi di chapter berikutnya XD
Silahkan krisar! KRITIK dan SARAN di kolom komentar! :3 kutunggu yak (~' -')~
Terima Kasih _(:3 J )_
Neko Kurosaki
Kyabajou¹ : gadis kabaret ; gadis yang bisa berakting ; putri kabaret.
Kabaret adalah sebuah pertunjukan atau pementasan seni yang berasal dari Dunia Barat di mana biasanya ada hiburan berupa musik, komedi dan seringkali sandiwara atau tari-tarian. Perbedaannya adalah tempat pementasan kabaret adalah sebuah panggung dengan para penontonnya duduk mengelilingi meja sembari makan, biasanya terdapat dalam cafe atau kelab malam.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro