
(21)
♠♠♠
Semakin lama seseorang tidak masuk sekolah, 'tingkat kesulitan' untuk kembali ke sana akan semakin tinggi.
Itu lah kata-kata dari novel yang pernah gadis itu baca—[St/n].
Memang benar kebenaran akan kalimat simple itu, namun tidak dengan dirinya. Ya, walaupun dikatakan liburan semester pertama, baginya itu hanya waktu yang ia gunakan untuk mempersiapkan dirinya mendapati hasil ujiannya.
Walaupun 99.9% dia akan pasti lulus dan masuk jurusan keinginannya. Ya, tentang obat-obatan—jurusan farmasi. Memang tidak salah pilihannya.
Nguapan lebar [St/n] keluarkan, tentu tidak lupa gadis itu tutpi dengan punggung tangannya. Juga menyeka sedikit air matanya yang keluar tanpa sebab yang jelas begitu saja.
Bosan.
Kata yang singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Khususnya untuk mendeskripsikan [St/n] saat ini. Bagaimana tidak? Bukannya sombong, dasar tentang materi ini gadis itu sudah kuasai. Toh, dia mendapat bimbingan pribadi di rumahnya bahkan rumah sakitnya sendiri.
"Jadi sampai sejauh ini, ada yang bertanya?" tanya guru yang berdiri di tengah undakan sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja undakan di sana.
Seluruh mahasiswa tak ada yang menjawab, hanya menarik nafas lega—tanda mereka mengerti jika materi hari ini sudah usai. Juga tidak lupa tugas sebagai penutup akhirnya.
"Kalau begitu buat hasil percobaan kalian, ah, dan satu lagi... mahasiswa yang hari ini tidak bisa hadir, akan memulai pelajarannya minggu depan. Sekian."
Begitu sang guru menutup pemberitahuan singkatnya dan keluar ruangan. Kelas seketika menjadi ricuh—ramai—berpikir siapa seorang yang akan datang? Apa seorang gadis atau pria? Apa dia itu cantik, manis, atau tampan?
Entahlah... toh, hal tak penting itu tidak akan mempengaruhi diri [St/n], begitulah pemikiran sesaat sang gadis, namun entah apa kebenaran dari pemikirannya yang sesaat itu akan terjadi... atau tidak.
Seperti saat itu. Ya, seperti saat... itu.
Intinya hari ini baginya adalah sebuah hadiah, dan masa depan adalah...
... teater sempurna yang Tuhan sudah siapkan.
Begitu juga dengan dirinya. [St/n]—gadis itu selalu siap dengan kejutan-kejutan kehidupannya dari Tuhan.
👑
Seperti biasa. [St/n] masih bersama-sama dengan koloni kecilnya, kali ini mereka—Kiseki no Sedai dan Kagami—memilih cafetaria menjadi tempat nongkrongnya. Motifnya? Tentu karena sudah malas mereka harus naik–turun tangga berkali-kali hanya untuk menyantaikan diri mereka di atap. Juga ini menjadi tempat nongkrong yang nyaman tentunya.
[St/n] menenggelamkan dirinya kedalam seluk beluk kedua tangan yang ia lipat di atas meja di depannya. Bahkan dirinya sudah lebih malas, ditambah lagi karena—
"Akashicchi, memangnya benar berita ini-ssu ka?"
—berita pagi ini.
Ya, berita pagi. Hanya karena berita pagi. Setelah hampir hal itu tak terbahaskan selama 4 bulan, berita itu kembali. Berita pertunangan putra sulung Masaomi Akashi.
Tak perlu disebutkan namanya, karena sang empu kini tengah duduk di depan sang gadis sambil membaca sesuatu dalam tabletnya. Tidak perlu dipikirkan apa yang ia baca disana, tidak seperti orang pada umumnya yang membaca novel, sastra klasik, atau fanfiction-fanfiction di wattpad atau aplikasi membaca cerita lainnya. Dia lebih tertarik membaca artikel tentang perekonomian dan bisnis, juga beberapa informasi lainnya.
Akashi mengadahkan tablet pada genggamannya sesaat, menatap Kise, kemudian menatap gadis di depannya yang masih belum menunjukkan wajahnya.
Tangan gadis itu tergerak. Ah, begitukah?
Akashi kembali menatap Kise, diikuti kawan-kawan pelanginya yang juga memberikan wajah berharap akan jawaban darinya.
"Entahlah." Jawaban yang singkat. Pria bermanik crimson itu kembali melanjutkan, "mungkin saja."
Kawan pelangi Akashi kembali meluruskan posisi duduknya. [St/n] pun sudah menaikkan kembali wajahnya dan langsung membabat habis minuman milik Takao.
Memang Akashi. Selalu menjawab pertanyaan dengan teka teki. Ya, bisa dikatakan begitu walaupun itu secara tersirat.
Namun kali ini jawabannya bukan berdasar akan dirinya. Melainkan permintaan sang gadis untuk tetap merahasiakan statusnya ini sampai 'otousama'-nya bergerak lebih dulu.
Bagaimana Akashi memahami maksud sang gadis? Tentu dengan goresan-goresan khayal yang tercipta di atas meja tadi—tanpa memandang padanya.
"Lalu bagaimana dengan tunanganmu, [St/n]cchi?"
Glek!
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!"
"Kau tidak apa-ssu ka? Maaf membuatmu terkejut-ssu." Aduh, Kise! Bisakah kau tidak melontarkan pertanyaan dengan santainya seperti itu?!
Sungguh, itu membuat [St/n] benar-benar jantungan. Ditambahlagi orang yang dimaksud itu tengah duduk dihadapannya.
"Nah, kau belum pernah menceritakannya 'kan, [St/n]? Jadi bagaimana kalau... cerita setidaknya sedikit tentangnya." Kali ini giliran Takao, dan Hey, Takao! Kau jelas memiliki niat-niat jelek dalam otak kecilmu itu.
[St/n] memincingkan pandangannya pada Takao. Tapi Takao sendiri tak gentar, ya, dia masih tenang (setidaknya) untuk saat ini. Tidak apa bukan menggoda sepupu sadisnya ini? Menyindir tentang tunangannya padahal Takao sendiri tahu dengan jelas siapakah gerangan yang menjadi tunangan sepupunya itu.
[St/n] menghela nafasnya pelan. Sang gadis merucutkan sedikit mulutnya sambil menautkan kedua alisnya. Tak lupa dia topangkan dagunya dengan tangan kananya dan tangannya yang lain mengaduk-aduk kecil minuman dalam gelas minuman di depannya.
"Benar juga, ya? Lagipula baru sekarang juga kalian bertanya, 'kan?"
"Kalau begitu jawab sekarang-ssu," balas Kise bersemangat.
[St/n] bersweatdrop. "Ah, um...," ucapnya setengah yakin. Setelah yakin gadis itu mulai menjelaskan, "sebenarnya dia itu menyebalkan. Sangat. Menyebalkan. Aneh, selalu ingin menang, dan—"
"Sepertinya dia itu tidak menjanjikan untukmu, kenapa kau menerimanya?" sela Kagami. Bahkan dia tampak tidak terima orang yang di—maaf—manajernya ini bertunangan dengan orang yang dipikirnya tidak pantas dengan sang gadis.
"Ie, ie, sebenarnya itu tidak benar, walaupun mungkin hampir sebagian itu benar," ucap [St/n] sambil mengibaskan sebelah tangannya.
Jadi intinya itu benar atau tidak, [St/n]?! Batin Kisedai.
"Dia... paling shota, diantara kalian. Terkenal? Ya, bisa jadi. Lalu...." [St/n] menghentikan kata-katanya begitu mendapat intens pandangan entah apa yang diberikan anggota Kisedai dan Kagami.
[St/n] balas menatap sekian pria di depannya bingung. "Kenapa... dengan kalian?" timpalnya.
Tunggu barusan dia berkata 'kalian' bukan?! Batin Kagami.
Aku yakin dia berkata 'kalian'-ssu! Bahkan Kise.
Tapi... siapa 'dia' yang dimaksud-nanodayo?! Midorima pula.
[St/n]-chan, apa dia barusan tanpa sadar memberitahu kami, ya? Kuroko juga.
"Eh... etto... apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?" tanya [St/n] sambil menunjuk dirinya dan menatap Akashi.
Akashi menggelengkan kepalanya sambil menaikkan bahunya tak acuh. Tapi wajahnya, jelas dia tersenyum. Ya, senyum. Entah apa yang ia senyumi. Sampai sang gadis...
... mengubah pandangannya.
Dia sadar. Gadis itu—[St/n] membulatkan manik [e/c]nya sempurna. Ya, benar... tidak salah lagi... barusan dia mengatakan—
"Dia... paling shota, diantara kalian...."
—dengan santainya.
Akashi terkekeh, atau lebih tepatnya tertawa. Ya, walaupun masih sedikit pria dengan surai dan manik yang senada itu tahan.
[St/n] berdehem. Intens kembali padanya. "Ya, itu kalau aku bandingkan dengan kalian." Anggota Kiseki no Sedai plus Kagami menghela nafasnya lega.
Jadi hanya dibandingkan, ya?
👑
Pembelajaran hari ini pun berakhir, namun tidak bagi [St/n]. Ya, dia masih ada tugas menjadi manajer tim inti basket di kampusnya.
[St/n] mendongakkan kepalanya menatap langit-langit tinggi Gymnasium sambil menopangkan tubuhnya dengan kedua tangannya di atas bangku penonton. Iris mata indahnya ia sembunyikan di balik kelopak matanya yang lembut melapisi bola bulat itu.
"Aku tidak menyangka kau mengatakan hal itu, [St/n]."
Suara bariton yang tak asing itu kembali menyapa indra pendengarannya. [St/n] yang hampir bahkan sudah melupakan kejadian di cafetaria itu kembali teringat dengan kalimat singkat yang ia lontarkan begitu saja.
Dirinya khilaf mengatakan hal itu, sejujurnya.
[St/n] berdiri cepat, kemudian memutar tubuhnya menatap pria di sebelahnya. Kemudian menarik sedikit kerah bajunya.
"Kenapa kau mengingatkan itu lagi, Sei?"
Akashi tersenyum kecil. "Ya, setidaknya aku melihat betapa bodohnya kelakuan gadis di depanku ini."
"Bo-bodoh?!" ucap [St/n] terkejut. Bahkan jeratan dia pada Akashi terlepas begitu saja, lalu mundur beberapa langkah kebelakang.
Ini tidak mungkin?! Ini tidak pernah terjadi?! Seseorang mengatakan aku... bodoh?! Dan dia... tunanganku sendiri. Ini tidak bisa dipercaya. Ya, walaupun otousan juga mengatakan aku 'bego'. Tapi ini... berbeda!
"Ini tidak pernah terjadi sebelumnya?! Kenapa kau jahat sekali Seijuro Akashi-kun?!!" ucap [St/n] seraya berteriak sambil kembali menggenggam kerah baju Akashi dan menggoncangkan sedikit tubuhnya. "Memangnya kau kira nilaiku berapa, huh?!"
"Aku tahu." Akashi angkat suara kali ini, ia kembali berucap, "tapi kau masih dibawahku."
Glek!
[St/n] kembali melepas jeratannya, dan langsung menyambat tablet yang sempat ia gunakan tadi. Ia membuka website pribadi sekolah, menilik hasil-hasil ujian. Ya, namanya tertera di nomor... dua. Ya, dua. Ia yakin dengan angka yang mirip angsa itu.
Dan satunya... hanya melihat namanya saja sudah membuatnya down. Ya, dia juga tidak buta huruf dan tidak salah membaca kanji itu.
Grap!
[St/n] menggenggam sebelah bahu Takao yang kebetulan lewat di sampingnya. Takao yang bingung hanya menatap sang gadis bingung. Namun tak lama kemudian, Takao tertarik dengan sangat cepat keluar Gym.
"Aku pinjam Takao sebentar!"
👑
Menariknya. Ya, menariknya dengan paksa sampai di depan UKS di kampusnya. Takao yang mengerti dengan situasi sang gadis saat ini hanya tertawa ria. Walaupun pria ini tidak tahu dengan jelas kronologis ceritanya, tapi entah kenapa dia bisa dengan tepat membayangkan kejadian yang sebenarnya.
"Jadi bagaimana?" tanya Takao santai.
[St/n] tidak menjawab. Gadis itu hanya menatap sepupunya lekat.
"Dia bisa melewatinya seperti ini, ya?" timpal Takao kembali.
Ya, baru kali ini benar-benar ada seorang yang bisa mengisi harapan pertama [St/n]
Membuat sang gadis tertarik padanya.
Tertarik akan diri Akashi yang menurut orang mungkin 'aneh', tertarik karena dirinya yang selalu membuat dirinya menjadi moody, tertarik karena dirinya bisa mengatakan segala hal tentang sang gadis seperti itu, juga tertarik akan dirinya yang bisa mengalahkan sang gadis dengan mudah.
"Aku sudah tahu... pasti dia lulus," ucap [St/n] seraya tersenyum. Namun tak lama kemudian ia mempoutkan bibir mungilnya dan berkata, "walaupun sampai benar-benar mengalahkan nilaiku."
"Selanjutnya harapan kedua, ya?"
[St/n] kembali melebarkan senyumannya juga Takao. Ya, tentu Takao jelas mengerti harapan yang selanjutnya.
Harapan kedua sang gadis...
Membuat dirinya menyukai pria itu seutuhnya.
Memang harapan yang aneh, tapi tidak dengan [St/n] bahkan Takao sendiri. Takao memang sering mendapatkan teriakan dari sepupunya kalau sepupunya ini 'menyukai' dirinya, namun Takao mengerti arti kata sejuta makna itu.
Ya, hanya menyukainya...
... tentu dalam berbagai hal.
Mungkin kata 'suka' yang [St/n] berikan pada Takao adalah 'suka' sebagai sepupu, lalu kata 'suka' yang saat ini gadis itu berikan pada Akashi hanya sebatas...
... 'teman' masa kecil. Tidak lebih.
Jika bertanya soal [St/n] yang terkadang terlihat sangat peduli pada Akashi, itu hanya nalurinya sebagai teman yang peduli kepada temannya. Ya, karena hal itu gadis itu—[St/n], tidak pernah pandang bulu jika peduli pada orang lain, dia tidak akan segan-segan mengulurkan tangannya pada siapapun. Baik dia laki-laki maupun perempuan. Dan karena hal itulah, sikap pedulinya sering disalah artikan menjadi arti yang lebih spesial seperti...
... 'suka' yang berlebihan ; 'suka' sesuatu yang spesial.
"Aku benar-benar menyukaimu, brother."
"Dalam artian yang berbeda bukan, sister?"
👑
Pagi yang tidak terlalu cerah. Padahal jelas mentari tersenyum dengan bahagianya di luar sana. Tapi entah kenapa rasa malas dan kantuk ini selalu melanda gadis cantik ini. Bahkan dia sendiri pun tidak tahu mengapa.
Kali ini sang gadis berusaha semampunya untuk tetap menahan rasa lelah pada kelopak matanya dengan berbagai cara. Mulai dari sesekali menutupnya sampai memaksanya untuk terbuka dengan kedua ibu jari dan telunjuknya.
"Baiklah pelajaran hari ini sudah usai, kalian bisa istirahat."
Akhirnya!
Tanpa basa basi lagi [St/n] langsung menjatuhkan kepalanya tepat di atas meja di depannya.
"Ah, gurunya membosankan sampai aku mengantuk. Benar, ' kan... [St/n]?"
Sang empu yang merasa terpanggil itu namanya menoleh ke sumber suara. Maniknya mendapati sesosok gadis tepat duduk di sampingnya. Eh, tunggu dulu! Apa dia barusan menyebut namanya?
[St/n] menaikkan kepalanya lalu menatap polos gadis dengan surai pirang dan panjang. Wajah bulat dan mata sipit seperti bukan orang Jepang pada umumnya.
"Maaf... mungkin ini tidak sopan, tapi siapa kau?"
"Ah, kau tidak memperhatikanku saat berkenalan, ya?"
Mungkin... ya, mungkin... tidak batin [St/n] sambil menolehkan pandangannya tak peduli.
"Sepertinya begitu...," timpal kembali gadis itu. Lalu ia menyodorkan tangannya untuk di jabat, "aku Mika. Mikaela Yasahiko. Ah, aku campuran Jepang–Inggris."
[St/n] hanya ber-'oh' ria. Gadis itu pun menerima uluran tangan kecil yang menyambut dirinya. Jujur saja, bagaimana gadis itu tersenyum dan nada bicaranya yang terkesan sangat kekanak-kanakan membuat sang gadis—[St/n] merasa tidak menyukainya.
"Yoroshiku, Yasahiko-san. Watashi [F/n] desu," balas gadis cantik itu.
"Ah, jadi ini benar kau? Oh, kudengar kau—"
"[St/n]cchi!"
Kriiit! Brak!
"Aku membutuhkan bantuanmu segera-ssu!"
👑
Begitu mendapat teriakan dan permintaan Kise yang membuat [St/n] khawatir. Sangat. Khawatir. Gadis itu langsung melesat cepat menuju cafetaria—tempat kejadian perkara. Dengan kecepatan penuh.
Namun begitu [St/n] sampai dan membuka pintu menuju cafetaria. Apa yang ia dapati? Hanya pertengkaran kecil—childish war—yang terlihat di pandangannya.
Midorima dan Murasakibara—dua insan yang sejenis namun dengan sifat yang jelas bertolak belakang ini mengadu diri. Saling melombakan dirinya akan siapa yang bisa makan ramen ukuran jumbo dan super pedas ini. Bagi yang kalah, harus membayar seluruh tagihannya.
Tentu keduanya seri. Midorima yang menang karena keberuntungan ajaibnya dan Murasakibara yang menang karena nafsu makannya yang tinggi. Ya, walaupun dia tidak senafsu Eikichi yang terakhir [St/n] ingat.
Yang menjadi masalahnya adalah... itu sudah hampir sampai di porsi ke tiga.
"Jadi... apa maksudnya ini?" sahut [St/n] sambil memberikan wajah datar.
"Mereka sama-sama tidak ingin kalah-ssu. Jadi kupikir mungkin [St/n]cchi bisa menghentikan dua orang bodoh ini."
"Siapa yang kau panggil 'bodoh'-nanodayo?!"
"Kau juga bodoh 'kan, Kisechin."
[St/n] menghela nafas pelan. Kemudian menuju konter yang menjual ramen itu, memberikan beberapa lembar yen, dan kembali lagi.
Biasanya cafetaria ini menyediakan layanan self-service tapi karena permintaan khusus kedua orang yang serius bertarung ini, penjual ramen itu pun membiarkannya untuk membayarnya nanti.
"Aku sudah membayarnya, sebaiknya kalian menghentikan pertarungan ini. Kalian seharusnya mengerti jika terjadi sesuatu pada tubuh kalian," ucap [St/n] datar sambil menautkan kedua alisnya khawatir. Tentu tidak lupa dengan pose menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Ah, Sei-chaaan!"
Suara kekanak-kanakan itu terdengar jelas menggema dalam cafetaria yang tidak sepi pengunjung itu.
Bukan suaranya yang terdengar 'kawaii' dan karena kecantikan akan dirinya yang membuat seluruh intens pandangan warga cafetaria tertuju padanya.
Tetapi karena bagaimana gadis itu datang.
Dia berteriak memanggil Akashi dan langsung menghampiri sang empu dan memeluknya begitu saja. Tentu semua langsung terkejut apalagi anggota Kisedai, kecuali [St/n] tentunya. Ia bahkan tak memberikan respon apapun dan hanya menatap kedua orang yang tengah berpelukan di depannya.
"Sei-chan! Sei-chan! Sei-chaaan! Aitakatta!" Akashi terperanjat. Dia bahkan ikutan terkejut. "Ah, mou... apa kau semudah itu melupakanku?"
Gadis itu melepaskan pelukannya dari Akashi dan menatap sang empu sedikit kecewa. Akashi pun menatap jelas wajah sang gadis. Bahkan sangat jelas. Karena sangat dekat.
"Yasahiko? Kenapa kau ada disini?"
Gadis yang dipanggil Yasahiko itu mempoutkan bibirnya. "Sudah kukatakan panggil aku Mimzy. Mou...." Ah! Nada suara yang terdengar imut itu. Benar-benar membuat [St/n] jijik. Jujur saja. Menjijikkan!
Tunggu! Mimzy... nama boneka? Batin [St/n].
"Ano... kalau aku boleh tahu, kau itu... siapanya Akashi-kun?" tanya Kuroko tiba-tiba.
"KYAAAA—!"
Memangnya kau pikir Kuroko semenakutkan itu jika tiba-tiba datang? Kau juga seharusnya tidak sangat menempel seperti itu pada Seijuro-kun! [St/n] kembali membatin.
"Ah... um... aku ini... Mikaela Yasahiko. Tunangan resmi Seijuro Akashi."
"Eh?!"
"EEEEEEEEEEHHH?!!!"
Ciaaaat! Mikajeh back! \:v/ berapa lama sih gamuncul X'D keknya baru 2 minggu, yak?
Jeng jeng! Sudah muncul kau wahai musuh bebuyutan reader :v wkwkwk sumpah agak bingung bikin nama untuk OC-nya decu :'3 but, beginilah namanya '-' campuran nama 'Mikaela Hyakuya' sama belakangnya ue luva :v wkwkwk
Next chapter review~ disini reader bakal menjadi informan kembali '-' yup, menggali kebenaran alias borok-borok si OC abal-abal eneeh~ seperti apa? Tunggu ae X'D
Silahkan tinggalkan jejak vomentnya kawaaaand~ betewe gambaran OC itu bisa di liat di atas yak :v wkwkwk
Terimakasih
Neko Kurosaki
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro